Anda di halaman 1dari 21

TOKOH PENYEBAR AGAMA ISLAM DI TANAH JAWA

“WALIONGO”

X-7
MATA PELAJARAN : P. AGAMA ISLAM
GURU PEMBIMBING : LATIFATUL FAJRIYAH, S.Pd.
0LEH KELOMPOK 6 :
1. ADIYATMA NUGRAHA LOKISWARA (01)
2. CAHAYU RAHMAWATIN (08)
3. RINA FITRI NUR AISYAH (31)
4. SALWA DZAHAH ARIELLA (32)
5. SYAH FANA PELANGI (34)

SMA NEGERI MOJOAGUNG


TAHUN PELAJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Tokoh Penyebar Agama Islam di Jawa ‘Walisongo’” ini
dengan tepat waktu. Tanpa pertolonganNya tentunya kami tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan dengan tempo waktu secepat-cepatnya.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti. Kami selaku penulis
makalah ini juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman serta orang tua dan guru kami
yang telah menuntun kami hingga sampai pada titik ini. Kami berharap segala sesuatu yang kami
lakukan ini membawa berkah bagi semua orang kedepannya.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa
sehat fisik maupun akal pikiran, sehinggan kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah
ini untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh ibu pembimbing mata pelajaran P. Agama Islam
kami yaitu ibu Latifatul Fajriyah, S.Pd. semoga beliau dilimpahkan rezekinnya dan diberi selamat
sehat dunia dan akhirat.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran
dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih
baik lagi. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terimakasih.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jombang, November 2023

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................1


DAFTAR ISI .............................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................3
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................... 4
1.3 Tujuan ................................................................................................................................................. 4
1.4 Manfaat ............................................................................................................................................... 4

BAB 2 PEMBAHASAN ...........................................................................................5


2.1 Landasan Teori .................................................................................................................................... 5
2.2 Tokoh Penyebar Agama Islam di Jawa “Walisongo” ........................................................................... 6
2.3 Cara Walisongo Menyebarkan Agama Islam di Jawa........................................................................ 11
BAB 3 PENUTUP...................................................................................................18
3.1 Kesimpulan........................................................................................................................................ 18
3.2 Saran ................................................................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................19


LAMPIRAN ............................................................................................................20

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam adalah agama samawi yang diwahyukan oleh Allah SWT. kepada Nabi Muhammad
SAW. Kata “Samawi” berasal dari Bahasa Arab As-Samawat yang berarti langit, jadi agama
Samawi adalah agama dari langit. Para pengikut agama Samawi meyakini agamanya dibangun
berdasarkan wahyu tuhan melalui perantara malaikat kepada para nabi dan rasul yang
kemudian disampaikan kepada manusia sebagai pedoman hidup. Kedatangan islam bukan
untuk menghapuskan ajaran-ajaran sebelumnya, melainkan sebagai penyempurna ajaran-
ajaran sebelumnya agar manusia selamat dunia dan akhirat. Islam merupakan agama yang
diturunkan sebagai rahmatun lil’alamin (rahmat bagi seluruh makhluk di alam ini).
Islam pertama kali memasuki pulau Jawa pada abad ke-11 oleh para pedagang Arab yang
datang ke Indonesia. Kemudian pada abad ke-15 para saudagar muslim telah mencapai
kemajuan pesat dalam usaha bisnis dan dakwah hingga mereka memiliki jaringan di kota-kota
bisnis di sepanjang pantai laut Utara. Komunitas ini di pelopori oleh Walisongo yang
membangun masjid pertama di tanah Jawa yaitu masjid Demak. Demak berdiri sebagai salah
satu kerajaan islam petama di Jawa. Berkembangnya kerajaan Demak sebagai kerajaan islam
ini kemudian disusul berdirinnya kerajaan bercorak islam lainnya. Melalui kerajaan bercorak
islam inilah, agama islam makin berkembang di Indonesia.
Setelah agama islam masuk ke Indonesia, perkembangan dakwah islam juga ada yang
melalui kesenian, misalnya gamelan, wayang kulit, dan tembang, hal ini membuat agama
islam mudah diterima oleh masyarakat Indonesia terutama di Jawa. Di pulau Jawa, para ulama
atau para pendakwah ini tergabung dalam kelompok wali yang dikenal sebagai Walisongo.
Walisongo berasal dari kata “wali” dan “songo”. Kata “wali” berasal dari Bahasa Arab
yang artinya dekatt atau kerabat. Sedangkan kata “songo” berasal dari Bahasa Jawa yang
berarti Sembilan. Dengan demikian, Walisongo berarti Sembilan wali, yakni Sembilan orang
yang dipandang sebagai ketua dari sejumlah besar ulama yang bertugas mendakwahkan islam
di daerah-daerah yang belum memeluk islam, atau juga dikenal sebagai kumpulan ulama
penyebar agama islam di Jawa.
Walisongo melakukan dakwahnya dengan strategi dalam mengumpulkan masyarakat.
Strategi dakwah para Walisongo diartikan sebagai segala cara yang ditempuh untuk mengajak
manusia ke jalan Allah dengan memanfaatkan segala sumber daya. Tokoh yang menjadi
tonggak menyebarnya islam di Jawa menarik untuk dikaji, mulai dari siapa Sembilan tokoh
itu, dan strategi dakwah apa yang mereka gunakan untuk mengajak masyarakat Jawa memeluk
agama islam.

3
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan judul di atas diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :
1. Siapa saja Sembilan para tokoh ulama yang disebut sebagai Walisongo?
2. Bagaimana strategi dakwah/cara penyebaran agama islam di tanah Jawa yang
dilakukan oleh para Walisongo?

1.3 Tujuan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberitahukan kepada pembaca tentang informasi
para tokoh penyebar agama islam di Jawa. Lebih rincinya sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bidata diri Sembilan ulama penyebar agama islam di Jawa atau
yang kita kenal sebagi Walisongo.
2. Untuk mengetahui cara yang dilakukan para pendakwah terdahulu dalam
menyebarkan ajaran agama islam di Jawa.

1.4 Manfaat

1. Bagi penulis, kami menjadi tahu sejarah tokoh-tokoh penyebar islam di Jawa,
penulisan makalah ini dapat membantu kami untuk mendapat pengalaman, ilmu atau
wawasan baru.
2. Bagi pembaca, menjadi tahu biodata diri para Sembilan ulama penyebar agama islam
di Jawa dan cara mereka berdakwah untuk mengajak masyarakat Jawa memeluk
agama islam.

4
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Landasan Teori

Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan tidak menimbulkan kesalahpahaman


terhadap beberapa istilah di dalam makalah ini, maka akan kami cantumkan beberapa
definisi dengan maksud untuk menjelaskan beberapa istilah :

1. Pengertian Dakwah
Dakwah menurut KBBI, dakwah merupakan penyiaran agama di kalangan
masyarakat dan pengembangannya untuk memeluk, mempelajari dan
mengamalkan ajaran agama. Secara terminologis pengertian dakwah dimaknai
dari aspek positif ajakan tersebut, yaitu ajakan kepada kebaikan dan keselamatan
dunia dan akhirat. Dakwah merupakan usaha suatu kegiatan untuk mengajak
manusia melkukan kebaikan dan meninggalkan keburukan sesuai ajaran islam
agar mendapat kebahagiaan dunia akhirat tanpa adannya paksaan dengan cara
bijak dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku yang baik kepada orang lain baik
dalam individu maupun kelompok.
Dakwah berasal dari Bahasa Arab, yaitu da’a, yad’u, da’watan yang bermakna
seruan, panggilan, undangan atau do’a. Apabila dikaitkan dengan kata islam,
menjadi kegiatan mengajak, menyeru, dan memanggil seseorang kepada islam.

2. Pengertian Penyebaran
Pengertian penyebaran menurut KBBI yaitu proses, cara, penyebaran,
menyebar atau menyebarkan. Penyebaran adalah menghamburkan. Penyebar juga
berarti menyiarkan (kabar atau sebagainya). Menyebar juga berarti menabur.

3. Pengertian Agama Islam


Menurut KBBI, agama merupakan ajaran, system yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, tata peribadatan dan
tata kaidah yang berlian dengan pergulatan manusia dan manusia serta
lingkungannya dengan kepercayaan itu. Maka pengertiian agama yaitu agama
hanya mendasarkan pada aturan antara hubungan manusia dengan Tuhan.
Sedangkan pengertian agama dalam Al-Qur’an lebih menjelaskan detail yakni
mengatue hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama,
dan hubungan manusia dengan makhluk lainnya.
Kata Islam berarti tunduk, patuh, pasrah, berserah diri, damai dan selamat.
Semua makhluk hidup yang ada di langit dan bumi berIslam(berserah diri, patuh,
dan tunduk) kepada Allah Swt, mereka semua bersujud, tunduk, dan patuh, kepada
aturan-aturan hukumnya. Kata Islam berasal dari kata “Aslama” yang artinya

5
berserah diri. Orang yang telang mengakui atau memeluk agama Islam disebut
Muslimin. Islam merupakan suatu agama yang diturunkan Allah Swt. Kepada
Nabi Muhammad Saw, dan bertujuan untuk membawa pesan Tuhan kepada semua
orang di muka bumi ini dan untuk membuat kondisi dunia menjadi lebih baik.

2.2 Tokoh Penyebar Agama Islam di Jawa “Walisongo”

Berikut kami jabarkan biodata dari para tokoh penyebar agama islam di Jawa yaitu
atau yang kita kenal Walisongo :

1. Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik)


Sunan Gresik mempunyai nama asli yaitu Maulana Malik Ibrahim merupakan
sosok ulama pertama yang diberi gelar sebagai Walisongo, dan wali dianggap pertama
kali menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Maulana Malik Ibrahim lahir di
Samarkand, Turki, pada awal abad 14. Lalu setelah meninggal, beliau dimakamkan
di desa Gapura, kota Gresik, Jawa Timur. Nama ayah Maulana Malik Ibrahim adalah
Maulana Jumadil Kubro, atau Syekh Jumadil Qubro. Dan nama istri Sunan Gresik
adalah Dewi Candrawulan.
Sebelum datang ke Jawa, Maulana Malik Ibrahim disebutkan bermukim di
Champa (dalam legenda disebut sebagai negeri Chermain atau Cermin) selama tiga
belas tahun. Sunan Gresik memiliki dua putra, yaitu Raden Rahmat atau Sunan Ampel
dan Sayid Ali Murtadha atau Raden Santri. Setelah cukup menjalankan misi dakwah
di negeri itu, akhirnya beliau hijrah ke pulau Jawa dan meninggalkan keluarganya.
Setelah dewasa, kedua anaknya mengikuti jejaknya menyebarkan agama Islam di
pulau Jawa.

2. Raden Rahmat (Sunan Ampel)


Sunan Ampel atau Raden Rahmat adalah seorang putra paling tua dari Maulana
Malik Ibrahim. Pada masa kecilnya Sunan Ampel lebih banyak dikenal sebagai Raden
Rahmat. Lalu Sunan Ampel lahir pada tahun 1401 M di Campa serta diperkirakan
tutup usia pada tahun 1841 di Demak. Sedangkan makam dari Sunan Ampel adalah
di bagian barat Masjid Ampel yang terletak di Kota Surabaya. Julukan Sunan Ampel
diidentikkan dengan nama tempat dimana beliau tinggal yaitu daerah Ampel atau
Ampel Denta. Wilayah tersebut saat ini menjadi bagian dari Kota Surabaya.
Beberapa sumber menjelaskan jika Sunan Ampel awal masuk ke pulau Jawa adalah
pada tahun 1443 M bersama dengan Sayid Ali Murtadho yang sejatinya adalah adik
dari Sunan Ampel. Sebelum masuk ke Pulau Jawa, Sunan Ampel dengan Sayid Ali
Murtadho berada di Palembang sekitar tahun 1440. Setelah berada di Palembang
sekitar tiga tahun, mereka selanjutnya berada di daerah Gresik.
Sunan Ampel atau Raden Rahmat adalah salah satu anggota dari sembilan wali atau
dikenal sebagai Wali Songo. Sama seperti Sunan Maulana Malik Ibrahim, Sunan
Ampel juga memiliki jasa yang begitu besar terhadap perkembangan ajaran Islam,
khususnya di wilayah tanah Jawa. Beberapa kalangan juga memiliki pendapat jika

6
Sunan Ampel adalah bapak dari para wali. Hal ini tak lain karena Sunan Ampel
mampu melahirkan para pendakwah nomor satu di wilayah tanah Jawa.
Sunan Ampel memiliki ayah bernama Sunan Maulana Malik Ibrahim. Sunan
Maulana Malik Ibrahim sendiri memiliki nama lain sebagai Sunan Gresik yang juga
masih keturunan dari Syekh Jamaludin Jumadil Kubro seorang Ahlussunnah
bermazhab Syafi’i. Syekh Jamaludin adalah seorang ulama yang berasal dari
Samarkand, Uzbekistan. Ibu dari Sunan Ampel adalah Dewi Candrawulan.
Selama perjalanan hidupnya, Sunan Ampel memiliki dua istri yaitu Dewi Karimah
dan Dewi Candrawati. Ketika bersama dengan istri pertamanya Dewi Karimah, Sunan
Ampel memiliki dua orang anak yaitu Dwi Murtasih yang juga menjadi istri dari
Raden Fatah. Raden Fatah adalah sultan pertyama dari kerajaan Islam Demak Bintoro.
Lalu anak keduanya adalah Dewi Murtasimah yang menjadi permaisuri dari raden
Paku atau Sunan Giri. Sedangkan ketika bersama dengan Dewi Chandrawati, Sunan
Ampel dikaruniai lima orang anak yaitu Siti Syare’at, Siti Mutmainah, Siti Sofiah,
Raden Maulana Makdum, Ibrahim atau Sunan Bonang, serta Syarifuddin atau Raden
Kosim yang kemudian lebih banyak dikenal dengan sebutan Sunan Drajad.

3. Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang)


Raden Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang merupakan salah satu ulama anggota
Wali Songo sebagai penyebar Islam di Jawa pada abad ke-14 Masehi. Sunan Bonang
juga dikenal sebagai seniman yang berdakwah dengan menggunakan sejumlah
perangkat seni, termasuk gamelan, juga karya sastra. Konon, Raden Makdum Ibrahim
adalah penemu salah satu jenis gamelan yang kerap disebut bonang. Dari situlah
julukan Sunan Bonang disematkan kepada Raden Makdum Ibrahim. Raden Makdum
Ibrahim atau Sunan Bonang merupakan putra keempat Raden Rahmat atau Sunan
Ampel dari perkawinan dengan Nyai Ageng Manila, putri Bupati Tuban, Arya Teja.
Raden Makdum Ibrahim lahir pada 1465 M di Surabaya dan tumbuh dalam asuhan
keluarga ningrat yang agamis. Sunan Ampel adalah pendiri sekaligus pengasuh
Pesantren Ampeldenta. Pendidikan Islam diperoleh Raden Makdum Ibrahim pertama
kali dari ayahnya sendiri di pesantren Ampeldenta. Sejak kecil, Sunan Ampel sudah
mempersiapkan putranya itu sebagai penerus untuk mensyiarkan ajaran Islam di bumi
Nusantara.
Beranjak remaja, Raden Makdum Ibrahim pergi ke negeri Pasai, Aceh, untuk
berguru kepada Syekh Maulana Ishak, ayahanda Sunan Giri. Sejak kecil, sudah
tampak kecerdasan dan keuletan Raden Makdum Ibrahim dalam menuntut ilmu.
Selain dibimbing oleh Sunan Ampel dan Syekh Maulana Ishak, Raden Makdum
Ibrahim juga berguru kepada banyak ulama lainnya. Hingga akhirnya, Raden
Makdum Ibrahim diakui keilmuannya yang mumpuni dalam penguasaan fikih,
ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur, dan bela diri silat. Kelak, keterampilan
silat Sunan Bonang berguna ketika ia mengalahkan seorang perampok bernama
Raden Said. Raden Said pun tunduk dan bertobat, kemudian ikut menyebarkan
dakwah Islam dan menjadi anggota Wali Songo yang dikenal dengan nama Sunan
Kalijaga.

7
Dakwah Sunan Bonang dimulai dari Kediri, Jawa Timur. Ia mendirikan langgar
atau musala di tepi Sungai Brantas, tepatnya di Desa Singkal. Diceritakan, Sunan
Bonang sempat mengislamkan Adipati Kediri, Arya Wiranatapada, dan putrinya. Usai
dari Kediri, Sunan Bonang bertolak ke Demak, Jawa Tengah. Oleh Raden Patah,
pendiri sekaligus pemimpin pertama Kesultanan Demak, Sunan Bonang diminta
untuk menjadi imam Masjid Demak.

4. Maulana ‘Ainul Yakin (Sunan Giri)


Sunan Giri merupakan putra dari Maulana Ishaq dengan Dewi Sekardadu, putri
Prabu Menak Sembuyu penguasa wilayah Blambangan (Majapahit). Sunan Giri
diketahui lahir di Blambangan (Banyuwangi) pada tahun 1365 Saka dan wafat pada
tahun 1428 Saka di desa Giri, Kebomas, Gresik. Kelahiran Sunan Giri ini dianggap
rakyat Blambangan sebagai pembawa kutukan berupa wabah penyakit, sehingga
Prabu Menak Sembuyu memerintahkan untuk membuatkan peti dan menghanyutkan
bayi tersebut ke laut. Siang dan malam, Dewi Sekardadu mencari bayi yang baru saja
dilahirkannya dengan menyusuri pantai hingga ia pun meninggal dalam pencariannya.
Sementara peti berisi bayi tersebut ditemukan nelayan dan membawanya ke Gresik
dan menyerahkannya ke Nyai Gede Pinatih. Oleh Nyai Gede Pinatih, bayi tersebut
diangkat sebagai anak dan diberi nama Joko Samudro.

5. Raden Syarifudin (Sunan Drajat)


Sunan Drajat adalah salah satu Wali Songo yang berasal dari Gresik dan telah
menyebarkan ajaran Islam di Pulau Jawa. Sosok Sunan Drajat dikenal juga dengan
berbagai nama lain seperti Raden Syarifuddin, Masaikh Munat, Pangeran Kadrajat,
dan Maulana Hasyim.
Sunan Drajat yang memiliki nama asli Raden Syarifudin atau Raden Qasim adalah
anak dari Sunan Ampel yang juga dikenal sebagai Ali Rahmatullah atau Raden
Rahmad. Ibu Sunan Drajat bernama Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila.
Sunan Drajat merupakan adik dari Sunan Bonang yang juga merupakan salah satu
wali yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa.
Sunan Drajat memiliki istri bernama Dewi Sufiyah, putri Sunan Gunung Jati yang
kemudian memiliki anak bernama Pangeran Rekyana, Pangeran Sandi dan Dewi
Wuryan. Setelah itu, Sunan Drajat menikah dengan Nyai Kemuning putri dari Mbah
Mayang Madu dari Desa Jelak. Sunan Drajat juga menikah Nyai Retno Ayu
Candrawati yang merupakan putri Adipati Kediri, Raden Suryadilaga.
Sunan Drajat awalnya berdakwah di pesisir Gresik. Beliau kemudian pindah di
daerah Banjarwati yang sekarang dikenal sebagai Lamongan. Setahun berikutnya,
Sunan Drajat berpindah sejauh satu kilometer ke selatan dan mendirikan sebuah
pesantren di Desa Drajat, yang masuk ke dalam wilayah Paciran, Kabupaten
Lamongan. Konon dari nama tempat di mana pesantren berdiri itulah sebutan Sunan
Drajat berasal.

8
6. Joko Said (Sunan Kalijaga)
Sunan Kalijaga memiliki nama asli Joko Said, yang diperkirakan lahir pada Tahun
1450 M. Ia merupakan putra dari adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta
atau Raden Sahur. Ayahnya merupakan keturunan dari pemberontak legendaris
Majapahit, Ronggolawe.
Ayahnya adalah sosok pemimpin yang terkenal kejam dan sangat taklid terhadap
pemerintahan pusat Majapahit yang menganut Agama Hindu meskipun dirinya
seorang muslim. Ia tak segan untuk meminta pajak yang tinggi tanpa memberikan
kesejahteraan kepada rakyatnya. Atas dasar itulah Joko Said mulai memberanikan diri
untuk membangkan dan tidak setuju terhadap segala keputusan dan kebijakan yang
dikeluarkan ayahnya.
Hingga puncaknya, Joko Said membongkar lumbung kadipaten dan membagikan
seluruh padi dan beras yang ada didalamnya kepada rakyat miskin yang berada
dibawah kekuasaan ayahnya. Tidak berlangsung lama Adipati Arya Wilatikta
mengadakan sidang dan mengadili Joko Said karena terbukti merusak lumbung padi
ayahnya. Joko Said memberikan alasan bahwa yang dilakukannya berlandaskan
Islam. Ayahnya terlalu menumpuk harta untuk dirinya sedangkan rakyatnya
kelaparan dan menderita.
Dengan alasan tersebut Joko Said diusir dari Kadipaten dan tidak boleh kembali
pulang sebelum menggetarkan Tuban dengan bacaan ayat suci Al-Qur'an. Setelah
diusir dari Istana ia tetap melanjutkan misinya untuk mensejahterakan rakyat miskin
dengan cara merampok. Namun dalam merampok Joko Said hanya merampok rumah
orang yang terkenal kaya dan membagikan hasil curiannya secara adil kepada rakyat
yang kurang mampu. Maka dari itu ia dijuluki sebagai "Brandal Lokajaya" atau
perampok yang budiman.
Akan tetapi setelah bertemu dengan Sunan Bonang semua perilaku dari Joko Said
pun berubah. Hal ini bisa terjadi lantaran ia telah dinasehati bahwa Allah tidak akan
menerima amal yang buruk dari hambanya. Kemudian Joko Said menjadi murid
Sunan Bonang dan mendalami Ilmu agama Islam. Setelah menimba ilmu agama yang
cukup lama dan dinilai cukup mumpuni menurut Sunan Bonang. Joko Said kemudian
dilepas untuk berdakwah dan mengamalkan ilmu agama Islam
Nama Kalijaga berasal dari bahasa Arab "Qadi" dan namanya sendiri "Joko Said".
Frase ini asalnya dari Qadhi Joko Said yang artinya "Hakim Joko Said". Karena
menurut sejarah mencatat bahwa saat Wilayah Demak. didirikan pada Tahun 1478,
Sunan Kalijaga diserahi tugas sebagai Qadhi (hakim) di Demak oleh Wali Demak saat
itu, yaitu Sunan Giri.
Cara dakwah yang merakyat dengan menggunakan kesenian daerah membuatnya
terkenal dan mudah diterima oleh masyarakat di Pula Jawa. Inilah yang membuat
Sunan Kalijaga berbeda dengan tokoh Wali Songo lainnya karena beliau sangat
paham betul tentang pergerakan, permasalahan hingga aliran yang sedang
berkembang dalam masyarakat.

9
7. Sayyid Ja'far Shadiq (Sunan Kudus)
Sayyid Ja'far Shadiq Azmatkhan lahir pada tanggal 9 September 1400 M di
Palestina. Anak dari Raden Usman Hajji atau yang dikenal dengan sebutan Sunan
Ngudung, seorang panglima perang Kesultanan Demak Bintoro, Ayahnya merupakan
putra dari Sultan di Palestina yang bernama Sayyid Fadhal Ali, Kemudian ayahnya
berhijrah sampai ke Pulau Jawa dan tiba di Kesultanan Islam Demak lalu diangkat
menjadi panglima perang. Sunan Kudus belajar agama dengan ayahnya sendiri dan
kepada Kyai Telingsing serta Sunan Ampel.
Kyai Telingsing merupakan ulama China yang datang ke Jawa bersama Cheng
Hoo, yang kemudian menyebarkan agama Islam dan membuat tali persaudaraan
dengan orang Jawa Setelah itu beliau berdakwah di tengah-tengah masyarakat yang
masih beragama Hindu dan Budha.
Sementara ibu Sunan Kudus merupakan putri dari Sunan Bonang. Ia dilahirkan
pada tanggal 9 September 1400M. Dengan demikian Sunan Kudus adalah cucu dari
Sunan Bonang, sehingga silsilahnya pun mengikuti silsilah Sunan Bonang, yakni
masih beraliran atau keturunan langsung dari Husain bin Ali, cucu Nabi Muhammad
SAW.

8. Raden Umar Said (Sunan Muria)


Sunan Muria lahir pada 1450 M dan merupakan putera dari Sunan Kalijaga melalui
pernikahannya bersama Dewi Saroh, yang merupakan puteri dari Sunan Giri, seorang
ulama terkenal di Samudra Pasai Aceh. Dengan demikian maka Sunan Muria masih
merupakan keponakan dari Sunan Giri. Saat masih kecil, Sunan Muria memiliki nama
Raden Prawoto. Selain itu, beliau juga sering dipanggil dengan Raden Umar Said atau
Raden Umar Syahid.
Menginjak dewasa, Sunan Muria menikah dengan Dewi Sujinah yang merupakan
puteri dari Sunan Ngudung (Raden Usman Haji). Sunan Ngudung merupakan salah
satu putera dari sultan di Mesir yang melakukan perjananan hingga ke tanah Jawa.
Sementara itu, Sunan Ngudung sendiri juga merupakan ayah dari Sunan Kudus. Dari
pernikahannya dengan Dewi Sujinah, Sunan Muria dikaruniai putera bernama Pangen
Santri atau Sunan Ngadilangu.
Menurut beberapa kisah, selain menikah dengan Dewi Sujinah, Sunan Muria juga
mempersunting Dewi Roroyono yang terkenal dengan kecantikannya. Dewi
Roroyono merupakan puteri dari Sunan Ngerang, seorang ulama terkenal di Juwana
yang memiliki ilmu atau kesaktian yang tinggi, serta merupakan guru dari Sunan
Muria dan Sunan Kudus. Kecantikan Dewi Roroyono banyak memicu pertumpahan
darah yang juga membuktikan kesaktian dari Sunan Muria.

9. Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati)


Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah lahir Tahun 1448 Masehi.
Ayahanda Syekh Syarif Hidayatullah adalah Syarief Abdullah, seorang dari Mesir
keturunan ke 17 Rosulullah SAW, bergelar Sultan Maulana Muhamad, Ibunda Syech

10
Syarief Hidayatullah adalah Nyai Rara Santang dan setelah masuk Islam berganti
nama menjadi Syarifah Muda’im adalah Putri Prabu Siliwangi dari kerajaan
Padjajaran. Dan Syech Syarief Hidayatullah berkelana untuk belajar Agama Islam
dan sampai di Cirebon pada tahun 1470 Masehi.

2.3 Cara Walisongo Menyebarkan Agama Islam di Jawa

Pada sub bab pembahasan ini, kami akan menjelaskan tentang strategi dakwah atau cara
penyebaran agama islam yang dilakukan oleh para Walisongo di Jawa. Berikut adalah cara
penyebaran agama islam oleh Sembilan wali di Jawa :
1. Dakwah Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik)
Maulana Malik Ibrahim dianggap termasuk salah seorang yang pertama-tama
menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, dan merupakan wali senior diantara para
Walisongo lainnya. Beberapa versi babad menyatakan bahwa kedatangannya disertai
beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali ialah desa Sembalo, sekarang
adalah daerah Leran, Kecamatan Manyar, yaitu 9 km ke arah utara kota Gresik. Ia lalu
mulai menyiarkan agama Islam di tanah Jawa bagian timur, dengan mendirikan mesjid
pertama di desa Pasucinan, Manyar.
Dalam biografi Sunan Gresik disebutkan bahwa Pertama-tama yang dilakukannya
ialah mendekati masyarakat melalui pergaulan. Budi bahasa yang ramah-tamah
senantiasa diperlihatkannya di dalam pergaulan sehari-hari. Ia tidak menentang secara
tajam agama dan kepercayaan hidup dari penduduk asli, melainkan hanya
memperlihatkan keindahan dan kabaikan yang dibawa oleh agama Islam. Berkat
keramah-tamahannya, banyak masyarakat yang tertarik masuk ke dalam agama Islam.
Sebagaimana yang dilakukan para wali awal lainnya, aktivitas pertama yang
dilakukan Maulana Malik Ibrahim ialah berdagang. Ia berdagang di tempat pelabuhan
terbuka, yang sekarang dinamakan desa Roomo, Perdagangan membuatnya dapat
berinteraksi dengan masyarakat banyak, selain itu raja dan para bangsawan dapat pula
turut serta dalam kegiatan perdagangan tersebut sebagai pelaku jual-beli, pemilik kapal
atau pemodal.
Setelah cukup mapan di masyarakat, Maulana Malik Ibrahim kemudian melakukan
kunjungan ke ibukota Majapahit di Trowulan. Raja Majapahit meskipun tidak masuk
Islam tetapi menerimanya dengan baik, bahkan memberikannya sebidang tanah di
pinggiran kota Gresik. Wilayah itulah yang sekarang dikenal dengan nama desa
Gapura.
Dalam rangka mempersiapkan penerus untuk melanjutkan perjuangan menegakkan
ajaran-ajaran Islam, Maulana Malik Ibrahim membuka pesantren-pesantren yang
merupakan tempat mendidik pemuka agama Islam di masa selanjutnya. Hingga saat ini
makamnya masih diziarahi orang-orang yang menghargai usahanya menyebarkan
agama Islam berabad-abad yang silam. Setiap malam Jumat Legi, masyarakat setempat
ramai berkunjung untuk berziarah. Ritual ziarah tahunan atau haul juga diadakan setiap
tanggal 12 Rabi’ul Awwal, sesuai tanggal wafat pada prasasi makamnya. Pada acara

11
haul biasa dilakukan khataman Al-Quran, mauludan (pembacaan riwayat Nabi
Muhammad), dan dihidangkan makanan khas yaitu bubur harisah.

2. Dakwah Raden Rahmat (Sunan Ampel)


Hal berikutnya yang akan kita bahas bersama adalah metode dakwah yang dilakukan
oleh Sunan Ampel. Metode dakwah yang ditempuh oleh Sunan Ampel terbilang cukup
singkat dan cepat. Hal ini karena Sunan Ampel menggunakan metode dakwah Moh
Limo yang memiliki arti tidak melakukan lima hal tercela.
Adapun filsafat metode Moh Limo milik Sunan Ampel adalah sebagai berikut ini.
• Moh main yang memiliki arti tidak ingin berjudi
• Moh ngombe yang memiliki arti tidak mau mabuk
• Moh maling yang memiliki arti tidak mau mencuri
• Moh madat yang memiliki arti tidak mau menghisap candu
• Moh madon yang memiliki arti tidak mau melakukan zina
Selama perjalanan hidup serta dalam proses penyebaran agama Islam, Sunan Ampel
dikenal sebagai pribadi yang begitu peka terhadap adaptasi dengan lingkungan
setempat. Cara yang ia terapkan adalah dengan menerima siapapun, baik itu dari
kalangan bansawan maupun rakyat biasa yang ingin melakukan pembelajaran kepada
beliau pada sebuah pesantren. Sunan Ampel memiliki rasa toleran yang tinggi terhadap
semua pandangan muridnya, dengan memiliki rasa toleransi yang begitu tinggi
menjadikan para muridnya berhasil mendapatkan cara pandang serta banyak pengikut.

3. Dakwah Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang)


Sebagaimana Wali Songo lainnya, Raden Makdum Ibrahim menyebarkan Islam
melalui media seni dan budaya. Ia menggunakan alat musik gamelan untuk menarik
simpati rakyat. Raden Makdum Ibrahim sering memainkan gamelan berjenis bonang,
yaitu perangkat musik ketuk berbentuk bundar dengan lingkaran menonjol di
tengahnya. Jika tonjolan tersebut diketuk atau dipukul dengan kayu, maka akan muncul
bunyi merdu. Sunan Bonang membunyikan alat musik ini yang membuat penduduk
setempat penasaran dan tertarik. Warga berbondong-bondong ingin mendengarkan
alunan tembang dari gamelan yang dimainkan Sunan Bonang. Ia menggubah sejumlah
tembang tengahan macapat, seperti Kidung Bonang, dan sebagainya. Hingga akhirnya,
banyak orang yang bersedia memeluk agama Islam tanpa paksaan.
Sunan Bonang juga mahir memainkan wayang serta menguasai seni dan sastra Jawa.
Dalam pertunjukan wayang, Sunan Bonang menambahkan banyak wayang, yaitu kuda,
gajah, harimau, garuda, kereta perang, dan rampogani untuk memperkaya
pertunjukannya. Dakwah Sunan Bonang yang lain adalah melalui penulisan karya
sastra yang bertajuk Suluk Wujil. Saat ini, naskah asli Suluk Wujil disimpan di
perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Suluk Wujil diakui sebagai salah satu karya
sastra terbesar di Nusantara karena isinya yang indah serta kandungannya yang kaya
dalam menafsirkan kehidupan beragama. Sunan Bonang sangat fokus dalam menjalani
perannya sebagai ulama dan seniman sehingga ia tidak sempat menikah hingga
wafatnya pada 1525 M. Makam Sunan Bonang terletak di kompleks pemakaman Desa

12
Kutorejo, Tuban, Jawa Timur, atau berada di barat alun-alun dekat Masjid Agung
Tuban.

4. Dakwah Maulana ‘Ainul Yakin (Sunan Giri)


Sunan Giri atau Raden Paku memilih jalur pendidikan dan kebudayaan dalam
menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Beliau merupakan murid dari Sunan Ampel
yang memulai dakwahnya di wilayah Gresik.
Raden Paku bersama Sunan Bonang, putra dari Sunan Ampel pernah berencana
untuk pergi berhaji dan menuntut ilmu ke Mekkah. Namun, mereka bertemu dengan
ayah kandung Raden Paku, yaitu Maulana Ishaq, ketika perjalanan mereka sampai di
Malaka. Ayah Raden Paku menasihati keduanya untuk kembali ke Pulau Jawa karena
mereka lebih dibutuhkan untuk menyiarkan agama Islam di sana. Nasihat tersebut
dipatuhi dan mereka pun membatalkan niatnya untuk pergi ke Mekkah.
Dalam perjalanan pulang ke Tanah Jawa, Raden Paku dibekali segumpal tanah dan
dua orang abdi bernama Syaikh Koja dan Syaikh Grigis. Setibanya di Jawa, Raden
Paku mencari tanah yang serupa dengan segumpal tanah yang diberikan ayahnya.
Setelah menemukan sebidang tanah di perbukitan, Raden Paku membangun pesantren
yang kemudian dikenal dengan nama Giri Keraton. Sejak saat itu Raden Paku dijuluki
sebagai Sunan Giri, yang artinya adalah susuhan atau guru suci yang bermukim di
perbukitan Giri. Sunan Giri memanfaatkan seni pertunjukan sebagai media
menyebarkan Islam melalui pendidikan yang di pertunjukkan di Giri Keraton,
pesantren miliknya yang terletak di perbukitan Giri. Ia menyelipkan pedoman hidup
yang diambil dari ajaran Islam melalui seni pertunjukkan tersebut.
Walaupun sudah memiliki pesantren, Sunan Giri tetap menyiarkan ajaran Islam
secara tatap muka dengan mendatangi masyarakat satu persatu. Ia baru menyiarkan
dakwah kepada kumpulan masyarakat setelah mereka menerima kehadirannya. Cara
Sunan Giri dalam mengumpulkan masyarakat adalah dengan mengadakan
pertunjukkan kesenian atau acara selamatan. Dalam perkumpulan tersebut, secara tidak
langsung Sunan Giri menyelipkan ajaran Islam di dalamnya. Salah satu contohnya
adalah pertunjukkan wayang dengan isi cerita bernuansa Islam.
Selain itu, Sunan Giri juga mengenalkan agama Islam kepada anak-anak dengan
menciptakan bermacam permainan seperti Jelungan, Jamuran, dan Gendi Gerit.
Adapun permainan dalam bentuk lagu seperti Cublak-Cublak Suwang yang masih
terkenal hingga saat ini.

5. Dakwah Raden Syarifudin (Sunan Drajat)


Sunan Drajat memperkenalkan Islam dengan cara-cara bijak, tanpa memaksa. Dalam
menyampaikan ajarannya, Sunan menempuh lima cara. Pertama, lewat pengajian
secara langsung di masjid atau langgar. Kedua, melalui penyelenggaraan pendidikan di
pesantren. Selanjutnya, ketiga, memberi fatwa atau petuah dalam menyelesaikan suatu
masalah. Cara keempat, melalui kesenian tradisional. Sunan Drajat kerap berdakwah
lewat tembang pangkur dengan iringan gending. Terakhir, ia juga menyampaikan

13
ajaran agama melalui ritual adat tradisional, sepanjang tidak bertentangan dengan
ajaran Islam.

Dalam berdakwah, Sunan Drajat sangat memperhatikan nasib para fakir miskin,
yatim piatu dan orang-orang terlantar. Beliau juga menjadi sosok yang mengajak para
bangsawan dan orang kaya untuk mengeluarkan infaq, shodaqoh, dan zakat sesuai
ajaran agama Islam. Sunan Drajat wafat pada tahun 1522 M dan makamnya berada di
desa Drajat, Paciran, Lamongan, Jawa Timur.

Sunan Drajat juga memiliki 4 ajaran pokok atau yang dikenal dengan Catur
Piwulang, yang isinya ajakan untuk berbuat baik kepada sesama.
Empat pokok ajaran Sunan Drajat adalah:
Paring teken marang kang kalunyon lan wuta;
paring pangan marang kang kaliren;
paring sandang marang kang kawudan;
paring payung kang kodanan.
Artinya:
berikan tongkat kepada orang buta;
berikan makan kepada yang kelaparan;
berikan pakaian kepada yang telanjang;
dan berikan payung kepada yang kehujanan.

6. Dakwah Joko Said (Sunan Kalijaga)


Sunan Kalijaga menyadari bahwa rakyat di Tanah Jawa masih kuat memegang
adat istiadat dan budaya lamanya, baik yang bersumber dari ajaran Hindu-Buddha
maupun kepercayaan nenek moyangnya. Masyarakat akan menjauh dan menolak
apabila dipaksa untuk mengubah tradisinya. Untuk itu, Sunan Kalijaga membiarkan
adat istiadat dan budaya tersebut tetap berjalan, tetapi sedikit demi sedikit memasukkan
ajaran Islam di dalamnya, baik yang menyangkut ajaran tauhid ataupun syariah dan
budi pekerti.
Sunan Kalijaga yakin apabila ajaran Islam sudah dipahami, maka tradisi lama
dengan sendirinya akan hilang dari masyarakat. Melalui pertimbangan itu, Sunan
Kalijaga melakukan akulturasi budaya Jawa dan ajaran Islam sebagai metode
dakwahnya. Sarana yang digunakan adalah kesenian, sedangkan medianya sangat
banyak, mulai dari pertunjukan wayang, gamelan, seni ukir, hingga suluk.
Sunan Kalijaga dikenal sebagai seorang dalang, yang juga pandai menggubah
banyak lagu dan tembang Jawa. Pada pertunjukan wayangnya, Sunan Kalijaga
mengadaptasi cerita-cerita wayang dari agama Hindu dan Buddha, tetapi memasukkan
sentuhan Islam di dalamnya. Selain wayang, seni suara juga menjadi media utama
dalam metode dakwah Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga merupakan seniman hebat yang
melahirkan banyak tembang dengan petuah islami di dalamnya. Beberapa mahakarya
Sunan Kalijaga yang populer di kalangan masyarakat Jawa, bahkan hingga kini, yakni
Lir-Ilir, Gundul-Gundul Pacul, dan Rumeksa ing Wengi.

14
Upacara-upacara tradisional tidak dilarang oleh Sunan Kalijaga, tetapi perlahan-
lahan diubah maknanya dan dimasuki nilai-nilai Islam. Salah satu contohnya adalah
tradisi kenduri (jamuan makan untuk memperingati peristiwa atau selamatan). Sunan
Kalijaga juga dikenal sebagai sosok yang memiliki ide untuk adanya perayaan Sekaten,
Grebeg Maulud, dan Layang Kalimasada. Metode dakwah Sunan Kalijaga dengan
mengawinkan ajaran Islam dengan tradisi lama masyarakat membuat rakyat Jawa tidak
kaget ataupun menolak. Sunan Kalijaga juga mengembara untuk mengajarkan Islam
hingga dikenal sebagai salah satu tokoh paling populer dan dekat dengan masyarakat
Jawa.

7. Dakwah Sayyid Ja'far Shadiq (Sunan Kudus)


Seperti Sunan Kalijaga, dalam berdakwah Sunan Kudus memilih untuk
mengapresiasi budaya setempat. Salah satu cara Sunan Kudus mendekati masyarakat
Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu-Buddha, yang terlihat pada
arsitektur Masjid Kudus. Masjid Menara Kudus merupakan salah satu peninggalan
Sunan Kudus yang paling terkenal, yang bentuk menaranya seperti candi Hindu dan
beberapa bagian masjidnya menunjukkan adanya pengaruh Buddha. Dengan begitu,
masyarakat sekitar tidak berat untuk datang ke masjid dan akhirnya mendengarkan
dakwah Sunan Kudus.
Dalam dakwahnya, Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita bertema tauhid ke
dalam kisah berseri. Dengan cara ini, ajaran Islam dapat tersampaikan dengan santai
dan masyarakat terus berdatangan karena tertarik untuk mengikuti kelanjutan ceritanya.
Seni suara juga menjadi media dalam metode dakwah Sunan Kudus. Sunan Kudus
menciptakan gending Maskumambang dan Mijil, yang mengandung ajaran Islam di
dalamnya.
Berdakwah dengan sapi juga salah satu media dakwah Sunan Kudus yang paling
unik. Sapi merupakan hewan yang disucikan oleh masyarakat sekitar yang mayoritas
memeluk Hindu. Sunan Kudus memanfaatkan sapi yang diberi nama Kebo Gumarang
untuk menarik perhatian masyarakat. Kebo Gumarang dihias sedemikian rupa dan
diikat di halaman masjid, sehingga menarik orang untuk datang dan akhirnya
mendengarkan dakwah Sunan Kudus.
Dari situlah masyarakat sekitar akhirnya tertarik dengan dakwah Sunan Kudus, yang
berusaha meluruskan akidah secara halus. Sunan Kudus pandai membaca kondisi
masyarakat, sehingga ketika mengajarkan kurban, masyarakat tidak dianjurkan untuk
menyembelih sapi, tetapi menggantinya dengan kerbau. Tidak lupa, Sunan Kudus
menekankan bahwa niat kurban itu sendiri tidak lagi ditujukan sebagai sesajen, tetapi
rasa syukur kepada Allah. Hal itu merupakan salah satu bentuk toleransi dan kompromi
Sunan Kudus dalam dakwahnya. Hingga saat ini, para pengikut ajaran Sunan Kudus
yang dikenal dengan sebutan kelompok Islam abangan masih bisa ditemui di daerah
Kudus dan melakukan tradisi ini saat Idul Adha.

15
8. Dakwah Raden Umar Said (Sunan Muria)
Sunan Muria mempunyai peran besar dalam menyebarkan agama Islam di tanah
Jawa. Penyebaran Islam yang dilakukan oleh Sunan Muria tidak jauh berbeda dengan
Sunan Kalijaga yaitu mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagai alat
dakwah.
Sunan Muria suka menggelar sejumlah pertunjukan wayang Sunan Kalijaga
seperti Dewa Ruci, Dewa Srani, Jamus Kalimasada, Begawan Ciptaning, Semar
Ambarang Jantur, dan sebagainya. Melalui media pertunjukan wayang, Sunan Muria
memberikan penerangan-penerangan kepada masyarakat tentang berbagai hal dalam
kaitan dengan tauhid. Dengan pendekatan lewat pertunjukan wayang, tembang-
tembang, tradisi-tradisi lama, dan praktik-praktik keagamaan lama yang sudah
diislamkan, Sunan Muria lebih senang mengembangkan dakwah Islam dengan
masyarakat kalangan bawah dibandingkan dengan kaum bangsawan.
Dalam melangsungkan dakwahnya, Sunan Muria lebih menyasar kaum nelayan,
pedagang, dan rakyat jelata. Gelar Sunan Muria disandangnya karena tempat
berdakwah menyiarkan agama Sunan Muria terletak di kaki Gunung Muria. Bahkan
Sunan Muria membangun pesantren dan masjidnya di puncak gunung tersebut, persis
di belakang masjid yang dibangunnya sendiri.

9. Dakwah Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati)


Pertama, Sunan Gunung Jati memiliki kemampuan berbicara yang baik dan
menyampaikan pesan dengan jelas. Ia memiliki kemampuan untuk memotivasi orang
dan membuat mereka tertarik dengan ajarannya. Dalam hal ini, Sunan Gunung Jati
selalu berusaha untuk membuat orang memahami ajarannya dengan cara yang mudah
dipahami.
Kedua, Sunan Gunung Jati memiliki kemampuan untuk menjelaskan ajaran Islam
dengan tepat dan jelas. Ia memahami betul tentang ajaran Islam dan mampu
menjelaskannya dengan baik. Dalam hal ini, Sunan Gunung Jati selalu berusaha untuk
membuat orang memahami ajarannya dengan cara yang mudah dipahami.
Ketiga, Sunan Gunung Jati memiliki kemampuan untuk berbicara dengan santun
dan penuh hormat. Ia selalu berbicara dengan sopan dan penuh hormat kepada siapapun
yang ia ajak berbicara. Dalam hal ini, Sunan Gunung Jati selalu berusaha untuk
membuat orang merasa nyaman dan tidak terganggu dengan ajarannya.
Keempat, Sunan Gunung Jati memiliki kemampuan untuk memotivasi orang untuk
berpikir. Ia memiliki kemampuan untuk memotivasi orang untuk berpikir tentang
ajarannya dan memahami ajaran tersebut dengan baik. Dalam hal ini, Sunan Gunung
Jati selalu berusaha untuk membuat orang memahami ajarannya dengan cara yang
mudah dipahami.
Kelima, Sunan Gunung Jati memiliki kemampuan untuk menjelaskan ajaran Islam
dengan baik dan jelas. Ia memiliki kemampuan untuk menjelaskan ajaran Islam dengan
baik dan jelas kepada siapapun yang ia ajak berbicara. Keterampilan berbicaranya
membuat ia mampu mempengaruhi orang lain untuk memahami ajaran Islam dan

16
memeluknya. Ia juga memiliki kemampuan untuk menjelaskan ajaran Islam dengan
cara yang mudah dipahami oleh orang awam.
Enam, Sunan Gunung Jati memiliki kepribadian yang baik dan menarik. Ia memiliki
kepribadian yang ramah dan sopan, sehingga orang lain merasa nyaman dan senang
berinteraksi dengannya. Kepribadiannya yang baik dan menarik membuat orang lain
tertarik untuk mengikuti ajaran Islam yang dianutnya.
Tujuh, Sunan Gunung Jati memiliki kemampuan untuk memimpin dan memotivasi
orang lain. Ia memiliki kemampuan untuk memimpin orang lain dengan baik dan
mampu memotivasi orang lain untuk berdakwah. Keterampilan memimpin dan
memotivasi orang lain ini membuat ia mampu mengajak orang lain untuk berdakwah
bersama-sama.
Delapan, Sunan Gunung Jati memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah dan
memecahkan konflik. Ia memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah dan
memecahkan konflik dengan cara yang baik dan efektif. Keterampilan memecahkan
masalah dan memecahkan konflik ini membuat ia mampu mengatasi permasalahan
yang terjadi dalam masyarakat dan membantu memecahkan konflik yang terjadi antar
warga.
Sembilan, Sunan Gunung Jati memiliki kemampuan untuk mengajarkan ajaran
Islam dengan cara yang kreatif dan inovatif. Ia memiliki kemampuan untuk
mengajarkan ajaran Islam dengan cara yang kreatif dan inovatif, sehingga orang lain
merasa terinspirasi dan tertarik untuk memahami ajaran Islam.

17
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Walisongo merupakan sembilan orang yang berjasa pada berkembangnya islam di


Jawa. Para Walisongo ini sejatinnya adalah orang-orang yang masih dalam silsilah satu
garis keturunan. Maulana Malik Ibrahim yang tertua, Sunan Ampel anak dari Maulana
Malik Ibrahim, Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim, Sunan Bonang dan
Sunan Drajat adalah anak dari Sunan Ampel. Sunan Muria yang merupakan anak dari
Sunan Kalijaga, dan Sunan Klijaga adalah murid dari Sunan Bonang. Serta Waliyullah
lainnya yaitu Sunan Kudus dan Sunan Gunaung Jati.
Walisongo berjasa bagi perkembangan islam di Jawa, mereka menyebarkan islam
dengan berbagai strategi dakwah agar ajaran islam bisa diterima baik oleh masyarakat.
Strategi dakwah islam oleh Walisongo sangat beragam, mulai dari mengaitkannya dengan
ajaran kebudayaan Jawa, seperti gamelan, tembang, dan wayang. Serta mengalkuturasikan
budaya-budaya masyarakat dengan agama islam, ini semua dilakukan agar ajaran islam
dapat meluas.
Dampak dari persebaran agama islam di Jawa oleh Walisongo membuat jumlah
pemeluk agama islam di Indonesia meningkat. Ini disebabkan karena pada saat
berdakwah,banyak utusan dari berbagai daerah untuk belajar di sekolah atau pesantren di
pulau Jawa. Setelah selesai, mereka akan kembali ke daerahnya masing-masing untuk
menyebarkan agama islam. Cara ini masih dilakukan hingga sekarang.
Sampai sekarang Indonesia menduduki peringkat 1 dunia dengan masyarakat muslim
terbanyak, yaitu mencapai 230 juta jiwa lebih menurut data tahun 2021.

3.2 Saran

Dari riset yang kami lakukan sebagai penulis makalah ini. Agama Islam merupakan
sebuah pedoman hidup para muslim dengan contoh seperti kitab Al-Qur’an. Dengan segala
rahmat Allah Swt. kita sepatutnya meniru ajaran baik yang telah dicontohkan oleh Nabi
kita yaitu Nabi Muhammad Saw. Berkembangnya era digital ini dan telah memasuki era
revolusi industri 5.0, manusia semakin berambisi untuk memiliki peradaban yang maju.
Nah, kita sebagai generasi muda bangsa dan dunia harus tetap menjalankan semua itu
dengan kesadaran akal dan jangan terlalu berlebihan, karena semua ini, semua yang ada di
dunia ini hanyalah titipan Allah Swt. Pada setiap langkah kita, kita harus mengingat Allah
Swt. dengan begitu kita akan mendapatkan ridho Allah dan insyalah selamat dunia dan
akhirat.

18
DAFTAR PUSTAKA

Faizi. M., 2007. Kisah Teladan Walisongo: Sembilan Wali Penyebar Islam di Jawa. Bogor

Hery N., 2013. Sejarah Kebudayaan Islam. Bogor

Sutrisno. B. H., 2009. Sejarah Walisongo: Misi Pengislaman di Tanah Jawa. Yogyakarta

Syukur. F., 2010. Sejarah Peradaban Islam. Semarang

Sofwan. R. dkk., 2004. Islamisasi Islam di Jawa: Walisongo. Yogyakarta

19
LAMPIRAN

Foto Masjid Kudus


Sc: Sejarah Negara.com

Foto Sembilan Walisongo


Sc: Kebudayaan.kemdikbud.go.id

20

Anda mungkin juga menyukai