Anda di halaman 1dari 24

WALISONGO

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Sejarah Kebudayaan
Islam

Oleh :

SILVI REFILLA PUTRI


NIM : 2125.4090

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BUMI SILAMPARI

LUBUKLINGGAU

2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam

semoga dilimpahkan-Nya kepada Nabi Muhammad SAW yang diutus sebagai

rahmat bagi sekalian alam, berserta keluarga dan para sahabatnya serta para

pengikutnya yang setia sampai hari kemudian.

Makalah ini penulis buat dengan maksud untuk menunaikan tugas kami

mengenai “Walisongo” Semoga makalah ini memberi banyak manfaat dan

memperluas ilmu pengetahuan.

Makalah ini dapat terselesaikan karena adanya berkat bantuan dari

beberapa pihak, oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ngimadudin, S.Ag., M.H. Selaku Ketua Sekoah Tinggi Agama Islam

Bumi Silampari LubukLinggau.

2. Bapak Nurlila Kamsi, M.Pd. Selaku Dosen Pengampuh Mata Kuliah Sejarah

Kebudayaan Islam yang telah memberikan ilmu dan membimbing dengan

baik.

3. Teman-teman yang telah memberi semangat dan motivasi dalam membantu

kelancaran dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada pembuatan

makalah ini, harapan penulis agar pembaca berkenan memberikan berupa kritik

dan saran.

Lubuklinggau, 07 Juni 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…...................................................................... 1

B. Rumusan Masalah..................................................................... 2

C. Tujuan Masalah......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Wali Songo…..…...................................................... 3

B. Nama Tokoh-tokoh Wali Songo……………............................. 4

C. Peranan Wali Songo Dalam Berbagai Bidang............................ 12

BAB III PENUTUP

A. Simpulan.................................................................................. 19

B. Saran........................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pada era globalisasi ini, hampir semua bidang kehidupan rakyat


Indonesia yang mayoritas beragama Islam telah dirambah oleh bangsa lain,
terutama bangsa barat yang note bene bukan Islam bahkan cenderung tidak
menghiraukan norma-norma agama. Saya sengaja menyusun makalah
mengenai Wali Songo ini dengan harapan agar para orang tua, para guru, para
penulis, dan para anak-anak mempunyai wawasan lebih luas mengenai
penyebaran agama Islam.
Makalah ini berisi riwayat para penyebar agama Islam, asal-mula
kemunculan Islam di tanah Jawa menempati realitas unik sehingga pada
dasawarsa terakhir ini muncul statemen untuk menghidupkan dinamika
keagamaan dan keberagamaan masyarakat di Jawa umumnya dengan
semangat menghidupkan Islam Nusantara. Pengkultusan pola Islam yang
muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat Jawa sejatinya ingin
meneguhkan eksitensi kenusantaraan Islam di Jawa bahwa Islam mulai
berkembang di Nusantara sekitar abad 13 M . Hal tersebut tak lepas dari peran
tokoh serta ulama yang hidup pada saat itu, dan diantara tokoh yang sangat
berjasa dalam proses Islamisasi di Nusantara terutama di tanah Jawa adalah
“Wali Songo”. Peran Wali Songo dalam proses Islamisasi di tanah Jawa
sangat besar. Tokoh Wali Songo yang begitu dekat dikalangan masyarakat
muslim kultural Jawa sangat mereka hormati. Hal ini karena ajaran-ajaran dan
dakwahnya yang unik serta sosoknya yang menjadi teladan serta ramah
terhadap masyarakat Jawa sehingga dengan mudah Islam menyebar ke seluruh
wilayah Nusantara.
Para Wali sama sekali tidak menggunakan kekerasan untuk
berdakwah. Mereka menempuh jalan damai, dakwah bil hal, dengan tingkah
laku dan perbuatan mereka sendiri yang sesuai denga ajaran Islam. Sehingga
tampak mutu dan ketinggian agama Islam yang sangat demokratis. Mereka
juga memanfaatkan media masyarakat pada saat itu sebagai sarana penunjang
dakwah. Mereka berusaha keras menciptakan budaya baru yang penuh
kreatifitas sehingga lahirlah aneka jenis mainan dan dolanan anak-anak yang

1
bernafaskan falsafah Islami, baik berupa tembang atau lagu, gending tarian
dan aneka jenis permainan lainnya.
Mereka juga menciptakan sastra Jawa yang sangat tinggi nilai estetis
dan falsafahnya, seperti Suluk, lakon Wayang Caranga Dewa Ruci, dan
beberapa karya sastra lainnya. Kisah perjuangan mereka sangat unik. Pada
saat berhadapan dengan rakyat jelata, rakyat awam, orang-orang sakti, para
sarjana (Brahmana dan pendeta Budha) maupun ketika berhadapan dengan
para penguasa. Keberhasilan para Wali Songo pantas kita renungkan, kita
jadikan pijakan untuk melangkah di zaman modern ini dengan tantangan
dakwah yang berbeda namun pada hakekatnya sama yaitu mengembangkan
agama islam di daerah masing-masing.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Wali Songo?

2. Siapa saja tokoh-tokoh Wali Songo?

3. Bagaimana peranan Wali Songo dalam berbagai bidang?

4. Apa saja strategi dan metode dakwah Wali Songo?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui apa pengertian Wali Songo

2. Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh Wali Songo

3. Untuk mengetahui bagaimana peranan Wali Songo dalam berbagai bidang

4. Untuk mengetahui apa saja strategi dan metode dakwah Wali Songo

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Wali Songo

Istilah Wali berasal dari bahasa Arab, artinya tercinta, pembantu,

penolong, dan pemimpin. Bentuk pruralnya adalah auliya’, Al-Qur’an

menyifati para wali Allah sebagai orang-orang yang beriman dan bertaqwa

kepada Allah. Tidak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak pula mereka

bersedih hati. Wali Songo disini diartikan sekumpulan orang(semacam dewan

dakwah) yang dianggap memiliki hak untuk mengajarkan Islam kepada

masyarakat Islam di bumi Nusantara pada Zamannya.1

Kata “Wali” menurut istilah, ialah sebutan bagi orang-orang Islam

yang dianggap keramat, penyebar Agama Islam, mereka dianggap “kekasih

Allah”, orang-orang yang dekat dengan Allah, dikarunia tenaga Gaib,

mempunyai kekuatan-kekuatan batin yang sangat berlebih, mempunyai ilmu

yang sangat tinggi, dan sakti Berjaya-kewijayaan.

Sebagian penulis berpendapat bahwa istilah Wali Songo berasal dari

bahasa Arab, yaitu wali dan tsana(mulia), sehingga berarti para wali yang

mulia. Sebagian lagi berpendapat istilah Wali Songo berasal dari bahasa

Jawa, yaitu wali dan sana(dibaca sono), yaitu tempat. Adapula yang

menyebut dengan Wali Songo berarti Sembilan Wali atau bahkan ada yang

menyatakan Wali Sangha.

Dari berbagai pendapat tersebut, yang paling kuat adalah berdasarkan

istilah dan fakta sejarah, yaitu bahwa Wali Songo adalah sebuah dewan

1
Mas’udi, Dakwah Nusantara(Kerangka Harmonis Dakwah Walisongo dalam
Dimensi Ajaran Islam di Nusantara). (Kudus:Kearsipan STAIN Kudus.2015), hlm. 286

3
dakwah, dewan mubaligh, 2organisasi ulama dalam bentuk lembaga dakwah

para wali yang berjumlah Sembilan. Setiap ada yang wafat atau

meninggalkan Jawa maka diangkat Wali lain sebagai penggantinya sehingga

tetap berjumlah Sembilan. Para Wali Songo adalah para pembaharu

masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasa dalam berbagai bentuk

manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari perniagaan,

pelayaran, dan perikanan, bercocok tanam dan persawahan, pengobatan,

keudayaan, kesenian, pendidikan, kemasyarakatan, hingga dalam masalah

aqidah, politik, militer, hukum, dari pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam.

B. Tokoh-tokoh Wali Songo

Adapun nama-nama Sembilan orang Wali songo yang umumnya

dikenal adalah Sunan Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik (wafat tahun

1419), Sunan Ampel (lahir tahun 1401), Sunan Giri atau dikenal pula sebagai

Raden Paku, Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah atau juga dikenal

dengan Fatahillah (wafat tahun 1570), Sunan Muria atau Raden Said, Sunan

Kudus atau dikenal pula sebagai Syekh Ja’far Shadiq, Sunan Drajat atau

Raden Qasim, sunan Kalijaga yang juga di gelari sebagai Raden Mas Syahid,

Sunan Bonang atau Raden Ibrahim (1449-1552). Adapun penjelasan tokoh-

tokoh Wali Songo adalah sebagai berikut:3

1. Sunan Gresik (Syekh Maulana Malik Ibrahim)

Syekh Maulana Malik Ibrahim berasal dari Turki merupakan putra


dari syekh Jumadil Kubra (Maulana Akbar), dia adalah seorang ahli irigasi
dan tata negara yang ulung. Syekh Maulana Malik Ibrahim datang ke pulau
Jawa pada tahun 1404 M bertepatan dengan masa kepemimpinan khalifah
2
Rachmad Abdullah, Wali Songo Glora Dakwah dan Jihad di Tanah Jawa.
(Solo:Al-Wafi. 2015), hlm. 18
3
Ibid,. hlm. 80-92

4
Turki Utsmani. Jauh sebelum beliau datang, islam sudah ada walaupun
sedikit, ini dibuktikan dengan adanya makam Fatimah binti Maimun yang
nisannya bertuliskan tahun 1082.
Syekh Maulana Malik Ibrahim memiliki tiga istri yaitu:
a. Siti Fatimah binti Ali Nurul Alam Maulana Israil, dirinya memiliki 2 anak
yaitu Mualana Moqfaro dan Syafirah Sarah.
b. Siti Maryam binti Syekh Subakir, darinya memiliki 4 putra, yaitu
Abdullah, Ibrahim, Abdul Ghafur, dan Ahmad.
c. Wan Jamilah binti Ibrahim Zinuddin Al-Akbar Asmaraqandi, darinya
memiliki 2 anak, yaitu Abbas dan Yusuf.
Dikalangan rakyat jelata Sunan Gresik atau sering dipanggil Kakek
Bantal sangat terkenal terutama di kalangan kasta rendah yang selalu ditindas
oleh kasta yang lebih tinggi. Sunan Gresik menjelaskan bahwa dalam Islam
kedudukan semua orang adalah sama sederajat hanya orang yang beriman dan
bertaqwa tinggi kedudukannya di sisi Allah. Dia mendirikan pesantren yang
merupakan perguruan Islam, tempat mendidik dan menggenbleng para santri
sebagai calon mubaligh.
Di Gresik, beliau juga memberikan pengarahan agar tingkat kehidupan
rakyat gresik semakin meningkat. Beliau memiliki gagasan mengalirkan air
dari gunung untuk mengairi sawah dan ladang. Syekh Maulana Malik Ibrahim
seorang wali songo yang dianggap sebagai ayah dari wali songo. Beliau wafat
di gresik pada tahun 882 H atau 1419 M.

2. Sunan Ampel (Raden Rahmat)

Raden Rahmat adalah putra Syekh Maulana Malik Ibrahim dari


istrinya bernama Dewi Candrawulan. Beliau memulai aktivitasnya dengan
mendirikan pesantren di Ampel Denta, dekat dengan Surabaya. Di antara
pemuda yang dididik itu tercatat antara lain Raden Paku (Sunan Giri), Raden
Fatah (Sultan pertama Kesultanan Islam Bintoro, Demak), Raden Makdum
Ibrahim (putra Sunan Ampel sendiri dan dikenal sebagai Sunan Bonang),
Syarifuddin (Sunan Drajat), dan Maulana Ishak.

5
Menurut Babad Diponegoro, sunan Ampel sangat berpengaruh di
kalangan istana Manjapahit, bahkan istrinya pun berasal dari kalangan istana
Raden Fatah, putra Prabu Brawijaya, Raja Majapahit, menjadi murid Ampel.
Sunan Ampel tercatat sebagai perancang Kerajaan Islam di pulau Jawa. Dialah
yang mengangkat Raden Fatah sebagai sultan pertama Demak. Disamping itu,
Sunan Ampel juga ikut mendirikan Masjid Agung Demak pada tahun 1479
bersama wali-wali lain.
Pada awal islamisasi pulau Jawa, Sunan Ampel menginginkan agar
masyarakat menganut keyakinan yang murni. Ia tidak setuju bahwa kebiasaan
masyarakat seperti kenduri, selamatan, sesaji dan sebagainya tetap hidup
dalam sistem sosio-kultural masyarakat yang telah memeluk agama Islam.
Namun wali-wali yang lain berpendapat bahwa untuk sementara semua
kebiasaan tersebut harus dibiarkan karena masyarakat sulit meninggalkannya
secara serentak.
Akhirnya, Sunan Ampel menghargainya. Hal tersebut terlihat dari
persetujuannya ketika Sunan Kalijaga dalam usahanya menarik penganut
Hindu dan Budha, mengusulkan agar adat istiadat Jawa itulah yang diberi
warna Islam. Sunan Ampel salah seorang wali yang berjuang menegakkan
Islam. Jasanya sangat besar dalam menggelorakan dakwah dan jihad ditanah
Jawa. Dan beliau wafat pada tahun 1478 dimakamkan disebelah masjid
Ampel.

3. Sunan Bonang (Raden Makdun Ibrahim)

Nama aslinya adalah Raden Makdum Ibrahim. Beliau Putra Sunan


Ampel. Beliau diperkirakan lahir tahun 1465 M diampel dari seorang
perempuan bernama Nyai Ageng Manila, putri seorang adipati di Tuban.
Sunan Bonang terkenal sebagai ahli ilmu kalam dan tauhid. Beliau dianggap
sebagai pencipta gending pertama dalam rangka mengembangkan ajaran
Islam di pesisir utara Jawa Timur. Setelah belajar di Pasai, Aceh, Sunan
Bonang kembali ke Tuban, Jawa Timur, untuk mendirikan pondok pesantren.
Santri-santri yang menjadi muridnya berdatangan dari berbagai daerah.

6
Sunan Bonang dan para wali lainnya dalam menyebarkan agama Islam
selalu menyesuaikan diri dengan corak kebudayaan masyarakat Jawa yang
sangat menggemari wayang serta musik gamelan. Mereka memanfaatkan
pertunjukan tradisional itu sebagai media dakwah Islam, dengan menyisipkan
napas Islam ke dalamnya. 4Syair lagu gamelan ciptaan para wali tersebut berisi
pesan tauhid, sikap menyembah Allah SWT dan tidak menyekutukannya.
Setiap bait lagu diselingi dengan syahadatain (ucapan dua kalimat syahadat);
gamelan yang mengirinya kini dikenal dengan istilah sekaten, yang berasal
dari syahadatain. Sunan Bonang sendiri menciptakan lagu yang dikenal
dengan tembang Durma, sejenis macapat yang melukiskan suasana tegang,
bengis, dan penuh amarah. Sunan Bonang wafat di pulau Bawean pada tahun
1525 M.

4. Sunan Giri

Sunan Giri merupakan putra dari Maulana Ishak dan ibunya bernama
Dewi Sekardadu putra Menak Samboja. Kebesaran Sunan Giri terlihat antara
lain sebagai anggota dewan Walisongo. Nama Sunan Giri tidak bisa
dilepaskan dari proses pendirian kerajaan Islam pertama di Jawa, Demak. Ia
adalah wali yang secara aktif ikut merencanakan berdirinya negara itu serta
terlibat dalam penyerangan ke Majapahit sebagai penasihat militer.5
Sunan Giri atau Raden Paku dikenal sangat dermawan, yaitu dengan
membagikan barang dagangan kepada rakyat Banjar yang sedang dilanda
musibah. Beliau pernah bertafakkur di goa sunyi selama 40 hari 40 malam
untuk bermunajat kepada Allah. Usai bertafakkur ia teringat pada pesan
ayahnya sewaktu belajar di Pasai untuk mencari daerah yang tanahnya mirip
dengan yang dibawahi dari negeri Pasai melalui desa Margonoto sampailah
Raden Paku di daerah perbatasan yang hawanya sejuk, lalu dia mendirikan
pondok pesantren yang dinamakan pesantren Giri. Tidak berselang lama
hanya dalam waktu tiga tahun pesantren tersebut terkenaldi seluruh Nusantara.

4
Hadi Sutrisno, Budiono, Sejarah Walosongo Misi Pengislaman di Tanah Jawa.
(Semarang:Graha Pustaka. 2009), hlm. 43

5
Munir, samsul, Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta:Amzah. 2010), hlm. 13

7
Sunan Giri sangat berjasa dalam penyebaran Islam baik di Jawa atau nusantara
baik dilakukannya sendiri waktu muda melalui berdagang tau bersama
muridnya. Beliau juga menciptakan tembang-tembang dolanan anak kecil
yang bernafas Islami, seperti jemuran, cublak suweng dan lain-lain.

5. Sunan Drajat

Nama aslinya adalah Raden Syarifudin. Ada sumber lain yang


mengatakan namanya adalah Raden Qasim, putra Sunan Ampel dengan
seorang ibu bernama Dewi Candrawati. Jadi Raden Qasim itu adalah
saudaranya Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang). Oleh ayahnya yaitu
Sunan Ampel, Raden Qasim diberi tugas untuk berdakwah di daerah sebalah
barat Gresik, yaitu daerah antara Gresik dengan Tuban. Di desa Jalang itulah
Raden Qasim mendirikan pesantren.
Dalam waktu yang singkat telah banyak orang-orang yang berguru
kepada beliau. Setahun kemudian di desa Jalag, Raden Qasim mendapat ilham
agar pindah ke daerah sebelah selatan kira-kira sejauh satu kilometer dari desa
Jelag itu. Di sana beliau mendirikan Mushalla atau Surau yang sekaligus
dimanfaatkan untuk tempat berdakwah. Tiga tahun tinggal di daerah itu,
beliau mendapat ilham lagi agar pindah tempat ke satu bukit. Dan di tempat
baru itu beliau berdakwah dengan menggunakan kesenian rakyat, yaitu dengan
menabuh seperangkat gamelan untuk mengumpulkan orang, setelah itu lalu
diberi ceramah agama. Demikianlah kecerdikan Raden Qasim dalam
mengadakan pendekatan kepada rakyat dengan menggunakan kesenian rakyat
sebagai media dakwahnya. Sampai sekarang seperangkat gamelan itu masih
tersimpan dengan baik di museum di dekat makamnya.

6. Sunan Kalijaga

Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki


sejumlah nama panggilan seperti Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban
atau Raden Abdurrahman. Beliau merupakan putra Raden Sahur putra

8
Temanggung Wilatika Adipati Tuban. Terdapat beragam versi menyangkut
asal-usul nama Kalijaga yang disandangnya.
Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun
Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan
bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya
dengan kesukaan wali ini untuk berendam ‘kungkum’ di sungai (kali) atau
“jaga kali”. Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari bahasa Arab
“qadli dzaqa” yang menunjuk statusnya sebagai “penghulu suci” kesultanan.
Raden Sahid sebenarnya anak muda yang patuh dan kuat kepada agama dan
orang tua, tapi tidak bisa menerima keadaan sekelilingnya yang terjadi banyak
ketimpangan, hingga dia mencari makanan dari gudang kadipaten dan
dibagikan kepada rakyatnya. Tapi ketahuan ayahnya, hingga dihukum yaitu
tangannya dicampuk 100 kali sampai banyak darahnya dan diusir.
Setelah diusir selain mengembara, ia bertemu orang berjubah putih, dia
adalah Sunan Bonang. Lalu Raden Sahid diangkat menjadi murid, lalu disuruh
menunggui tongkatnya di depan kali sampai berbulan-bulan sampai seluruh
tubuhnya berlumut. Maka Raden Sahid disebut Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dalam rangka penyebaran
Islam, antara lain dengan wayang, sastra dan berbagai kesenian lainnya.
Pendekatan jalur kesenian dilakukan oleh para penyebar Islam seperti
Walisongo untuk menarik perhatian di kalangan mereka, sehingga dengan
tanpa terasa mereka telah tertarik pada ajaran-ajaran Islam sekalipun, karena
pada awalnya mereka tertarik dikarenakan media kesenian itu. Misalnya,
Sunan Kalijaga adalah tokoh seniman wayang. Ia tidak pernah meminta para
penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian
wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi di dalam
cerita itu disisipkan ajaran agama dan nama-nama pahlawan Islam.

7. Sunan Kudus (Ja’far Shadiq)

Sunan Kudus menyiarkan agama Islam di daerah Kudus dan


sekitarnya. Beliau memiliki keahlian khusus dalam bidang agama, terutama
dalam ilmu fikih, tauhid, hadits, tafsir serta logika. Karena itulah di antara

9
walisongo hanya ia yang mendapat julukan wali al-‘ilm (wali yang luas
ilmunya), dank arena keluasan ilmunya ia didatangi oleh banyak penuntut
ilmu dari berbagai daerah di Nusantara.
Ada cerita yang mengatakan bahwa Sunan Kudus pernah belajar di
Baitul Maqdis, Palestina, dan pernah berjasa memberantas penyakit yang
menelan banyak korban di Palestina. Atas jasanya itu, oleh pemerintah
Palestina ia diberi ijazah wilayah (daerah kekuasaan) di Palestina, namun
Sunan Kudus mengharapkan hadiah tersebut dipindahkan ke Pulau Jawa, dan
oleh Amir (penguasa setempat) permintaan itu dikabulkan. Sekembalinya ke
Jawa ia mendirikan masjid di daerah Loran tahun 1549, masjid itu diberi nama
Masjid Al-Aqsa atau Al-Manar (Masjid Menara Kudus) dan daerah sekitarnya
diganti dengan nama Kudus, diambil dari nama sebuah kota di Palestina, al-
Quds. Dalam melaksanakan dakwah dengan pendekatan kultural, Sunan
Kudus menciptakan berbagai cerita keagamaan. Yang paling terkenal adalah
Gending Makumambang dan Mijil.
Cara-cara berdakwah Sunan Kudus adalah sebagai berikut:
a. Strategi pendekatan kepada masa dengan jalan
1. Membiarkan adat istiadat lama yang sulit diubah
2. Menghindarkan konfrontasi secara langsung dalam menyiarkan agama
islam
3. Tut Wuri Handayani
4. Bagian adat istiadat yang tidak sesuai dengan mudah diubah langsung
diubah.
b. Merangkul masyarakat Hindu seperti larangan menyembelih sapi karena
dalam agama Hindu sapi adalah binatang suci dan keramat.
c. Merangkul masyarakat Budha
Setelah masjid, terus Sunan Kudus mendirikan padasan tempat wudlu
denga pancuran yang berjumlah delapan, diatas pancuran diberi arca
kepala Kebo Gumarang diatasnya hal ini disesuaikan dengan ajaran Budha
“ Jalan berlipat delapan atau asta sunghika marga”.
d. Selamatan Mitoni, biasanya sebelum acara selamatan diadakan
membacakan sejarah Nabi.

10
Sunan Kudus wafat pada tahun 1550 M dan dimakamkan di Kudus. Di
pintu makan Kanjeng Sunan Kudus terukir kalimat asmaul husna yang
berangka tahun 1296 H atau 1878 M.

8. Sunan Muria (Raden Umar Said)

Salah seorang Walisongo yang banyak berjasa dalam menyiarkan


agama Islam di pedesaaan Pulau Jawa adalah Sunan Muria. Beliau lebih
terkenal dengan nama Sunan Muria karena pusat kegiatan dakwahnya dan
makamnya terletak di Gunung Muria (18 km di sebelah utara Kota Kudus
sekarang).Beliau adalah putra dari Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Nama
aslinya Raden Umar Said, dalam berdakwah ia seperti ayahnya yaitu
menggunakan cara halus, ibarat menganbil ikan tidak sampai keruh airnya.
Muria dalam menyebarkan agama Islam. Sasaran dakwah beliau
adalah para pedagang, nelayan dan rakyat jelata. Beliau adalah satu-satunya
wali yang mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagai alat
dakwah dan beliau pulalah yang menciptakan tembang Sinom dan kinanthi.
Beliau banyak mengisi tradisi Jawa dengan nuansa Islami seperti nelung dino,
mitung dino, ngatus dino dan sebagainya.
Lewat tembang-tembang yang diciptakannya, sunan Muria mengajak
umatnya untuk mengamalkan ajaran Islam. Karena itulan sunan Muria lebih
senang berdakwah pada rakyat jelata daripada kaum bangsawan. Cara dakwah
inilah yang menyebabkan suna Muria dikenal sebagai sunan yang suka
berdakwak tapa ngeli yaitu menghanyutkan diri dalam masyarakat.

9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)

Salah seorang dari Walisongo yang banyak berjasa dalam


menyebarkan Islam di Pulau Jawa, terutama di daerah Jawa Barat, juga pendiri
Kesultanan Cirebon. Nama aslinya Syarif Hidayatullah. Dialah pendiri dinasti
Raja-raja Cirebon dan kemudian juga Banten. Sunan Gunung Jati adalah cucu
Raja Pajajaran, Prabu Siliwangi. Setelah selesai menuntut ilmu pasa tahun
1470 dia berangkat ketanah Jawa untuk mengamalkan ilmunya.

11
Syarifah Mudain minta agar diizinkan tinggal dipasumbangan Gunung
Jati dan disana mereka membangun pesantren untuk meneruskan usahanya
Syeh Datuk Latif gurunya pangeran Cakra Buana. Oleh karena itu Syarif
Hidayatullah dipanggil sunan gunung Jati. Lalu ia dinikahkan dengan putri
Cakra Buana Nyi Pakung Wati kemudian ia diangkat menjadi pangeran Cakra
Buana yaitu pada tahun 1479 dengan diangkatnya ia sebagai pangeran dakwah
islam dilakukannya melalui diplomasi dengan kerajaan lain.
Setelah Cirebon resmi berdiri sebagai sebuah Kerajaan Islam yang
bebas dari kekuasaan Pajajaran, Sunan Gunung Jati berusaha mempengaruhi
kerajaan yang belum menganut agama Islam. Dari Cirebon, ia
mengembangkan agama Islam ke daerah-daerah lain di Jawa Barat, seperti
Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten.

C. Peran Wali Songo dalam Berbagai Bidang

Dari gambaran singkat tentang perjalanan hidup dan perjuangan


Walisongo dalam menyebarkan agama Islam di daerah Jawa, khususnya dan
di wilayah nusantara pada umumnya, maka peran mereka dapat dibentuk
seperti bidang pendidikan, bidang politik dan yang paling terkenal adalah
bidang dakwah 6 dan diklasifikasikan menjadi:
1. Bidang Pendidikan
Peran Walisongo di bidang pendidikan terlihat dari aktivitas mereka
dalam mendirikan pesantren, sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan
Ampel, Sunan Giri, dan Sunan Bonang. Sunan Ampel mendirikan
pesantren di Ampel Denta yang dekat dengan Surabaya yang sekaligus
menjadi pusat penyebaran Islam yang pertama di Pulau Jawa. Di tempat
inilah, ia mendidik pemuda-pemudi Islam sebagai kader, untuk kemudian
disebarkan ke berbagai tempat di seluruh Pulau Jawa. Muridnya antara
lain Raden Paku (Sunan Giri), Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang),
Raden Kosim Syarifuddin (Sunan Drajat), Raden Patah (yang kemudian
menjadi sultan pertama dari Kerajaan Islam Demak), Maulana Ishak, dan
6
Paeni, Mukhlis, Sejarah Kebudayaan Indonesia. (Jakarta:PT Raja Grafindo
Persada. 2009), hlm. 46-50

12
banyak lagi mubalig yang mempunyai andil besar dalam islamisasi Pulau
Jawa. Sedangkan Sunan Giri mendirikan pesantren di daerah Giri.
Santrinya banyak berasal dari golongan masyarakat ekonomi lemah. Ia
mengirim juru dakwah terdidik ke berbagai daerah di luar Pulau Jawa
seperti Madura, Bawean, Kangean, Ternate dan Tidore. Sunan Bonang
memusatkan kegiatan pendidikan dan dakwahnya melalui pesantren yang
didirikan di daerah Tuban. Sunan Bonang memberikan pendidikan Islam
secara mendalam kepada Raden Fatah, putera raja Majapahit, yang
kemudian menjadi sultan pertama Demak. Catatan-catatan pendidikan
tersebut kini dikenal dengan Suluk Sunan Bonang.
2. Bidang Politik
Pada masa pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam
di Jawa, Walisongo mempunyai peranan yang sangat besar. Di antara
mereka menjadi penasihat Raja, bahkan ada yang menjadi raja, yaitu
Sunan Gunung Jati. Sunan Ampel sangat berpengaruh di kalangan istana
Majapahit. Istrinya berasal dari kalangan istana dan Raden Patah (putra
raja Majapahit) adalah murid beliau. Dekatnya Sunan Ampel dengan
kalangan istana membuat penyebaran Islam di daerah Jawa tidak mendapat
hambatan, bahkan mendapat restu dari penguasa kerajaan. Sunan Giri
fungsinya sering dihubungkan dengan pemberi restu dalam penobatan raja.
Setiap kali muncul masalah penting yang harus diputuskan, wali yang lain
selalu menantikan keputusan dan pertimbangannya. Sunan Kalijaga juga
menjadi penasihat kesultanan Demak Bintoro.
3. Bidang Dakwah
Sudah jelas sepertinya, peran Walisongo cukup dominan adalah di
bidang dakwah, baik dakwah melalui lisan. Sebagai mubalig, Walisongo
berkeliling dari satu daerah ke daerah lain dalam menyebarkan agama
Islam. Sunan Muria dalam upaya dakwahnya selalu mengunjungi desa-
desa terpencil. Salah satu karya yang bersejarah dari Walisongo adalah
mendirikan mesjid Demak. Hampir semua Walisongo terlibat di dalamnya.
Adapun sarana yang dipergunakan dalam dakwah berupa pesantren-
pesantren yang dipimpin oleh para Walisongo dan melalui media kesenian,

13
seperti wayang. Mereka memanfaatkan pertunjukan-pertunjukan
tradisional sebagai media dakwah Islam, dengan membungkuskan nafas
Islam ke dalamnya. Syair dari lagu gamelan ciptaan para wali tersebut
berisi pesan tauhid, sikap menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya
atau menyembah yang lain.

D. Strategi dan Metode Dakwah Wali Songo


1. Strategi Dakwah Wali Songo

Strategi dapat diartikan sebagai tata cara dan usaha-usaha untuk


menguasai dan mendayagunakan segala sumber daya untuk mencapai
tujuan. Dengan demikian, strategi dakwah yang dilakukan oleh Wali
Songo itu bisa diartikan menjadi segala cara yang ditempuh oleh para wali
untuk mengajak manusia ke jalan Allah dengan memanfaatkan segala
sumber daya yang dimiliki. Beberapa strategi Wali Songo dalam
pelaksanaan dakwah dapat dikemukakan antara lain sebagai berikut: 7

Pertama, Pembagian Wilayah Dakwah. Para Walisongo dalam


melakukan aktivitas dakwahnya antara lain sangat memperhitungkan
wilayah strategis. Beranjak dari sinilah, para Walisongo yang dikenal
jumlahnya ada sembilan orang tersebut melakukan pemilihan wilayah
dakwahnya tidak sembarangan. Penentuan tempat dakwahnya
dipertimbangkan pula dengan faktor geostrategis yang sesuai dengan
kondisi zamannya. Kalau kita perhatikan dari kesembilan wali dalam
pembagian wilayah kerjanya ternyata mempunyai dasar pertimbangan
geostrategis yang mapan seka. Para wali melihat realiatas masyarakat yang
masih dipengaruhi oleh budaya yang bersumber dari ajaran Hindu dan
Budha. Saat itu para Wali mengakui seni sebagai media komunikasi yang
mempunyai pengaruh besar terhadap pola pikir masyarakat. Oleh kerana
itu, seni dan budaya yang sudah berakar di tengah-tengah masyarakat
menurut mereka perlu dimodifikasi, dan akhirnya bisa dimanfaatkan untuk
kepentingan dakwah.

7
Hatmansyah, Jurnal Strategi dan Metode Dakwah Walisongo. 2017. Hlm. 12-
14

14
Kedua, sistem dakwah dilakukan dengan pengenalan ajaran Islam
melalui pendekatan persuasif yang berorientasi pada penanaman aqidah
Islam yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Rangkaian
penggunaan sistem dakwah ini, misalnya kita dapati ketika Raden Rahmat
atau Sunan Ampel dan kawan-kawan berdakwah kepada Adipati Aria
Damar dari Palembang. Berkat keramahan dan kebijaksanaan Raden
Rahmat, akhirnya Raden Aria Damar sudi masuk Islam bersama istrinya,
yang diikuti pula oleh hampir seluruh anak negerinya.
Ketiga, melakukan perang ideologi untuk memberantas etos dan
nilai-nilai dogmatis yang bertentangan dengan aqidah Islam, di mana para
ulama harus menciptakan mitos dan nilai-nilai tandingan baru yang sesuai
dengan Islam. Salah satu tugas utama dari para ulama yang telah dikader
oleh Raden Rahmat adalah menyebarkan ajaran Islam.
Keempat, melakukan pendekatan terhadap para tokoh yang
dianggap mempunyai pengaruh di suatu tempat dan berusaha menghindari
konflik. Salah satu azas dakwah yang dicanangkan oleh Walisongo adalah
menghindari konflik-konflik dengan cara melakukan pendekatan kepada
para tokoh setempat, diilhami oleh cara dakwah yang dilakukan oleh para
Nabi Muhammad saw, apa yang pernah dirintis oleh para Rasulullah untuk
memperkuat kedudukan Islam di tengah peradaban Jahiliyah dewasa itu,
yang kenyataannya relevan juga untuk diterapkan di Jawa oleh para Wali,
meski dengan taktik yang disesuaikan.
Kelima, berusaha mengguasai kebutuhan-kebutuhan pokok yang
sangat dibutuhkan oleh masyarakat, baik kebutuhan yang bersifat materil
maupun spiritual. Faktor kebutuhan pokok amat vital bagi masyarakat
dewasa itu adalah menyangkut masalah air, baik air sebagai kebutuhan
keluarga sehari-hari maupun sebagai irigasi pertanian.

2. Metode Dakwah wali Songo

15
Keberhasilan dakwah para Wali Songo tentu juga tidak terlepas
dari metode yang mereka aplikasikan dalam pelaksanaan di lapangan.
Secara umum, dapat dikatakan bahwa metode dakwah para Walisongo
tidak terlepas dari metode ini digunakan oleh mereka dalam tokoh-tokoh
khusus seperti pemimpin, orang terpandang dan terkemuka dalam dalam
masyarakat, seperti para bupati, adipati, raja-raja ataupun menghadapi para
bangsaan lainnya.
Metode al-hikmah sebagai sistem dan cara-cara berdakwah para
wali merupakan jalan kebijaksanaan yang diselenggarakan secara popular,
atraktif, dan sensational. Cara ini mereka pergunakan dalam menghadapi
masyarakat awam. Dengan tata cara yang amat bijaksana, masyarakat
awam itu mereka hadapi secara massal. Kadang-kadang terlihat
sensasional bahkan ganjil dan unik sehingga menarik perhatian umum.
Dalam rangkaian metode ini kita dapati misalnya, Sunan Kalijaga dengan
gamelan Sekatennya.
Beberapa metode penting lainnya yang diterapkan oleh para
walisongo sebagaimana dikemukakan oleh Ridin Sofwan dkk yaitu:
Pertama, metode pembentukan dan penanaman kader, serta
penyebaran juru dakwah ke berbagai daerah. Tempat yang dituju ialah
daerah- daerah yang sama sekali kosong dari penghuni atau kosong dari
pengaruh Islam.
Kedua, dakwah melalui jalur keluarga/perkawinan. Sunan Ampel
misalnya, putri beliau yang bernama Dewi Murthosiyah misalnya,
dikawinkan dengan Raden Patah (Bupati Demak), Putri Sunan Ampel
yang bernama ‘Alawiyah’ dikawinkan dengan Syarif Hidayatullah (Sunan
Gunung Jati). Sedangkan Putri beliau yang bernama Siti Sariyah
dikawinkan dengan Usman haji dar Ngudung.
Ketiga, mengembangkan pendidikan pesantren yang mula-mula
dirintis oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim adalah suatu model pendidikan
Islam yang mengambil bentuk pendidikan biara dan asrama yang dipakai
oleh pendeta dan biksu dalam mengajar dan belajar. Oleh sebab itu,
pesantren di masa itu pengaruhnya masih terlihat sampai saat ini.

16
Keempat, dengan mengembangkan kebudayaan Jawa. Dalam
kebudayaan Jawa Walisongo memberikan andil yang sangat besar. Bukan
hanya pada pendidikan dan pengajaran, tetapi juga meluas pada
bidangbidang hiburan, tata sibuk (perintang waktu luang), kesenian dan
aspek-aspek lain dibidang kebudayaan pada umumnya.
Kelima, metode dakwah melalui sarana dan prasarana yang berkait
dengan masalah perekonomian rakyat. Misalnya untuk efisiensi dalam
perekonomian para wali berijtihad tentang kesempurnaan alat-alat
pertania, perabotan dapur, dan barang pecah belah. Dalaam pada itu,
Sunan Kaslijaga menyumbangkan karya- karya yang berkenaan dengan
pertanian seperti filsafat bajak dan cangkul. Dengan membuat jasa dalam
bidang kemamuran rakyat melalui penyempurnaan sarana dan prasara
menjadi lebih sempurna, beliau berharap dapat menarik perhatian dan
ketaatan masyarakat agar menuruti ajakan Sunan Kalijaga serta wali-
walinya.
Keenam, dalam mengembangkan dakwa Islamiyah di tanah Jawa
para wali menggunakan sarana politik untuk mencapai tujuannya.
Berangkat dari pemikiran ini, maka kehadiran keraton Demak tidak
mungkin diabaikan begitu saja peranannya dalam sejarah penyebaran
Isalam pada masa itu. Pentingnya kekuasan politik bagi kelangsungan
dakwah ini tentunya didasari oleh para Walisongo, sehingga tidaklah
mengherankan kalau mereka juga banyak terlibat dalam percaturan politik
ini. Kebanyakan para wali adalah panglima perang, penasehat saja, atau
juga penguasa itu sendiri. Pada saat Demak menyerang Majapahit,
misalnya, yang menjadi penglima perang adalah Sunan Ngudung , yang
kemudain digantikan oleh Sunan Kudus, dan dibantu oleh wali yang lain.
Dimanfaatkannya jalur kekuasaan dalam dakwah dapat dilihat juga pada
proses pendirian masjid Demak. Masjid ini adalah masjid yang didirikan
bersama oleh para wali sebagai pusat dakwah mereka. Namun tidak seperti
pada umumnya, masjid ini tidak dikelola oleh seorang wali.
Masjid Demak adalah masjid keraton yang pengelolaannya
langsung dibawah penguasaan sultan bertahta dengan demikian, dapat

17
dikatakan bahwa pusat dakwah walisanga tidak di tempat salah seorang
wali atau pun masing–masing wali, tetapi di pusat kekuasaan politik di
keraton.

BAB III

PENUTUP

18
A. Simpulan

Agama Islam merupakan agama yang universal, yang tidak hanya


membawa hal-hal tentang agama, tetapi juga membawa kebudayaannya dan
mempengaruhi terhadap berbagai hal, di antaranya pegaruh dibidang bahasa,
pengaruh di bidang pendidikan, arsitektur dan juga kesenian. Kedatangan
islam membawa pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan sosial, ekonomi
maupun politik di dunia. Walisongo dipercaya sebagai peletak batu pertama
Islam di pulau Jawa. Kiprah Walisongo dalam peta dakwah Islam di
Indonesia pada umumnya, di pulau Jawa khususnya memang merupakan fakta
sejarah yang tidak terbantahkan. Para Walisongo dalam melakukan aktivitas
dakwahnya antara lain sangat memperhitungkan wilayah strategis. Beranjak
dari sinilah, para Walisongo yang dikenal jumlahnya ada sembilan orang
tersebut melakukan pemilihan wilayah dakwahnya. Walisongo ketika itu
sangat bijak memanfaatkan seni yang telah berakar dan berkembang dalam
masyarakat untuk menopang keberhasilan dakwah mereka.

B. Saran

Demikianlah makalah ini penulis buat, tentunya masih banyak


kesalahan yang terdapat di dalam makalah ini. Penulis berharap adanya kritik
dan saran agar bias membantu penulis mengerjakan makalah selanjutnya
dengan baik dan sempurna. Penulis ucapkan terima kasih dan mohon maaf
apabila mash banyak kesalahan dan kekurangan pada makalah ini.

19
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Rachmad. Wali Songo Glora Dakwah dan Jihad di Tanah Jawa, Solo.

Al-Wafi, 2012.

Budiono, Hadi Sutrisno. Sejarah Walisongo Misi Pengislaman di Tanah Jawa,

Semarang. Graha Pustaka, 2009.

Hatmansyah. Jurnal Strategi dan Metode Dakwah Walisongo. 2017

Mas’udi. Dakwah Nusantara(Kerangka Harmonis Dakwah Walisongo dalam

Dimensi Ajaran Islam di Nusantara), Kudus. Kearsipan STAIN

Kudus. 2015.

Mukhlis, Paeni. Sejarah Kebudayaan Indonesia, Jakarta. PT Raja Persada. 2009.

Samsul, Munir. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta. Amzah. 2010.


Pertanyaan :

1. Mazhab apa saja yang diajarkan oleh para wali songo kepada masyarakat pada
saat itu? (Maulidin)
2. Apa penyebab hijrah nya Syekh Maulana Malik Ibrahim ke Nusantara, atas
dasr apa da nada tantangan apa hingga membuatnya hijrah ke Nusantara?
(Windi)

Jawaban :

1. Mazhab yang di ajarkan oleh para Wali Songo adalah mazhab Imam Syafi’i.
Sebab para Wali Songo ini masih merupakan keturunan dari Ahmad bin Isa,
yang mana Ahmad bin Isa ini ialah salah satu pihak yang memiliki jasa besar
dalam membawa Mazhab Syafi’I ke Indonesia. Ahmad bin Isa ini semasa
hidupnya, mendidik anak keturunannya dengan mengikuti Ahlussunnah Wal
Jamaah, maka dari itu anak keturunan dari Ahmad bin Isa tersebut (Wali
Sono) menyebar ajarannya melalui mazhab Imam Syafi’I ke berbagai penjuru
terutama di Negeri Nusantara kini. Oleh karena itu, tak heran jika mazhab
syafi’I ini kemudian menjadi mazhab yang paling banyak dianut oleh
kalangan umat muslim.
2. Sejak kecil, Sunan Gresik atau Syekh Maulana Malik Ibrahim ini telah
mendalami ilmu Agama yang di didik oleh sang ayah untuk menjadi pribadi
yang berjiwa besar dan santun. Nah, pada sekitar abad ke 14, Sunan Gresik ini
mendapatkan tugas suci untuk menyiarkan Agama Islam. Tapi, ketika Sunan
Gresik tiba di Desa Leran, Sunan Gresik banyak menglami kesulitan dalam
berdakwah, dikarenakan pada saat itu masyarakatnya di Pulau Jawa tersebut
menganut Agama Hindu dan Budha juga Animisme. Namun, Sunan Gresik
tidak berputus asa, ia tetap bersabar dan terus melakukan pendekatan kepada
masyarakat secara bertahap, itulah tantangan yang membuat Sunan Gresik
tetap mau hijrah dan melanjutkan syiar dakwah di Nusantara. Dan atas dasar
tuntutan tugas suci dari Sang Ayah.

Anda mungkin juga menyukai