Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA DAN PERAN


WALISONGO DALAM PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA

Disusun Guna Memmenuhi Tugas

Mata Kuliah : Pengembangan Pembelajaran SKI MTs/MA

Dosen Pengampu : H. Ubaidillah, M.Si

Disusun oleh :

Dwi Mamduh Haiati 2119107

Najma Dianata 2119118

Ahmaliya Nurul M. 2119296

Elin Almalia Yulfani 2119330

KELAS H

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN (IAIN)


PEKALONGAN

2022
1
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahiim
Assalamualaikum Wr. Wb

Tidak ada kata yang paling indah selain memanjatkan puji syukur kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya sehingga kami dapat dan
mampu menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu, yang tentunya dengan pertolongan-
Nya.
Shalawat serta salam tak lupa kita haturkan kepada presiden umat Islam, dan suri
tauladan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang telah memberi kita pencerahan sehingga
kita dapat berada dalam lingkup dunia Islam yang Insya Allah dirahmati dengan cahaya
risalah yang telah beliau bawa dari zaman jahiliyah hingga menjadi zaman yang Islamiyah,
dengan kemanisan iman yang kita rasakan sekarang ini. Alhamdulillah.
Kata syukur dan terima kasih banyak yang bisa kami sampaikan kepada berbagai pihak
sehingga makalah yang berjudul “Perkembangan Islam di Indonesia Dan Peran Walisongo
Dalam Penyebaran Islam Di Indonesia” ini mampu dan dapat kami selesaikan guna
menambah wawasan bagi pembaca dan juga penulis. Semoga Allah senantiasa
mempermudah segala urusan dan membalas kebaikannya. Aamiin.
Kami menyadari, bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata baik dan
sempurna baik dari segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Maka, kritik dan saran
dari berbagai pihak sangat berharga sebagai acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik pada
masa mendatang dengan harapan makalah ini mampu bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Tegal, 5 Mei 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... 2


DAFTAR ISI .............................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 4


A. Latar Belakang ............................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 4
C. Tujuan .......................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 6
A. Situasi dan Kondisi Sebelum Kedatangan Islam........................... 6
B. Jalur Masuknya Islam di Indonesia............................................... 7
C. Strategi Dakwah Islam di Indonesia.............................................. 11
D. Fase Perkembangan Islam di Indonesia......................................... 12
E. Biografi Walisongo........................................................................ 14
F. Strategi Dakwah Walisongo.......................................................... 19
G. Peran Walisongo Dalam Penyebaran Islam di Indonesia.............. 20
H. Teladan Spiritual dan Intelektual................................................... 21
BAB III PENUTUP ................................................................................... 23
A. Kesimpulan ..................................................................................... 23
B. Saran ................................................................................................ 26

DAFTAR PUSTAKA…………………….……………………………… 27

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada abad 15 para saudagar muslim telah mencapai kemajuan pesat dalam
usaha bisnis dan dakwah hingga mereka memiliki jaringan di kota-kota bisnis di
sepanjang pantai Utara. Komunitas ini dipelopori oleh Walisongo yang membangun
masjid pertama di tanah Jawa, Masjid Demak yang menjadi pusat agama yang
mempunyai peran besar dalam menuntaskan Islamisasi di seluruh Jawa. Walisongo
berasal dari keturunan syeikh ahmad bin isa muhajir dari hadramaut. Beliau dikenal
sebagai tempat pelarian bagi para keturunan nabi dari arab saudi dan daerah arab lain
yang tidak menganut syiah.1
Penyebaran agama Islam di Jawa terjadi pada waktu kerajaan
Majapahit runtuh disusul dengan berdirinya kerajaan Demak. Era tersebut merupakan
masa peralihan kehidupan agama, politik, dan seni budaya. Di kalangan penganut
agama Islam tingkat atas ada sekelompok tokoh pemuka agama dengan sebutan Wali.
Zaman itu pun dikenal sebagai zaman “kewalen”. Para wali itu dalam tradisi Jawa
dikenal sebagai “Walisanga”, yang merupakan lanjutan konsep pantheon dewa
Hindhu yang jumlahnya juga Sembilan orang.2 Adapun Sembilan orang wali yang
dikelompokkan sebagai pemangku kekuasaan pemerintah yaitu Maulana Malik
Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Muria,
Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, dan Sunan Gunung Jati.3

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Situasi dan Kondisi Sebelum Kedatangan Islam?
2. Dimana Jalur Masuknya Islam di Indonesia?
3. Bagaimana Strategi Dakwah Islam di Indonesia?
4. Apa Saja Fase Perkembangan Islam di Indonesia?
5. Bagaimana Biografi Walisongo?
6. Bagaimana Strategi Dakwah Walisongo?

1
Mukhlis Paeni, Sejarah Kebudayaan Indonesia, (Religi dan Filsafat), ( Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2009),
hlm 76
2
Mukhlis Paeni, Sejarah Kebudayaan Indonesia (Sistem Sosial), (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada,
2009)  hal 128-129
3
Tatang Ibrahim, Sejarah Kebudayaan Islam, Madrasah Tsanawiyah Untuk Kelas IX Semester 1 dan
2, (Bandung,: CV ARMICO, 2009), hlm. 25-26

4
7. Apa Peran Walisongo Dalam Penyebaran Islam di Indonesia?
8. Apa Teladan Spiritual dan Intelektual Walisongo?

C. TUJUAN
1. Mengetahui Situasi dan Kondisi Sebelum Kedatangan Islam
2. Mengetahui Jalur Masuknya Islam di Indonesia
3. Mengetahui Strategi Dakwah Islam di Indonesia
4. Mengetahui Fase Perkembangan Islam di Indonesia
5. Mengetahui Biografi Walisongo
6. Memahami Strategi Dakwah Walisongo
7. Mengetahui Peran Walisongo Dalam Penyebaran Islam di Indonesia
8. Memahami Teladan Spiritual dan Intelektual Walisongo

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Situasi dan Kondisi Sebelum Kedatangan Islam


Ada dua pendapat mengenai masuknya islam di Indonesia. Pertama, pendapat
lama yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 M.
Pendapat ini dikemukakan oleh para sarjana, antara lain N.H. Krom dan Van Den
Berg. Kemudian ternyata pendapat lama tersebut mendapat sanggahan dan bantahan.
Kedua pendapat baru yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad
ke-7 M atau abad 1 Hijriyah. Pendapat baru ini dikemukakan oleh H. Agus Salim, M.
Zainal Arifin Abbas, Hamka, Sayed Alwi bin Tahir Al-hadad, A. Hasjmy, dan
Thomas W. Arnold.
Bahkan diceritakan bahwa ketika Islam berkembang pada abad pertama, 1 H
(7 Masehi), Rasulullah telah mengutus Sa’ad bin Abi Waqqash berziarah pada Kaisar
Cina dan memperkenalkan Islam di negeri Cina. Diketahui pada abad pertama
hijriyah sudah ada pemukiman masyarakat muslim di Kanton.
Pendapat yang sama mengenai masuknya Islam di abad pertama hijriyah,
dikemukakan pula oleh Thomas W.Arnold dalam The Preaching Islam, ia
mengatakan, “Mungkin agama ini telah dibawa kemari oleh pedagang-pedagang Arab
sejak abad-abad pertama hijriyah, lama sebelum kita memiliki catatan sejarah dimana
sebenarnya pengaruh mereka telah mulai terasa.
Menurut Arnold meskipun baru abad ke-9, para ahli ilmu bumi Arab
menyebut-nyebut kepulauan Indonesia di dalam tulisan-tulisan mereka. Namun,
dalam tarikh Cina pada tahun 674 M, tersebut suatu catatan tentang seorang
pemimpin Arab yang mengepalai rombongan orang-orang Arab yang menetap di
pantai barat Sumatera.
Menengok catatan sejarah, pada seperempat abad ke-7 M, kerajaan Budha
Sriwijaya tengah berkuasa atas Sumatra. Untuk bisa mendirikan sebuah
perkampungan yang berbeda dari agama resmi kerajaan perkampungan Arab Islam
tentu membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum diizinkan kepada penguasa atau
raja. Harus bersosialisasi dengan baik terlebih dahulu kepada penguasa hingga akrab
dan dipercaya oleh kalangan kerajaan di wilayah yang sama, yang berarti para
pedagang Arab ini melakukan pembauran dengan jalan menikahi perempuan-

6
perempuan pribumi dan memiliki anak, setelah semua syarat itu terpenuhi baru
mereka para pedagang Arab Islam ini bisa mendirikan sebuah kampung di mana nilai-
nilai Islam bisa hidup di bawah kekuasaan kerajaan Budha Sriwijaya.
Akan tetapi, pada periode ini Islam belum berkembang secara menyeluruh dan
hanya beberapa wilayah yang sudah memeluk Islam, misalnya Sumatra dan sebagian
pantai utara Jawa.
Adapun perkembangan selanjutnya, Islam berkembang secara lebih besar pada
abad ke-21 M yang dibawa oleh para mubaligh Islam, yang disamping menyebarkan
Islam, mereka juga sebagai saudagar. Adapun pada periode ini, Islam dikembangkan
oleh saudagar dari Arab dan mungkin saudagar dari Gujarat serta penduduk pribumi
sendiri. 4
Diantara perbedaan pendapat lain yaitu menurut Snouck Hurgounje, orang
Indialah yang pertama kali membawa Islam ke Indonesia menjelang akhir abad ke-13
Masehi. Pendapat ini sekaligus menjawab dari daerah mana Islam berasal. Pendapat
ini didukung oleh Van Bonkel seorang Profesor asal Belanda dengan menunjukkan
adanya pengaruh bahasa Tamil dalam bahasa Indonesia yaitu adanya istilah “lebai”
yang berasal dari “labbai” atau “lappai” yang artinya pedagang dalam bahasa Tamil.
Meski sama-sama mendukung pendapat Snouck Hurgronje, O’Sullivan tidak sepakat
bahwa adanya istilah bahasa Melayu menjadi alasan bahwa orang India yang
membawa Islam ke Indonesia.
Pendapat mengenai orang Indialah yang pertama kali membawa Islam ke
Indonesia juga didukung oleh G.E. Marrison, namun menurutnya bukan dari Gujarat
melainkan dari India Selatan, Pantai Koromandel. Menurutnya, keberadaan batu-batu
nisan dari Gujarat tidak berarti Islam dari Gujarat.
Sedangkan Husayn Nainar, sarjana India berpendapat bahwa orang-orang
Indialah pembawa Islam pertama ke Indonesia didasarkan pada pandangannya bahwa
adanya pengaruh India yang sudah meluas dan tertanam di Indonesia. Berbeda dengan
Snouck menurutnya Islam sudah sampai ke Indonesia pada abad pertama Nabi dan
bahkan mungkin ketika Nabi Muhammmad saw. masih hidup.
Namun ada juga yang berpendapat bahwa pedagang Arablah yang pertama
kali membawa Islam ke Indonesia, dimana dalam perjalanannya yang sangat jauh
telah pula singgah di pelabuhan-pelabuhan India karena beberapa sebab baik karena
4
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: “Sinar Grafika Offset”, 2010), hlm. 302-
306.

7
faktor ekonomi maupun karena faktor alasan subsidi bahan bakar dan air bersih, baru
kemudian melanjtkan perjalanan ke Indonesia. 5

B. Jalur Masuknya Islam di Indonesia


Meskipun ada perdebatan mengenai mana yang datang terlebih dahulu atau
teori yang lebih tepat mengenai hadirnya Islam di Indonesia datang dari mana. Tentu
penelusuran mengenai hal tersebut tidak dapat terlepas dari rute-rute perdagangan dan
pelayaran di Indonesia yang dilakukan para pedagang dan sufi. Dalam waktu yang
lama para saudagar tersebut bermukim, berbaur dan melangsungkan perkawinan
dengan masyarakat setempat. Dari hal ini terjadilah hubungan antara lintas sosial
budaya yang terjadi antara kedua belah pihak.
Diantara beberapa teori masuknya Islam di Indonesia yaitu:6
a. Teori Gujarat/India
Teori ini pada awalnya ikemukakan oleh Pijnappel yang mengaitkan
kesamaan orang-orang Arab madzab Syafi’i yang melakukan migrasi ke
wilayah India kemudian membawa Islam ke Nusantara. Teori ini kemudian
dikembangkan oleh Snouck Hugronje.
Kemudian teori ini dikembangkan lagi oleh Moqtte yang mendasarkan
kesimpulannya pada hasil pengamatan terhadap batu nisan di Pasai, kawasan
utara Sumatra khususnya yang bertanggal 17 Dzulhijjah 831 H/27 September
1428 M. Batu nisan tersebut mirip dengan batu nisan Maulana Malik As-Saleh
di Gresik, Jawa Timur dan memiliki kesamaan dengan batu nisan di Gujarat
dihasilkan untuk pasar-pasar lokal dan kawasan lain di luar Gujarat termasuk
Sumatra dan Jawa.
b. Teori Bengal
Teori ini berasumsi bahwa Islam yang datang di Indonesia berasal dari
Bengal yang dibuktikan oleh kemiripan yang terdapat pada seluruh batu nisan
di Pasai, termasuk batu nisan Malik As-salih.
c. Teori Arab

5
Fauziah Nasution, “Kedatangan dan Perkembangan Islam di Indonesia”, (Padang: Jurnal Dakwah dan
Pengembangan Sosial Kemanusiaan, Vol. 11, No. 1, 2020), hlm. 28-29.
6
Rahmah Ningsih, “Kedatangan dan Perkembangan Islam di Indonesia”, (Jakarta: Jurnal Forum
Ilmiah, Vol. 18, No. 2, 2021), hlm. 213.

8
Teori ini dikemukakan oleh Sir Thomas Arnold, Crawford, Nieman, dan
Hollander. Arnold mengemukakan bukti yang menjadikan argumentasi
tentang kesamaan madzab antara Arab dan Nusantara yaitu madzab Syafi’i.
Para pedagang Arab sejak abad ke 7 M telah menguasai perdagangan Barat
Timur.
d. Teori Persia
Teori ini diperkenalkan oleh P.A. Hoesin Djajadiningrat yang
mengemukakan bahwa Islam masuk di Indonesia pada abad ke 13 ,Masehi
melalui Samudra Pasai. Pendapat ini berawal dari persamaan budaya yang
berkembang di kalangan masyarakat Indonesia dengan Persia utamanya tradisi
keagamaan penganut Syi’ah yaitu peringatan 10 Muharom atau as syura
sebagai hari kematian cucu Nabi, persamaan peninggalan arkeologi berupa
batu nisan yang berasal dari Gujarat sebagaimana ditunjukkan pada makam
Malik As Salih di pasai dengan malam Malik Ibraim di Gresik, kesamaan
ajaran Al Hallaj, tokoh sufi dari Persia, Iran dengan paham Syekh Siti Jenar
dari Jawa, menurut Nurcholis Majdid, penyebutan akhir dari beberapa kata-
kata Arab pada masyarakat muslim Indonesia merupakan kata-kata yang tidak
murni dari bahasa Arab tetapi berasal dari bahasa Persi. Hal tersebut
menunjukkan bahwa Islam di Indonesia tidak langsung berasal dari Arab
melainkan melalui Persia.
e. Teori Cina
Teori ini berpendapat bahwa Islam di Indonesia berasal dari Cina yaitu
Kanton. Muslim Kanton, Cina datang ke Jawa, sebagian ke Kedah dan
Sumatra pada abad ke 9 M. Kedatangan mereka sebagai pengungsi akibat
penumpasan yang dilakukan pada masa Huang Chou terhadap penduduk di
Kanton Selatan yang mayoritas muslim. Bukti lain berupa arsitektur masjid
Demak dan catatan sejarah menunjukkan bahwa beberapa sultan dan sunan
yang memiliki peran dalam penyiaran Islam di Indonesia adalah berasal dari
keturunan Cina, misalnya Raden Patah yang mempunyai nama Cina, Jin, Bun
demikian juga Sunan Ampel dan lain-lain. 7
Adapun Jalur-jalur yang dilakukan oleh para penyebar Islam yang mula-mula di
Indonesia adalah sebagai berikut:
7
Nurkhalis A. Ghaffar, “Tasawuf dan Penyebaran Islam di Indonesia”, (Makassar: Jurnal Rihlah, Vol.
3, No. 1, 2015), hlm. 70-72.

9
a. Melalui jalur perdagangan
Pada taraf permulaan, saluran Islamisasi adalah perdagangan. Kesibukan lalu
lintas perdagangan pada abad ke 7 hingga ke 16 M membuat para pedagang
muslim (Arab, Persia, India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-
negeri bagian barat, tenggara, dan timur benua Asia. Islamisasi melalui
perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut
serta dalam kegiatan perdagangan. Mereka yang melakukan dakwah islam,
sekaligus sebagai pedagang yang menjajakan dagangannya kepada penduduk
pribumi.
b. Melalui jalur perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih
baik daripada kebanyakan pribumi sehingga penduduk pribumi, terutama putri-
putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum
menikah mereka di islaamkan terlebih dahulu. Setelah mereka memiliki
keturunan, lingkungan mereka semakin luas. Akhirnya timbul kampung-kampung,
daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan muslim. Dengan melalui jalur perkawinan,
para penyebar Islam melakukan perkawinan dengan penduduk pribumi. Melalui
jalur perkawinan mereka telah menanamkan cikal bakal kader-kader Islam.
c. Melalui jalur tasawuf
Para penyebar Islam juga dikenal sebagai pengajar-pengajar tasawuf. Mereka
mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh
masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam hal magis dan memiliki kekuatan-
kekuatan menyembuhkan. Dantara mereka ada juga yang mengawini putri-putri
bangsawan setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan kepada
penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang
sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti
dan mudah diterima. Kehidupan mistik bagi masyarakat Indonesia sudah menjadi
bagian dari kepercayaan mereka. Oleh karena itu, penyebaran islam melalui jalur
tasauf ini mudah diterima karena sesuai dengan alam pikiran masyarakat
Indonesia. Misalnya, menggunakan ilmu-ilmu riyadhah dalam proses penyebaran
agama islam kepada pendudukan setempat.
d. Melalui jalur pendidikan
Dalam islamisasi di Indonesia ini, juga dilakukan melalui jalur pendidikan
seperti pesantren, surau, masjid dan lain-lain yang dilakukan oleh guru-guru

10
agama, kyai, dan ulama. Jalur pendidikan digunakan oleh para wali khususnya di
Jawa dengan membuka lembaga pendidikan pesantren sebagai tempat kaderisasi
mubaligh-mubaligh Islam dikemudian hari.
e. Melalui jalur kesenian
Para penyebar Islam juga menggunakan kesenian dalam rangka penyebaran
Islam, antara lain dengan wayang, sastra, dan berbagai keenian lainnya.
Pendekatan jalur kesenian dilakukan oleh para penyebar Islam seperti walisongo
untuk menarik perhatian dikalangan mereka, sehingga dengan tanpa terasa mereka
telah tertarik pada ajaran-ajaran Islam sekalipun pada awalnya mereka tertarik
dikarenakan media kesenian itu.
f. Melalui jalur politik
Para penyebar Islam juga menggunakan pendekatan politik dalam penyebaran
Islam. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di Indonesia.
Sebagaimana diketahui, melalui jalur politik para walisongo melakukan strategi
dakwah mereka dikalangan para pembesar kerajaan seperti Majapahit, Pajajaran.
Bahkan para walisongo juga mendirikan kerajaan Demak. Kesemuanya itu
dilakukan guna melakukan pendekatan dalam rangka penyebaran agama Islam. 8

C. Strategi Dakwah Islam di Indonesia


Ada beberapa proses yang dilakukan kalangan salafi dalam menyebarkan
ajaran Islam sesuai dengan manhaj salaf al-sholih yaitu dengan pendidikan (tarbiyah)
dan pemurnian (tasfiyah).
a. Halaqah dan Daurah
Di kalangan Salafi tidak mengenal bahkan tidak diperbolehkan mendirikan
sebuah organisasi, apalagi partai politik. Dalam menyebarkan ajaran-ajarannya,
mereka menggunakan sebuah metode dakwah yang dikenal dengan daurah dan
halaqah. Daurah secara bahasa berarti “giliran”. Sedangkan menurut istilah yaitu
suatu pelatihan atau pengajian yang diadakan dalam waktu dan tempat tertentu
yang telah disepakati, disaat itu peserta berkumpul untuk mengikuti kegiatan yang
telah direncanakan.
Halaqah menurut bahasa bermakna “lingkaran”. Sedangkan menurut istilah
yaitu forum untuk mempelajari ilmu0ilmu keislaman, dimana seorang ustadz atau
pengajar memberikan pelajaran-pelajaran berdasarkan buku-buku tertentu dan
8
Samsul Munir Amin, Op.Cit, hlm. 306-308.

11
para peserta murid-muridnya duduk melingkar untuk mendengarkan dan
menyimak materinya. Tidak sedikit dari kegiatan ini melahirkan sebuah lembaga
pendidikan, pondok pesantren dan kursus bahasa Arab.
b. Mendirikan yayasan
Meningkatnya generasi muda yang mengikuti kegiatan-kegiatan yang
bermanhaj Salafi hasil dari daurah dan halaqah membuktikan bahwa dakwah
model tersebut berhasil. Para tokoh Salafi kemudian berfikir agar mereka tidak
lagi mengikuti ajaran dan pemahaman yang keluar dari koridor salaf al-salih.
Menyikapi hal tersebut, para tokoh Salafi mendirikan yayasan yang kemudian
berkembang menjadi lembaga pendidikan seperti pondok pesantren dan lembaga
kursus bahasa Arab. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan halaqah dan daurah bisa
diselenggarakan lebih efektif dan efisien.
c. Mendirikan dan Mengembangkan Media Siaran
Pentingnya sebuah komunikasi membuat kalangan Salafi membuat dan
mengembangkan media komunikasi, misalnya statsiun televisi dan radio, website,
dan penerbit. Diantara media komunikasi yaitu Stasiun televisi, stasiun radio,
internet, dan penerbitan.9

D. Fase Perkembangan Islam di Indonesia


Islam di Indonesia merupakan salah satu dari tujuh cabang peradaban Islam
(setelah hancurnya persatuan peradaban Islam yang berpusat di Baghdad tahun 1258).
Ketujuh cabang peradaban Islam itu secara lengkap adalah peradaban Islam Arab,
Islam Persi, Islam Turki, Islam Afrika Hitam, Islam Anak benua India, Islam arab
melayu, dan Islam Cina. Islam masuk ke Indonesia secara damai dibawa oleh para
pedagang dan mubaligh. Islam memperkenalkan toleransi dan persamaan derajat.
Pada abad ke 7 M diduga kuat para musafir dan pedagang Arab, Persia, dan
India telah memperkenalkan Islam di Indonesia. Dengan kuat ni karena sejak abad ke
5 M Samudra Hindia telah menjadi jalan perdagangan Teluk Persia-Tiongkok yang
terus berlanjut pada abad kemudian. Abad ke 8 M, hubungan Indonesia lebih
meningkat menjadi hubungan langsung dengan Arab, dan Samudra Hindia semakin
ramai dengan pelayaran dan perdagangan. Pada abad ini juga masa-masa kejayaan
Dinasti Abbasiyah. Suatu hal yang sangat meyakinkan adalah terjadi aktifitas
9
Muhammad Ali Chozin, “Strategi Dakwah Salafi di Indonesia”, (Cirebon: Jurnal Dakwah, Vol. 17,
No. 1, 2003), hlm. 15-21.

12
pelayaran perdagangan semakin pesat. Pedagang arab yang sebelumnya hanya sampa
ke India, tetapi pada abad ke 8 M ini sudah sampa ke Indonesia. Hubungan Arab
dengan Indonesia sudah berlangsung.
Pada abad ke 13 M kerajaan Pasai secara pasti mulai berdiri, kerajaan Islam di
luar Indonesia mengalami kemunduran yang luar biasa. Sekitar abad ke 16 M,
berkaitan dengan pengiriman tentara kerajaan Demak ke Cirebon, Jayakarta, dan
berbagai wilaah kerajaan Pajajaran yang berkaitan dengan perluasan wilayah
perdagangan dan perluasan pengaruh kekuasaan.
Kekuasaan di belahan Indonesia bagian Timur ke Maluku juga tidak dapat
dipisahkan dari kegiatan perdagangan. Islam masuk ke daerah ini diperkirakan pada
abad ke 14 M. Di Kalimantan khususnya di daerah Banjarmasin proses islamisasi di
daerah ini terjadi kira-kira tahun 1550 berasal dari Demak. Adapun di Sulawesi
terutama di bagian Selatan telah didatangi oleh pedagang Muslim pada abad ke 15 M.
Menurut Tome Pires, pada abad ke 16 di daerah Gowa telah terdapat pedagang
Muslim dan orang Portugis yang telah melakukan hubungan dagang dengan Gowa
raja-rajanya masuk Islam secara resmi 22 September 1605 dengan Sultan Alaudiin
sebagaai sultan yang pertama. Setelah itu menyusul Soppeng, Wajo pada tanggal 10
Mei 1610 dan Bone Islam pada tanggal 23 November 1611.
Dengan terbentuknya komunitas Muslim pada beberapa daerah di Indonesia,
hal itu mendorong pembentukan kerajaan Islam, Pasai, Perlak di Aceh.
Dengan berdirinya kerajaan Islam di Indonesia ini, maka fase perkembangan
Islam selanjutnya yaitu fase perkembangan Islam dan politik.
Perkembangan agama Islam di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga tahap.
Tahap pertama, penyebaran Islam masih relatif di Kota Pelabuhan. Kota pelabuhan
juga menjadi istana kerajaan yang kemudian berkembang menjadi pusat pendidikan
dan penyebaran Islam didatangi murid-murid yang nantinya akan menjadi
penceramah yang nantinya menyebarkan Islam ke daerah-daerah lain. Tahap kedua,
perkembangan Islam ketika VOC makin mantap menjadi penguasa di Indonesia. VOC
merupakan salah satu kekuatan yang ikut bersaing dalam kompetisi dagang dan
politik di kerajaan Islam Nusantara. Tahap ketiga, terjadi pada awal abad 20, ketika
terjadi liberalisasi kebijaksanaan Belanda.10
E. Biografi Walisongo
10
Asfiati, “Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia”, (Jakarta: Jurnal Thariqah Ilmiah, Vol. 1,
No. 2, 2014), hlm. 24-27.

13
a. Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik)
Atau Makdum Ibrahim As-Samarqandy, yang dalam Babad Tanah Jawi
disebut Makdum Ibrahim Asmara, dan sesekali disebut Asmarakandi, mengikuti
pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarqandy, berubah menjadi Asmarakandi.
Maulana Maaghribi datang ke Jawa tahun 1404 M. Beberapa versi
menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang
ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, saat itu masih berada dalam wilayah
kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, dalam wilayah administratif
daerah Leran, Kecamatan Manyar, 9 kilometer kita Gresik.

Sifatnya lembut, belas kasih, dan ramah kepada semua orang, baik sesama
muslim atau non muslim membuatnya terkenal sebagai tokoh masyarakat yang
disegani dan dihormati. Kepribadiannya yang baik itulah yang menarik hati
penduduk setempat sehingga mereka berbondong-bondong dengan sukarela
masuk agama Islam dan menjadi pengikut yang setia. Beliau menetap di Gresik
dengan mendirikan masjid dan pessantren untuk mengajarkan agama Islam
kepada masyarakat sampai ia wafat.

Maulana Malik Ibrahim wafat pada hari Senin, 1 Rabiul Awal 822 H/1419
M, dan dimakamkan di Gapura Weta, Gresik, Jawa Timur.

b. Sunan Ampel (Raden Rahmat)

Setelah Syekh Maulana Malik Ibrahim wafat, maka SUNAN ampel


diangkat sebagai sesepuh walisongo, sebagai mufti atau pemimpin agama Islam di
pulau Jawa. Nama Ampel atau Ampel Denta atau Ngampel Denta itu dinisbatkan
kepada tepat tinggalnya, sebuah nama tempat dekat Surabaya. Sunan Ampel lahir
pada tahun 1401 di Campa.

Menurut tradisi, Sunan Ampel sangat berpengaruh di kalangan istana


Majapahit, bahakan istrinya pun berasal dari kalangan istana, bernama Nyai
Ageng Manila putri seorang Adipati di Tuban, bernama Arya Teja.

Sunan Ampel mendirikan pesantren dan juga mendirikan Masjid Agung


Demak pada tahun 1479 M. Bersama wali-wali yang lain.

14
Sunan Ampel juga yang pertama kali menciptakan Huruf Pegon atau
tulisan Arab berbunyi bahasa Jawa. Dengan huruf pegon ini, ia dapat
menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada para muridnya.

Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan


dimakamkan di sebelah Masjid Ampel Surabaya, kini komplek makamnya
menempati areal seluas 1.000 meter persegi, bersama ratusan santrrinya.

c. Sunan Giri

Sunan Giri adalah nama seorang Walisongo dan pendiri kerajaan Giri
Kedaton, yang berkedudukan di Desa Giri, Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa
Timur. Ia lahir di Blambangan tahun 1442. Sunan Giri mempunyai beberapa nama
panggilan diantaranya Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, Raden
Ainul Yaqin dan Joko Samudra.

Saat mulai remaja diusianya yang 12 tahun, Joko Samudra dibawa ibu
angkatnya ke Surabaya untuk berguru ilmu agama kepada Raden Rahmat atas
permintaannya sendiri. Kemudiaan berguru kepada ayahnya.

Setelah 3 tahun berguru kepada ayahnya, Raden Paku diperintahkan


gurunya kembali ke Jawa untuk Syiar Islam di tanah Jawa. Setelah berguru
dengan ayahnya, belia kembali ke Jawa kemudian mendirikan sebuah pesantren
Giri di sebah perbukitan Desa Sidomukti, Kebomas. Dalam bahasa Sansekerta,
kata Giri berarti gunung atau bukit. Sejak itulah ia dikenal masyarakat dengan
sebutan Sunan Giri.

Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetauannya yang luas dalam ilmu


Fiqih. Orang-orangpun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Faqih. Terdapat
beberapa karya seni tradisional Jawa yang sering dianggap berhubungan dengan
Sunan Giri diantaranya adalah permainan anak seperti Jelungan, cublak suweng,
lir ilir serta beberapa gending instrumental seperti Asmaradana dan Pucung
bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran Islam.

15
Sunan Giri wafat pada tahun 1506 M, dalam usia 63 tahun dan
dimakamkan diatas bukit dalam cungkup berarsitektur yang sangat unik. 11

d. Sunan Bonang atau Makhdum Ibrahim (w.1525 M)


Raden Maulana Makhdum Ibrahim adalah putra Sunan Ampel dari istri
yang bernama Dewi Candrawati. Sunan Bonang dikenal sebagai ahli Ilmu Kalam
dan Ilmu Tauhid. Maulana Makhdum Ibrahim banyak belajar di Pasai, kemudian
sekembalinya dari Pasai, Maulana Makhdum Ibrahim mendirikan pesantren di
daerah Tuban. Santri yang belajar pada pesantren Maulana Makhdum Ibrahim,
berasal dari penjuru daerah di Tanah Air.

Dalam menjalankan kegiatan dakwahnya Maulana Makhdum Ibrahim


(Sunan Bonang) mempunyai keunikan dengan cara mengubah nama-nama dewa
dengan nama-nama malaikat sebagaimana yang dikenal dalam Islam. Hal ini
dimaksudkan sebagai upaya persuasif terhadap penganut ajaran Hindu dan Budha
yang telah lama dipeluk sebelumnya. Sunan Bonang meninggal pada tahun 1525
M dan dimakamkan di Tuban, daerah pesisir utara Jawa yang menjadi basis
perjuangan dakwahnya.

e. Sunan Kalijaga atau Raden Syahid (w. abad 15)

Sunan Kalijaga mempunyai nama kecil Raden Sahid, beliau juga dijuluki
Syekh Malaya. Ayahnya bernama Raden Sahur Tumenggung Wilwatikta
keturunan Ranggalawe yang sudah Islam dan menjadi bupati Tuban, sedangkan
ibunya bernama Dewi Nawangrum. Sunan kalijaga merupakan salah satu wali
yang asli orang Jawa. Sebutan Kalijaga menurut sebagian riwayat berasal dari
rangkaian bahasa Arab qadi zaka yang artinya ‘pelaksana’ dan ‘membersihkan’.
Menurut pendapat masyarakat Jawa memberikan arti kata qadizaka dengan Kata
Kalijaga, mempunyai arti pemimpin atau pelaksana yang menegakkan kesucian
atau kebersihan. Sunan Kalijaga meninggal pada pertengahan abad XV dan
makamnya ada di desa Kadilangu, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

f. Sunan Drajad atau Raden Qasim (w. 1522 M)

11
Budi Sulistiono, “Walisongo Dalam Pentas Sejarah Nusantara”, (Jakarta: Jurnal Dakwah Islam, Vol.
3, No. 2, 2019), hlm. 15-20.

16
Sunan Drajad memiliki nama asli Raden Qasim. Disebut Sunan Drajad
karena beliau berdakwah di daerah Drajad kecamatan Paciran Lamongan.
Masyarakat juga menyebutnya sebagai Sunan Sedayu, Raden Syarifudin, Maulana
Hasyim, Sunan Mayang Madu. Raden Qasim adalah putra Sunan ampel dari istri
kedua yang bernama Dewi Candrawati. Raden Qasim mempunyai enam saudara
seayah-seibu, diantaranya Siti Syareat (istri R. Usman Haji), Siti Mutma’innah
(istri R. Muhsin), Siti Sofiah (istri R. Ahmad, Sunan Malaka) dan Raden Maulana
Makdum Ibrahim (Sunan Bonang). Di samping itu, ia mempunyai dua orang
saudara seayah lain ibu, yaitu Dewi Murtasiyah (istri R. Fatah) dan Dewi
Murtasimah (istri Sunan Giri). Sedangkan istri Sunan Drajad, yaitu Dewi Shofiyah
putri Sunan Gunung Jati.

g. Sunan Kudus atau Raden Ja’far Shadiq (w.1550 M)


Sunan Kudus biasa juga dikenal Ja’far Sadiq atau Raden Undung, beliau
juga dijuluki Raden Amir Haji sebab ia pernah bertindak sebagai pimpinan
Jama’ah Haji (Amir). Ia dikenal sebagai seorang pujangga cerdas yang luas dan
mendalam keilmuannya.

Ja’far Sadiq (Sunan Kudus) merupakan putra Raden Usman Haji yang
menyebarkan agama Islam di daerah Jipang Panolan, Blora, Jawa Tengah. Dalam
silsilah, Sunan Kudus masih keturunan Nabi Muhammad Saw. Tercatat detail
dalam silsilah: Ja’far Sadiq bin R. Usman Haji bin Raja Pendeta bin Ibrahim as-
Samarkandi bin Maulana Muhammad Jumadal Kubra bin Zaini al-Husein bin
Zaini al-Kubra bin Zainul Alim bin Zainul Abidin bin Sayid Husein bin Ali ra.

Sunan Kudus juga dikenal dengan julukan wali al-ilmi, karena sangat
menguasai ilmu-ilmu agama, terutama tafsir, fikih, usul fikih, tauhid, hadits, serta
logika. Sunan Kudus juga dipercaya sebagai panglima perang Kesultanan Demak.
Ia mendapat kepercayaan untuk mengendalikan pemerintahan di daerah Kudus,
sehingga ia menjadi pemimpin pemerintahan (Bupati) sekaligus pemimpin agama.
Sunan Kudus meninggal di Kudus pada tahun 1550, makamnya berada di dalam
kompleks Masjid Menara Kudus.

h. Sunan Muria atau Raden Umar Said (w. abad 15)

17
Sunan Muria adalah putera Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Nama
aslinya adalah Raden Umar Said, semasa kecil ia biasa dipanggil Raden Prawoto.
Dikenal sebagai Sunan Muria karena pusat dakwah dan bermukim beliau di Bukit
Muria. Dalam dakwah, beliau seperti ayahnya. Ibarat mengambil ikan “tidak
sampai keruh airnya”. Dalam sejarah tidak diketahui secara persis tahun
meninggalnya dan menurut perkiraan, Sunan Muria meninggal pada abad ke-16
dan dimakamkan di Bukit Muria, Kudus.

i. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah (w. 1570 M)

Dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati, nama asli beliau adalah Syarif
Hidayatullah. Beliau adalah salah seorang dari Walisanga yang banyak
memberikan kontribusi dalam menyebarkan agama Islam di pulau Jawa,
khususnya di daerah Jawa Barat. Syarif Hidayatullah dikenal sebagai pendiri
Kesultanan Cirebon dan Banten.

Dalam bukunya Sadjarah Banten, Hoesein Djajadiningrat menyatakan


kedua nama yaitu Fatahillah dan Nurullah merupakan nama satu orang. Nama
aslinya adalah Nurullah, kemudian dikenal juga dengan nama Syekh Ibnu
Maulana. Nurullah yang kemudian dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati
berasal dari Pasai. Penguasaan Portugis atas Malaka pada 1511 dan akhirnya Pasai
pada tahun 1521 membuat Nurullah tidak tinggal lama di Pasai. Beliau segera
berangkat ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji. Setelah kembali dari Tanah
Suci pada tahun 1524, lalu langsung menuju Demak dan beristri adik Sultan
Trenggana. Atas dukungan dari Sultan Trenggana, beliau berangkatlah ke Banten
untuk mendirikan sebuah pemukiman muslim. Kemudian dari Banten, Nurullah
melebarkan pengaruhnya ke daerah Sunda Kelapa. Di sini, pada tahun 1526 dia
berhasil mengusir bangsa Portugis yang hendak mengadakan kerja sama dengan
Raja Padjajaran. Berkat kemenangannya ini, Nurullah mengganti nama Sunda
Kelapa menjadi Jayakarta. Di Banten, beliau meninggalkan putranya yang
bernama Hasanuddin untuk memimpin Banten. Sunan Gunung Jati wafat di
Cirebon pada tahun 1570 dan usianya diperkiran sekitar 80 tahun. Makamnya

18
terdapat di kompleks pemakaman Wukir Sapta Pangga di Gunung Jati, Desa
Astana Cirebon, Jawa Barat.12

F. Strategi Dakwah Walisongo


Strategi dakwah walisongo dapat diartikan menjadi segala cara yang ditempuh
oleh para wali untuk mengajak manusia ke jalan Allah dengan memanfaatkan segala
sumber daya yang dimiliki. Beberapa strategi walisongo dalam pelaksanaan
dakwahnya antara lain sebagai berikut:
a. Pertama, pembagian wilayah dakwah.
Para walisongo dalam melakukan aktivitas dakwahnya sangat
memperhitungkan wilayah strategis. Beranjak dari sinilah, para walisongo
melakukan pemilihan wilayah dakwahnya dipertimbangkan pula dengan faktor
geostrategi yang sesuai dengan kondisi zamannya.
b. Kedua, sistem dakwah dilakukan dengan pengenalan ajaran Islam melalui
pendekatan persuasif yang berorientasi pada penanaman aqidah Islam yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Rangkaian penggunaan sistem
dakwah ini, misalnya kita dapati ketika Raden Rahmat atau Sunan Ampel dan
kawan-kawan berdakwah kepada Adipati Aria Damar sudi masuk Islam bersama
istrinya, yang diikuti pula oleh hampir seluruh anak negerinya.
c. Ketiga, melakukan perang idiologi untuk memberantas etos dan nilai-nilai
dogmatis yang bertentangan dengan aqidah Islam, dimana para ulama harus
menciptakan mitos dan nilai-nilai tandingan baru yang sesuai dengan Islam.
d. Keempat, melakukan pendekatan terhadap para tokoh yang dianggap mempunyai
pengaruh di suatu tempat dan berusaha menghindari konflik. Salah satu asa/misi
yang dicanangkan oleh walisongo yaitu menghindari konflik-konflik dengan cara
melakukan pendekatan kepada para tokoh setempat, diilhami oleh para Rasulullah
untuk memperkuat kedudukan Islam di tengah peradaban Jahiliyah dewasa itu,
yang kenyataannnya relevan juga untuk diterapkan di Jawa oleh para wali, meski
dengan taktik yang disesuaikan.
e. Kelima, berusaha menguasai kebutuhan-kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan
oleh masyarakat, baik kebutuhan yang bersifat material maupun spiritual. Faktor
kebutuhan pokok amat vital bagi masyarakat kala itu adalah menyangkut masalah

12
https://pakjwsi.blogspot.com/2020/09/biografi-teladan-spiritual-dan-fase.html?m=1, diakses pada tanggal 2,
April 2022, pukul 20.04 WIB.

19
air, baik air sebagai kebutuhan keluarga sehari-hari maupun sebagai irigasi
pertanian.13

G. Peran Walisongo Dalam Penyebaran Agama Islam di Indonesia


Beberapa peran walisongo dalam berbagai bidang diantaranya:
a. Bidang Pendidikan
Peran walisongo di bidang pendidikan terlihat dari aktivitas mereka dalam
mendirikan pesantren, seperti yang dilakukan oleh Sunan Ampel, Sunan Giri, dan
Sunan Bonang. Sunan Ampel mendirikan pesantren di Ampel Denta yang dekat
dengan Surabaya yang sekaligus menjadi pusat penyebaran islam yang pertama di
Pulau Jawa. Di tempat inilah beliau mendidik pemuda-pemudi Islam sebagai
kader, untuk kemudian disebarkan ke berbagai tempat di seluruh Pulau Jawa.
b. Bidang Politik
Pada masa pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa,
Walisongo mempunyai peranan yang sangat besar. Diantara mereka menjadi
penasehat raja bahkan ada yang menjadi raja, yaitu Sunan Gunung Jati. Sunan
Ampel sangat berpengaruh dikalangan istana Majapahit.
c. Bidang Dakwah
Peran walisongo yang cukup dominan yaitu dibidang dakwah. Sebagai
mubaligh walisongo berkeliling dari satu daerah ke daerah lain dalam
menyebarkan agama Islam. Sunan Muria dalam upaya dakwahnya selalu
mengunjungi desa-desa terpencil. Salah sau karya yang bersejarah dari walisongo
adalah mendirikan masjid Demak. Hampir semua walisongo terlibat didalamnya.
Adapun sarana yang dipergunakan dalam dakwah berupa pesantren-pesantren
yang dipimpin oleh walisongo dan melalui media kesenian seperti wayang.
Mereka memanfaatkan pertunjukan-pertunjukan tradisional sebagai media dakwah
Islam dengan membungkuskan nafas Islam ke dalamnya. Syair dari lagu gamelan
ciptaan para wali tersebut berisi pesan tauhid, sikap menyembah Allah, dan tidak
menyekutukannya atau menyembah yang lain. 14

13
Hatmansyah, “Strategi dan Metode Dakwah Walisongo”, (Surabaya: Jurnal Al-Hiwar, Vol. 3, NO. 5,
2015), hlm. 12-13.
14
Budi Harianto, dan Nurul Syalafiyah, “Walisongo: Strategi Dakwah Islam di Nusantara”, (Nganjuk:
Jurnal Komunikasi Islam, Vol. 1, No. 2, 2020), hlm. 43-44.

20
H. Teladan Spiritual dan Intelektual

Walisanga memberikan peranan yang sangat besar terhadap perkembangan


dan penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di tanah Jawa. Mereka mempunyai
kemampuan spiritual dan juga intelektual yang mumpuni, hal tersebut tercermin dari
karya-karya mereka dalam menciptakan lagu, cerita wayang, dan simbol-simbol
agama lain yang mengandung ajaran-ajaran Islam. Selain ahli dalam bidang
keagamaan, kesenian maupun teknologi juga ahli tata negara. Raden Patah
menjadikan Sunan Kalijaga sebagai penasehat kerajaan, ia menjadi tempat bertanya
bagi raja, terutama dalam masalah-masalah keagamaan maupun politik. Bahkan
diantara mereka ada yang mendirikan kerajaan dan bahkan menjadi raja pertamanya,
seperti Sunan Gunung Jati.

Dalam menjalankan dakwah di Jawa, para walisanga lebih mengedepankan


kearifan lokal dalam menyikapi persoalan yang berkaitan dengan perbedaan antara
ajaran Islam dengan tradisi setempat. Sebagai seorang sufi, para wali bersikap toleran
dalam menjalankan dakwah. Bahkan tidak jarang, seni dan tradisi setempat dijadikan
media dakwah untuk menarik masyarakat masuk Islam. Memahami dan menghayati
biografi, sejarah, perjuangan, dan peranannya dalam mengembangkan Islam di
Indonesia, maka dapat diambil hikmah dan pelajaran untuk dijadikan teladan.

1. Semangat yang sangat tinggi dalam mengembangkan ajaran Islam di Indonesia.

2. Sikap keikhlasan para wali yang mewarnai perjuangannya tanpa pamrih, bahkan
berani berkorban demi umat.

3. Sikap keberanian para wali dalam melindungi dan mempertahankan wilayah Islam
dari penjajahan asing.

4. Semangat spiritual para wali tidak pernah putus, hubungan dekat dengan Allah Swt.
sangat menentukan keberhasilan dakwahnya.

5. Kemampuan para wali dalam melihat situasi umat, dan cepat menemukan solusi
tepat untuk kemajuan dakwah Islam. Pemilihan metode dakwah yang tepat, kreatif,
dan persuasif, yang membuahkan hasil maksimal.

6. Cara dakwah Sunan Muria dengan mencari daerah-daerah pedalaman dan desa-
desa terpencil sangat penting ditiru agar tidak didahului dakwah umat lain.

21
7. Sikap solidaritas dan kepedulian sosial para wali yang tinggi terhadap nasib rakyat
untuk membantu dan menyantuninya.

8. Sikap para wali menjalin hubungan dengan penguasa dan para raja sangat
membantu keberhasilan dakwah.

9. Adanya jadwal pembagian wilayah dakwah agar Islam tersebar merata ke seluruh
wilayah Indonesia.15

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ada dua pendapat mengenai masuknya islam di Indonesia. Pertama, pendapat
lama yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 M.
Beberapa teori masuknya Islam di Indonesia yaitu: teori Gujarat/India, Teori
Bengal, Teori Arab, Teori Persia, Teori Cina. Adapun jalur-jalur yang dilakukan

15
https://pakjwsi.blogspot.com/2020/09/biografi-teladan-spiritual-dan-fase.html?m=1, diakses pada tanggal 2,
April 2022, pukul 20.04 WIB.

22
oleh para penyebar Islam yang mula-mula di Indonesia adalah sebagai berikut:
melalui jalur perdagangan, Jalur perkawinan, jalur tasawuf, jalur pendidikan, jalur
kesenian, jalur politik.
Beberapa proses yang dilakukan kalangan salafi dalam menyebarkan ajaran
Islam sesuai dengan manhaj salaf al-sholih yaitu dengan pendidikan (tarbiyah) dan
pemurnian (tasfiyah): Halaqah dan Daurah, Mendirikan yayasan, Mendirikan dan
mengembangkan media siaran.
Perkembangan agama Islam di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga tahap.
Tahap pertama, penyebaran Islam masih relatif di Kota Pelabuhan. Tahap kedua,
perkembangan Islam ketika VOC makin mantap menjadi penguasa di Indonesia.
Tahap ketiga, terjadi pada awal abad 20, ketika terjadi liberalisasi kebijaksanaan
Belanda.
Biografi Walisongo:
1. Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik)
Atau Makdum Ibrahim As-Samarqandy. Maulana Maaghribi datang ke
Jawa tahun 1404 M. Sifatnya lembut, belas kasih, dan ramah kepada semua
orang, baik sesama muslim atau non muslim. Maulana Malik Ibrahim wafat
pada hari Senin, 1 Rabiul Awal 822 H/1419 M, dan dimakamkan di Gapura
Weta, Gresik, Jawa Timur.
2. Sunan Ampel (Raden Rahmat)
Sunan Ampel lahir pada tahun 1401 di Campa. Sunan Ampel
mendirikan pesantren dan juga mendirikan Masjid Agung Demak pada tahun
1479 M. Bersama wali-wali yang lain. Sunan Ampel diperkirakan wafat pada
tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di sebelah Masjid Ampel Surabaya.
3. Sunan Giri
Ia lahir di Blambangan tahun 1442. Sunan Giri mempunyai beberapa
nama panggilan diantaranya Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih,
Raden Ainul Yaqin dan Joko Samudra. Dalam keagamaan, ia dikenal
karena pengetauannya yang luas dalam ilmu Fiqih. Sunan Giri wafat pada
tahun 1506 M, dalam usia 63 tahun.
4. SunanBonang atau Makhdum Ibrahim (w.1525 M)
Raden Maulana Makhdum Ibrahim adalah putra Sunan Ampel dari istri
yang bernama Dewi Candrawati. Maulana Makhdum Ibrahim banyak belajar
di Pasai, kemudian sekembalinya dari Pasai, Maulana Makhdum Ibrahim

23
mendirikan pesantren di daerah Tuban. Sunan Bonang meninggal pada tahun
1525 dan dimakamkan di Tuban, daerah pesisir utara Jawa yang menjadi basis
perjuangan dakwahnya.
5. Sunan Kalijaga atau Raden Syahid (w. abad 15)
Sunan Kalijaga mempunyai nama kecil Raden Sahid, beliau juga
dijuluki Syekh Malaya. Sunan Kalijaga meninggal pada pertengahan abad XV
dan makamnya ada di desa Kadilangu, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
6. Sunan Drajad atau Raden Qasim (w. 1522 M)
Sunan Drajad memiliki nama asli Raden Qasim. Disebut Sunan Drajad
karena beliau berdakwah di daerah Drajad kecamatan Paciran Lamongan.
Masyarakat juga menyebutnya sebagai Sunan Sedayu, Raden Syarifudin,
Maulana Hasyim, Sunan Mayang Madu. Istri Sunan Drajad, yaitu Dewi
Shofiyah putri Sunan Gunung Jati.
7. Sunan Kudus atau Raden Ja’far Shadiq (w.1550 M)
Sunan Kudus biasa juga dikenal Ja’far Sadiq atau Raden Undung,
beliau juga dijuluki Raden Amir Haji sebab ia pernah bertindak sebagai
pimpinan Jama’ah Haji (Amir). Dikenal sebagai seorang pujangga cerdas yang
luas dan mendalam keilmuannya. Sunan Kudus meninggal di Kudus pada
tahun 1550, makamnya berada di dalam kompleks Masjid Menara Kudus.
8. Sunan Muria atau Raden Umar Said (w. abad 15)
Sunan Muria adalah putera Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Nama
aslinya adalah Raden Umar Said, semasa kecil ia biasa dipanggil Raden
Prawoto. Dalam dakwah, beliau seperti ayahnya. Ibarat mengambil ikan “tidak
sampai keruh airnya”. Dalam sejarah tidak diketahui secara persis tahun
meninggalnya dan menurut perkiraan, Sunan Muria meninggal pada abad ke-
16 dan dimakamkan di Bukit Muria, Kudus.
9. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah (w. 1570 M)
Dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati, nama asli beliau adalah
Syarif Hidayatullah. Syarif Hidayatullah dikenal sebagai pendiri Kesultanan
Cirebon dan Banten. Sunan Gunung Jati wafat di Cirebon pada tahun 1570
dan usianya diperkiran sekitar 80 tahun. Makamnya terdapat di kompleks
pemakaman Wukir Sapta Pangga di Gunung Jati, Desa Astana Cirebon, Jawa
Barat.

24
Beberapa strategi walisongo dalam pelaksanaan dakwah sebagai berikut: 1.)
pembaian wilayah dakwah. 2.) sistem dakwah dilaukan dengan pengenalan ajaran
Islam melalui pendekatan persuasif. 3.) melakukan perang idiologi untuk
memberantas etos dan nilai-nilai dogmatis yang bertentangan dengan aqidah Islam
5.) berusaha menguasai kebutuhan-kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat.
Beberapa peran walisongo dalam berbagai bidang diantaranya dalam Bidang
Pendidikan, Bidang Politik, Bidang Dakwah

Walisongo dapat diambil hikmah dan pelajaran untuk dijadikan teladan:

1. Semangat yang sangat tinggi dalam mengembangkan ajaran Islam di


Indonesia.
2. Sikap keikhlasan para wali yang mewarnai perjuangannya tanpa pamrih
3. Sikap keberanian para wali dalam melindungi dan mempertahankan wilayah
Islam dari penjajahan asing.
4. Semangat spiritual para wali tidak pernah putus, hubungan dekat dengan
Allah Swt. sangat menentukan keberhasilan dakwahnya.
5. Kemampuan para wali dalam melihat situasi umat, dan cepat menemukan
solusi tepat untuk kemajuan dakwah Islam.
6. Cara dakwah Sunan Muria dengan mencari daerah-daerah pedalaman dan
desa-desa terpencil sangat penting ditiru agar tidak didahului dakwah umat
lain.
7. Sikap solidaritas dan kepedulian sosial para wali yang tinggi terhadap nasib
rakyat untuk membantu dan menyantuninya.
8. Sikap para wali menjalin hubungan dengan penguasa dan para raja sangat
membantu keberhasilan dakwah.
9. Adanya jadwal pembagian wilayah dakwah agar Islam tersebar merata ke
seluruh wilayah Indonesia.
B. SARAN
Kami selaku penulis memberikan saran kepada selruh pelajar khususnya
pelajar tingkat MTs/MA, Mahasiswa, maupun masyarakat umum agar tidak
melupakan sejarah Penyebaran Islam di Indonesia serta tidak melupakan jasa-jasa
Walisongo dalam menyebarkan Islam di Indonesia.

25
Kami juga menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan dalam
pembuatan makalah ini, Maka dari itu, kami mengharapkan saran yang
membangun dari para pembaca guna perbaikan pembuatan makalah di waktu
mendatang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

26
DAFTTAR PUSTAKA

Asfiati, 2014, “Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia”, Jurnal Thariqah


Ilmiah, Vol. 1, No. 2

Budi Harianto, 2020, dan Nurul Syalafiyah, “Walisongo: Strategi Dakwah Islam di
Nusantara”, Jurnal Komunikasi Islam, Vol. 1, No. 2

Budi Sulistiono, 2019, “Walisongo Dalam Pentas Sejarah Nusantara”, Jurnal Dakwah
Islam, Vol. 3, No. 2, hlm. 15-20.

Fauziah Nasution, 2020, “Kedatangan dan Perkembangan Islam di Indonesia”, Jurnal


Dakwah dan Pengembangan Sosial Kemanusiaan, Vol. 11, No. 1, hlm. 28-29.

Hatmansyah, 2015, “Strategi dan Metode Dakwah Walisongo”, Jurnal Al-Hiwar, Vol.
3, NO. 5, hlm. 12-13.

https://pakjwsi.blogspot.com/2020/09/biografi-teladan-spiritual-dan-fase.html?m=1,
diakses pada tanggal 2, April 2022, pukul 20.04 WIB.

Muhammad Ali Chozin, 2003, “Strategi Dakwah Salafi di Indonesia”, Jurnal


Dakwah, Vol. 17, No. 1, hlm. 15-21.

Mukhlis Paeni. 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia, (Religi dan Filsafat), Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada

Mukhlis Paeni. 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia, (Sistem Sosial), Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada

Nurkhalis A. Ghaffar, 2015, “Tasawuf dan Penyebaran Islam di Indonesia”, Jurnal


Rihlah, Vol. 3, No. 1, hlm. 70-72.

Rahmah Ningsih, 2021, “Kedatangan dan Perkembangan Islam di Indonesia”, Jurnal


Forum Ilmiah, Vol. 18, No. 2, hlm. 213.

Samsul Munir Amin. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Sinar Grafika Offset

Tatang Ibrahim. 2009. Sejarah Kebudayaan Islam, Madrasah Tsanawiyah Untuk Kelas IX
Semester 1 dan 2, Bandung: CV ARMICO

27

Anda mungkin juga menyukai