Anda di halaman 1dari 24

Makalah Tarikh Tasyri

Perkembangan Hukum Islam Di Indonesia


Dosen pengampu:

Drs. Sudianto, M.A


DISUSUN
OLEH:

SAPHIRA HUSNA NASUTION 0201192047

SILVIA MAWADDAH 0201193147

AKHWALUL SYAKSIYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur yang dalam kami sampaikan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha
Pemurah, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul Perkembangan Hukum Islam Di Indonesia.
Shalawat dan salam saya persembahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang membawa
risalah Islam sebagai pedoman hidup untuk meraih keselamatan hidup di dunia dan juga di
akhirat kelak.
Alhamdulillah, atas izin Allah SWT, kami dapat menyelesaikan tugas ini. Sebuah
makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Tarikh Tasyrik. Tugas ini disusun
untuk bertujuan sebagai alternatif dalam memahami dan mengetahui lebih dalam tentang
salah satu materi daripada mata kuliah.

Dalam penyusunan tugas ini, juga tidak luput dari adanya berbagai macam sumber
seperti mengenai sebagai referensi untuk memperkuat dan membuka cakrawala kami
dalam menganalisis tentang materi dalam karya tulis ini. Sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan mudah dan menyusunnya menjadi sebuah tugas seperti
ini. Semoga dengan kehadiran tugas ini dapat menambah ilmu tentang hal tersebut..

Dengan segala keterbatasan yang ada, kami menyadari bahwa dalam penulisan ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik senantiasa kami harapkan.
Semoga tugas yang kami kerjakan dapat bermanfaat bagi kami dan pembacanya. Aamiin.

Medan, Juni 2022

Penyusun

Kelompok IX

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul ....................................................................................... i

Kata Pengantar ....................................................................................... ii

Daftar Isi ................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................... 2

C. Tujuan ...................................................................................... 2

D. Metodologi Penyusunan Makalah ............................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Kedatangan Islam di Indonesia ................................................ 6

B. Zaman Kerajaan Islam

1. Kerajaan Samudera Pasai ................................................... 7


2. Kerajaan Aceh .................................................................... 7
3. Kerajaan Demak ................................................................. 8
4. Kerajaan Pajang .................................................................. 9
5. Kerajaan Mataram .............................................................. 9
6. Kerajaan Ternate dan Tidore .............................................. 9
C. Zaman Kolonial (Belanda dan Jepang) ....................................... 14
D. Pasca Zaman Kemerdekaan ........................................................ 16
E. Masa Reformsi-Sekarang ............................................................ 17
F. Faktor Pendorong dan Penghambat Hukum Islam di Indonesia 18

BAB III KESIMPULAN


A. Kesimpulan .............................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jazirah arab sebelum kedatangan agam islam merupakan sebuah kawasan
perlintasan dalam jalan sutera yang menjadikan satu antara Indo Eropa dengan
kawasan Asia di Timur. Kebanyakan orang Arab merupakan penyembah berhala
dan ada sebagian yang merupakan pengikut agama-agama kristen dan Yahudi.
Islam bermula pada tahun 611 ketika wahyu pertama diturunkan kepada rasul
yang terakhir yaitu Muhammad bin Abdullah di Gua Hira’, Arab Saudi.
Muhammad dilahirkan di Mekkah pada tanggal 12 Rabiul awal tahun Gajah (571
Masehi). Ia dilahirkan di tengah-tengah suku Quraish pada zaman jahiliyah, dalam
kehidupan suku-suku padang pasir yang suka berperang dan menyembah berhala.
Muhammad dilahirkan dalam keadaan yatim, sebab ayahnya Abdullah wafat ketika
Ia masih berada dalam kandungan. Setelah Nabi Muhammad diangkat menjadi
Rasul pada usianya yang ke-40, beliau mulai menyebarkan agama rahmatan lil
alamin ini dengan Ruh dakwah yang sangat luar biasa. Sehingga banyak dari
kalangan orang Quraish yang luluh hatinya karena Ruh dakwah Nabi Muhammad
dan kemudian masuk islam.
Sepeninggalan Nabi agung Muhammad SAW tepatnya pada 632 M silam,
kepemimpinan agama Islam tidak berhenti begitu saja. Penyebaran agama Islam
diteruskan oleh para khalifah dan disebarkan ke seluruh penjuru dunia termasuk
Indonesia. Hebatnya baru sampai abad ke 8 Islam telah menyebar ke seluruh afrika,
timur tengah, dan benua Eropa. Baru pada Dinasti Ummayah perkembangan
islammasuk ke nusantara.
Zaman dahulu Indonesia dikenal sebagai daerah yang terkenal akan hasil
rempah-rempahnya, sehingga banyak sekali para pedagang dan saudagar dari
seluruh penjuru datang ke Kepulauan Indonesia untuk berdagang. Hal tersebut juga
menarik pedagang asal Arab, Gujarat, dan juga Persia. Sambil berdagang para
pedagang muslim sembari berdakwah untuk mengenalkan ajaran Islam kepada para
penduduk.

4
Masuknya islam di Indonesia berlangsung secara damai dan menyesuaikan
dengan adat serta istiadat penduduk lokal. Dari masa ketika Kerajaan budha dan
hindu memimpin di berbagai daerah nusantara, peran islam ketika masa
pendudukan belanda dan jepang hingga setelah kemerdekaan Indonesia sangatlah
terasa hingga saat ini. Terlihat sekali dari banyaknya penduduk Indonesia yang
memeluk agama islam, bahkan menjadi yang terbanyak di dunia. Semua yang
berhubungan dengan islam sudah sangat diterima oleh penduduk Indonesia.
Penting rasanya kita sebagai umat islam mengetahui sejarah dari perkembangan
islam di nusantara kita ini. Mulai dari awal datangnya hingga penerapan hukum-
hukumnya yang langsung dapat diterima oleh masyarakat indonesuia itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana urutan perkembangan hukum islam di Indonesia?
2. Faktor apa saja yang mendorong dan menghambat perkembangan hukum islam di
Indonesia?
C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana urutan perkembangan hukum islam di Indonesia.
2. Mengetahui faktor-faktor pendorong dan penghambat perkembangan hukum islam
di Indonesia.

5
BAB II

PEMBAHASAN

Permasalahan mengenai perkembangan hukum islam di Indonesia masih banyak


mengalami perdebatan karena tidak lengkapnya karya-karya sejarah dalam memaparkan
perkembangan hukum islam di Indonesia. Dalam contohnya, menurut Prof. DR. Abdul
Ghofur Anshori, M.H dan Yulkarnain Harahab, S.H, M.Si terdapat beberapa periode
dalam perkembangan hukum islam di Indonesia.

Dalam tulisan ini dipakai periodesasi tersendiri yaitu dimulai dengan kedatangan
Islam di Indonesia, kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia sebelum dan pada zaman
penjajahan Belanda (termasuk pada zaman penjajahan Jepang), Islam di Indonesia zaman
modern dan konemporer (zaman kemerdekaan)1.

Apabila ditelusuri, masuk dan berkembangnya Islam di Nusantara ini setidaknya


melalui dua cara. Pertama, penyebarannya melalui perdagangan sambil melakukan syiar
Islam (dakwah). Cara pertama ini, umumnya terjadi di daerah Sumatra dan Sulawesi.
Kedua, melalui jalur kekuasaan. Praktek ini dilakukan di Pulau Jawa2.

Perkembangan agama Islam yang melalui jalan kerajaan memang lumayan mudah
berkembangnya walaupun sebagian besar masyarakat Indonesia sangat kental dengan
ajaran nenek moyang. Pembawa Islam pada masa itu merupakan keturunan kerajaan yang
terkadang bersifat acuh terhadap orang-orang disekitarnya sehingga membiarkan.
Masyarakat sangat mempercayai hal-hal yang mistis secara turun temurun. Selain itu,
mereka mempunyai kebiasaan yang bertabiat buruk yaitu sering bermalas-malasan,
mendapat tunjangan dari majikan namun tanpa bekerja, dan yang paling parah adalah
mereka tetap bertahan dalam kondisi kasta yang rendah

1
Abdul Ghofur Anshori dan Yulkarnain Harahab, Hukum Islam (Dinamika dan Perkembangannya di
Indonesia), 2008, Jogjakarta:Kreasi Total Media, hal 87
2
Jafril Khalil, Jihad Ekonomi Islam, 2010, Jakarta:Gramata Publising, hal 9

6
A. Kedatangan Islam di Indonesia
Adapun mengenai kedatangan Islam di Indonesia belum diketahui secara
jelasnya. Karena belum ada fakta-fakta yang saling menguatkan.
Menurut J.C van Leur, diperkirakan sejak tahun 674 M ada koloni-koloni Arab
di barat laut Sumatra, yaitu Barus, daerah penghasil kapur barus yang terkenal. Dari
berita Cina bisa diketahui bahwa di masa dinasti Tang (abad 9-10 M) orang-orang Ta-
shih sudah ada di Kanton dan Sumatra. Ta-shih adalah sebutan untuk orang-orang
Arab dan Persia, yaitu ketika itu jelas sudah menjadi muslim. Perkembangan
pelayaran dan perdagangan yang bersifat internasional antara negeri-negeri di Asia
bagian barat dan timur mungkin di sebabkan oleh kegiatan kerajaan Islam di bawah
Bani Umayyah di bagian barat dan kekaisaran Cina zaman Dinasti Tang, serta
kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara3.
Penting untuk dicatat, seperti apa yang dikatakan Martin Van Bruinessen, bahwa
pada masa-masa paling awal berkembangnya Islam di Indonesia penekanannya
tampak pada tasawuf, sedangkan penekanan pada aspek fikih sebenarnya adalah
fenomena yang berkembang belakangan. Namun demikian karena tasawuf yang
berkembang di Indonesia adalah tasawuf Sunni yang menempatkan fikih pada posisi
yang signifikan dalam struktur bangunan tasawuf suni, maka sedikit banyak awal
kedatangan Islam juga telah menempatkan fikih pada posisi yang penting4.
Ada juga yang berpendapat bahwa Islam telah masuk di Indonesia pada abad ke-
13 Masehi. Dibuktikan dengan telah perkembangnya komunitas Islam pada masa
kekuaaan Hindu Jawa yaitu Majapahit. Sampai berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di
Indonesia, perkembangan agama Islam di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga fase:
a. Singgahnya pedagang-pedagang Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara.
b. Adanya komunitas islam di beberapa daerah kepulauan Indonesia.
c. Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam.

3
Badri Yatim, Sejarah Perkembangan Islam, Dirasah Islamiyah II, 2003, Jakarta:RajaGrafindo Persada, hal
193.
4
Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Pedata Islam di Indonesia, Studi Kritis Perkembangan
Hukum Islam dari Fikih UU No 1/1974 sampai KHI, 2004, Jakarta: Prenada Media, hal 3.

7
B. Zaman Kerajaan Islam
1. Kerajaan Samudera Pasai
Kesultanan Samudera Pasai, juga dikenal dengan Samudera Pasai atau
Samudera Darussalam adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara
Sumatra, kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe, Aceh Utara sekarang.
Kerajaan ini didirikan oleh Merah Silu, yang bergelar Malik al Shaleh pada sekitar
tahun 1267 dan berakhir dengan dikuasainya Pasai oleh Portugis pada tahun 1521.
Menurut Ibnu Battutah Kerajaan Samudera Pasai mempunyai peranan yang
penting dalam mengislamkan Malaka maupun pulau Jawa. Bahkan Sultan Al-
Malik al-Zahir menurut Ibnu Battutah adalah pecinta theologi dan ia senantiasa
memerangi orang kafir dan menjadikan mereka memeluk agama Islam5.
2. Kerajaan Aceh
Kesultanan Aceh merupakan kelanjutan dari Kerajaan Samudera Pasai yang
hancur pada abad ke-14. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatra dengan
ibu kota Kutaraja (Banda Aceh). Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496-1903),
Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan,
terutama karena kemampuan dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan
militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem
pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian
ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik
dengan negara lain. Pada waktu itu Aceh berhasil mengadakan kerjasama militer
dengan Turki dan Italia6.
Dalam lapangan pembinaan kesusteraan dan ilmu agama, Aceh telah
melahirkan beberapa ulama ternama, yang karangan mereka menjadi rujukan
utama dalam bidang masing-masing. Adapun sastrawan sekaligus ulama
tersebutadalah Hamzah Fanzuri dalam bukunya Tabyan Fi Ma’rifati al-Adyan,
Syamsudin al-Sumatrani dalam bukunya Mi’raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin
ar-Raniry dalam bukunya Sirat al-Mustaqim dan Syekh Abdul Rauf Singkili
dalam bukunya Mi’raj Sirat al-Mustaqim merupakan buku hukum Islam pertama

5
Mundzirin Yusuf, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia, 2006, Yogyakarta:Pustaka, hal 61

6
Abdul Ghofur Anshori dan Yulkarnain Harahab, op.cit, hal 90

8
yang disebarluaskan ke suluruh nusantara7. Kemunduran Kesultanan Aceh
bermula sejak kemangkatan Sultan Iskandar Tsani pada tahun 1641. Adapun yang
menjadi faktor penyebabnya antara lain ialah makin menguatnya kekuasaan
Belanda di pulau Sumatra dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah
Minangkabau, Siak, Deli, dan Bengkulu kepada Belanda. Faktor penting lainnya
ialah adanya perebutan kekuasaan diantara pewaris tahta kesultanan. Setelah
melakukan perang dengan negeri Belanda maupun Batavia selama 40 tahun,
Kesultanan Aceh jatuh ke pangkuan kolonial Hindia-Belanda. Sejak kemerdekaan
Indonesia pada tahun 1945, Aceh menjadi bagian dari Republik Indonesia.
3. Kerajaan Demak
Kesultanan Demak adalah kerajaan Islam pertama di Jawa yang didirikan
oleh Raden Patah pada tahun 1478. Raden Patah adalah putra Raja Majapahit
Brawijaya, dengan ibu keturunan Champa. Raden Patah meninggal tahun 1518
dan digantikan oleh menantunya Pati Unus. Pada tahun 1521 Pati Unus memimpin
penyerbuan ke Malaka melawan pendudukan Portugis. Pati Unus gugur dalam
pertempuran ini, dan digantikan oleh adik iparnya Sultan Trenggono.
Sultan Trenggono sangat berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan
Jawa Tengah. Di bawah Sultan Trenggono, Demak mulai menguasai daerah-
daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau
tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun
(1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545) dan Blambangan (kerajaan
Hindu terakhir di ujung Timur pulau Jawa). Panglima perang Demak waktu itu
adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai yang juga menjadi menantu Sultan
Trenggono. Sultan Trenggono meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah
pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan
Prawoto8.
Peninggalan Kerajaan Demak setelah gugur di bidang hukum yang
terpenting adalah disusunnya suatu himpunan undang-undang dan peraturan di
bidang pelaksana hukum yang bernama Salokantara. Sebagai kitab hukum, di
dalamnya

7
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, op.cit, hal 4
8
Abdul Ghofur Anshori dan Yulkarnain Harahab, op.cit, hal 92

9
antara lain menerangkan tentang pemimpin keagamaan yang pernah menjadi
hakim yang disebut dharmadhyaksa dan kertopapatti9.
4. Kerajaan Pajang
Kesultanan Pajang adalah kerajaan suksesor Kesultanan Demak yang
didirikan oleh Jaka Tingkir. Sebelumnya Pajang adalah daerah kadipaten di bawah
Kesultanan Demak. Tujuh tahun setelah wafatnya Jaka Tingkir, Pangeran Benowo
anak laki-laki tertuanya yang seharusnya menggantikan Ayahnya, disingkirkan
oleh Arya Pengiri. Setelah itu, terjadilah konflik yang menyebabkan Arya Pengiri
diserang oleh Sutawijaya. Hal ini menyebabkan Pajang dapat direbut dan
dipindahkan ke Mataram dan kemudian menjadi bagian dari wilayah kerajaan
Mataram. Hal ini yang meyebabkan kekuasaan Kerajaan Pajang berakhir.
5. Kerajaan Mataram
Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di Jawa yang didirikan oleh
Sutawijaya. Pada pergantian pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo,
wilayah Mataram mencakup hingga pulau Jawa dan Madura. Akibatnya gesekan
dengan VOC yang berpusat di Batavia. Maka terjadilah peperangan antara
Mataam dengan VOC. Kekacauan politik akibat dari Amangkurat II yang patuh
terhadap VOC. Kekacauan tersebut dapat diselesaikan dengan membagi wilayah
Mataram menjadi Kesultana Ngayogyakarta dan Kasunana Surakarta pada tahun
1755 yang tertuang dalam perjanjian Giyanti. Dengan ditanda tanganinya
perjanjian tersebut maka berakhirlah era Mataram sebagai satu kesatuan politik
dan wilayah.
6. Kerajaan Ternate dan Tidore

Jejak-jejak arkeologi atau bukti fisik pengaruh budaya Islam dapat dilihat
dengan berbagai bentuk tinggalan budaya Islam masa lampau baik peninggalan
kerajaan maupun peninggalan daerah negeri-negeri yang bercorak Islam. Daerah
Pusat kekuasaan Islam di wilayah Maluku Utara peninggalan arkeologi yang
monumental misalnya istana atau kedaton, masjid kuno, alqur’an kuno dan
berbagai naskah kuno lainnya, selain tentu saja berbagai benda pusaka peninggalan

9
Mundzirin Yusuf, op.cit., hal 80

10
kerajaan. Sementara itu, di wilayah Maluku bagian selatan, meskipun tidak
berkembang menjadi sebuah kesultanan dengan wilayah kekuasaan yang lebih luas,
namun pengaruh Islam dapat dilihat dengan adanya negeri-negeri bercorak
keagaaam Islam. Diantara negeri mbergabung menjadi kesatuan adat yang
menunjukkan adanya ikatan integrasi sosial yang kuat. Meskipun tidak
berkembang menjadi daerah Kesultanan namun negeri-negeri tersebut memiliki
pemerintahan dan simbol-simbol kepemimpinan tertentu. Selain itu dapat dijumpai
pula beberapa bangunan monumental peninggalan Islam yang tidak jauh berbeda
dengan peninggalan yang terdapat di pusat-pusat kekuasaan Islam diantaranya
masjid kuno, naskah kuno dan berbagai barang pusaka kerajaan

Secara arkeologis bukti-bukti kemapanan Islam dapat ditelusuri di wilayah


bekas Kerajaan Hitu. Dapat dikatakan pada wilayah bagian selatan kepulauan
Maluku, kerajaan Hitu adalah sebuah wilayah dengan keagamaan dan budaya Islam
yang paling kuat dan paling mapan. Daerah ini selama ini memang dianggap
sebagai wilayah kerajaan Islam di Pulau Ambon yang kekuasaan dan keislamannya
sejajar dengan Ternate. Di wilayah ini ditemukan bekas Masjid Kuno Tujuh
Pangkat, yang dibangun diatas bukit bernama Amahitu. Selain bekas masjid kuno
ditemukan juga naskah alquran kuno dan naskah kuno lainnya, pucuk mustaka
masjid kuno, mahkota raja, kompleks makam raja, penanggalan Islam kuno,
timbangan zakat fitrah dan lain-lain (Handoko, 2006; Sahusilawane 1996).

Dari data arkeologi ini dapat menggambarkan bahwa kerajaan Hitu merupakan
wilayah kerajaan dengan corak budaya Islam yang kuat. Sejauh ini tidak ditemui
bukti-bukti baik secara arkeologis maupun laku budaya hidup yang menunjukkan
budaya Islam bercampur baur dengan budaya non Islami. Dengan kata lain,
setidaknya budaya Islam yang berkembang di wilayah Hitu, sejauh ini tidak
menunjukkan perbedaan yang menyolok dengan daerah pusat penyebaran Islam
lainnya. Laku budaya yang ada juga lazim ditemui di daerah lain, misalnya tradisi
berziarah ke makam para Raja Hitu, merupakan kegiatan yang lazim sebagaimana
daerah lainnya seperti tradisi ziarah ke makam para wali di Jawa. Selain itu di desa
Kaitetu, yang pada masa kerajaan merupakan salah satu daerah kekuasaaan Hitu,
sampai sekarang masih berdiri kokoh Masjid Tua Keitetu yang konon dibangun
pada tahun 1414 M. Selain itu juga tersimpan naskah alquran kuno, kitab barjanzi,

11
naskah penanggalan kuno dan sebagainya. Bukti-bukti arkeologis ini menunjukkan
kemapanan Islam di wilayah tersebut. Dapat dilihat bahwa penyebaran Islam di
wilayah ini berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam seperti dalam hal dakwah.
Di wilayah Kerajaan Hitu misalnya, sangat mungkin naskah alquran kuno
merupakan bukti atau untuk media sosialisasi Islam (Handoko, 2006), begitu juga
kitab barzanji, naskah hukum Islam dan penanggalan Islam kuno. Data arkeologi
ini dapat mewakili gambaran kebudayaan Islam di wilayah pusat-pusat peradaban
Islam yang mapan keIslamannya, seperti halnya di wilayah Maluku Utara yang
diwakili terutama kerajaan Islam Ternate dan Tidore.

Sejak abad ke-13, Ternate dan juga Tidore sudah dikenal dalam kancah
perdagangan dunia sebagai pusat perdagangan rempah. Berbagai saudagar yang
berasal dari Arab, India, dan Tionghoa serta Persia datang ke wilayah ini untuk
berdagang hingga akhirnya para pedagang dari Eropa seperti Inggris, Portugis,
Belanda, dan Spanyol juga hadir di wilayah ini, khususnya untuk mencari cengkeh
dan pala.

Saat itu wilayah Maluku Utara dikenal degan nama Moluku Kie Hara yang
secara harfiah berarti gugusan empat pulau bergunung. Keempat pulau itu dikuasai
oleh empat kesultanan yaitu Kesultanan Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan yang
hingga saat ini masih berjalan. Oleh Keempat kesultanan inilah hubungan
perdagangan mulai dijalin.

Desember 1511, M de Albuquerque, wakil negara Portugis yang berkedudukan


di Malaka pertama kalinya mengirimkan ekspedisi tiga kapal menuju wilayah
Maluku. Diikuti oleh Antonio de Abreu dan Fransesco Serrao tiba di Ternate pada
tahun 1512. Pada tahun 1521, bangsa Spanyol tiba dengan Kapal Victoria dan
Trinidad di Tidore.

Mulailah terjadi persaingan hingga menimbulkan perang antara Portugis dan


Spanyol. Pada tahun 1522, Portugis yang dipimpin Antonio de Brito berhasil
mengusir Spanyol Setelah Spanyol meninggalkan Tidore, bangsa Portugis mulai
memonopoli perdagangan rempah-rempah di wilayah Ternate ini. Maka timbulah
perlawanan rakyat dari keempat kesultanan dalam melawan monopoli
perdagangan. Hal itu juga terjadi saat bangsa lain datang seperti Inggris dan

12
Belanda dengan niat yang lama hingga peperangan melawan penjajah melahirkan
beberapa pahlawan nasional.

Masuknya Islam ke Maluku erat kaitannya dengan kegiatan perdagangan.Pada


abad ke-15, para pedagang dan ulama dari Malaka dan Jawa menyebarkan Islam ke
sana. Dari sini muncul empat kerajaan Islam di Maluku yang disebut
Maluku Kie Raha (Maluku Empat Raja) yaitu Kesultanan Ternate yang
dipimpin Sultan Zainal Abidin (1486-1500), Kesultanan Tidore yang dipimpin
oleh Sultan Mansur, Kesultanan Jailolo yang dipimpin oleh Sultan Sarajati,
dan Kesultanan Bacan yang dipimpin oleh Sultan Kaicil Buko. Pada
masa kesultanan itu berkuasa, masyarakat muslim di Maluku sudah menyebar
sampai
ke Banda, Hitu, Haruku, Makyan, dan Halmahera. Kerajaan Ternate dan Tidore
yang terletak di sebelah Pulau Halmahera (Maluku Utara) adalah dua kerajaan yang
memiliki peran yang menonjol dalam menghadapi kekuatan-kekuatan asing yang
mencoba menguasai Maluku. Dalam perkembangan selanjutnya, kedua kerajaan ini
bersaing memperebutkan hegemoni politik di kawasan Maluku. Kerajaan Ternate
dan Tidore merupakan daerah penghasil rempah-rempah, seperti pala dan cengkeh,
sehingga daerah ini menjadi pusat perdagangan rempah-rempah.

Wilayah Maluku bagian timur dan pantai-pantai Irian (Papua), dikuasai


oleh Kesultanan Tidore, sedangkan sebagian besar wilayah Maluku, Gorontalo,
dan Banggai di Sulawesi, dan sampai ke Flores dan Mindanao, dikuasai oleh
Kesultanan Ternate. Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaannya pada
masa Sultan Baabullah, sedangkan Kerajaan Tidore mencapai puncak
kejayaannya pada masa Sultan Nuku.

Persaingan di antara kerajaan Ternate dan Tidore adalah dalam perdagangan.


Dari persaingan ini menimbulkan dua persekutuan dagang, masing-masing
menjadi pemimpin dalam persekutuan tersebut, yaitu:

a. Uli-Lima (persekutuan lima bersaudara) dipimpin oleh Ternate meliputi


Bacan, Seram, Obi, dan Ambon. Pada masa Sultan Baabulah, Kerajaan
Ternate mencapai aman keemasan dan disebutkan daerah kekuasaannya
meluas ke Filipina.

13
b. Uli-Siwa (persekutuan sembilan bersaudara) dipimpin oleh Tidore meliputi
Halmahera, Jailalo sampai ke Papua. Kerajaan Tidore mencapai aman
keemasan di bawah pemerintahan Sultan Nuku.
Kerajaan-kerajaan Islam lainnya yang berkembang adalah Kesultanan
Palembang yang didirikan oleh Ki Gedeng Suro, Kerajaan Bima di daerah
bagian timur Sumbawa, dengan rajanya La Ka’i, Siak Sri Indrapura yang
didirikan oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah, dan masih banyak lagi
Kerajaan Islam kecil lainnya di Indonesia.

Kerajaan TERNATE (Abad 13 M)

 Terletak di Maluku
 Agama Islam di sana disebarkan oleh Sunan Giri dari Gresik.
 Raja pertama Sultan Zainal Abidin
 Raja terkenal Sultan Hairun
 Hasil utama Ternate cengkeh dan pala
 Peninggalan kerajaan Ternate :

1. Istana Sulatan Ternate

2. Benteng kerajaan Ternate

3. Masjid di Ternate

Kerajaan TIDORE (Abad13 M)

 Terletak di Maluku
 Raja yang pertama Sultan Mansur
 Raja terkenal pangeran Nuku
 Antara Ternate dan Tidore sering terjadi peperangan untuk memperluas daerah
kekuasaan
 Ternate membentuk persekutuan yang disebut Uli Lima
 Tidore membentuk persekutuan yang disebut Uli Siwa (persekutuan sembilan )
 Peninggalan kerajaan Tidore :
a. Benteng-benteng peninggalan Portugis, Spanyol
b. Keraton Tidore

14
C. Zaman Kolonial (Belanda dan Jepang)
Hukum islam di Indonesia memiliki sejarah panjang, seiring dengan masuk,
tumbuh dan berkembangnya di indonesia.Hukum Islam mmemiliki periodesasi yang
dapat di kategorikan sebagai berikut :
a. Hukum Islam di terima menyeluruh oleh masyarakat indonesia.
b. Hukum Islam diberlakukan apabila ia telah di terima oleh hukum Adat.
c. Hukum Adat juga berlaku apabila diresepsi oleh Hukum Islam.

Pada Akhir abad keenam belas atau tepatnya tahun 1596 organisasi perusahaan
dagang Belanda (VOC) merapatkan kapalnya di pelabuhan Banten, Jawa Barat.
Maksudnya semula untuk berdagang, namun kemudian haluannya berubah untuk
menguasai kepulauan indonesia.

Perkembangan hukum Islam di Indonesia pada masa penjajahan Belanda dapat


dilihat kedalam dua bentuk. Pertama, adanya toleransi pihak Belanda melalui VOC
yang memberikan ruang yang agak luas bagi perkembangan hukum Islam. Kedua,
adanya upaya Intervensi Belanda terhadap hukum Islam dengan menghadapkannya
dengan hukum adat.

Pada waktu VOC di beri kekuasaan oleh Pemerintah Belanda untuk mendiriksn
benteng – benteng dan mengadakan perjanjian – perjanjian dengan raja-raja
kepulauan Indonesia, VOC membentuk badan – badan peradilan khusus pribumi di
daerah kekuasaannya. Dalam Statuta Batavia tahun 1642 disebutkan, bahwa
mengenai soal kewarisan orang Indonesia yang beragama Islam harus dipergunakan
hukum Islam.

Pada tanggal 31 Desenber 1799 Organisasi VOC dibubarkan karena mengalami


kebangkrutan. Setelah kekuasaan VOC berakhir dan digantikan oleh belanda, maka
sikap belanda berubah-ubah terhadap hukum Islam, kendati perubahan itu tejadi
perlahan-lahan. Perubahan sikap Belanda tersebut dapat dilihat dari tiga sisi.
Pertama, menguasai Indonesia sebagai wilayah yang memiliki sumber daya alam
yang cukup kaya. Kedua, menghilangkan pengaruh Islam dari sebagian besar orang

15
Islam dengan proyek kristenisasi. Ketiga, keinginan Belanda untuk menerapkan apa
yang di sebut dengan politik hukum yang sadar terhadap Indonesia. Maksudnya,
belanda ingin menata dan mengubah kehidupan hukum di indonesia dengan hukum
Belanda.

Terkait mengenai keberlakuan hukum Islam di kalangan masyarakat Indonesia


ini muncul berbagai teori, yang mana yang satu dengan yang lain sering kali bertolak
belakang. Ada tiga macam teori, yaitu: receptio in complexu, teori receptie dan teori
receptie balik (receptie a contrario).

Teori receptio in complexu menyatakan bahwa syariat Islam secara keseluruhan


berlaku bagi pemeluk-pemeluknya. Sehingga berdasarkan pada teori ini , maka
Pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1882 mendirikan peradilan Agama yang di
tujukan kepada warga masyarakat yang memeluk agama Islam. Teori ini kemudian di
tentang oleh Van Vollenhoven dan Snouck Hurgronje sebagai pencipta teori baru
yaitu teori receptie yang menyatakan bahwa hukum Islam dapat diberlakukan selama
tidak bertentangan dengan hukum adat.

Teori receptie ini berpangkal dari keinginan Snouck Hurgronje agar orang-orang
pribumi rakyat jajahan jangan sampai kuat memegang ajaran Islam, sebab pada
umumnya orang-orang yang kuat memegang kuat ajaran Islam dan hukum Islam
tidak mudah di pengaruhi oleh peradaban barat. Atas dasar itulah ia memberikan
nasihat kepada Pemerintahan Hindia Belanda untuk mengurus Islam di indonesia
dengan bherusaha menarik rakyat pribumi agar lebih mendekat kepada kebudayaan
Eropa dan pemerintahan Hindia Belanda dengan menempuh kebijakan sebagi
berikut:

a. Dalam kegiatan agama dalam arti yang sebenarnya ( agama dalam arti sempit),
Pemerintah Hindia Belanda hendaknya memberikan kebebasan secara jujur
dan secara penuh tanpa syarat bagi orang-orang Islam untuk melaksanakan
ajaran agamanya.
b. Dalam bidang kemasyarakatan, Pemerintah Hindia Belanda hendaknya
menghormati adat istiadat dan kebiasaan rakyat yang berlaku dengan membuka

16
jalan yang dapat meningkatkan taraf hidup rakyat jajahan kepada suatu
kemajuan denga memberikan bantuan kepada mereka.
c. Di bidang ketatanegaraan mencegah tujuan yang dapat membawa atau
menghubungkan ke arah gerakan Pan Islamisme yang mempunyai tujuan untuk
mencari kekuatan-kekuatan lain dalam hubungan menghadapi Pemerintah
Hindia Belanda.

Upaya sistemik yang kemudian di tempuh oleh Pemerintah Hindia Belanda


sebagai realisasi teori receptie ini ialah dengan berusaha melumpuhkan dan
menghambat pelaksanaan hukum Islam dengan cara.

a. Sama sekali tidak memasukan masalah hudud dan qishash dalam bidang
hukum pidana.
b. Di bidang tata negara, ajaran Islam yang mengenai hal tersebut di hancurkan
sama sekali.
c. Mempersempit berlakunya hukum muamalah yang menyangkut hukum
perkawinan dan hukum kewarisan.

Hukum Islam Pada Masa Penjajahan Jepang

Jepang tidak terlalu mengubah hukum indonesia dalam konteks administrasi


penyelenggaraan negara dan kebijakan-kebijakan dan pelaksanaan hukum islam di
Indonesia. Perubahan yang sangat terasa pengaruhnya adalah berkenaan dengan
peradilan. Jepang membuat kebijakan untuk melahirkan peradilan-peradilan Sekuler.

D. Pasca Zaman Kemerdekaan


Salah satu makna kemerdekaan bagi bangsa Indonesia adalah terbebasnya dari
pengaruh hukum Belanda1. Pada zaman pemerintahan Belanda, peraturan yang
diterapkan adalah teori receptive. Teori receptive sendiri merupakan prinsip yang
mengkotak-kotakkan golongan penduduk dan hukum berlaku bagi masing-masing
golongan. Teori ini menuai banyak pertentangan, salah satunya dari Hazairin. Menurut
Hazairin, setelah Indonesia merdeka walaupun aturan peralihan menyatakan bahwa
hokum yang lama masih berlaku, selama jiwanya tidak bertentangan dengan UUD
1945, seluruh peraturan pemerintah Belanda yang berdasar teori receptive tidak
berlaku lagi karena bertentangan dengan UUD 1945, Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Pokok-pokok pemikiran Hazairin tersebut adalah :

17
a. Teori receptive telah patah sejak tahun 1945 dengan merdekanya bangsa Indonesia
dan berlakunya UUD 1945
b. Sesuai denagn UUD 1945 Pasal 29 ayat 1, maka nrgara Indonesia berkewajiban
membentuk hokum nasional Indonesia yang bersumber dari hokum agama
c. Hukum agama yang berlaku bukan hanya agama Indonesia, tetapi juga hokum
agama lain.
d. Kelahiran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menurut
pendapat Hazairin dan Mahadi merupakan awal berakhirnya teori receptive.
Sementara menurut Daud Ali, bahwa sejak lahirnya UU Perkawinan tersebut,
maka:
(1) Hukum Islam menjadi sumber hokum yang berlangsung tanpa harus melalui
hokum adat.
(2) Hukum Islam sama kedudukannya dengan hokum adat dan hokum
barat.(3)Negara Republik Indonesia dapat mengatur suatu masalah sesuai
dengan hokum Islam sepanjang pengaturan tersebut memenuhi kebutuhan
hukum umat Islam.

Secara factual di Indonesia berlaku empat system hokum besar yang hidup dan
berkembang di dunia, yaitu :

a. Hukum adat
b. Hukum Islam
c. Hukum barat konstitusional
d. Common law system (hokum Inggris)
E. Masa Reformasi-sekarang
Ketika masa reformasi menggantikan orde baru (tahun 1998), keinginan
mempositifkan hukum islam sangat kuat. Perkembangan hukum islam pada masa ini
mengalami kemajuan. Secara riil hukum islam mulai teraktualisasikan dalam
kehidupan sosial. Wilayah cakupannya menjadi sangat luas, tidak hanya dalam
masalah hukum privat atau perdata tetapi masuk dalam ranah hukum publik. Hal ini
dipengaruhi oleh munculnya undang-undang tentang Otonomi Daerah. Undang-
undang otonomi daerah di Indonesia pada mulanya adalah UU No.22/1999 tentang
pemerintah daerah, yang kemudian diamandemen melalui UU No.31/2004 tentang

18
otonomi daerah. Menurut ketentuan Undang-undang ini, setiap daerah memiliki
kewenangan untuk mengatur wilayahnya sendiri termasuk dalam bidang hukum.
Akibatnya bagi perkembangan hukum islam adalah banyak daerah menerapkan
hukum islam. Secara garis besar, pemberlakuan hukum islam di berbagai wilayah
Indonesia dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu penegakan sepenuhnya dan
penegakan sebagian. Penegakan hukum islam sepenuhnya dapat dilihat dari provinsi
Nangroe Aceh Darussalam. Penegakan model ini bersifat menyeluruh karena bukan
hanya menetapkan materi hukumnya, tetapi juga menstruktur lembaga penegak
hukumnya. Daerah lain yang sedang mempersiapkan adalah Sulawesi selatan
(Makassar) yang sudah membentuk Komite Persiapan Penegak Syari’at Islam
(KPPSI), dan kabupaten Garut yang membentuk Lembaga Pengkajian, Penegakan,
dan Penerapan Syari’at Islam (LP3SyI).
Provinsi Nangroe Aceh Darussalam merupakan daerah terdepan dalam
pelaksanaan hukum islam di Indonesia. Dasar hukumnya adalah UU No.44 tahun
1999 tentang Keistimewaan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Keistimewaan
tersebut meliputi empat hal, diantaranya ialah:
a. Penerapan syari’at islam diseluruh aspek kehidupan beragama,
b. Penggunaan kurikulum pendidikan berdasarkan syari’at Islam tanpa mengabaikan
kurikulum umum.
c. Pemasukan unsur adat dalam sistem pemerintah desa, dan
d. Pengakuan peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah.

Tindak lanjut dari Undang-undang di atas adalah ditetapkannya UU No.18 tahun


2001 tentang Otonomi Khusus Nangroe Aceh Darussalam.

Fenomena pelaksanaan hukum islam juga merambah daerah-daerah lain di


Indonesia, meskipun polanya berbeda dengan Aceh. Berdasarkan prinsip otonomi
daerah, maka munculah perda-perda bernuansa syari’at Islam di wilayah tingkat I
maupun tingkat II. Daerah-daerah tersebut antara lain: provinsi Sumatera barat, kota
Solok, Padang pariaman, Bengkulu, Riau, Pangkal Pinang, Banten, Tanggerang,
Cianjur, Gresik, Jember, Banjarmasin, Gorontalo, Bulukumba, dan masih banyak
lagi.

Materi perda syaria’at Islam tidak bersifat menyeluruh, tetapi hanya menyangkut
masalah-masalah luar saja. Jika dikelompokkan berdasarkan aturan yang tercantum

19
dalam perda-perda syari’at, maka isinya mencakup masalah: kesusilaan, pengelolaan
Zakat, Infaq dan Sadaqah, Penggunaan busana muslimah, pelarangan peredaran dan
penjualan minuman keras, pelarangan pelacuran, dan sebagainya.

F. Faktor Pendorong dan Penghambat Hukum Islam di Indonesia


Untuk mengetahui bagaimana masa depan kedudukan dan keberlakuan hukum
islam di Indonesia, harus dilihat dari berbagai faktor yang mendukung adanya
penerimaan (sustainsi) dan juga faktor yang menghambat atau melakukan resistensi.
Kedua faktor ini perlu dipertimbangkan mengingat dua hal, yaitu bentuk negara dan
kemajemukan masyarakat Indonesia. Bentuk negara Indonesia sudah dianggap final,
dan pluralitas masyarakat juga sebuah kenyataan sosial. Dengan demikian yang dapat
dilakukan adalah mengetahui berbagai peluang atau prospek sekaligus melihat
penghambat bagi implementasi hukum islam di Indonesia.
Secara politis maupun sosiologis terdapat faktor-faktor yang dianggap sebagai
pendukung bagi pemberlakuan hukum islam di Indonesia. Faktor-faktor tersebut
adalah: kedudukan hukum islam, penganut yang mayoritas, ruang lingkup hukum
islam yang luas, serta dukungan aktif organisasi kemasyarakatan islam. Kedudukan
hukum islam sejajar dengan hukum yang lain, dalam artian mempunyai kesempatan
yang sama dalam pembentukan hukum nasional. Namun, hukum islam mempunyai
prospek yang lebih cerah berdasarkan berbagai alasan, baik alasan
historis,yuridis,maupun sosiologis. Nilai-nilai hukum islam mempunyai lingkup yang
lebih luas, bahkan sebagian nilai-nilai tersebut sudah menjadi bagian dari kebudayaan
nasional. Sedangkan hukum adalah bagian dari kebudayaan.
Faktor lain, kenyataan bahwa islam merupakan agama dengan penganut
mayoritas merupakan aset yang menjanjikan. Dengan modal mayoritas ini, umat islam
bisa masuk dalam berbagai lembaga pemerintahan, baik eksekutif,legislatif, maupun
yudikatif, yang mempunyai kewenangan menetapkan politik hukum. Logikanya,
semakin banyak populasi muslim, maka semakin banyak pula aspirasi yang masuk
dan terwakili. Namun realitas ini tidak serta merta menjadi niscaya, karena sangat
tergantung pada bagaimana keinginan dan upaya umat islam
mengimplementasikannya.
Faktor pendukung lain terletak pada cakupan bidang hukum yang luas. Dengan
keluasan bidangnya, hukum islam merupakan alternatif utama dalam pembentukan
tata hukum, karena mampu mengakomodasi berbagai kebutuhan hukum masyarakat.

20
Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan mengambil nilai-nilai islam yang bersifat
universal (sebagai norma abstrak) untuk dijadikan sebagai konsep teoritis guna
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Faktor keempat yang juga penting
adalah peran aktif lembaga atau organisasi islam. Secara struktural keberadaan
organisasi-organisasi islam dalam sistem politik Indonesia menjadi pengimbang bagi
kebijakan pemerintah. Kontribusi nyata dari berbagai organisasi islam setidaknya
menjadi daya tawar dalam pengambilan berbagai keputusan yang menyangkut
kepentingan umum.
Keempat faktor diatas memberikan gambaran betapa hukum islam memiliki
peluang yang besar untuk menjadi hukum nasional. Namun semua itu tergantung
bagaimana umat islam mengelola potensi tersebut. Hal yang terpenting adalah
menyatukan visi tenteng islam, tanpa kesatuan islam maka cita-cita untuk
mengimplementasikan hukum islam hanya akan menjadi angan-angan, atau hanya
tampil dalam wacana diskusi di kalangan umat islam.
Disamping peluang atau prospek positif di atas, perlu dicermati juga hambatan
yang menjadi penghalang bagi berlakunya hukum islam di Indonesia. Secara
sederhana faktor yang tidak mendukung prospek hukum islam di Inddonesia tediri dari
faktor internal dan ekstenal. Faktor internal berasal dari kurang ‘kafahnya’ (maxsimal)
institusionalisasi dan pandangan dikotomis terhadap hukum islam. Sedangkan faktor
eksternalnya adalah pengaruh politik hukum pemerintah terhadap bidang-bidang
hukum tertentu.
Belum kafahnya pelembagaan hukum Islam di Indonesia terlihat dari pandangan
dikhotomis dalam implementasinya. Hukum-hukum yang berhubungan dengan
masalah perdata atau hubungan antar pribadi hampir sepenuhnya mendapat perhatian
khusus. Namun hukum-hukum selainnya, seperti hukum pidana dan ketatanegaraan
belum tersentuh atau minim perhatian. Sehingga penetapan peraturan-peraturan atau
hukum yang berlaitan dengan masalah tersebut belum ada campur tangan yang serius.
Hal ini tidak lepas dari peran kolonial Belanda yang melakukan represi dan eliminasi
terhadap hukum Islam. Pada masa kerajaan islam, hukum Islam berlaku sepenuhnya,
dalam arti menjadi pegangan para hakim/ qadhi untuk memutuskan jenis perkara, baik
perdata maupun pidana. Intervensi penjajah dengan kekuatan politiknya menyebabkan
terjadinya dikhotomis, dimana hukum pidana dan tata negara digantikan dengan
sistem hukum Barat/ Eropa.

21
Pola dikhotomi hukum privat dan publik ini berlanjut setelah Indonesia
merdeka. Pemerintah yang baru hanya memberi kewenangan pemberlakuan hukum
perdata Islam. Sedangkan hukum publik menjadi monopoli pemerintah,yang masih
memberlakukan hukum Belanda. Pengadilan Agama sebagai institusi resmi, hanya
berwenang menangani perkara-perkara yang terjadi diantara orang-orang yang
beragama Islam,misalnya dalam bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf,
serta sadaqoh yang dilaksanakan menurut hukum Islam.
Kurang melembagakan hukum publik Islam ini juga dipengaruhi oleh faktor
politik hukum. Negara Indonesia bukanlah negara agama, permasalahan penetapan
hukum adalah kekuasaan negara, termasuk masalah agama menjadi wewenang negara.
Sehingga dalam hal ini umat Islam sepenuhnya tunduk pada undang-undang yang
diberikan oleh negara. Menyikapi hal ini perlu adanya penegasan kaidah agama
dengan cara penegakan diri agar para penganutnya tidak melanggar ajaran agamanya.
Dengan demikian, syariat Islam tidak hanya didakwahkan tetapi diaktualisasikan dan
disosialisasikan guna membatasi kelemahan dan kekurangan hukum positif.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan hukum Islam di
Indonesia pada dasarnya ditentukan oleh dua hal, yaitu keinginan umat Islam sendiri
dan kebijakan pemerintah yang berkuasa. Ketika kedua hal tersebut bergayut, maka
pemberlakuan hukum Islam menjadi mudah. Namun sebaliknya jika kedua hal
tersebut bertentangan orientasinya, maka pemerintah menjadi pihak yang menentukan
kedudukan hukum Islam. Kondisin inilah yang mewarnai sejarah hukum Islam di
Indonesia sejak masa awal hingga masa kontemporer sekarang. Seberapa besar
keinginan umat Islam dan seberapa kuat bargaining powernya menjadi faktor yang
menentukan eksistensi hukum Islam.

22
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Perkembangan hukum islam di Indonesia belum diketahui secara pasti berawal
dari waktu kapan. Namun banyak yang menjelaskan bahwa dimulai dari sistem
perdagangan, kerajaan-kerajaan besar yang sangat berpengaruh, masa
penjajahan belanda dan jepang, pasca kemerdekaan kemudia masa reformasi
hingga sekarang.
2. Faktor-faktor yang mendukung penggunaan hukum islam di Indonesia antara
lain yaitu islam sebagai agama dengan penganut mayoritas merupakan aset
yang menjanjikan. Dengan modal mayoritas ini, umat islam bisa masuk dalam
berbagai lembaga pemerintahan, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif,
yang mempunyai kewenangan menetapkan politik hukum. Kemudian Faktor
pendukung lain terletak pada cakupan bidang hukum yang luas. Dengan
keluasan bidangnya, hukum islam merupakan alternatif utama dalam
pembentukan tata hukum, karena mampu mengakomodasi berbagai kebutuhan
hukum masyarakat arakasehingga hukum islam mudah diterima oleh
masyarakat.
3. Faktor-faktor yang menjadi penghambat diterimanya hukum islam di Indonesia
tediri dari faktor internal dan ekstenal. Faktor internal berasal dari kurang
‘kafahnya’ (maxsimal) institusionalisasi dan pandangan dikotomis terhadap
hukum islam. Sedangkan faktor eksternalnya adalah pengaruh politik hukum
pemerintah terhadap bidang-bidang hukum tertentu.

23
DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, Mundzirin, 2006, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia, Yogyakarta:Pustaka

Yatim, Badri, 2003, Sejarah Perkembangan Islam, Dirasah Islamiyah II,


Jakarta:RajaGrafindo Persada

Nuruddin, Amir dan Azhari Akmal Tarigan, 2004, Hukum Pedata Islam di Indonesia,
Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih UU No 1/1974 sampai KHI,
Jakarta: Prenada Media

Anshori, Abdul Ghofur dan Yulkarnain Harahab, 2008, Hukum Islam (Dinamika dan
Perkembangannya di Indonesia), Jogjakarta:Kreasi Total Media

Jafril Khalil, 2010, Jihad Ekonomi Islam, Jakarta:Gramata Publising

24

Anda mungkin juga menyukai