Anda di halaman 1dari 14

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN LEMBAGA ISLAM DI INDONESIA

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Administrasi


Kelembagaan Islam di Indonesia pada Semester IV (Empat) Program Studi
Hukum Keluarga Islam

Dosen Pengampu: Dr. H. Dede Nurdin, S.IP.,M.Ag.

Disusun oleh:

Siti Dzalfatul Hasanah

20.1.S1.0650/014.06.0216.20

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SYAMSUL ‘ULUM

GUNUNGPUYUH SUKABUMI

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, yang telah memudahkan dalam penulisan makalah ini yang berjudul “
Sejarah Dan Perkembangan Lembaga Islam Di Indonesia”

Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik, tak lepas dari sumber-sumber
yang terkait dengan makalah ini. Saya pun menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna.

Penulis berterimakasih kepada bapak Drs. H. Dede Nurdin, S.IP.,M.Ag,


selaku dosen dari mata kuliah Administrasi Kelembagaan Islam di Indonesia.
Semoga makalah sederhana ini dapat di pahami bagi siapapun yang membacanya
dan makalah yang saya buat dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan
bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu agama bagi kita
semua. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan, oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah saya buat untuk kedepannya.

Sukabumi, Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

A. Definisi Dewan Masjid Indonesia................................................................3


B. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Dewan Masjid Indonesia...........3
C. Peran dan Fungsi Dewan Masjid Indonesia.................................................8

BAB III PENUTUP..............................................................................................11

A. Kesimpulan................................................................................................11
B. Saran...........................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan Islam di Indonesia mulai terjadi pada abad VII
Masehi. Pada saat itu agama islam diperkenalkan pada pedagang arab yang
berdagang di Indonesia. Proses penyebaran Islam melalu sarana
perdagangan merupakan penyebaran Islam pada tahap awal. Selain
berdagang, mereka menyebarkan ajaran agama Islam pada penduduk
pribumi.
Bahkan, dalam perkembangannya terbangun kerajaan baru yang
bercorak Islam seperti kerajaan perlak, samudera pasai, Demak, Aceh dan
Banten. Kerajaan-kerajaan islam juga pernah menaklukan kerajaan-
kerajaan Hindu-Budha. Kemenangan kerajaan islam tersebut pada
akhirnya mendorong penduduk di wilayah taklukan beralih memeluk
agama Islam.
Sejak Islam masuk ke Indonesia, pendidikan Islam telah ikut
mengalami pertumbuhan dan perkembangan, karna melalui pendidikan
Islam itulah, transmisi dan sosialisasi ajaran Islam dapat dilaksanakan dan
dicapai hasilnya sebagaimana yang kita lihat sekarang ini. Telah banyak
lembaga pendidikan Islam yang bermunculan dengan fungsi utamanya
adalah memasyarakatkan ajaran Islam, di Sumatera Barat di jumpai surau,
Rangkang dan Meunasah di Aceh, Langgar di Jakarta, Tajuk di Jawa
Barat, pesantren di Jawa, dan seterusnya. Munculnya lembaga-lembaga
tradisional ini tidak selamanya diterima baik oleh masyarakat, mengingat
jauh sebelum itu telah berkembang pula agama-agama lain seperti hindu,
Budha, dan juga paham agama setempat dan adat istiadat yang tidak
selamanya sejalan dengan Ajaran Islam.
Lembaga-lembaga pendidikan tersebut telah mengembangkan
system dan pendekatan dalam proses belajar mengajar, visi misi yang
harus diperjuangkan, kurikulum, bahan ajar berupa buku-buku, majalah
dan sebagainya, gedung –gedung tempat berlangsungnya kegiatan
pendidikan lengkap dengan sarana dan prasarananya, tradisi dan etos

1
keilmuan yang

2
dikembangkan, sumber dana dan kualitas lulusan yang dihasilkan.
B. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, maka penulis
memperoleh beberapa perumusan masalah, rumusan masalah itu antara
lain adalah:
1. Bagaimana sejarah masuknya Islam ke Indonesia?
2. Bagaimana sejarah lembaga Islam di Indonesia?
3. Bagaimana sejarah lembaga pendidikan islam di Indonesia?
C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah masuknya Islam di Indonesia
2. Mengetahui sejarah lembaga Islam di Indonesia

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia
Pada dua abad sebelum tarikh masehi, Nusantara khususnya
Andalas (Sumatera) telah dikenal dalam peta dunia saat itu. Dalam peta
berjudul Geographyle yang disusun oleh Cladius Ptolemaeus memasukkan
Nusantara dengan sebutan Barousai. Yang dimaksudkan tentunya pantai
barat Sumatra yang kaya akan kapur barus1
N.H. Krom dan Van Den Berg mengemukakan bahwa islam masuk
ke Indonesia pada abad 13 M. Pendapat ini dikenal sebagai pendapat lama
yang seiring berjalannya waktu dibantah oleh para pemuka yang
mengatakan bahwa islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 M atau 1
Hijriyah.2
Menurut kesimpulan “Seminar Masuknya Islam ke Indonesia” di
Medan Tahun 1936, menyatakan bahwa Islam masuk pertama kalinya ke
Indonesia pada abad pertama hijriyah dan bersumber langsung dari Arab.
Daerah yang didatangi ialah pesisir Sumatera, dan setelah terbentuknya
masyarakat Islam, maka raja Islam pertama berada di Aceh.
Sedangkan Harry W. Hazard, dalam Atlas of Islamic History,
menulis bahwa: Orang Islam pertama yang mengunjungi Indonesia
kemungkinan besar saudagar Arab pada abad ke-7 yang singgah pada
perjalanan menuju china3
Sejak di kenal di Indonesia itulah, Islam berkembang sangat pesat.
Masuknya Islam melalui banyak jalur, diantaranya: perdagangan,
perkawinan, tasawuf, pendidikan, kesenian dan juga melalui jalur politik.
B. Sejarah dan Berkembangnya Lembaga Islam di Indonesia
1. Lembaga keuangan Islam
Sejarah Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia tidak lepas

1
Hasan muarif Ambari, “ Sejarah Perkembangan Islam Di Indonesia” dalam Rusydi Hamka,
Kebangkitan Islam dalam Pembahasan, Jakarta: Nurul Islam, 1979, hlm. 62. Hingga kini
di pantai barat Sumatera terdapat kota Barus, Kab. Tapanuli Utara
2
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, hlm. 191-192
3
Endang saifudin Anshari, Wawasan Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1990, hlm. 253

4
dari undang-undang yang pernah dibuat oleh pemerintah No.7 Tahun
1992. Undang-undang ini dianggap sebagai payung hukum bagi
lahirnya lembaga keuangan syariah.
Undang-undang ini menyebutkan kemungkinan berdirinya
sebuah bank dengan sistem bagi hasil. UU ini lalu menjadi dasar
lahirnya Bank Muamalat Indonesia. Undang-undang ini kemudian
disempurnakan dengan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang
Perbankan yang memungkinkan beroperasinya dual banking sistem
dalam sistem perbankan nasional. Akibatnya, sejumlah bank
konvensional di Indonesia membuka divisi syariah dalam sistem
pelayanan mereka kepada para nasabah.
Pada tahun 2005 telah berdiri 3 Bank Umum Syariah (BUS)
seperti: Bank Muamalat Indonesia (BMI), Bank Syariah Mandiri
(BSM), dan Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI). Selain itu
sedikitnya terdapat 19 Unit Usaha Syariah (UUS) seperti: IFI,
Bukopin, Danamon, Niaga, BNI, BRI, BII, HSBC, BTN, Bank DKI,
Bank Jabar, BPD
Sumut, BPD Riau, BPD Kalsel, BPD Aceh, BPD NTB, BPD Kalbar,
dan BPD Sumsel. Selain Unit Usaha Syariah ini, telah beroperasi 92
BPR Syariah. Seiring dengan bertambahnya jumlah bank yang
menyediakan layanan syariah, bank-bank ini juga membuka jaringan
kantornya di beberapa wilayah di Indonesia. Penyebaran jaringan
perkantoran di beberapa wilayah ini tentu saja mengikuti tingkat
aktifitas bisnis yang berada di wilayah-wilayah tersebut. Dewasa ini
kantor-kantor bank syariah ini sudah menyebar di hampir seluruh
pelosok tanah air.4
Sekalipun pada tahun 2007 jumlah BUS masih sama dengan
tahun 2005 tetapi jumlah Unit Usaha Syariah meningkat menjadi 23
UUS dan 532 kantor cabang (termasuk Kantor Cabang Pembantu
(KCP), Unit Pelayanan Syariah (UPS), dan Kantor Kas (KK) dan 106
BPR Syariah. Aset perbankan syariah per Mei 2007 lebih dari Rp 29
triliun dengan jumlah Dana pihak ketiga mencapai Rp 22,5 triliun.

4
Nasution,2007:291-292

5
Sekalipun jumlah aset perbankan syariah baru berkisar 1,63% dan dana
pihak ketiga yang terhimpun baru mencapai 1,69% dari total aset
perbankan nasional (per 2007), namun diprediksikan pertumbuhan dan
perkembangannya sangat menjanjikan di masa yang akan datang.
(Antonio, 2001:46-57) Tiga tahun berikutnya, menurut data statistik
yang dirilis Bank Indonesia, pada akhir tahun 2010, jumlah bank
umum syariah (BUS) yang beroperasi di Indonesia telah mencapai 11
bank dan
23 unit usaha syariah serta 150 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS).
Sejarah perkembangan BMT di Indonesia dimulai tahun 1984
dikembangkan mahasiswa ITB di Masjid Salman yang mencoba
menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan syariah bagi usaha
kecil. Kemudian BMT lebih diberdayakan oleh ICMI sebagai sebuah
gerakan yang secara operasional ditindaklanjuti oleh Pusat Inkubasi
Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). BMT adalah lembaga keuangan mikro
yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil (syariah),
menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil dalam rangka
mengangkat 3derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum
fakir miskin. Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi: Baitul
Tamwil (Bait = Rumah, at Tamwil = Pengembangan Harta) –
melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan
investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan
kecil terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang
pembiayaan kegiatan ekonominya. Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal =
Harta) – menerima titipan dana zakat, infak dan shadaqah serta
mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan
amanahnya.
2. Lembaga Pendidikan Islam
Kedatangan kolonial Belanda ke Nusantara membawa
pengaruh terhadap pendidikan Islam di Indonesia, karena 2 tujuan
besar mereka yakni imperiumisasidan misionarismeuntuk
menjajah.Kedatangan kolonial Belanda ke Nusantara membawa
pengaruh terhadap pendidikan Islam di Indonesia, karena 2 tujuan
6
besar mereka yakni imperiumisasidan misionarisme untuk
menjajah.5 Terhadap misi misi misionaris, kolonial Belanda tidak
suka kepada penduduk pribumi yang beragama Islam sehingga
kerap sekali mereka membunuh rakyat jelata yang beragama Islam
dan saat belajar agama Islam di surau dan pesantren.Pada masa
kolonial, regulasi tentang pembelajaran agama terutama
pendidikan Islam diatur secara ketat, misionarisme mereka untuk
melancarkan paham sekuler dan agama kristen ke seluruh penjuru
tanah air. Hal ini dapat dilihat dari upaya kebijakan Gubernur
Djenderal Hindia Belanda Van Den Boss di Batavia padatahun
1813, yang menetapkan sekolah Agama Kristen di setiap daerah
Keresidenan. Usaha misionaris tersebut tetap dilanjutkan sampai
tahun 1882, pemerintah colonial Belanda membentuk suatu badan
khusus yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan
pendidikan Islam yang disebut Priesterraden.6
Salah satu bentuk usaha pesantren dalam menyaingi
sekolah kolonial adalah dengan memasukkan beberapa item
sekolah kolonial ke dalam pesantren, seperti model halaqahdi
pesantren ditambah dengan model unit-unit kelas dengan sarana
dan prasarana seperti bangku dan meja ruangan. Namun menurut
Maksum (1999) ini hanyalah sebagai salah satu cara memantik
minta masyarakat untuk tetap belajar di pesantren, karena pada
waktu itu masyarakat sudah mulai terpengaruh cara pandang
sekuler pemerintah kolonial mengenai pendidikan Islam.7
Saat zaman penjajahan Belanda sampai tahun 1965
(walaupun Indonesia sudah merdeka) pendidikan Islam banyak

5
Elsbeth Locher-Scholten, “Dutch Expansion in the Indonesian Archipelago Around 1900 and the
Imperialism Debate,” Journal of Southeast Asian Studies 25, no. 1 (March 1994):91–
111,https://doi.org/10.1017/S002246340000669X.
6
Hasbullah and Indonesia), Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia: Lintasan Sejarah
Pertumbuhan Dan Perkembangan (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995), 52.
7
Maksum, Madrasah: Sejarah Dan Perkembangannya (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 93.

7
“dikacaukan” oleh sistem pendidikan Belanda yang tujuannya
menyamakan kemampuan penduduk pribumi melalui sekolah
kolonial. Praktek pendidikan kolonial ini berusaha
mendiskriminasikan antara anak pejabat dengan anak dari kalangan
masyarakat lapisan bawah dan membedakan antara anak priyayi
dengananak pribumi. Masuknya sistem pendidikan kolonial
dalam sistem pemerintahan orde lama karena Belanda ingin
menciptakan tenaga kerja yang dididik oleh sekolah kolonial untuk
menjajah atau mengeksploitasi sumber daya alam
Indonesia.Akhirnya lembaga pendidikan Islam seperti pesantren
menjadi institusi paling “kolot” yang hanya berorientasi pada ilmu
agama dan mengabaikan ilmu lain.Bisa dikatakan orientasi
pendidikan Islam pada masa kolonial Belanda dalam upaya
“survive” mempertahankan ideologi keagamaan yang dibangun
oleh para Waliyullah dan ‘Ulamā’ ditengah gempuran kolonialisme
penjajah. Ketika pemerintah kolonial berkuasa Indoneisa,
tampaknya mereka tidak mampu mengendalikan pertumbuhan
pesantren dan madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam.
Walaupun mereka melakukan segala upaya dan mengeluarkan
berbagai kebijakan politik yang diskriminatif dan represif terhadap
lembaga pendidikan Islam, tetapi tidak membuat pesantren dan
madrasah surut atau bahkan terhenti, malah justru lembaga
pendidikan Islam dapat eksis sampai di zaman modern sekarang
ini. Setelah kepergian Belanda, Indonesia dijajah oleh Jepang.
Sikap Jepang terhadap pendidikan Islam terkesan “lunak”, karena
Jepang tidak menghiraukan urusan agama, yangterpenting bagi
Jepang ialah memenangkan perang dan pemuka agama diberi
keluasaan dalam menyelengarakan pendidikan. Sampai akhirnya
Perang Dunia II berlangsung Jepang semakin terjepit yang
akhirnya Jepang mulai menekan dan menjalankan kekerasan
terhadap rakyat Indonesia. Hal ini juga berakibat kepada
Pendidikan Islam di Indonesia yang mengalami kemerosotan dan
kemunduran karena

8
ketatnya pengaruh indoktrinasi serta militerisme fascism Jepang.8
Di masa kolonial, wajah pendidikan Islam di Indonesia
diwakili oleh “Sekolah Kolonial” sebagai model sistem pendidikan
kolonial dan “Pesantren” sebagai model pendidikan Islam.
Dualitas pendidikan ini bertahan sampai kemerdekaan Indonesia
ketika pendidikan dikelola oleh dua kementerian; yaitu
Departemen Pendidikan sebagai payung “Sekolah Belanda”; dan
pendidikan Islam berada di bawah naungan Departemen Agama
sejak konsepsi pada 1946 hingga sekarang. Namun, Departemen
Agama perannya hanya sebagai pengawasan untuk madrasah
swasta awal sebagai kontrol pengelolaan pusat. Ada dua tingkatan
madrasah yang diawasi mereka adalah Sekolah Rendah Islam atau
Madrasah Tingkat Rendah (madrasah rendah) selama empat tahun
dan Madrasah Lanjutan selama tiga tahun.9

8
Mala Mardiana, “Kontroversi Amandemen Konstitusi Jepang,” Jurnal Hubungan Internasional
Interdependence1,no.3(July 7,2018):214,http://e-
journals.unmul.ac.id/index.php/JHII/article/view/1329.
9
Karel A. Steenbrink, Pesantren, Sekolah Dan Madrasah (Jakarta: LP3S, 1986), 91 – 93

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pertumbuhan Pendidikan Islam di Indonesia mengalami pasang surut


sejak kedatangan penjajah kolonial sampai pada masa Orde Baru. Pesantren
sebagai lembaga pendidikan Islam pertama harus mendapat ujian berat
menghadapi pemerintah kolonial yang begitu menekan keras rakyat yang
menempuh studi di pesantren. Saat itu lembaga pendidikan Islam “dianak
tirikan” dengan Sekolah Kolonial yang didirikan oleh pemerintah Belanda.
Reaksi keras muncul dari sejumlah masyarakat yang tidak setuju terhadap
diskriminasi pendidikan yang dilakukan kolonialisme, sehingga saat itu
pesantren menjadi wadah mobilisasi rakyat untuk melawan penjajah.
Perkembangan pendidikan Islam melebar setelah pemerintah Orde Lama
mendirikan “madrasah” sebagai bentuk sterilisasi pendidikan atas dominasi
yang “mendarah daging” di masyarakat tentang dikotomi “Sekolah Agama”
dengan “Sekolah Umum”, berbagai upaya dilakukan pemerintah yang
orientasinya untuk mengembalikan lembaga pendidikan Islam ke posisi yang
sebenarnya sesuai dengan karakter bangsa Indonesia.
240Usaha-usaha tersebut kemudian dilanjutkan di masa Orde
Baru yang orientasinya untuk menyamakan posisi madrasah dengan sekolah
umum dengan berbagai kebijakan penyetaraan, termasuk kebijakan secara
konstitusional (perundang-undangan) tentang pemberlakuan Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang mengakui madrasah sebagai bentuk
varian lembaga pendidikan di Indonesia; kebijakan secara kelembagaan
dengan “me-Negeri-kan” madrasah swasta dan madrasah yang berada di
dalam pesantren secara berkala dan berkelanjutan; serta yang terakhir ialah
kebijakan kurikulum dengan memberikan porsi muatan materi keagamaan
70% dengan 30% umum pada madrasah khusus bentukan Departemen
Agama yakni MAPK (kemudian berubah menjadi MAK) yang merupakan
cikal bakal terbentuknya madrasah-madrasah kejuruan yang fokusnya.

1
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A. Perkembangan Pesantren Dan Madrasah Di Indonesia Dari Masa


Kolonial Sampai Orde Baru.
Ali, A. M. (1991). Metode Memahami Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Azra, A. (2019). Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di tengah Tantangan
Mienium III.Jakarta: Prenada Media.
Paramita. (june 1,2013). Historical Studies Journal 23, no.2.

Anda mungkin juga menyukai