Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PEMBAHARUAN PEMIKIRAN DI INDONESIA SERTA TOKOH /ALIRAN


DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRANYA
Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Studi Islam
Dosen Pengampu :
MOH. Nur Fauzi, M.Pd.

KELOMPOK 13 :
Muhammad Anas Nizar NIM :19112310049
Muhammad Robith Alaikal Maghfur NIM : 19112310013
Muhammad Fauzi Al Hamidi NIM : 19112310061

PRODI TADRIS BAHASA INDONESIA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM (IAIDA)
BLOKAGUNG BANYUWANGI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT., karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini
bisa selesai pada waktunya.

Shalawat serta salamnya Allah, semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita
baginda nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa umatnya dari zaman Jahiliyah
menuju jalan islamiyah yakni minadzulumati ilannur.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa di susun dengan baik dan
rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................II
DAFTAR ISI.................................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG...................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH.............................................................................2
1.3 TUJUAN ......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................3
2.1 LATAR BELAKANG MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA...................3
2.2 ALIRAN-ALIRAN MODERN DALAM ISLAM DI INDONESIA............5
2.2.1 Jam’iyatul Chair...................................................................................5
2.2.2 Al Irsyad..............................................................................................5
2.2.3 Sarikat Islam........................................................................................6
2.2.4 Muhammadiyah...................................................................................7
2.2.5 Thawalib..............................................................................................8
2.2.6 PERTI..................................................................................................8
2.2.7 PMT.....................................................................................................9
2.2.8 Nahdlatul Ulama (NU)........................................................................9
2.2.9 PERSIS................................................................................................12
2.2.10 Musyawaratut Thalibin.....................................................................12
2.2.11 Jam’iyatul Washliyah.........................................................................12
2.2.12 Persatuan Ulama Seluruh Aceh atau (PUSA)....................................13
2.2.13 Nahdhatul Wathan.............................................................................13
2.2.14 Majlis Islam ‘Alaa Indonesia (MIAI)................................................13
2.2.15 Yayasan Zending Islam Indonesia (JZII)...........................................15
2.2.16 Taman Pendidikan Islam ( TPI )........................................................15
2.3 Tokoh Tokoh Modern/Perubahan Dalam Islam Di Indonesia.......................15
2.3.1 Cak Nur (Nurcholis Madjid)...............................................................15
2.3.2 K.H. Ahmad Dahlan...........................................................................17
2.3.3 Syekh Muhammad Jamil Jambek.......................................................18
2.3.4 Abdul Karim Amrullah.......................................................................20
BAB III PENUTUP......................................................................................................21

III
3.1 Kesimpulan....................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................22

IV
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Agama Islam dengan perantaraan Nabi Muhammad Saw. Yang mengakhiri


segala nabi dan rasul untuk membawa ummat manusia kepada martabat
kemerdekaan yang lebih sempurna. Kitab suci agama Islam menyatakan, bahwa ia
adalah agama fitrah bagi ummat manusia dari segala bangsa dan jenis, agama yang
cocok dengan mereka dengan segala tempat, sesuai dengankemaslahatan mereka
pada setiap zaman. Periode Modern (1800 M dan seterusnya) merupakan zaman
kebangkitan umat Islam. Jatuhnya Mesir ke tangan Barat menginsafkan dunia Islam
bahwa di Barat telah timbul peradaban baru yang lebih tinggi dan merupakan
ancaman bagi Islam. Raja-raja dan pemuka-pemuka Islam mulai memikirkan
bagaimana meningkatkan mutu dan kekuatan umat Islam kembali. Di periode
modern inilah timbul ide-ide pembaharuan dalam Islam.

1.2. RUMUSAN MASALAH.


1. bagaimanakah pembaharuan Islam di Indonesia serta apa saja kah aliran-aliran
yang muncul akibat pembaharuan tersebut?
2. Siapa saja tokoh-tokoh pembaharu pada masa modern di Indonesia dan apa saja
pokok pemikirannya?
1.3. TUJUAN
1. Mengetahui tentang perubahan Islam di Indonesia.
2. Mengetahui aliran-aliran modern di Indonesia.
3. Kita dapat mengetahui tokoh-tokoh yang berperan besar dalam perubahan Islam
di Indonesia.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. LATAR BELAKANG PROSES MASUKNYA AGAMA ISLAM DI INDONESIA


Proses masuknya agama Islam di Indonesia sangat berhubungan erat dengan
kegiatan perdagangan rempah-rempah yang dilakukan antara bangsa Barat dengan
bangsa Timur. Dan kedudukan Bangsa Arab yang menyebarkan agama Islam,
dalam kegiatan perdagangan ini berperan sebagai perantara. Para pedagang /
Saudagar Arab dalam melakukan perjalanan ke Indonesia untuk mencari rempah-
rempah, diawali datang ke India, membeli rempah-rempah di India yang berasal
dari Indonesia. Akhirnya lama kelamaan bangsa Arab dan bangsa India datang
bersama
sama ke Indonesia .Dalam hubungan ini bangsa Arab yang berperan adalah
mereka yang tinggal di wilayah Arab Selatan, atau Yaman dan Hadhramaut.
Wilayah ini sudah masuk Islam pada waktu Nabi Muhammad saw masih hidup,
yaitu pada waktu Badzan Al faritsy menjadi Gubernur Yaman. Daerah Yaman dan
Hadhramaut kemudian menjadi provinsi dari Negara Islam. Di daerah ini
Nabi Muhammad saw mengutus dua orang guru agama Islam yaitu :
Mua’adz bin Jabal dan AbuMusa Al Asy’ari.
Sejak datangnya Saiyid Ahmad Syihabudin di wilayah Yaman dan
Hadramaut, penduduk daerahini menjadi bersemangat dalam berdakwah. Saiyid
Ahmad Syihabudin adalah seorang keturunan Nabi Muhammad saw, yang
meninggalkan kota Nedjf, kampung halamannya, pergi dari kota Nedjf untuk
menyelamatkan diri dari fitnah aliran Mu’tazilah pada masa Al Ma’mun menjadi
khalifah.
Para pedagang sekaligus mubaligh dari bangsa Arab itu kemudian datang ke
Indonesia dengan membawa barang dagangan, di antaranya tekstil dari Mesir.
Mereka sampai di Indonesia kemudian menjual barang dagangannya , lalu membeli
barang dagangan sebagai gantinya yaitu rempah rempah. Sambil menunggu angin
muson untuk membawa kapal berlayar kembali ke Arab, para pedagang Arab
melakukan integrasi dengan penduduk Indonesia. Hubungan pergaulan dan

2
perkenalan yang terjalin dalam waktu yang lama dan perilaku simpatik dari para
pedagang Arab, menimbulkan hasil integrasi antara lain dengan pernikahan.
Hal ini dapat dilihat dalam perjuangan Partai Arab Indonesia , yang
dipimpin oleh Abdur Rahman Baswedan pada tahun 1935. Mereka
memperjuangkan hak untuk diberi status sebagai Putera Indonesia Asli ( bukan
sebagai keturunan asing : Cina dan India ) dengan alasan bahwa mereka adalah
keturunan Ibu Ibu Indonesia asli, dan hanya ayahnya saja yang berasal dari Arab
yang datang ke Indonesia dengan tidak membawa keluarga.
Selanjutnya pada abad ke-16 setelah agama Islam tersebar di Indonesia,
mulailah bangsa Indonesia kedatangan kaum Imperialis, seperti bangsa Portugis,
Belanda dan Inggris. Bangsa Portugis mendarat di Malaka pada tahun 1511,
Belanda mendarat di Banten pada tahun 1596 dan Inggris mendarat di Jakarta pada
tahun 1617. Sejak itu mereka saling memperebutkan pasar rempah-rempah dan
tempat yang strategis di dunia Timur, mulai dari Afrika Selatan, kemudian India
dan Asia Tenggara.
Persaingan antar bangsa Barat diakhiri dengan Traktat London pada tahun
1824, yang berisi :
1. Indonesia diserahkan kepada Belanda
2. Wilayah luar Indonesia diserahkan kepada Inggris
Belanda meninggalkan Malaka, Ceylan dan Afrika Selatan. Inggris harus
meninggalkan Indonesia. Raffless berangkat ke Singapura dan menguasainya.
James Broke berangkat menuju Brunei, di Kalimantan Utara dan menjadikan
wilayah ini terpisah dari wilayah Indonesia. Belanda khawatir akan terjadi hal
serupa di daerah perbatasan, maka melaksanakan anjuran JPG Westhoff , untuk
menguasai rakyat Indonesia perlu dilaksanakan Kristenisasi dengan merangkul
wilayah perbatasan seperti Sulawesi Utara, ( Minahasa ) , kepulauan Maluku dan
Timor, yang berbatasan dengan Portugis. Gereja-gereja dibangun di perbatasan
serta ditempatkan pulaser dadu untuk mengawasi Inggris.
Selanjutnya Belanda mulai melaksanakan praktek kolonialisme di
Indonesia. Muncullah perlawanan dari bangsa Indonesia seperti Pangeran
Diponegoro, Imam Bonjol, Sultan Hasanudin dll. Untuk wilayah perbatasan Barat
laut ( Sumatera Utara ) setelah Traktat London , Belanda menghadapi Perang

3
Paderi. sebelum dilaksanakan perang Paderi, diusahakan pembendungan bantuan
dari Aceh oleh Raffles, dengan meng-Kristen-kan Tanah Batak, agar Minangkabau
yangsedang bergolak ( Perang Paderi ) tidak mendapat bantuan dari Aceh.Usaha
penyebaran agama Kristen yang dilakukan oleh Belanda di Indonesia di laksanakan
dengan maksud politik, sehingga rakyat yang menjadi obyeknya tidak selamanya
diajak masuk Kristen secara baik-baik, tetapi sering juga dengan tipu daya dan
kekerasan, sehingga kaum muslimin merasa dirongrong; mereka mengadakan jihad,
tetapi Belanda lebih kuat, sehingga perjuangan gagal.
Kegagalan dalam perjuangan tersebut menyebabkan kaum muslimin
Indonesia secara besar- besaran hijrah ke Tanah Suci Mekah dan Madinah, karena
tidak bersedia untuk dijajah oleh Belanda. Maka pada abad ke-19 terbentuklah
masyarakat Indonesia di Mekah yang dikenal dengan sebutan ” Jawi ” , mereka
belajar di Masjidil Haram, sehingga banyak di antara mereka kemudian menjadi
ulama-ulama Jawi.
2.2. ALIRAN-ALIRAN MODERN DALAM ISLAM DI INDONESIA
Indonesia Pada awal abad ke-20 muncul gerakan Wahabi yang dipimpin
oleh raja Abdul Aziz Ibnu Saud, ketenangan tanah suci Mekah menjadi terganggu.
Dan hubungan tanah suci Mekah dengan Indonesia kemudian terputus, karena
terjadi Perang Dunia I tahun 1914-1918. Maka dalam kondisi yang demikian
banyak ulam-ulama Jawi yang kembali ke Indonesia, dan kemudian menyebarkan
ilmunya ke seluruh Indonesia tahun 1916 .Untuk menampung ulama-ulama itu,
sebagai wadahnya pada waktu itu di Indonesia sudah ada Jam’iyatul Chair yang
berpusat di Jakarta dengan cabang – cabangnya , Ar Robithah Al-Alawiyah , Al
Irsyad dan SI ( Sarikat Islam ), dan juga Muhammadiyah yang berpusat di
Yogyakarta.
Ulama-ulama Jawi pada awalnya menggabungkan diri dengan SI ( Sarikat
Islam ) kemudian setelah SI terpecah menjadi Si Merah yang bercorak komunis dan
SI Putih yang murni, maka ulama-ulama Jawi akhirnya meninggalkan SI karena
Belanda mencurigai seluruh SI akibat SI Merah melakukan kekacauan. Ulama-
ulama Jawi akhirnya membentuk organisasi sendiri. Dan karena Belanda
membatasi gerak Jam’iyatul Choir, maka muncullah organisasi Organisasi Islam

4
dengan nama yang bermacam-macam di seluruh Indonesia, sebagai perwujudan
lahirnya alam pikiran Islam Modern di Indonesia.
Macam macam Nama Aliran :
2.2.1. Jam’iyatul Chair
Didirikan pada tahun 1901 M. Di Jakarta sebagai hasil dari masuknya
faham Syeh Muhammad Abduh ke Indonesia melalui majalah Al ‘Urwatul
Wutsqa. Nama Jam’iyatul Chair disesuaikandengan Jam’iyah Al Chairiyah,
yang didirikan Syech Muhammad Abduh di Mesir. Anggotanya terdiri dari
keturunan Arab yang ada di Indonesia.
Pada tahun 1903 Saiyid Barzandi, Muhammad Al Fachir Al Mansur dan
Idrus ibn Shahabmengurus izin ke Belanda dan izin dapat diperoleh dari
Belanda pada tahun 1905. pada tahun itu juga datang peninjau dari Istanbul
yaitu Ahmad Amin Bey. Organisasi ini kemudian berkembangmaju, di antara
anggotanya antara lain: KH. Ahmad Dahlan, dan H.O.S Cokroaminoto.Pada
tahun 1912 organisasi ini mendapat kiriman seorang guru agama dari Syarif
Husein diMekah, yang bernama Syech Ahmad Surkaty Al Anshary As
Sudany Selanjutnya Syeh Ahmad Surkaty mengadakan peningkatan usaha
dalam Jam’iyatul Chair dengan melakukan modernisasi dalam empat bidang,
yaitu :
- Bahasa Arab
- Pendidikan Agama Islam
- Pelajaran Agama
- Ukhuwah Islamiyah2.
2.2.2. Al Irsyad
Jam’iyatul Ishlah wal Irsyad atau disingkat Al Irsyad merupakan
organisasi yang berdiri pada tahun 1914. Organisasi ini merupakan kelanjutan
dari organisasi Jam’iyatul Chair yang terpecahmenjadi tiga macam, yaitu
Jam’iyatul Chair, ar -Rabithah al Awaliyah dan Al Irsyad.Latar belakang
berdirinya organisasi ini karena Syech Ahmad Surkaty dalam suatu
dialogtentang sekufu antara golongan Sayid dan bukan Sayid, memberikan
penjelasan tanpamenyinggung madzhab hanya menggunakan pendapat

5
sendiri, sehingga menimbulkan perpecahan antara golongan Sayid dan bukan
sayid.
Pendapat Syech Ahmad Surkatymenimbulkan salah pengertian pada
orang awam, bahwa pendapatnya itulah satu-satunya yang benar, sedangkan
pendapat yang lainnya salah.Golongan Sayid marah kepada Syech Ahmad
Surkaty, lalu mereka memisahkan diri dari Jam’iyatul Chair dan membentuk
organisasi baru yang bernama Ar Rabithah Al-Alawiyah. Akibatnya Jam’yatul
Chair menjadi sepi. KH. Ahmad Dahlan dan HOS Cokroaminoto membujuk
Syeh Ahmad Surkaty agar tetap melanjutkan usaha bersama-sama
mengadakan modernisasi di Indonesia. Lalu Syech Ahmad Surkaty
membentuk organisasi baru yang diberi nama Jam’iyatul Ishlah wal Irsyad
atau Al Irsyad.
Dalam perkembangan selanjutnya di Indonesia muncul organisasi yang
bermacam-macam tetapi pada intinya merupakan perkembangan dari dua
organisasi sebelumnya yaitu organisasi simpatisan Al Irsyad atau organisasi
simpatisan Al-rabithah Al Alawiyah.
Di antara simpatisan Al Irsyad antara lain:
a. Muhammadiyah
b. Persis
c. Thawalib
Sedangkan simpatisan Ar-Rabithah Al-Alawiyah antara lain :
a. Persatuan Tarbiyatul Islamiyah,
b. Jam’iyatul Washliyah, Musyawaratut
Thalibin.Kemudian muncul pula organisasi yang berusaha
menggabungkan semuanya yaitu Nahdlatul Ulama atau NU Syech Ahmad
Surkaty wafat pada tahun 1945, usahanya kemudian dilanjutkan oleh
keponakannya yaitu Ustadz Muchtar Lutfie Al Anshary.

2.2.3. Sarikat Islam (SI)


Sebagai perwujudan kesepakatan dengan Syeh Ahmad Surkaty, HOS
Cokroaminoto kemudianmendirikan organisasi bernama Sarikat Islam. Pada
awalnya organisasi ini bernama SDI ( SarikatDagang Islam ) yang didirikan
pada tahun 1911 di Solo di bawah pimpinan H. Samanhudi.

6
Kemudian kegiatannya diperluas dan namanya diganti menjadi Sarikat
Islam ( SI ) pada tahun1912.Pada tahun 1916 M. Sarikat Islam mulai bergerak
di bidang politik. Menginginkan pemerintahansendiri, turut merundingkan
soal pemerintahan.
Kemudin SI dimasuki oleh orang-orang yang berjiwa Komunis,
sehingga SI pecah menjadi :
1. SI putih yang murni
2. SI merah yang berhaluan Komunis.
Untuk menonjolkan unsur politiknya maka SI ditingkatkan namanya
menjadi Partai Sarikat Islam ( PSI ), tetapi adanya SI merah yang berhaluan
Komunis menjadikan keruhnya tanggapan masyarakat terhadap SI. Akhirnya
SI merah keluar dari SI dan membentuk Partai Komunis Indonesia ( PKI ) ,
sedangkan SI putih lalu meningkatkan namanya menjadi Partai Saikat Islam
Indonesia ( PSII ).
Akibat masuknya pengaruh Komunis dalam SI merah, menyebabkan
simpati masyarakat terhadap SI menjadi berkurang. Banyak orang-orang
awam yang menarik diri dan tidak memasuki organisasi SI lagi. Hal ini
mendorong ulama-ulama Jawi membentuk organisasi lokal seperti Nahdlatul
Ulama ( NU ) di Surabaya, Musyawaratut Thalibin di Kalimantan, Persatuan
Ulama Seluruh Aceh ( PUSA), Darul Da’wah wal Irsyad di Sulawesi, dan
Nahdlatul Wathan di Nusa Tenggara.
2.2.4. Muhammadiyah
Sebagaimana kesepakatan dengan Syeh Ahmad Surkaty, maka bersama-
sama dengan SI yang dipimpin oleh HOS Cokroaminoto, KH. A. Dahlan
mendirikan Muhammadiyah di Yogyakarta. Kalau SI menitik - beratkan pada
bidang ekonomi dan politik, maka Muhammadiyah lebih menitik beratkan
kepada pendidikan, pembentukan kader yang sanggup ber-ijtihad.
Muhammadiyah sebagai organisasi yang berasaskan Islam bertujuan
untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenarnya.
Untuk mencapai tujuannya maka diadakan usaha-usaha antara lain :
1. Membentuk majlis Tabligh,

7
2. Mendirikan Sekolah-sekolah
3. Membentuk Majlis Tarjih
4. Mendirikan Panti Asuhan dan PKU untuk mengurusi orang sakit
5. Mendirikan orgnisasi Aisyiyah untuk kaum wanita
2.2.5. Thawalib
Organisasi ini didirikan pada tahun 1907 oleh H. Abdul Karim
Amrullah, M, Jamil Jambek dan Abdullah Ahmad di Sumatera Barat.
Organisasi ini berusaha mengadakan modernisasi seperti yang telah dilakukan
oleh Syeh Muhamad Abduh di Mesir, dan Jam’iyatul Chair di Jawa.
Madrasah Diniyah didirikan untuk mendidik kader-kader. Didirikan
juga madrasah Diniyah untuk putri. Abdullah Ahmad mendirikan Adabiyah
School di Padang . Sebagai sarana untuk menyiarkan pikiran pembaharuan ,
maka diterbitkan pula majalah Al Munir yang antara lain berisi terjemahan Al
Urwatul Wutsqo.
H. Abdullah Karim Amrullah kemudian menulis kitab Ushul Fiqh yang
bernama : Sullamul Mushul yang menerangkan tentang umat Islam tidak
boleh puas dengan mengikuti madzhab,tetapi harus berusaha berijtihad
sendiri langsung memetik hukum dari Qur’an dan Hadist, tanpa madzhab.
Pendapat ini tidak disetujui oleh sebagian ulama yang kemudian para ulama
berusaha membentuk organisasi baru yang bernama Tarbiyatul Islamiyah
2.2.6. PERTI
Persatuan Tarbiyatul Islamiyah ( PERTI ) didirikan di Sumatera Barat
oleh ulama yang tidaksetuju dengan Thawalib, yang dipimpin oleh Syech
Sulaiman Ar Rasuly. Organisasi PERTI ditetapkan bermadzhab Syafi’i.
Usaha-usahanya antara lain :
- mendirikan Madrasah
- menerbitkan majalah SUARTI ( Suara Tarbiyatul Islamiyah )
- menerbitkan bulletin Al Mizan
Organisasi ini terus berkembang sampai Proklamasi Kemerdekaan RI
dan menjelma menjadi Partai Tarbiyatul Islamiyah dengan singkatan tetap
PERTI
2.2.7. PMT

8
Dengan alasan yang sama terhadap Thawalib, maka di Tapanuli
didirikan Persatuan Muslimin Tapanuli ( PMT ) yang mengadakan kegiatan
yang sama dengan PERTI di daerah Tapanuli.PMT didirikan pada tahun 1930
di bawah pimpinan Syech Mustofa Husein Purba baru. Setelah Proklamasi
Kemerdekaan RI, organisasi PMT bergabung dengan Nahdlatul Ulama
( NU ).
2.2.8. Nahdlatul Ulama (NU)
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan
Islam), disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam yang terbesar nomer 1
di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di
bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi.Keterbelakangan baik secara mental,
maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun
akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum terpelajaruntuk
memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan
organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan "Kebangkitan
Nasional".
Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana, setelah
rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan
bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan
dan pembebasan. Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan
kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk
organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air)
pada 1916.
Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga
dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana
pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ
kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat itu
dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya
Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok
studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan
memiliki cabang di beberapa kota. Beranggotakan komite dan berbagai
organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu

9
untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk
mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkoordinasi dengan
berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi
yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H
(31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai
Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim
Asy'ari merumuskan kitabQanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga
merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut
kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar
dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial,
keagamaan dan politik. NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, sebuah
pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis)
dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi
NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal
ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari
pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi
dalam bidang teologi.
Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab:
imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam
Maliki, dan imam Hanbali sebagaimana yang tergambardalam lambang NU
berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan
metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara
tasawuf dengan syariat. Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984,
merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran
ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik
dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU
dengan negara.
Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran
dan dinamika sosial dalam NU. Dalam menentukan basis pendukung atau
warga NU ada beberapa istilah yang perlu diperjelas, yaitu: anggota,
pendukung atau simpatisan, serta Muslim tradisionalis yang sepaham dengan

10
NU. Jika istilah warga disamakan dengan istilah anggota, maka sampai hari
ini tidak ada satu dokumen resmipun yang bisa dirujuk untuk itu.
Hal ini karena sampai saat ini tidak ada upaya serius di tubuh NU di
tingkat apapun untuk mengelola keanggotaannya. Apabila dilihat dari segi
pendukung atau simpatisan, ada dua cara melihatnya. Dari segi politik, bisa
dilihat dari jumlah perolehan suara partai-partai yang berbasis atau
diasosiasikan dengan NU, seperti PKBU, PNU, PKU, Partai SUNI, dan
sebagian dari PPP. Sedangkan dari segi paham keagamaan maka bisa dilihat
dari jumlah orang yang mendukung dan mengikuti paham keagamaan NU.
Belakangan ini NU sudah memiliki sejumlah doktor atau magister
dalam berbagai bidang ilmu selain dari ilmu ke-Islam-an baik dari dalam
maupun luar negeri, termasuk negara-negara Barat. Namun para doktor dan
magister ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh para pengurus NU
hampir di setiap lapisan kepengurusan NU.
Tujuan Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah
waljama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.Usaha1. Di bidang agama, melaksanakan
dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada
semangat persatuan dalam perbedaan.2. Di bidang pendidikan,
menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk
membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.
Hal ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang
bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau
Jawa.3. Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta
kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.4. Di
bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati
hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.
Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang
telah terbukti membantu masyarakat.5. Mengembangkan usaha lain yang
bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdidan menjadi yang
terbaik bagi masyrakat
2.2.9. PERSIS

11
Sebagai akibat pembatasan gerak yang dilakukan oleh Belanda terhadap
Jam’iyatul Chair, maka diadakanlah Persatuan Islam ( PERSIS ) yang
didirikan oleh A. Hasan di Bandung pada tahun1923. Usahanya untuk
meningkatkan kesadaran beragama dan membentuk kader dengan membuka
sekolah dan madrasah. Dalam perkembangannya organisasi ini menonjol
dalam amar makruf nahi munkar, terutama pemberantasan kemaksiatan
2.2.10. Musyawaratut Thalibin
Organisasi ini lahir di Kalimantan sebagai perkembangan lebih lanjut
dari organisasi Sarikat Islam. Mereka melanjutkan usah- usaha SI dengan
mendirikan sekolah Darus Salam Martapura, merupakan madrasah yang
lengkap dengan asrama dan sawah - ladangnya, sebagai bekal para santri
belajar di sana . para santri tamatan madrasah Darus Salam setelah kembali
banyak yang mengembangkan usaha pendidikan Darus Salam di kampung
halaman masing-masing, sehingga menjadi cabang dari Darus Salam.
Pada tahun 1930, syeh Abdur rasyid Amuntai kembali dari Mesir, lalu
mengadakan modernisasi dengan membuka Ma’had Rasyidiyah, sebagai
lembaga pendidikan yang lengkap dari taman kanak-kanak sampai lanjutan
atas. Juga mendirikan Normal Islam Amuntai, sebagai sekolah guru Islam
yang modern , serta mendirikan poliklinik untuk anak-anak dan umum yang
berada
dalam suatu komplek yang disebut Ma’had Rasyidiyah.
Selanjutnya Musyawaratut Thalibin bergabung dengan MIAI atau
Masyumi . Dan setelahMasyumi bubar, sebagian anggota Musyawatut
Thalibin ada yang bergabung dengan Nahdlatul Ulama ( NU ) dan ada juga
yang bergabung dengan Al Jam’iyatul Washliyah.

2.2.11. Jam’iyatul Washliyah


Diresmikan pada tahun 1930, di Sumatera Utara. Mengutamakan
kegiatan di bidang da’wah hasilusahanya melahirkan organisasi da’wah besar,
yaitu Yayasan Zending Islam Indonesia.
Program kegiatan Jam’iyatul Washliyah antara lain :
a. menetapkan satu madzhab, yaitu Syafi’i

12
b. memberikan kebebasan kepada para anggotanya untuk beramal
menurut faham masing-masing
c. mengalihkan pemikiran umat Islam yang sedang sibuk
mempertentangkan masalah chilafiyahkepada masalah da’wah
yang sebenarnya.
2.2.12. Persatuan Ulama Seluruh Aceh atau (PUSA)
Persatuan Ulama Seluruh Aceh atau PUSA merupakan organisasi yang
melanjutkan usaha dari SI, bertujuan untuk melaksanakan syariat Islam dalam
masyarakat, serta meningkatkan syiar Islam dengan meningkatkan
pendidikan.
2.2.13. Nahdhatul Wathan
Organisasi ini didirikan di Nusa Tenggara, sebagai kelanjutan dari SI.
Usaha Nahdlatul Wathan adalah meningkatkan kesadaran beragama dengan
membuka sekolah-sekolah.
2.2.14. Majlis Islam ‘Alaa Indonesia (MIAI)
Majlis Islam ‘Alaa Indonesia atau MIAI, merupakan organisasi
gabungan dari organisasi yang ada di Indonesia.
Pada awal berdiri tahun 1921 anggotanya terdiri dari :
1. PSII
2. Muhammadiyah
3. Al Irsyad
4. POI ( Persatuan Oemmat Islam ) Majalengka
5. Al Islam, Solo6. Hidayatul Islamiyah, Banyuwangi
7. Al Chairiyah, Surabaya Pada kongres I tahun 1932 di Malang,
anggotanya bertambah, yaitu :
8. Nahdlatul Ulama, Surabaya
9. Jong Islamiten Bond, Semarang
10. Ahmadiyah Lahore, Solo
11. PPDP ( Persatuan Pengulu dan Pegawainya ) Solo
12. PUSURA ( Perhimpunan Putera Surabaya )
13. PAI ( Partai Arab Indonesia ), Surabaya
14. Muro’atul Ikhwan, Surabaya

13
15. Kuliyah Islam, Surabaya
16. PTTR ( Perhimpunan Pegawai Pos Telegraf Telefon dan Radio
Dienst Rendahan ), Surabaya
17. Komite Pembela Islam Palembang
18. Komite Persatuan Islam Banjarnegara
19. Komite Umat IslamPada kongres II di Solo tahun 1939, anggotanya
bertambah, yaitu :
1. Persatuan Islam ( PERSIS )
2. Al Ittihadiyatul Islamiyah Sukabumi
3. Partai Islam Indonesi ( PII)
4. Ar Rabithah Al Alawiyah, Jakarta
5. Pasundan Isteri, Bandung
6. Perempuan Indonesia, Bandung
7. PIB ( Persatuan Islam Bima )
8. Badan Pertahanan Islam Medan
9. Perhimpunan Andalas Surakarta
10. Perserikatan Ulama Majalengka
11. Persatuan Umat Islam Banjarnegara
12. Majlis Islam Cirebon
13. Komite Umat Islam Purworejo Pesantren Luhur, Solo
Pada kongres III di Solo tahun 1941, anggotanya bertambah yaitu :
1. Persatuan Ulama Seluruh Aceh ( PUSA)
2. Musyawaratut Thalibin Kalimantan
3. Majlis Ulama Indonesia Toli-Toli
4. Persatuan Muslimin Minahasa
5. Persatuan Putera Borneo, Surabaya
6. PERPINDOM ( Persatuan Pemuda Indonesia Malaya ) di Mesir
7. Al Jam’iyatul Wasliyah Medan
8. Ittihadul Ulama Medan

14
2.2.15. Yayasan Zending Islam Indonesia (JZII)
Yayasan Zending Islam Indonesia atau JZII adalah suatu badan yang
dibentuk sebagai pelaksanadari hasil keputusan MIAI tentang zending Islam.
Pada awal berdirinya dipakai nama CentraalZending islam Indonesia,
kemudian di Indonesiakan menjadi Majlis Tinggi Penyiaran IslamIndonesia,
yang berpusat di Medan.Pada tahun 1950 setelah MIAI dibubarkan, badan ini
menjadi otonom di dalam organisasi Al-Jam’iyatul Wasliyah
2.2.16. Taman Pendidikan Islam ( TPI )
Taman Pendidikan Islam ( TPI ) didirikan pada tahun 1950 di Medan
dengan ketua H. Riva’i Abd Manaf. Organisasi ini mementingkan pendidikan
meliputi Ilmu, Amal dan Maal, dengan sasaran orang-orang yang bekerja di
perkebunan-perkebunan Belanda

2.3. TOKOH-TOKOH MODERN/PEMBAHARUAN DALAM ISLAM DI


INDONESIA
Abad ke-19 adalah awal kemunculan ideologi pembaruan Islam yang
diserukan oleh Jamaludin Al-afghani dan Muhammad Abduh. Pembaruan Islam
yang tumbuh begitu pesat didukung pula dengan berdirinya sekolah-sekolah
pembaruan seperti Adabiah (1909), Diniyah Putri (1911), dan Sumatera Thawalib
(1915). Dari dampak pembaharuan tersebut munculah tokoh-tokoh pembaharuan di
Indonesia
Tokoh-tokoh pembaharuan di Indonesia antara lain :

2.3.1. Cak Nur (Nurcholis Madjid)


Cak Nur atau biasa di sebut nurcholis madjid dianggap sebagai ikon
pembaruan pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Gagasannya tentang
pluralisme telah menempatkannya sebagai intelektual Muslim terdepan di
masanya, terlebih di saat Indonesia sedang terjerumus di dalam berbagai
kemorosotan dan ancaman disintegrasi bangsa. Cak Nur dikenal dengan
konsep pluralismenya yang mengakomodasi keberagaman / ke-bhinneka-an
keyakinan di Indonesia. Menurut Cak Nur, keyakinan adalah hak primordial
setiap manusia dan keyakinan meyakini keberadaan Tuhan adalah keyakinan

15
yang mendasar. Keyakinan tersebut sangat mungkin berbeda-beda antar
manusia satu dengan yang lain, walaupun memeluk agama yang sama.
Hal ini berdasar kepada kemampuan nalar manusia yang berbeda-
beda, Cak Nur mendukung konsep kebebasan dalam beragama. Bebas
dalam konsep Cak Nur tersebut dimaksudkan sebagai kebebasan dalam
menjalankan agama tertentu yang disertai dengan tanggung jawab penuh
atas apa yang dipilih. Cak Nur meyakini bahwa manusia sebagai individu
yang paripurna, ketika menghadap Tuhan di kehidupan yang akan datang
akan bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan, dan kebebasan dalam
memilih adalah konsep yang logis. Manusia akan bertanggung jawab secara
pribadi atas apa yang ia lakukan dengan yakin. Apa yang diyakini, itulah
yang dipertanggung jawabkan. Maka pahala ataupun dosa akan menjadi
imbalan atas apa yang secara yakin ia lakukan.
Sebagai tokoh pembaruan dan cendikiawan Muslim Indonesia, seperti
halnya K.H Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Cak Nur sering mengutarakan
gagasan-gagasan yang dianggap kontroversial terutama gagasan mengenai
pembaruan Islam di Indonesia. Pemikirannya dianggap sebagai sumber
pluralisme dan keterbukaan mengenai ajaran Islam terutama setelah
berkiprah dalam Yayasan Paramadina dalam mengembangkan ajaran Islam
yang moderat.
Namun demikian, ia juga berjasa ketika bangsa Indonesia mengalami
krisis kepemimpinan pada tahun 1998. Cak Nur sering diminta nasihat oleh
PresidenSoeharto terutama dalam mengatasi gejolak pasca kerusuhan Mei
1998 di Jakarta setelah Indonesia dilanda krisis hebat yang merupakan
imbas krisis 1997. Atas saran Cak Nur, Presiden Soeharto mengundurkan
diri dari jabatannya untuk menghindari gejolak politik yang lebih parah.
Ide dan Gagasan Cak Nur tentang sekularisasi dan pluralisme tidak
sepenuhnya diterima dengan baik di kalangan masyarakat Islam Indonesia.
Terutama di kalangan masyarakat Islam yang menganut paham tekstualis
literalis (tradisional dan konservatif) pada sumber ajaran Islam. Mereka
menganggap bahwa paham Cak Nur dan Paramadinanya telah menyimpang
dari teks-teks Al-Quran dan Al-Sunnah. Gagasan Cak Nur yang paling

16
kontroversial adalah saat dia mengungkapkan gagasan "Islam Yes, Partai
Islam No?" yang ditanggapi dengan polemik berkepanjangan sejak
dicetuskan tahun 1960-an, sementara dalam waktu yang bersamaan sebagian
masyarakat Islam sedang gandrung untuk berjuang mendirikan kembali
partai-partai yang berlabelkan Islam. Konsistensi gagasan ini tidak pernah
berubah ketika setelah terjadi reformasi dan terbukanya kran untuk
membentuk partai yang berlabelkan agama.
2.3.2. K.H. Ahmad Dahlan
K.H. Ahmad Dahlan atau dikenal dengan Kiai Dahlan telah membawa
pembaharuan dan membuka kacamata modern Islam di Indonesia sesuai
dengan panggilan dan tuntutan zaman, bukan lagi secara tradisional. Beliau
mengajarkan kitab suci Al Qur’an dengan terjemahan dan tafsir agar
masyarakat tidak hanya pandai membaca ataupun melantunkan ayat Al
Qur’an semata, melainkan dapat memahami makna yang terkandung di
dalamnya. Dengan demikian diharapkan akan membuahkan amal perbuatan
sesuai dengan yang diharapkan dalam Al Qur’an itu sendiri. Menurut
pengamatannya, keadaan masyarakat sebelumnya hanya mempelajari Islam
dari kulitnya saja tanpa mendalami dan memahami isinya. Sehingga Islam
hanya menjadi suatu dogma yang mati.
Di bidang pendidikan, Kiai Dahlan juga mereformasi sistem
pendidikan pesantren zaman itu, yang menurutnya tidak jelas antara jenjang
dan metode yang diajarkan lantaran mengutamakan hafalan dan tidak
merespon ilmu pengetahuan umum. Sehingga Kiai Dahlan mendirikan
sekolah-sekolah agama dengan memberikan pelajaran pengetahuan umum
serta bahasa Belanda. Bahkan ada juga Sekolah Muhammadiyah seperti
H.I.S. met de Qur’an. Sebaliknya, beliau pun memasukkan pelajaran agama
pada sekolah-sekolah umum. Kiai Dahlan terus mengembangkan dan
membangun sekolah-sekolah. Sehingga semasa hidupnya, beliau telah
banyak mendirikan sekolah, masjid, langgar, rumah sakit, poliklinik, dan
rumah yatim piatu.
Kegiatan dakwah pun tidak ketinggalan.Beliau semakin meningkatkan
dakwah dengan ajaran pembaruannya. Di antara ajaran utamanya yang

17
terkenal, beliau mengajarkan bahwa semua ibadah diharamkan kecuali yang
ada perintahnya dari Nabi Muhammad SAW. Beliau juga mengajarkan
larangan ziarah kubur, penyembahan dan perlakuan yang berlebihan
terhadap pusaka-pusaka keratin seperti keris, kereta kuda, dan tombak. Di
samping itu, beliau juga memurnikan agama Islam dari percampuran ajaran
agama Hindu, Budha, animisme, dinamisme, dan kejawen.
Di bidang Organisasi, pada tahun 1918, beliau membentuk organisasi
Aisyiyah yang khusus untuk kaum wanita. Pembentukan organisasi
Aisyiyah, yang juga merupakan bagian dari Muhammadiyah ini, sebagai
bentuk kesadaran pentingnya peranan kaum wanita dalam hidup dan
perjuangannya sebagai pendamping dan partner kaum pria. Sementara untuk
pemuda, Kiai Dahlan membentuk Padvinder atau Pandu – sekarang dikenal
dengan nama Pramuka – dengan nama Hizbul Wathan disingkat H.W. Di
sana para pemuda diajari baris-berbaris dengan genderang, memakai celana
pendek, berdasi, dan bertopi. Hizbul Wathan ini juga mengenakan uniform
atau pakaian seragam, mirip Pramuka sekarang.

2.3.3. Syekh Muhammad Jamil Jambek


Sebagai ulama pelopor pembaruan Islam dari Sumatera Barat awal
abad ke-20, serta sebagai ahli ilmu falak terkemuka. Nama Syekh
Muhammad Jamil Jambek lebih dikenal dengan sebutan Syekh Muhammad
Jambek. Beliau dilahirkan dari keluarga bangsawan dan juga merupakan
keturunan penghulu. Ayahnya bernama Saleh Datuk Maleka, seorang kepala
nagari Kurai, sedangkan ibunya berasal dari Sunda. Kiprahnya mampu
memberikan warna baru di bidang kegiatan keagamaan di Sumatera Barat.
Mengutip Ensiklopedia Islam, Syekh Muhammad Jambek juga dikenal
sebagai ulama yang pertama kali memperkenalkan cara bertablig di muka
umum. Barzanji (rawi) atau marhaban (puji-pujian) yang biasanya
dibacakan di surau-surau saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW,
digantinya dengan tablig yang menceritakan riwayat lahir Nabi Muhammad
dalam bahasa Melayu.
Demikian halnya dengan kebiasaan membaca riwayat Isra Mi'raj Nabi
Muhammad dari kitab berbahasa Arab. Dia menggantinya dengan tablig

18
yang menceritakan peristiwa tersebut dalam bahasa Melayu, sehingga
dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat. Termasuk juga tradisi membaca
kitab, digantinya dengan membahas masalah kehidupan sehari-hari.
Menurutnya, semua itu dilakukan karena agama diperuntukkan bagi siapa
saja yang dapat memahaminya. Ia pun dikenal sebagai ulama yang lebih
bergiat di aktivitas tablig dan ceramah.
Seiring perjalanan waktu, sikap dan pandangannya terhadap tarekat
mulai berubah. Syekh Muhammad Jambek kini tidak lagi tertarik pada
tarekat. Pada awal tahun 1905, ketika diadakan pertemuan ulama guna
membahas keabsahan tarekat yang berlangsung di Bukit Surungan, Padang
Panjang, Syekh Muhammad berada di pihak yang menentang tarekat. Dia
"berhadapan" dengan Syekh Bayang dan Haji Abbas yang membela tarekat.
Kemudian dia menulis buku mengenai kritik terhadap tarekat berjudul
Penerangan Tentang Asal Usul Thariqatu al-Naksyabandiyyah dan Segala
yang Berhubungan dengan Dia, terdiri atas dua jilid. Salah satu penjelasan
dalam buku itu, yakni tarekat Naksyabandiyyah diciptakan oleh orang dari
Persia dan India. Syekh Muhammad Jambek menyebut orang-orang dari
kedua negeri itu penuh takhayul dan khurafat yang makin lama makin jauh
dari ajaran Islam.
Buku lain yang ditulisnya berjudul Memahami Tasawuf dan Tarekat
dimaksudkan sebagai upaya mewujudkan pembaruan pemikiran Islam.
Akan tetapi secara umum dia bersikap tidak ingin bermusuhan dengan adat
istiadat Minangkabau. Tahun 1929, Syekh Muhammad Jambek mendirikan
organisasi bernama Persatuan Kebangsaan Minangkabau dengan tujuan
untuk memelihara, menghargai, dan mencintai adat istiadat setempat.
Di samping juga untuk memelihara dan mengusahakan agar Islam
terhindar dari bahaya yang dapat merusaknya. Selain itu, dia juga turut
menghadiri kongres pertama Majelis Tinggi Kerapatan Adat Alam
Minangkabau tahun 1939.

Yang tak kalah pentingnya dalam perjalanan dakwahnya, pada masa


pendudukan Jepang, Syekh Muhammad Jambek mendirikan Majelis Islam
Tinggi (MIT) berpusat di Bukittinggi.

19
2.3.4. Abdul Karim Amrullah
Lahir dengan nama Muhammad Rasul di Nagari Sungai Batang,
Maninjau, Agam, Sumatera Barat, 10 Februari 1879. Beliau dijuluki sebagai
Haji Rasul dan merupakan salah satu ulama terkemuka sekaligus reformis
Islam di Indonesia. Beliau juga merupakan pendiri Sumatera Thawalib,
sekolah Islam modern pertama di Indonesia.
Abdul Karim Amrullah dilahirkan dari pasangan Syekh Muhammad
Amrullah dan Andung Tarawas. Ayahnya, yang juga dikenal sebagai Tuanku
Kisai, merupakan syekh dari Tarekat Naqsyabandiyah. Bersama dengan
Abdullah Ahmad, Abdul Karim Amrullah menjadi orang Indonesia pertama
yang memperoleh gelar doktor kehormatan dari Universitas Al-Azhar, di
Kairo, Mesir. Pada tahun 1894, beliau dikirim oleh ayahnya ke Mekkah
untuk menimba ilmu dan berguru pada Syeikh Ahmad Khatib Al-
Minangkabawi yang pada waktu itu menjadi guru dan imam Masjidil
Haram. Pada tahun 1925, sepulangnya dari perjalanan ke Jawa, beliau
mendirikan cabang Muhammadiyah di Minangkabau, tepatnya di Sungai
Batang, kampung halamannya. Salah satu putranya, yaitu Hamka, nama
pena dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah, dikenal banyak orang sebagai
ulama besar dan sastrawan Indonesia angkatan Balai Pustaka.
Abdul Karim Amrullah meninggal di Jakarta, 2 Juni 1945 pada usia 66
tahun.
Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh yang tidak kami sebut karena
keterbatasan waktu.

20
BAB III
PENUTUP
3.1. SIMPULAN

Kegagalan dalam perjuangan tersebut menyebabkan kaum muslimin


Indonesia secara besar- besaran hijrah ke Tanah Suci Mekah dan Madinah,
karena tidak bersedia untuk dijajah oleh Belanda. Maka pada abad ke-19
terbentuklah masyarakat Indonesia di Mekah yang dikenal dengan sebutan ”
Jawi ” , mereka belajar di Masjidil Haram, sehingga banyak di antara mereka
kemudian menjadi ulama-ulama Jawi.
Ulama-ulama Jawi pada awalnya menggabungkan diri dengan SI
( Sarikat Islam ) kemudian setelah SI terpecah menjadi Si Merah yang bercorak
komunis dan SI Putih yang murni, maka ulama-ulama Jawi akhirnya
meninggalkan SI karena Belanda mencurigai seluruh SI akibat SI Merah
melakukan kekacauan. Ulama-ulama Jawi akhirnya membentuk organisasi
sendiri. Dan karena Belanda membatasi gerak Jam’iyatul Choir, maka
muncullah organisasi Organisasi Islam dengan nama yang bermacam-macam di
seluruh Indonesia, sebagai perwujudan lahirnya alam pikiran Islam Modern di
Indonesia.
Abad ke-19 adalah awal kemunculan ideologi pembaruan Islam yang
diserukan oleh Jamaludin Al-afghani dan Muhammad Abduh. Pembaruan Islam
yang tumbuh begitu pesat didukung pula dengan berdirinya sekolah-sekolah
pembaruan seperti Adabiah (1909), Diniyah Putri (1911), dan Sumatera Thawalib
(1915). Dari dampak pembaharuan tersebut munculah tokoh-tokoh pembaharuan di
Indonesia

21
DAFTAR PUSTAKA

Sanichi. 2013. Tokoh Pembaharuan Islam di Indonesia.


sharingmahasiswa.blogspot.com. http://sharingmahasiswa.blogspot.com/2013/08/tokoh-
pembaharuan-islam-di-indonesia.html
wildan teuku. ALIRAN MODERN DI Indonesia. www.academia.edu
:https://www.academia.edu/9726784/ALIRAN_modern_DI_INDONESIA

22

Anda mungkin juga menyukai