Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

BAB 9

( TANAH DAN KEHIDUPAN ORGANISME TANAH )

OLEH KELOMPOK 2

MAYLANI AMELIA P. (15)

NABILA SYAHFITRI R. (20)

NAFISAH ALIF NURHALIZA (21)

TARISSA LUTHFIA F. (29)

KELAS IXF

DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

SMP NEGERI 1 TAMAN

SIDOARJO

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rasa cinta dan kasih
sayang kedalam sanubari setiap kehidupan yang tidak akan pernah terkikiskan
oleh gejolaknya zaman sehingga dengan rasa cinta dan kasih sayangnya lah
membawa kita kepada pemikiran-pemikiran yang slalu diridhoinya yang
berupa penyusunan makalah ini yang bertemakan SEJARAH ISLAM DI
ACEH Sesuai dengan harapan yang kita inginkan.

Sholawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada nabi kita
nabi besar Muhammad SAW, karena denga berkat perjuangan beliau kita
dapat terangkis dari alam jahiliya menuju alam kemahiran, sehingga kita dapat
menikmati ilmu yang dengan baik seperti apa yang kita rasakan sekarang ini.

Melihat kemanpuan kami yang kurang, kami yakin dalam makalah ini
masih banyak terdapat kekurangan, maka dari itu, kami sangat butuh saran dan
kritik yang bersifat membangun yang mampu membawa kami kepada
kesempurnaan makalah ini.

SIDOARJO,19 OKTOBER 2018

i
DAFTAR ISI

DAFTAR
ISI................................................................................................................................. i

KATA
PENGANTAR……………………………………………………...…………..…….ii

BAB I
PENDAHULUAN.....................................................................................................

1.1 Latar Belakang Masalah........................................... ............................... .. 1

1.2 Rumusan masalah............................................................... ........................ ...2

1.3 Tujuan................................................................................... .. ................ .......2

BAB II

PEMBAHASAN………………….,……………………………………………….

2.1 Asal Usul Masuknya Islam di Aceh………………………………………….3


2.2 Ulama Ulama Penyiar Islam DI Aceh………………………………………..5
2.3 Penyebab Cepatnya Perkembangan Islam di Aceh…………………………..8
2.4 Kerajaan Kerajaan di Aceh…………………………………………………...8
2.5 Keberhasilan dan Kemunduran………………………………………………9

BAB III

Kesimpulan / Penutup……………………………………………….….…….......

a. Kesimpulan…………… …………………………………… … ……… ... 10

b. Kritik……… …………… ……………… ……………… ……….……10

c. Saran…………………………….………… …………… … ...……… .…10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATARBELAKANG

Islam di Aceh merupakan agama yang dianut oleh mayoritas penduduk


Aceh. Banyak ahli sejarah baik dalam maupun luar negeri yang berpendapat
bahwa agama Islam pertama sekali masuk ke Indonesia melalui Aceh.Keterangan
Marco Polo yang singgah di Perlak pada tahun 1292 menyatakan bahwa negeri itu
sudah menganut agama Islam. Begitu juga Samudera-Pasai, berdasarkan makam
yang diketemukan di bekas kerajaan tersebut dan berita sumber-sumber yang ada
seperti yang sudah kita uraikan bahwa kerajaan ini sudah menjadi kerajaan Islam
sekitar 1270.

Tentang sejarah perkembangan Islam di daerah Aceh pada zaman-zaman


permulaan itu petunjuk yang ada selain yang telah kita sebutkan pada bagian-
bagian yang lalu ada pada naskah-naskah yang berasal dari dalam negeri sendiri
seperti Kitab Sejarah Melayu, Hikayat Raja-Raja Pasai. Menurut kedua kitab
tersebut, seorang mubaligh yang bernama Syekh Ismail telah datang dari Mekkah
sengaja menuju Samudera untuk mengislamkan penduduk di sana. Sesudah
menyebarkan agama Islam seperlunya, Svekh Ismail pun pulang kembali ke
Mekkah. Perlu uga disebutkan di sini bahwa dalam kedua kitab ini disebutkan
pula negeri-negeri lain di Aceh yang turut diislamkan, antara lain: Perlak, Lamuri,
Barus dan lain-lain.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana asal usul masuknya islam di Aceh?


2. Siapa saja ulama-ulama penyiar islam awal di Aceh?
3. Apa saja faktor yang menyebabkan pesatnya perkembangan islam di Aceh?
4. Apa saja kerajaan-kerajaan islam di Aceh?
5. Apa saja keberhasilan dan kemunduran?

1.3 TUJUAN

Dengan mengerjakan makalah ini kita dapat mengetahui bagaimana sejarah


islam di Aceh.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ASAL USUL MASUKNYA ISLAM di ACEH

Hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa dearah Indonesia yang


mula-mula di masuki Islam ialah daerah Aceh.
Berdasarkan kesimpulan seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia yang
berlangsung di Medan pada tanggal 17 – 20 Maret 1963, yaitu:

 Islam untuk pertama kalinya telah masuk ke Indonesia pada abad ke-7
M, dan langsung dari Arab.
 Daerah yang pertama kali didatangi oleh Islam adalah pesisir Sumatera,
adapun kerajaan Islam yang pertama adalah di Pasai.
 Dalam proses pengislaman selanjutnya, orang-orang Islam Indonesia
ikut aktif mengambil peranan dan proses penyiaran Islam dilakukan
secara damai.
 Keterangan Islam di Indonesia, ikut mencerdaskan rakyat dan membawa
peradaban yang tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa
Indonesia.(Taufik Abdullah, 1983: 5)

Masuknya Islam ke Indonesia ada yang mengatakan dari India, dari Persia,
atau dari Arab. (Musrifah, 2005: 10-11). Dan jalur yang digunakan adalah:

a. Perdagangan, yang mempergunakan sarana pelayaran


b. Dakwah, yang dilakukan oleh mubaligh yang berdatangan bersama para
pedagang, para mubaligh itu bisa dikatakan sebagai sufi pengembara.
c. Perkawinan, yaitu perkawinan antara pedagang muslim, mubaligh dengan
anak bangsawan Indonesia, yang menyebabkan terbentuknya inti sosial
yaitu keluarga muslim dan masyarakat muslim.
d. Pendidikan. Pusat-pusat perekonomian itu berkembang menjadi pusat
pendidikan dan penyebaran Islam.

3
e. Kesenian. Jalur yang banyak sekali dipakai untuk penyebaran Islam
terutama di Jawa adalah seni.

Bentuk agama Islam itu sendiri mempercepat penyebaran Islam, apalagi


sebelum masuk ke Indonesia telah tersebar terlebih dahulu ke daerah-daerah
Persia dan India, dimana kedua daerah ini banyak memberi pengaruh kepada
perkembangan kebudayaan Indonesia. Dalam perkembangan agama Islam di
daerah Aceh, peranan mubaligh sangat besar, karena mubaligh tersebut tidak
hanya berasal dari Arab, tetapi juga Persia, India, juga dari Negeri sendiri.

Sedangkan Hasbullah mengutip pendapat Prof. Mahmud Yunus,


memperinci faktor-faktor yang menyebabkan Islam dapat cepat tersebar di
seluruh Indonesia (Hasbullah, 2001: 19-20), antara lain:

a. Agama Islam tidak sempit dan berat melakukan aturan-aturannya, bahkan


mudah ditiru oleh segala golongan umat manusia, bahkan untuk masuk
agama Islam saja cukup dengan mengucap dua kalimah syahadat saja.
b. Sedikit tugas dan kewajiban Islam
c. Penyiaran Islam itu dilakukan dengan cara berangsur-angsur sedikit demi
sedikit.
d. Penyiaran Islam dilakukan dengan cara bijaksana.
e. Penyiaran Islam dilakukan dengan perkataan yang mudah dipahami umum,
dapat dimengerti oleh golongan bawah dan golongan atas.

Konversi massal masyarakat Nusantara kepada Islam pada masa


perdagangan terjadi karena beberapa sebab (Musrifah, 2005: 20-21), yaitu:

1. Portilitas (siap pakai) sistem keimanan Islam.


2. Asosiasi Islam dengan kekayaan. Ketika penduduk pribumi Nusantara
bertemu dan berinteraksi dengan orang muslim pendatang di pelabuhan,
mereka adalah pedagang yang kaya raya. Karena kekayaan dan kekuatan
ekonomi, mereka bisa memainkan peranan penting dalam bidang politik dan
diplomatik.

4
3. Kejayaan militer. Orang muslim dipandang perkasa dan tangguh dalam
peperangan.
4. Memperkenalkan tulisan. Agama Islam memperkenalkan tulisan ke berbagai
wilayah Asia Tenggara yang sebagian besar belum mengenal tulisan.
5. Mengajarkan penghapalan Al-Qur’an. Hapalan menjadi sangat penting bagi
penganut baru, khususnya untuk kepentingan ibadah, seperti sholat.
6. Kepandaian dalam penyembuhan. Tradisi tentang konversi kepada Islam
berhubungan dengan kepercayaan bahwa tokoh-tokoh Islam pandai
menyembuhkan. Sebagai contoh, Raja Patani menjadi muslim setelah
disembuhkan dari penyakitnya oleh seorang Syaikh dari Pasai.
7. Pengajaran tentang moral. Islam menawarkan keselamatan dari berbagai
kekuatan jahat dan kebahagiaan di akhirat kelak.

2.2 ULAMA-ULAMA PENYIAR ISLAM di ACEH

1. Hamzah Fansuri

Hamzah Fansuri adalah seorang ulama dan sufi besar pertama di Aceh.
Beliau adalah penulis produktif yang menghasilkan karya risalah keagamaan dan
juga prosa yang sarat dengan ide-ide mistis. Selain itu aktif menulis karya-karya
tentang tasawuf pada paruh ke dua abad ke- 16. dan menguasai bahasa Arab,
bahasa Parsi, disamping juga menguasai bahasa Urdu. Paham tasawuf yang
dibawanya adalah Wujudiyah. Kepopuleran nama Hamzah Fansuri tidak
diragukan lagi, banyak pakar telah mengkaji keberadaan Hamzah yang sangat
popular lewat karya-karyanya yang monumental. Namun mengenai dimana dan
kapan persisnya Hamzah lahir, sampai saat ini masih menjadi pertanyaan dan
perbedaan pendapat para ahli sejarah. Hal itu disebabkan karena belum terdapat
catatan yang pasti tentang hal tersebut. Satu-satunya data yang dapat dihubungkan
dengan tempat kelahiran Hamzah adalah Fansur, yang merupakan suatu tempat
yang terletak antara Sibolga dan Singkel. Dari sebutan namanya Hamzah Fansuri,
yang berarti Hamzah dari Fansur, yang menunjukkan bahwa Hamzah memang
berasal dari Fansur yang merupakan pusat pengetahuan Islam lama di Aceh
bagian Barat Daya. Hal yang sama dikatakan oleh Francois Valentijn bahwa
5
Hamzah Fansuri seorang penyair Melayu termasyhur yang dilahirkan di Fansur
(Barus) sehingga negeri tersebut terkenal dikarenakan syair-syair Melayu
gubahannya.

2. Syamsudin al-Sumatrani

Sufi besar yang muncul di Aceh sesudah Hamzah Fansuri ialah Syamsudin
Al-Sumatrani, atau yang juga dikenal sebagai Syamsudin Pasai karena berasal
dari Pasai. Sebagai penulis risalah tasawuf dia lebih produktif daripada
pendahulunya itu. Banyak mengarang kitabnya dalam bahasa Melayu dan Arab.
Syamsudin Pasai ini seorang ulama dan sangat disayangi sultan Iskandar Muda,
sehingga ia diangkat sebagai pembantu dekatnya, Seorang pelawat Eropa yang
berkunjung ke Aceh mengatakan bahwa Syamsudin sebagai bishop yang berarti
seseorang mempunyai kedudukan tinggi di istana Aceh. Di samping itu ia seorang
ahli politik dan ketatanegaraan seperti Bukhari al-Jauhari pengarang kitab Tajul
al-Salatin (T. Iskandar, 1987)
Dalam penulisan sastra, peranan Syamsudin terutama dalam upayanya
mengembangkan kritik sastra secara hermenuitika sufi (ta’wil) yang telah
berkembang sejak abad 11 M. Karyanya yang menggunakan metode ta’wil ini
tampak dalam risalahnya yaitu Syarah Ruba’I Hamzah Fansuri.Ta’wil merupakan
metode penafsiran sastra yang melihat teks puisi sebagai ungkapan kata-kata
simbolik dan metaforik yang maknanya berlapis-lapis (makna lahir, makna
bathin, dan makna isyarah atau sugestif). Bahasa Melayu yang digunakan
Syamsudin dalam karyanya tidak jauh berbeda dari bahasa Melayu yang
digunakan penulis kitab sastra dalam abad 17-19 M.

3. Nuruddi Ar-Raniri.

Ulama dan sastrawan ini berasal dari Ranir, lahir pada tahun 1568 M. di
sebuah kota pelabuhan di pantai Gujarat.(Windstedt, 1968: 145; Ahmad Daudy,
1983: 49). Ayahnya berasal dari keluarga imigran Hadhramaut. Sedangkan ibuya
adalah seorang Melayu. Ar-Raniri lebih dikenal sbagai ulama besar Melayu-
Indonesia daripada India dan Arab. Karena sejak kecil sudah tertarik dan senang
mempelajari bahasa melayu, sehingga tumbuhlah ia menjadi seorang yang sangat
6
mencintai dunia Melayu. Iapun telah mengabdikan dirinya demi kepentingan
Islam di Nusantara dengan mendapat kepercayaan dari seorang sultan pada
kesultanan Aceh. Hatinya sangat tertarik dengan dunia Melayu. Setelah beberapa
lama menimba ilmu ke Timur Tengah, ia berangkat ke Aceh pada tahun 1637 M.
dan mendapat kepercayaan dari sultan Iskandar Thani, sebagai Syaikhul Islam.
Setelah mendapat posisi yang kuat di Aceh, Ar-Raniri kemudian melancarkan
pembaharuan Islam dengan radikal. Ia menentang paham Wujudiyah yang dibawa
oleh Hamzah Fansuri dan Syamsudin Al-Sumatrani. Ar-Raniri menuduh mereka
berdua telah sesat dan menyimpang dari ajaran Islam. Orang-orang yang menolak
melepaskan keyakinannya yang sesat akan dibunuh, dan banyak buku/kitab-kitab
Hamzah Fansuri dibakar.

4. Abdul Rauf al-Singkili

Abdul Rauf bin Ali al-Jawi al-Fansuri al-Singkili adalah seorang ulama
besar Aceh yang terakhir. Ia lahir di Fansur, dibesarkan di Singkel, wilayah pantai
Barat-Laut Aceh. Diperkirakan lahir tahun 1615 M. Ayahnya Syech Ali Fansuri
masih bersaudara dengan Syech Hamzah Fansuri. Beliau menghabiskan waktunya
selama 19 tahun untuk menuntut berbagai cabang ilmu Islam di Haramayn.
Setelah selesai belajar berbagai macam ilmu agama ia kembali ke Aceh dan
membaktikan dirinya di Kesultanan Aceh. Pada masa pemerintahan Ratu
Safiatuddin Abdul Rauf ini diangkat sebagai Mufti kesultanan Aceh menjadi
Qadhi Malikul Adil. Dalam kiprahnya beliau melanjutkan usaha pembaharuan
yang pernah dirintis oleh Ar-Raniri. Tema sentral pembaharuannya diutamakan
pada rekonsiliasi, dengan memadukan secara simponi tasawuf dan syariah.
Kegagalan Ar-Raniri menentang menentang paham wujudiyah dilanjutkan oleh
Abdul Rauf, tetapi tidak dengan jalan radikal. Beliau sangat bijaksana dalam
menyikapi dua hal yang bertentangan dan tidak bersikap kejam terhadap mereka
yang menganut paham lain. Beliau juga mengecam sikap radikal yang dijalani Ar-
Raniri. Dengan bijaksana mengingatkan kaum Muslimin Nusantara bahwa jangan
tergesa-gesa dan bahayanya menuduh orang lain sesat atau kafir.

7
2.3 PENYEBAB CEPATNYA PERKEMBANGAN ISLAM di ACEH

Ada dua faktor penting yang menyebabkan masyarakat Islam mudah


berkembang di Aceh, yaitu:

1. Letaknya sangat strategis dalam hubungannya dengan jalur Timur Tengah


dan Tiongkok.
2. Pengaruh Hindu – Budha dari Kerajaan Sriwijaya di Palembang tidak begitu
berakar kuat dikalangan rakyat Aceh, karena jarak antara Palembang dan
Aceh cukup jauh.

2.4 KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM di ACEH

a. Samudera Pasai

Kerajaan Pasai adalah Kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kerajaan ini


terletak di pesisir timur laut Aceh. Kemunculan pertama kalinya diperkirakan
abad ke-13 M, sebagai proses dari hasil Islamisasi daerah-daerah pinggir pantai
yang pernah disinggahi para pedagang-pedagang muslim sejak abad ke-7, ke-8,
dan seterusnya. Bukti berdirinya kerajaan ini adalah dengan adanya nisan kubur
yang terbuat dari batu granit asal Samudera Pasai. Dan nisan itu, dapat diketahui
bahwa raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan Ramadhan tahun 696 H,
yang diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M.
Malik Al-Shaleh adalah raja pertama kerajaan tersebut dan merupakan
pendiri kerajaan itu. Hal ini diketahui melalui tradisi Hikayat Raja-Raja Pasai,
Hikayat Melayu, dan juga hasil penelitian atas berbagai sumber yang dilakukan
sarjana-sarjana Barat, khususnya Belanda, seperti Snouck Hurgronye,
J.P.Molquette, J.L.Moens, J.Hushoff Poll, G.P.Rouffaer, H.K.J.Cowan, dan lain-
lain.
Dari segi politik, munculnya kerajaan Samudera Pasai pada abad ke-13 M
itu sejalan dengan suramnya peranan kerajaan Sriwijaya, yang sebelumnya
memeganag peranan penting di kawasan Sumatera dan sekelilingnya.

8
b. Aceh Darussalam

Kerajaan Aceh terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan nama


Aceh Besar. Disini pula terletak ibu kotanya. Kurang begitu diketahui kapan
kerajaan ini muncul atau berdiri. Anas Machmud berpendapat, kerajaan Aceh
berdiri pada abad ke-15 M, diatas puing-puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar
Syah (1465-1497). Dialah yang membangun kota Aceh Darussalam. Menurutnya
pada masa pemerintahannya, Aceh Darussalam mulai mengalami kemajuan dalam
bidang perdagangan karena saudagar-saudagar Muslim yang sebelumya
berdagang dengan Malaka memindahkan kegiatan mereka ke Aceh, setelah
Malaka dikuasai Portugis pada tahun 1511 M. sebagai akibat penaklukan Malaka
Utara melalaui selat Karimata dari Portugis itu, jalan dagang yang sebelumaya
dari laut Jawa ke Sunda dan menyusur pantai Barat Sumatera, kemudian ke Aceh.

2.5 KEBERHASILAN DAN KEMUNDURAN

1. Keberhasilan

Kesultanan Aceh mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan


Sultan Iskandar Muda [1607-1636]. Pada masa kepemimpinannya, Aceh telah
berhasil memukul mundur kekuatan Portugis dari selat Malaka. Kejadian ini
dilukiskan dlm La Grand Encyclopedie bahwa pada tahun 1582, bangsa Aceh
sudah meluaskan pengaruhnya atas pulau-pulau Sunda [Sumatera, Jawa &
Kalimantan] serta atas sebagian tanah Semenanjung Melayu. Selain itu Aceh juga
melakukan hubungan diplomatik dengan semua bangsa yg melayari Lautan
Hindia. Pada tahun 1586, kesultanan Aceh melakukan penyerangan terhadap
Portugis di Melaka dengan armada yg terdiri dari 500 buah kapal perang & 60.
000 tentara laut. Serangan ini dlm upaya memperluas dominasi Aceh atas Selat
Malaka & semenanjung Melayu. Walaupun Aceh telah berhasil mengepung
Malaka dari segala penjuru, namun penyerangan ini gagal dikarenakan adanya
persekongkolan antara Portugis dengan kesultanan Pahang. Dalam lapangan
pembinaan kesusasteraan & ilmu agama, Aceh telah melahirkan beberapa ulama
ternama, yg karangan mereka menjadi rujukan utama dlm bidang masing-masing,
seperti Hamzah Fansuri dlm bukunya Tabyan Fi Ma’rifati al-U Adyan,
9
Syamsuddin al-Sumatrani dlm bukunya Mi’raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin
Al-Raniri dlm bukunya Sirat al-Mustaqim, & Syekh Abdul Rauf Singkili dlm
bukunya Mi’raj al-Tulabb Fi Fashil.

2. Kemunduran

Kemunduran Kesultanan Aceh bermula sejak kemangkatan Sultan


Iskandar Tsani pada tahun 1641. Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa
faktor, di antaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau
Sumatera & Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak,
Tapanuli & Mandailing, Deli serta Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan
Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan di antara
pewaris tahta kesultanan. Traktat London yg ditandatangani pada 1824 telah
memberi kekuasaan kepada Belanda untuk menguasai segala kawasan
British/Inggris di Sumatra sementara Belanda akan menyerahkan segala
kekuasaan perdagangan mereka di India & juga berjanji tak akan menandingi
British/Inggris untuk menguasai Singapura. Pada akhir November 1871, lahirlah
apa yg disebut dengan Traktat Sumatera, dimana disebutkan dengan jelas “Inggris
wajib berlepas diri dari segala unjuk perasaan terhadap perluasan kekuasaan
Belanda di bagian manapun di Sumatera. Pembatasan-pembatasan Traktat
London 1824 mengenai Aceh dibatalkan”. Sejak itu, usaha-usaha untuk menyerbu
Aceh makin santer disuarakan, baik dari negeri Belanda maupun Batavia. Setelah
melakukan peperangan selama 40 tahun, Kesultanan Aceh akhirnya jatuh &
digabungkan sebagai bagian dari negara Hindia Timur Belanda. Pada tahun 1942,
pemerintahan Hindia Timur Belanda jatuh di bawah kekuasan Jepang. Pada tahun
1945, Jepang dikalahkan Sekutu, sehingga tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan
di ibukota Hindia Timur Belanda [Indonesia] segera memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Aceh menyatakan bersedia bergabung
ke dlm Republik indonesia atas ajakan & bujukan dari Soekarno kepada
pemimpin Aceh Sultan Muhammad Daud Beureueh saat itu.

10
BAB III
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN

Pendidikan Islam sendiri adalah proses bimbingan terhadap peserta didik


ke arah terbentuknya pribadi muslim yang baik. Keberhasilan dan kemajuan
pendidikan di masa kerajaan Islam di Aceh, tidak terlepas dari pengaruh Sultan
yang berkuasa dan peran para ulama serta pujangga, baik dari luar maupun
setempat, seperti peran Tokoh pendidikan Hazah Fansuri, Syamsudin As-
Sumatrani, dan Syaeh Nuruddin A-Raniri, yang menghasilkan karya-karya besar
sehingga menjadikan Aceh sebagai pusat pengkajian Islam.

3.2 KRITIK

Masih banyak kesalahan dalam penulisan kata,dan susnan yang tidak tepat.

3.3 SARAN

Di harapkan agar anak-anak,dan orang tua dapat mengetahui sejarah tentang


perkembangan agama islam di nusantara maupun luar negeri, dan selalu
mempertahankan dan memajukan agama islam.

11

Anda mungkin juga menyukai