Pengertian
Kritik sastra adalah bidang studi sastra untuk menghakimi karya sastra, untuk
memberi penilaian dan keputusan mengenai bermutu atau tidaknya suatu karya
sastra yang sedang dihadapi kritikus. Teks kritik berisi tentang penilaian
kelebihan dan kelemahan sebuah karya secara objektif, disertai dengan data-data
pendukung baik sinopsis karya, alasan logis, dan teori-teori yang mendukung.
Sedangkan esai adalah karangan yang berisi kupasan atau tinjauan tentang suatu
poko masalah yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, pendapat, atau ideologi
yang disusun secara populer berdasarkan sudut pandang pribadi penulisnya
(bersifat subjektif). Teks esai berisi kajian tentang suatu objek atau fenomena
tertentu dari sudut pandang pribadi penulisnya, bersifat subjektif, dan disajikan
dengan gaya bahasa khas penulisnya.
Unsur Pembangun
(a) banyak menggunakan pernyataan-pernyataan persuasive
(b) banyak menggunakan pernyataan atau ungkapan yang bersifat menilai atau
mengomentari
(c) banyak menggunakan istilah teknis berkaitan dengan topik yang dibahasnya
(d) banyak menggunakan kata kerja mental.
(Khusus untuk esai, penyajiannya menggunakan gaya bahasa yang subjektif)
Perbedaan Kritik dan Esai
Kritik sastra:
1. Penilaian terhadap karya dilakukan secara objektif disertai data dan alasan yang logis.
2. Dalam memberikan penilaian seringkali menggunakan kajian teori yang sudah mapan.
3. Pembahasan terhadap karya secara utuh dan menyeluruh.
Esai:
Contoh Esai
Mengenal Zine, Media untuk Mencurahkan Pikiran
Pada 9 Desember 2019, ada pameran Zine Fest di Museum Huruf Jember. Saya baru
pertama kali mendengar istilah zine. Ketika saya dan teman-teman berkunjung ke
pameran, rupanya zine berisi kumpulan tulisan dan gambar yang dijadikan satu
menyerupai buletin atau majalah. Zine merupakan wujud yang lebih sederhana dari
magazine (majalah). Zine lebih sederhana karena bebas, dan tidak terikat pada kaidah
penyusunan suatu media. Perbedaannya jelas terlihat dari gaya bahasa, tema yang
dibahas, bahkan format zine. Terdapat sekitar 500 zine yang dipamerkan. Zine yang
dipamerkan, dikirim oleh pegiat zine berbagai kota. Kota tersebut antara lain Jakarta,
Bekasi, Bandung, Sidaoarjo, Surabaya, Malang, Banyuwangi, Ngawi, Mojokerto,
Yogyakarta, Semarang, Pati dan Solo. Dengan mengganti biaya fotokopi seharga Rp.
3.500,00, kita bisa membawa pulang zine yang menurut kita menarik. Selain pameran,
beberapa kegiatan juga digelar dalam Zine Fest. Kegiatan tersebut antara lain
workshop dan diskusi zine, workshop fermentasi apel, dan workshop tato. Saya
mengikuti diskusi tentang zine. Pematerinya Didi Painsugar dan Yudo. Keduanya
adalah pegiat zine. Masing-masing memberi pandangan tentang zine, pengalaman
membuat zine, juga cerita tentang komunitasnya. Melalui serangkaian acara Zine Fest,
saya mengenal sebuah media alternatif. Media di mana semua orang dapat
menyampaikan pemikirannya, tanpa ada batasan. Di tengah krisis kebebasan
berpendapat, saya bersyukur masih ada ruang-ruang alternatif semacam ini.