Anda di halaman 1dari 20

Kritik Sastra dan Esai

 REGA FADILA APRIANDA


 METI ANDANI
 NUR ATIQAH
 MEGA PUTRI J.
 LISA NURMAYA
 RYAN WAHYUDI
 M. NUR RIZKI
Pengertian Kritik Sastra

Kritik sastra adalah analisis terhadap suatu


karya sastra untuk mengamati atau menilai
baik-buruknya suatu karya secara objektif.
Ciri-ciri Kritik Sastra
 Bersifat objektif.
 Bertujuan untuk membangun (memperbaiki)
karya yang dikritik.
 Menjadi bahan acuan untuk meningkatkan
kreativitas pencipta karya tersebut.
 Bukan hanya memberikan kritikan tetapi juga
berupa pujian
Prinsip penulisan kritik
 Seorang kritikus sastra wajib membaca karya
yang akan dikritik berulang kali sampai
mendapatkan gambaran yang jelas
mengenai isi karya sastra tersebut.
 Seorang kritikus harus memiliki ‘alat’ analisis
yang akan digunakannya untuk menilai karya
sastra yang dikritiknya.
 Seorang kritikus harus memiliki alasan atau
argumentasi yang kuat atas penilaian yang
diberikannya terhadap karya yang dikritiknya.
 Seorang kritikus dalam menyampaikan
kritiknya harus dilandasi niat untuk
membantu pencipta karya tersebut agar bisa
berkarya lebih baik lagi.
 Seorang kritikus harus mampu
mengungkapkan nilai-nilai positif yang
terkandung dalam karya tersebut agar bisa
dipahami oleh pembacanya.
Fungsi Kritik Sastra

A. Membina dan mengembangkan sastra. Melalui kritik sastra,


kritikus berusaha menunjukkan struktutr sebuah karya sastra,
memberikan penilaian, menunjukkan kekuatan dan kelemahannya,
serta memberikan alternatif untuk pengembangan karya sastra
tersebut.

B. Pembinaan apresiasi sastra. Para kritikus berusaha membantu


para peminat karya sastra memahami sebuah karya sastra. Kritikus
berusaha mengungkap daerah-daerah yang lemah yang terdapat
dalam karya sastra. Analisis struktur sastra, kmentar dan
interprestasi, menjelaskan unsur-unsurnya,serta menunjukan unsur-
unsur yang tersirat dan tersurat, akan dapat menuingkatkan
apresiasi sastra.
 C. Menunjang dan mengembangkan ilmu sastra. Kritik sastra
merupakan wadah analisis karya sastra, analisis struktur cerita,
gaya bahasa, dan teknik penceritaan. Hal ini merupakan
sumbangan pula untuk para ahli sastra dalam mengembangkan teri
sastra. Para pengarang pun dapat belajar melalui kritik sastra dalam
memperluas pandangannya, sehingga ciptaannya lebih
berkembang. Untuk membuat kritik dan esai terhadap karya sastra,
penulis dapat menggunakan dua pendekatan yakni dengan
pendekatan deduktif dan pendekatan induktif.
Contoh kritik sastra:

Kebangkitan Tradisi Sastra Kaum


Bersarung
Penulis: Purwana Adi Saputra
Selama ini, entah karena dinafikan atau justru karena menafikan fungsinya
sendiri, kaum pesantren seolah tersisih dari pergulatan sastra yang penuh
gerak, dinamika, juga anomali. Bahkan, di tengah-tengah gelanggang
sastra lahir mereka yang menganggap bahwa kaum santrilah yang
mematikan sastra dari budaya bangsa. Di setiap pesantren, kedangkalan
pandangan membuat mereka menarik kesimpulan picik bahwa santri itu
hanya percaya pada dogma dan jumud. Mereka melihat tradisi hafalan yang
sebenarnyalah merupakan tradisi Arab yang disinkretisasikan sebagai
bagian dari budaya belajarnya, telah membuat kaum bersarung ini
kehilangan daya khayal dari dalam dirinya. Dengan kapasitasnya sebagai
sosok yang paling berpengaruh bagi transfusi budaya bangsa ini, dengan
seenaknya ditarik hipotesis bahwa pesantrenlah musuh pembudayaan
sastra yang sebenarnya. Kaum bersarung adalah kaum intelektualis yang
memarjinalkan sisi imaji dari alam pikirnya sendiri. Pesantren adalah tempat
yang pas buat mematikan khayal. Pesantren adalah institut tempat para kiai
dengan dibantu para ustadnya menempa kepala para santri dengan palu
godam paksa. (Dikutip seperlunya dari Solopos, 5 Desember 2007)
Pengertian Esai Sastra

Esai adalah karangan singkat yang membahas


suatu masalah dari sudut pandang pribadi
penulisnya. Masalah yang dibahas dalam
esai merupakan masalah yang aktual dari
berbagai bidang seperti kesusastraan,
kebudayaan, iptek, atau politik.
Tipe-tipe Esai
Ada enam tipe esai, yaitu:
1. Esai deskriptif. Esai jenis ini dapat meluliskan subjek atau objek
apa saja yang dapat menarik perhatian pengarang. Ia bisa
mendeskripsikan sebuah rumah, sepatu, tempat rekreasi dan
sebagainya.

2. Esai tajuk. Esai jenis ini dapat dilihat dalam surat kabar dan
majalah. Esai ini mempunyai satu fungsi khusus, yaitu
menggambarkan pandangan dan sikap surat kabar/majalah
tersebut terhadap satu topik dan isyu dalam masyarakat. Dengan
Esai tajuk, surat kabar tersebut membentuk opini pembaca. Tajuk
surat kabar tidak perlu disertai dengan nama penulis.
3. Esai cukilan watak. Esai ini memperbolehkan seorang
penulis membeberkan beberapa segi dari kehidupan individual
seseorang kepada para pembaca. Lewat cukilan watak itu
pembaca dapat mengetahui sikap penulis terhadap tipe pribadi
yang dibeberkan. Disini penulis tidak menuliskan biografi. Ia
hanya memilih bagian-bagian yang utama dari kehidupan dan
watak pribadi tersebut.

4. Esai pribadi, hampir sama dengan esai cukilan watak. Akan


tetapi esai pribadi ditulis sendiri oleh pribadi tersebut tentang
dirinya sendiri. Penulis akan menyatakan “Saya adalah saya.
Saya akan menceritakan kepada saudara hidup saya dan
pandangan saya tentang hidup”. Ia membuka tabir tentang
dirinya sendiri.
5. Esai reflektif. Esai reflektif ditulis secara formal dengan nada
serius. Penulis mengungkapkan dengan dalam, sungguh-sungguh,
dan hati-hati beberapa topik yang penting berhubungan dengan
hidup, misalnya kematian, politik, pendidikan, dan hakikat
manusiawi. Esai ini ditujukan kepada para cendekiawan.

6. Esai kritik. Dalam esai kritik penulis memusatkan diri pada uraian
tentang seni, misalnya, lukisan, tarian, pahat, patung, teater,
kesusasteraan. Esai kritik bisa ditulis tentang seni tradisional,
pekerjaan seorang seniman pada masa lampau, tentang seni
kontemporer. Esai ini membangkitkan kesadaran pembaca tentang
pikiran dan perasaan penulis tentang karya seni. Kritik yang
menyangkut karya sastra disebut kritik sastra.
Bagian - bagian Esai

Sebuah esai dasar bisa dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

Pertama, pendahuluan yang berisi latar belakang informasi


yang mengidentifikasi subyek bahasan dan pengantar tentang
subyek yang akan dinilai oleh si penulis tersebut.

Kedua, tubuh esai yang menyajikan seluruh informasi tentang


subyek.

Ketiga, adalah bagian akhir yang memberikan kesimpulan


dengan menyebutkan kembali ide pokok, ringkasan dari tubuh
esai, atau menambahkan beberapa observasi tentang subyek
yang dinilai oleh si penulis.
Ciri – ciri Esai
1. Berbentuk prosa, artinya dalam bentuk komunikasi
biasa, menghindarkan penggunaan bahasa dan
ungkapan figuratif.

2. Singkat, maksudnya dapat dibaca dengan santai


dalam waktu dua jam.

3. Memiliki gaya pembeda. Seorang penulis esai yang


baik akan membawa ciri dan gaya yang khas, yang
membedakan tulisannya dengan gaya penulis lain.
4. Selalu tidak utuh, artinya penulis memilih segi-segi yang penting dan
menarik dari objek dan subjek yang hendak ditulis. Penulis memilih aspek
tertentu saja untuk disampaikan kepada para pembaca.

5. Memenuhi keutuhan penulisan. Walaupun esai adalah tulisan yang tidak


utuh, namun harus memiliki kesatuan, dan memenuhi syarat-syarat
penulisan, mulai dari pendahuluan, pengembangan sampai ke pengakhiran.
Di dalamnya terdapat koherensi dan kesimpulan yang logis. Penulis harus
mengemukakan argumennya dan tidak membiarkan pembaca tergantung di
awang-awang.

6. Mempunyai nada pribadi atau bersifat personal, yang membedakan esai


dengan jenis karya sastra yang lain adalah ciri personal. Ciri personal
dalam penulisan esai adalah pengungkapan penulis sendiri tentang
kediriannya, pandangannya, sikapnya, pikirannya, dan dugaannya kepada
pembaca.
Langkah – langkah Menulis Esai

1. Menentukan tema atau topik

2. Membuat outline atau garis besar ide-ide


yang akan kita bahas

3. Menuliskan pendapat kita sebagai


penulisnya dengan kalimat yang singkat dan
jelas
4. Menulis tubuh esai; memulai dengan memilah poin-poin penting
yang akan dibahas, kemudian buatlah beberapa subtema
pembahasan agar lebih memudahkan pembaca untuk memahami
maksud dari gagasan kita sebagai penulisnya, selanjutnya kita
harus mengembangkan subtema yang telah kita buat sebelumnya.

5. Membuat paragraf pertama yang sifatnya sebagai pendahuluan. Itu


sebabnya, yang akan kita tulis itu harus merupakan alasan atau latar
belakang alasan kita menulis esai tersebut.

6. Menuliskan kesimpulan. Ini penting karena untuk membentuk opini


pembaca kita harus memberikan kesimpulan pendapat dari gagasan
kita sebagai penulisnya. Karena memang tugas penulis esai adalah
seperti itu. Berbeda dengan penulis berita di media massa yang
seharusnya (memang) bersikap netral.
7. Jangan lupa untuk memberikan sentuhan akhir pada
tulisan kita agar pembaca merasa bisa mengambil
manfaat dari apa yang kita tulis tersebut dengan mudah
dan sistematis sehingga membentuk kerangka berpikir
mereka secara utuh.
Contoh Esai:
Perda Kesenian dan Rumah Hantu
Oleh: Teguh W. Sastro
Beberapa waktu lalu Dewan Kesenian Surabaya (DKS) melontarkan keinginan agar Pemkot
Surabaya memiliki Perda (Peraturan Daerah) Kesenian. Namanya juga peraturan, dibuat pasti
untuk mengatur. Tetapi peraturan belum tentu tidak ada jeleknya. Tetap ada jeleknya. Yakni,
misalnya, jika peraturan itu justru potensial destruktif. Contohnya jika dilahirkan secara prematur.
Selain itu, seniman kan banyak ragamnya. Ada yang pinter (pandai) dan ada juga yang keminter
(sok tahu).

Oleh karenanya, perten-tangan di antara mereka pun akan meruncing, misalnya, soal siapa yang
paling berhak mengusulkan dan kemudian memasukkan pasal-pasal ke dalam rancangan Perda
itu. Sejauhmana keterlibatan seniman di dalam proses pembuatan Perda itu, dan seterusnya.

Itu hanya salah satu contoh persoalan yang potensial muncul pada proses pembuatan Perda itu,
belum sampai pada tataran pelaksanaannya. Hal ini bukannya menganggap bahwa adanya
peraturan itu tidak baik, terutama menyangkut Perda Kesenian di Surabaya. Menyangkut sarana
dan prasarana, misalnya, bolehlah dianggap tidak ada persoalan yang signifikan di Surabaya.
Akan tetapi, bagaimana halnya jika menyangkut mental dan visi para seniman dan birokrat
kesenian sendiri?
(Dikutip seperlunya dari Jawa Pos, 30 Januari 2007)
Selesai

Anda mungkin juga menyukai