APRESIASI PUISI
Seperti bentuk karya sastra lain, puisi mempunyai ciri-ciri khusus. Pada
umumnya penyair mengungkapkan gagasan dalam kalimat yang relatif pendek-
pendek serta padat, ditulis berderet-deret ke bawah (dalam bentuk bait-bait), dan
tidak jarang menggunakan kata-kata/kalimat yang bersifat konotatif.
Kalimat yang pendek-pendek dan padat, ditambah makna konotasi yang
sering terdapat pada puisi, menyebabkan isi puisi seringkali sulit dipahami. Oleh
karena itu diperlukan langkah-langkah sebagai berikut untuk mengapresiasi puisi,
terutama pada puisi yang tergolong ‘sulit’ :
1. Membaca puisi berulang kali
2. Melakukan pemenggalan dengan membubuhkan :
- Garis miring tunggal ( / ) jika di tempat tersebut diperlukan tanda baca koma.
- Dua garis miring ( // ) mewakili tanda baca titik, yaitu jika makna atau pengertian
kalimat sudah tercapai.
3. Melakukan parafrase dengan menyisipkan atau menambahkan kata-kata yang
dapat memperjelas maksud kalimat dalam puisi.
4. Menentukan makna kata/kalimat yang konotatif (jika ada).
5. Menceritakan kembali isi puisi dengan kata-kata sendiri dalam bentuk prosa.
MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)
MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)
MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)
pisau : sesuatu yang memiliki dua sisi, bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang positif,
bisa pula disalahgunakan sehingga menghasilkan sesuatu yang buruk, jahat, dan
mengerikan.
apel : sesuatu yang baik dan bermanfaat.
terbayang olehnya urat lehermu : Sesuatu yang mengerikan.
Tahap V : Menceritakan kembali isi puisi
Berdasarkan hasil analisis tahap I – IV di atas, maka isi puisi dapat disimpulkan
sebagai berikut :
Seseorang terobsesi oleh kilauan mata pisau. Ia bermaksud akan
menggunakannya nanti malam untuk mengiris apel. Sayang, sebelum hal itu
terlaksana, tiba-tiba terlintas bayangan yang mengerikan. Dalam hati ia bertanya-
tanya, apa jadinya jika mata pisau itu dipakai untuk mengiris urat leher!
Dari pemahaman terhadap isi puisi tersebut, pembaca disadarkan bahwa
tajamnya pisau memang dapat digunakan untuk sesuatu yang positif (contohnya
mengiris apel), namun dapat juga dimanfaatkan untuk hal yang negatif dan
mengerikan (digambarkan mengiris urat leher).
I. PENGERTIAN PUISI
“Air yang di selokan itu mengalir dari rumah sakit,” katamu pada suatu
hari Minggu pagi. Waktu itu kau berjalan-jalan bersama istrimu yang sedang
mengandung – ia hampir muntah karena bau sengit itu.
Dulu di selokan itu mengalir pula air yang digunakan untuk
memandikanmu waktu kau lahir : campur darah dan amis baunya.
Kabarnya tadi sore mereka sibuk memandikan mayat di kamar mati.
+
Senja ini ketika dua orang anak sedang berak di tepi selokan itu, salah
seorang tiba-tiba berdiri dan menuding sesuatu : “Hore, ada nyawa lagi terapung-
apung di air itu – alangkah indahnya!” Tapi kau tak mungkin lagi menyaksikan
yang berkilau-kilauan hanyut di permukaan air yang anyir baunya itu, sayang
sekali.
NAH
Nah, karena suatu hal, maafkan Bapak datang terlambat. Nah, mudah-
mudahan kalian memaklumi akan kesibukan Bapak. Nah, tentang pembangunan
masjid ini yang dibiayai oleh kalian bersama, itu sangat besar pahalanya. Nah,
Tuhan pasti akan menurunkan rahmat yang berlimpah ruah. Nah, dengan
berdirinya masjid ini, mereka yang melupakan Tuhan, semoga cepat tobat. Nah,
sekianlah sambutan Bapak sebagai sesepuh.
(Nah, ternyata ucapan suka lain dengan tindakan. Nah, ia sendiri ternyata
suka kepada uang kotor dan perempuan. Nah, bukankah ia termasuk melupakan
Tuhan? Nah, ketahuan kedoknya).
[….]
(Eddy D. Iskandar – Horison, Th. IX, Juni 1976 : 185)
Bentuk visual kedua contoh di atas sama, padahal Sapardi Djoko Damono
memaksudkan karyanya sebagai puisi, sedangkan Eddy D.Iskandar memaksudkan
karangannya sebagai cerita pendek (prosa). Dengan demikian mendefinisikan
puisi berdasarkan bentuk visualnya saja, pada masa sekarang tidak relevan lagi.
Karena sulitnya mendefinisikan pengertian puisi, A.
Teeuw dan Culler menyerahkan pada penilaian pembaca. Menurut mereka
pembacalah yang paling berhak menentukan suatu karya termasuk prosa atau
puisi (Teeuw, 1983 : 6; Culler, 1977 : 138). Pendapat demikian meskipun
nampaknya menyelesaikan masalah, namun untuk study keilmuan tentu sangat
membingungkan karena tidak ada standar yang pasti.
Kecuali A. Teeuw dan Culler, banyak ahli sastra dan sastrawan, khususnya
penyair romantik Inggris, yang berusaha memberikan definisi. Berikut ini adalah
beberapa pendapat mereka :
· Altenbernd (1970 : 2), mendefinisikan puisi sebagai the interpretive
dramatization of experience in metrical language (pendramaan pengalaman yang
bersifat penafsiran dalam bahasa bermetrum). Meskipun mengandung
kebenaran, namun definisi tersebut tak bisa sepenuhnya diterapkan di Indonesia
karena pada umumnya puisi Indonesia tidak memakai metrum sebagai dasar. Jika
yang dimaksud metrical adalah ‘berirama’, maka definisi Altenbernd memang bisa
diterima, tetapi memiliki kelemahan karena prosa pun ada yang berirama. Sebut
misalnya cerpen-cerpen Danarto yang menggunakan kekuatan irama untuk
menambah keindahan karyanya.
· Samuel Taylor Coleridge berpendapat bahwa puisi adalah kata-kata terindah
dalam susunan yang terindah, sehingga nampak seimbang, simetris, dan memiliki
hubungan yang erat antara satu unsur dengan unsur lainnya.
· Carlyle mengemukakan bahwa puisi adalah pemikiran yang bersifat musikal,
kata-katanya disusun sedemikian rupa, sehingga menonjolkan rangkaian bunyi
yang merdu seperti musik.
· Wordsworth memberi pernyataan bahwa puisi adalah ungkapan perasaan
yang imajinatif atau perasaan yang diangankan.
· Dunton berpendapat bahwa puisi merupakan pemikiran manusia secara
konkret dan artistik (selaras, simetris, pilihan kata tepat), bahasanya penuh
perasaan dan berirama seperti musik(pergantian bunyi kata-katanya berturut-
turut secara teratur).
· Shelley mengatakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah
dalam hidup manusia, misalnya hal-hal yang mengesankan dan menimbulkan
keharuan, kebahagiaan, kegembiraan, kesedihan dan lain-lain.
Dengan meramu pendapat-pendapat di atas, kita dapat
mendefinisikan puisi sebagai berikut :
Puisi adalah salah satu bentuk karya sastra yang mengekspresikan secara
padat
pemikiran dan perasaan penyairnya, digubah dalam wujud dan bahasa yang
paling
berkesan.
Setelah kita definisikan apa itu puisi, selanjutnya kita dapat
mengungkapkan perbedaan antara puisi dan prosa sebagai berikut :
PUISI PROSA
Setelah kita menganalisis makna tiap bait, kita pun harus sampai pada
makna lambang yang diemban oleh puisi tersebut. Kekasih tokoh aku adalah
kiasan dari cita-cita si aku yang sukar dicapai. Untuk meraihnya si aku harus
mengarungi lautan yang melambangkan perjuangan. Sayang, usahanya tidak
berhasil karena kematian telah menjemputnya sebelum ia meraih cita-citanya.
3. Analisis lapis ketiga (objek-objek, latar, pelaku, ‘dunia pengarang’ dan lain-lain)
ooo
1. Bunyi
SEPISAUPI
(Sutardji Calzoum Bachri)
sepisaupa sepisaupi
sepisapanya sepikau sepi
sepisaupa sepisaupi
sepikul diri keranjang duri
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sampai pisauNya kedalam nyanyi
Vokal a, i, u, e, o
Efoni Konsonan bersuara b, d, g, j Suasana mesra, penuh
(euphony) : Bunyi liquida r, l kasih sayang, gembira,
bunyi yang Bunyi sengau m, n, ng, ny bahagia.
merdu dan Bunyi aspiran s, h
indah.