Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

RIWAYAT HIDUP ABDUR RAUF AS-SINGKILI

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Daerah Aceh


Semester VII
Tahun Ajaran 2016 / 2017

Disusun oleh :
Nama : DIAN SURAHMAT
NIM : 130411033
Kelas : Idi

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SAMUDRA LANGSA

(UNSAM)

2016
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirahim

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik.

Makalah ini di buat sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Sejarah Daerah Aceh. Kami sampaikan terimakasih kepada dosen dan semua pihak yang
senantiasa membantu demi kelancaran makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini
sangat sederhana dan belum sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran dari pihak manapun
senantiasa akan kami terima untuk menjadikan makalah ini sesuai dengan harapan. Semoga
makalah ini mendapat perhatian dan bermanfaat bagi mahasiswa dan pembaca pada umunya.

Wassalamualaikum Warhmatullahi Wabarakatuh

Idi, Desember 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i

DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………….......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah...................................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Biografi Syekh Abdurrauf As-Singkili………………………………………. 3

B. Pendidikan yang ditempuh………………………………………………… 4

C. Pandangan Syekh Abdurrauf Tentang Tasauf…………………………… 6

D. Corak Pemikiran ………………………………………………………………… 7

E. Karya-Karya Syeh Abdurrauf As-Singkili…………………………………… 8

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan……....................................................................................................... 11

B. Saran……………….……………………………………………………………… 11

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….. 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah islam dan berbagai cabangnya, termasuk sejarah tasawuf dan

pengikutnya sangat penting untuk diperkenalkan dan dibahas, diantaranya adalah

mengenai tokoh-tokoh dari ajaran tasawuf di Indonesia ini. Tasawuf terus mengalami

perkembangan dan memberi pengaruh penting di Indonesia. Sejak permulaan sejarah

Islam di wilayah tersebut hingga hari ini. Akan tetapi selama beberapa abad permulaan

sejarah itu terutama pada abad ke-10 H/ 16 M dan ke-11/ 17 m tasawuf memainkan

terbesar dan paling menentukan dalam membentuk pandangan religius, spiritual, dan

intelektual di kepulauan Indonesia.

Pada masa itu tasawuf memainkan peranan penting dalam proses islamisasi di

Indonesia dan kepulauan disekitarnya. Disini kami mencoba memperkenalkan salah

satu tokoh ulama tasawuf di Indonesia yang sekaligus penyebar tarekat syattariyah

yakni Abdur Rauf As-Singkili

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan diatas, maka dapat kami ambil rumusan

masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah riwayat hidup Abdur Rauf As-Singkili?

2. Bagaimana pemikiran dan corak pemikiran Abdur Rauf As-Singkili

3. apa saja karya-karya Abdur Rauf As-Singkili?

1
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut :
a. Mengetahui Riwayat Hidup Abdur Rauf As- Singkil

b. Mengetahui Pemikiran dan Corak PEMIKIRAN Abdur Rauf As- Singkil

c. Mengetahui Karya Abdur Rauf As-Singkil

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Syekh Abdurrauf As-Singkili

Syeh Abdurrauf adalah sebuah gelar kebesaran yang diberikan kepada seorang

ulama Aceh yang menjadi Qadhi Malik al-Adil pada masa pemerintahan

Ratusafiatudin, dikenal juga dengan panggilan teungku sijahkuala pada abad ke 17

(1606-1637 M). Shalahuddin Hamid[1] mengatakan nama asli/lengkap Syeh

Abdurrauf adalah Aminuddin Abdurrauf bin Ali Al Jawi Al Fansuri as-Singkili, ). Ia

dilahirkan pada tahun 1001 H (1593 M) dari keluarga ulama. Ayahnya syekh Ali

Fansuy ulama terkenal yang membangun dan memimpin Dayah Simpang Kanan di

pedalaman singkel.[2]

Meskipun mengenai tahun kelahiran beliau juga terjadi berbeda pandangan

para ahli sejarah karena tidak ada bukti yang kongkrit tentang tahun kelahiran beliau,

ada yang menetapkan tahun 1615 M sebagai tahun kelahiran Syeh Abdurrauf, hal ini

didasarkan atas informasi yang menyebutkan bahwa pada tahun 1642 M Syeh

Abdurrauf melanjutkan studi belajarnya ke negeri Arab, berdasar informasi di atas

membuat alasan bahwa seseorang baru mampu merantau jauh pada umur 25-30

tahun, pendapat ini diterima oleh sebagian ahli sejarah.

Pendapat lain yang dikemukakan oleh Van Hoeve, Peonoeh Daly bahwa

tahun kelahiran Syeh Abdurrauf adalah 1620 M, bahkan oleh Ali Hasyimi

mengatakan 1593 M sebagai tahun kelahiran Syeh Abdurrauf. Ketiga penulis ini tidak

mengemukakan atas dasar apa mereka menetapkan tahun tersebut sebagai tahun

3
kelahiran Abdurrauf.[3]Mengenai tempat kelahiran Abdurrauf para ahli bersilang

pendapat, dilihat dari pennisbahan yang terdapat pada namanya ”al-Jawi al-Fansuri

as-singkli” akan timbul analisis apakah beliau lahir di Melayu(al-jawi),[4] Barus(al-

Fansuri), atau Singkil (as-Singkili), untuk mengatasi silang pendapat di atas penulis

beranggapan bahwa ketiga-tiga prediksi diatas sama benarnya, karena Barus

merupakan satu desa yang terdapat di Singkil dan Singkil merupakan wilayah ujung

Sumatera yang menjadi bagian dari semenanjung Melayu.

Syeh Abdurrauf adalah sosok yang sangat dimuliakan oleh rakyat Aceh sejak

dahulu hingga sekarang, banyak legenda yang terus hidup dan dikenal rakyat Aceh

maka sebagai kenang-kenangan untuknya Universitas Negeri yang ada di Aceh telah

mengambil namanya yaitu Universitas Syiah Kuala atau disingkat UNSYIAH,

sepeninggal beliau nama beliau lebih mudah diingat dengan tengku di Kuala atau

Syiah Kuala, karena ia mengambil tempat untuk mengajar di tepi muara (kuala)

sungai (krueng) Aceh dan di sana pula ia dikuburkan,[5] pada hari Senin tanggal 23

Syawal 1106 H/1965 M beliau pulang ke rahmatullahh dalam usia 105 tahun.[6] dan

pada batu nisannya tertulis Al Waliyul Malki Syeh Abdurrauf bin Ali, sebutan

Waliyul Mulki menunjukkan betapa besarnya peranan beliau dalam kerajaan Aceh

waktu itu.[7]

B. Pendidikan yang ditempuh

Abdur Rauf mendapat pendidikan dari beliau, ia belajar bahasa arab, ilmu-

ilmu agama, sejarah, mantik, filsafat, sastra arab/melayu dan juga bahasa persia.

4
Dari Simpang kanan, Abdur Rauf pindah ke Samudera pasai melanjutkan

pelajarannya di Dayah tinggi Syekh Sjasuddin As-Samanthani, seorang ulama’ besar

pengikut ulama aliran Hamzah Fansury. Setelah Syekh Sjasuddin As-Samanthani

pindah ke Banda Aceh, karena tlah diangkat oleh sultan Iskandar Muda menjadi

Qadli Malikul Adil, maka Abdur Rauf pun bertolak ke luar negeri, yaitu ke Mekkah

dan negara-negara Arab lainnya.

Syeikh abdur rauf meneap di mekkah dan negeri-negeri arab lainnya selama

19 tahun, waktu yang cukup lama untuk mengarungi lautan ilmu. Sebagai seorang

ahli hukum kenamaan, beliau menguasai segala bidan ilmu hukum, disamping

menguasai filsafat, mmantik, tauhid, sejarah, ilmu bumi, politik an sebagainya.[8].

Setelah belajar pada tempat-tempat pendidikan di sekitar Yaman, akhirnya

beliau sampai ke tanah Haram, belajar di Jeddah, Mekkah, dan Madinnah, selama ia

belajar di Yaman dan tanah Haram, Syeh Abdurrauf membekali dirinya dengan dua

model ilmu, yaitu dengan ilmu zahir[9]. dan ilmu bathin. Syeh Abdurrauf belajar

ilmu batin ini tidak sendirian tetapi bersama seorang temannya Syeh Abdullah Arief

yang lebih dikenal dengan Syeh Madinah atau disebut juga Tuanku Madinah di

Tapakis, Pariaman, ia belajar thariqat pada Syeh Ahmad Qushasi (1583-1661) dan

pada Syeh Ibrahim Qur’ani, pengganti Qushasi.[10] Berkenaan dengan perjalanan

rohaninya, beliau boleh memakai “khirqah”, yaitu sebagai pertanda telah lulus dalam

pengujian secara suluk.ia diberi selendang berwarna putih oleh gurunya sebagai

pertanda pula ia telah dilantik sebagai khalifah mursyid dalam orde tarekat

5
syattariyah[11],yang berarti boleh membai’at orang lain. sehingga berhak

mengajarkan thariqat kepada murid-muridnya.[12]

C. Pandangan Syekh Abdurrauf Tentang Tasauf

Aliran Tasawuf yang dikembangkan oleh Syeh Abdurrauf sepulangnya dari

negeri Arab dalam perkembangannya di Indonesia menghadapi dua kutub aliran

tasauf yang berbeda sebagai warisan ulama terdahulu Hamzah Fansuri, Syamsuddin

al-Sumatrani, dan Nuruddin ar-Raniri, dalam kondisi demikian tarekat Syattariah

menjadi ”penyejuk” bagi perbedaan yang tajam antara dua aliran wahdatul wujud dan

syuhuduyah tersebut. Pendekatan yang dilakukan oleh Syeh Abdurrauf adalah

mendamaikan antara paham-paham yang bertentangan, hal itu sejalan dengan

kecenderungan jaringan ulama abad ke-17 M yang berupaya saling mendekatkan

antara ulama yang berorientasi pada syariat dengan para sufi yang berorientasi pada

makrifat. Diskursus rekonsiliasi antara tasawuf dan syariat. Dari ini ajaran

tasawufnya mirip dengan Syamsuddin al-Sumatrani dan Nuruddin al-Raniri, yaitu

menganut paham satu-satunya wujud hakiki, yakni Allah. Sedangkan alam ciptaan-

Nya bukanlah merupakan Wujud hakiki, tetapi bayangan dari yang hakiki.

Menurutnya jelaslah bahwa Allah berbeda dengan alam.

Al-Sinkili menpunyai pemikiran tentang zikir. Zikir, dalam pandangan al-

Sinkili, merupakan suatu usaha untuk melepaskan diri dari sifat lalai dan lupa.

Dengan zikir inilah hati selalu mengingat Allah. Tujuan zikir ialah mencapai fana’

6
(tidak ada wujud selain wujud Allah), berarti wujud hati yang berzikir dekat dengan

wujud-Nya.

Ajaran tasawuf al-Sinkili yang lain adalah bertalian

dengan martabatperwujudan. Menurutnya, ada tiga martabat perwujudan:

pertama, martabat ahadiyyahatau la ta’ayyun, yang mana alam pada waktu itu masih

merupakan hakikat ghaib yang masih berada di dalam ilmu Tuhan.

Kedua, martabat wahdah atau ta’ayyun awwal, yang mana sudah tercipta haqiqat

Muhammadiyyah yang potensial bagi terciptanya alam. Ketiga, martabat wahdiyyah

atau ta’ayyun tsani, yang disebut juga dengana’ayyan al-tsabitah dan dari sinilah

alam tercipta. Menurutnya, tingkatan itulah yang dimaksud Ibn’ Arabi dalam sya’ir-

sya’nya.[13]

D. Corak Pemikiran

Rekonsiliasi syariah dan tasauf yang dikembangkan oleh Syeh Abdurrauf

dapat diamati dari tiga pilar corak pemikirannya dalam bidang tasauf, ketiga pokok

pemikiran tersebut adalah ketuhanan dan hubungan dengan alam, insan kamil, dan

jalan menuju tuhan(tariqat).[14]

a. Ketuhanan dan hubungannya dengan alam, Syeh Abdurrauf menganut paham

satu-satunya yang wujud hakiki adalah Allah, Alam ciptaannya adalah wujud

bayangan-Nya yakni bayangan dari wujud hakiki.

b. Insan kamil adalah sosok manusia ideal[15], Syeh Abdurrauf memahami insan

kamil sebagai kombinasi dari paham al-Ghazali, al-Hallaj[16]dan paham martabat

7
tujuh yang telah ditulis oleh Syeh Abdullah al-Burhanpuri dalam kitab Tuhfah

almursalah ila ruhin nabi.

c. Thariqat (jalan kepada Allah), kecendrungan rekonsiliasi yang dilakukan oleh

Syeh Abdurrauf sangat kentara sekali ketika ia menjelaskan tauhid dan zikir

Sejalan dengan kepatuhan total pada syariat, Abdul Rauf berpendapat bahwa dzikir

penting bagi orang yang menempuh jalan tasawuf, di mana dasar dari tasawuf adalah

dzikir yang berfungsi mendisiplinkan kerohanian Islam.[17]

Dalam berdzikir ada dua metode yang diajarkannya, yaitu dzikir keras dan

dzikir pelan. Dzikir keras seperti pengucapan "La ilaha illa Allah" sebagai penegasan

akan keesaan Sang Pencipta. Dzikir menurut dia bukanlah membayangkan kehadiran

gambar Tuhan melainkan melatih untuk memusatkan diri. Di samping itu, Abdul

Rauf berpandangan bahwa tauhid menjadi pusat dari ajaran tasawuf. Pandangan-

pandangan dasar Abdul Rauf tentang tasawuf ini tertera dalam kitab Tanbih Al-

Masyi. La ilaha illa Allah menurut dia, memiliki empat tingkatan tauhid: penegasan,

pengesahan ketuhanan Allah, mengesahkan sifat Allah dan mengesahkan dzat Tuhan.

E. Karya-Karya Syeh Abdurrauf As-Singkili

Syekh Abdurrauf selain dikenal sebagai tokok tasawuf aliran Syattariyah dan

tokoh fiqh yang membolehkan wanita manjadi hakim, beliau juga dikenal sebagai

penulis yang cukup produktif, ia telah melahirkan karya-karyanya yang merupakan

kekayaan intelektual muslim indonesia yang sangat berharga. menurut Shalahuddin

Hamid dalam bukunya” 100 Tokoh Islam yang paling berpengaruh di Indonesia”,

8
jumlah karya tulis Syeh Abdurrauf as-Singkili berjumlah 21 buku, yang terdiri dari 1

kitab tafsir, 2 kitab hadits, 3 kitab fiqh dan kitab-kitab tasauf[18], karya-karya beliau

tersebut adalah :

1. Turjuman al-Mustafid (terjemah pemberi faedah), merupakan kitab tafsir pertama

dalam bahasa melayu, kitab ini ditulis oleh Syeh Abdurrauf sekembalinya dari negeri

Arab.

2. Mir’atuttullab fi tashil ma’rifat al-Ahkam asy-Syariat li al-Malik al-Wahhab,

kitab fiqh yang ditulis olehnya atas permintaan Sulthanah Tajul Alam Safiyatuddin

Syah, isi kitab ini adalah kajian tentang muamalat, termasuk dalam kitab ini adalah

kajian beliau yang membolehkan perempuan sebagai qadhi dan pemimpin.

3. Al faraidh, risalah tentang hukum kewarisan dalam Islam.

4. Hidayah al-Balighah, kitab fiqh yang isimya mengenai pembuktian dalam

peradilan, kesaksian, dan sumpah.

5. ’Umdat al Muhtajin ila suluk maslak al-Mufridin, kitab tasauf yang isinya terdiri

atas tujuh bab, di akhir kitab ini Syeh Abdurrauf menguraikan silsilah tarekat

Syattariyah sampai kepada Nabi Muhammad SAW.

6. Kifayatul Muhtajin ila masyrah al-Muwahhidin al Qailin bi Wahdat al-Wujud,

berisi beberapa fragmen mengenai ilmu tasauf.

7. Daqaiqul Huruf, yang isinya terhadap beberapa bait syair Ibn Arabi

9
8. Bayan Tajalli, kitab ini berisi tentang penjelasan Abdurrauf tentang zikir yang

yang utama dibaca ketika sakaratul maut

9. Tambihul Masyi Manshub ila Thariqi al-Qushasi, isinya mencerminkan

perjalanan tasauf Syeh Abdurrauf dengan gurunya Ahmad Qushasi.

10. Attariqat as-Syattariyah, berisi tentang pokok ajaran Syattariyah.

11. Mawaizil Badiah, berisi tiga puluh dua hadits beserta syarahnya yang

berhubungan dengan tauhid, akhlaq, ibadat dan tasauf.

12. Penjelasan tentang Matan al-Arba’in an-Nawawi.

13. Bayan al-Arkan, pedoman dalam melaksanakan ibadat.

14. Risalah adab Murid dengan Syeh.

15. Risalah Mukhtasar fi Bayan Syurut as-Syeh wa al-Murid, yang berisi tentang

kewajiban-kewajiban murid terhadap guru mereka terutama dalam metode zikir

metode tarekat Syattariyah.

10
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Demikianlah sekilas tentang sejarah kehidupan, pendidikan serta beberapa

pandangan Syeh Abdurrauf as-Singkili tentang Thariqat Syattariya, dan pandangan

beliau Bahwa Tuhan adalah tuhan, manusia adalah manusia, tidak dapat disatukan

antara Tuhan dengan manusia. Tetapi manusia memiliki sifat potensi Tuhan yang

dapat kita dapati dalm pendekatan diri terhadap sang penciptanya. Posisi manusia

disisi Tuhannya adalah hamba yang pada subtansinya dari Tuhan.

Penyampaian terhadap tuhan, yang dapat merasakan kehadirat Tuhan dalam

pandangan al-Sinkili mempunyai konsep melalui zikir untuk mengingat Tuhan yang

selalu dekat dengan kita. Tujuannya agar manusia tidak lalai atau lupa, untuk sampai

menuju fana’. Dalam wujud hati yang selalu berzikir akan dengan Tuhan antara ada

dan Tiada. Secara umum dan mudah dipahami bahwa Abdul Rauf ingin mengajarkan

tentang harmoni antara syariat dan sufisme. Keduanya harus bekerja sama. Hanya

melalui kepatuhan pada syariat maka seorang yang berada di jalan sufi bisa

menemukan hakikat kehidupannya.

B. Saran

` Makalah yang ditulis adalah makalah yang jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan saran dari pembaca demi kemajuan dari makalah

tersebut.

11
Daftar Pustaka

Shalahuddin Hamid, 100 tokoh islam di Indonesia, Jakarta: PT intermedia Cipta

Nusantara,2003

DR Syahrizal, Syeh Abdurrauf dan Corak Pemikiran Hukum Islam, Banda Aceh,

Yayasan PENA, cet 1, 2003

Solihin, M, dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, Bandung: CV.Pustaka Setia, 2011

http://sabdakhairuss.blogspot.com/2012/04/syeikh-abdurrauf-as-singkili.html

Zakaria Ahmad, sekitar Kerajaan Aceh dalam tahun 1520-1675,(Memora :medan, t,t)

Harun Nasution, Ensiklopedi Islam di Indonesia,(Jakarta:jilid 1, Abdi

Utama,1992/1993),

Solihin,M,dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf,(Bandung: CV.Pustaka Setia,2011)

Yunasril,Ali, Manusia Citra Ilahi,Jakarta: Para Madina, 1997

http://www.sufinews.com/index.php?subaction=showfull&id=1078317860&archive=

&start_from=&ucat=8&go=tarekat

http://www.fiqhislam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=53590:

hujjatul-islam-syekh-abdul-rauf-al-singkili-harmonisasi-syariat-dan-

tasawuf&catid=45:tokoh&Itemid=357

12

Anda mungkin juga menyukai