Anda di halaman 1dari 18

PERAN ABDUR RAUF AS-SINGKILI

Dosen Pengampu: Sofian Effendi, S.Th.I, MA

Disusun Oleh Kelompok Tiga (III):


Sopiah
Tazkiyatul Fikria
Yeni Daniyati

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA

TAHUN 1442 H/2021 M

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyusun dan menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Peran
Abdurrouf As-Singkili. Dalam penulisan makalah ini mungkin masih banyak kesalahan ,untuk
itu kritik dan saran sangat kami harapkan agar penulisan selanjutnya bisa lebih baik lagi.

Demikianlah makalah ini kami kami susun, apabila ada kesalahan dalam penulisan kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya dan sebelumnya kami mengucapkan banyak terimakasih.

Rangkasbitung, 22 Januari 2021

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................... 2

BAB II PEMBAHSAN ...................................................................................................... 3

A. Biografi Abdur Rauf As-Singkli ....................................................................... 3


a. Nama dan Nasab Keturunan ....................................................................... 3
b. Kepribadian dan Madzhab .......................................................................... 4
c. Rihlah Ilmiah, Guru dan Murid .................................................................. 5
d. Karya-karya................................................................................................. 8
B. Sosio-Histori masa Abdur Rauf As-Singkli ...................................................... 10
C. Kajian Karya Seputar Hadist Abdur Rauf As-Singkli ...................................... 11
D. Pengaruh Abdur Rauf As-Singkli dalam Kajian Hadist ................................... 12

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 14

A. Kesimpulan ....................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masuknya islam ke Nusantara melalui tiga tahap. Tahap pertama yakni pada abad ke 8-12
melalui para saudagar dari Arabia yang melakukan transaksi di daerah Nusantara, namun pada
abad ini islam tidak begitu berkembang karena lebih memfokuskan perdagangan. Tahap kedua
yakni pada abad ke 12-15 melalui jalur para para guru profesional yang mulai memfokuskan
untuk menyebarkan ajaran-ajaran islam, pada tahap ini hubungan keagamaan dan kultural terjalin
lebih erat. Tahap ketiga yakni pada abad ke 15-17 melalui jalur politis antara Dinasti Ustmani
yang membantu kesultanan Aceh melawan pasukan Portugis, pada tahap ini Islam mulai
berkembang. Pada tahap ini pula hubungan Nusantara dengan Haramayn semakin erat dimulai
dengan Hamzah Al-Fansuri yang diriwayatkan melakukan perjalanan ke pusat pengetahuan
Islam di Timur Tengah, termasuk Mekkah, Madinah, Yuresalem dan Bahgdad. Haramayn
merupakan pusat utama sebab Nabi Muhammad saw hidup dan memulai ajaran Islam disana.

Perkembangan Hadits tidak hanya di Haramayn, Hadits pun mulai berkembang di Nusantara
pada awal abad ke 17 sejak dimulainya para guru profesional fokus mengajarkan ajaran-ajaran
Islam. Namun sebelum ajaran Hadits berkembang di Nusantara Ajaran Islam pada masa awal
kedatangannya lebih didominasi dalam bidang tasawuf, fiqh dan aqidah. Tiga mata rantai utama
jaringan ulama di wilayah Melayu-Indonesia yakni dari Nur al-Din al-Raniri (1643-1658 M),
„Abdur Ra‟uf al-Sinkili (1024-1105/1615-1693) dan Muhammad Yusuf al-Maqassari (1037-
1111/1627-1699). Al-Raniri dan al-Sinkili sama-sama berkembang dikesultanan Aceh,
sementara al-Maqasari dilahrikan di Sulawesi dan memulai karirnya di Banten. Namun dalam
tulisan ini akan membahas tentang Peran Abdur Ra‟uf al-Sinkili.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana riwayat kehidupan Abdur-Rauf As-Singkli?
2. Jelaskan sosio histori masa Abdur Rauf As-Singkli!
3. Sebutkan kajian karya seputar hadist Abdur Rauf As-Singkli!
4. Apa pengaruh Abdur Rauf As-Singkli dalam kajian hadist?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui riwayat kehidupan (biografi) Abdur Rauf As-Singkli.
2. Untuk mengetahui sosio-histori masa Abdur Rauf As-Singkli.
3. Untuk mengetahui kajian karaya seputar hadist Abdur Rauf As-Singkli.
4. Untuk mengetahui pengaruh Abdur Rauf As-Singkli dalam kajian hadist.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Biografi Abdur Rauf As-Singkli


a. Nama, Nasab dan Keturunan

Syekh Abdurrauf adalah sebuah gelar kebesaran yang diberikan kepada seorang ulama Aceh
yang menjadi Qadhi Malik al-Adil pada masa pemerintahan Ratusafiatudin, dikenal juga dengan
panggilan Teungku Sijahkuala pada abad ke-17 (1606-1637 M). Shalahuddin Hamid mengatakan
nama asli/lengkap Syeh Abdurrauf adalah Aminuddin Abdurrauf bin Ali Al Jawi Al Fansuri as-
Singkili.1 Beliau dilahirkan pada tahun 1001 H (1593 M) dari keluarga ulama. Ayahnya syekh
Ali Fansur ulama terkenal yang membangun dan memimpin Dayah Simpang Kanan di
pedalaman singkel.2 Sedangkan ibu as-Singkili adalah wanita Melayu yang telah dinikahi oleh
Ali, yang merupakan keturunan Persia. Ali Hasmy berpendapat, ayahnya adalah saudara tua
Hamzah Fansuri. Namun pendapat tersebut masih diragui kerana tidak dijumpai bukti yang
menunjukkan hubungan tersebut.

Mengenai tahun kelahiran beliau juga terjadi perbedaan pandangan para ahli sejarah,
karena tidak ada bukti yang konkrit tentang tahun kelahiran beliau, ada yang menetapkan tahun
1615 M sebagai tahun kelahiran Syeh Abdurrauf, hal ini didasarkan atas informasi yang
menyebutkan bahwa pada tahun 1642 M, Syeh Abdurrauf melanjutkan studi belajarnya ke negeri
Arab, berdasar informasi di atas membuat alasan bahwa seseorang baru mampu merantau jauh
pada umur 25-30 tahun, pendapat ini diterima oleh sebagian ahli sejarah.

Pendapat lain yang dikemukakan oleh Van Hoeve, Peonoeh Daly bahwa tahun kelahiran
Syeh Abdurrauf adalah 1620 M, bahkan oleh Ali Hasyimi mengatakan 1593 M sebagai tahun
kelahiran Syeh Abdurrauf. Ketiga penulis ini tidak mengemukakan atas dasar apa mereka
menetapkan tahun tersebut sebagai tahun kelahiran Abdurrauf.3 Mengenai tempat kelahiran
Abdurrauf para ahli bersilang pendapat, dilihat dari penisbahan yang terdapat pada namanya “al-

1
Drs Shalahuddin Dkk, “100 Tokoh Islam Paling Berpengaruh di Indonesia”, (Jakarta Selatan:Intimedia, 2003),
hal. 55.
2
Harun Nasution, “Ensiklopedi Islam di Indonesia”, (Jakarta: Jilid 1, Abdi Utama,1992/1993), hal.26.
3
DR Syahrizal, Syeh Abdurrauf dan Corak Pemikiran Hukum Islam (Banda Aceh, Yayasan PENA, cet 1, 2003),
hal.15.

3
Jawi al-Fansuri as-Singkili” akan timbul analisis apakah beliau lahir di Melayu (al-jawi),
Barus(al-Fansuri), atau Singkil (as-Singkili), untuk mengatasi silang pendapat di atas penulis
beranggapan bahwa ketiga-tiga prediksi diatas sama benarnya, karena Barus merupakan satu
desa yang terdapat di Singkil dan Singkil merupakan wilayah ujung Sumatera yang menjadi
bagian dari semenanjung Melayu.

Syeh Abdurrauf adalah sosok yang sangat dimuliakan oleh rakyat Aceh sejak dahulu hingga
sekarang, banyak legenda yang terus hidup dan dikenal rakyat Aceh maka sebagai kenang-
kenangan untuknya Universitas Negeri yang ada di Aceh telah mengambil namanya yaitu
Universitas Syiah Kuala atau disingkat UNSYIAH, sepeninggal beliau nama beliau lebih mudah
diingat dengan tengku di Kuala atau Syiah Kuala, karena ia mengambil tempat untuk mengajar
di tepi muara (kuala) sungai (krueng) Aceh dan di sana pula ia dikuburkan. Pada hari Senin
tanggal 23 Syawal 1106 H/1965 M beliau pulang ke rahmatullahh dalam usia 105 tahun.4 dan
pada batu nisannya tertulis al-Waliyul Malki Syekh Abdurrauf bin Ali, sebutan Waliyul Mulki
menunjukkan betapa besarnya peranan beliau dalam kerajaan Aceh waktu itu.

b. Kepribadian dan Madzhab

Syaikh Abdur Rauf As-Singkili beliau merupakan seorang yang ahli berbagai disiplin ilmu
seperti fiqh, hadits, tasawuf. Selain seorang faqih, beliau juga seorang sufi dan mursyid tarekat
Syatariyah yang dikembangkan ke berbagai Nusantara. Abdur Ra‟uf As-Sinkili merupakan
ulama yang disegani pada masa Sultanah Tajul Alam Safiatuddin Syah (w. 1675) yang
menggatikan Syaikh Saifur Rijal (1643-1661 M) yang memenangkan debat dengan Nurrudin ar-
Raniri hingga akhirnya ar-Raniri harus kembali ke India (1643 M). Abdur Ra‟uf As-Sinkili
memiliki sikap yang netral, toleran, bijaksana dan arif sifat-sifat ini terbukti ketika beliau
menangani kontroversi wujudiyah. bahkan beliau menjadi penengah diantara polemik penganut
wujudiyah dan gerakan pembaruan ar-Raniri, beliau mengemas keduanya agar dapat diterima
oleh kedua pihak.5

4
Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djembatan, 1992)., hal. 26
5
Ari Fauzi Rahman, “Antologi Kitab Hadist Karya Abdul Ruf As-Singkli,” Diroyah : Jurnal Studi Ilmu Hadis 4, no.
1 (30 September 2019), https://doi.org/10.15575/diroyah.v4i1.6014.

4
Syaikh Abdur Rauf As-Singkli merupakan seorang sufi dari aliran syatariyah dan
bermadzhab Syafi‟i dengan Ilmu Tasawuf dinamakan dengan faham wahdattu Syuhud, sehingga
tidak berbeda dengan faham Nuruddin ar-Raniri. Ketika membahas ajaran-ajaran Hamzah
Fansury dan Syamsuddi Asy-Syamatrani, Abdur Rauf cukup bijaksana sehingga kekacauan dan
pertentangan Agama tidak terjadi dalam masyarakat.6

c. Rihlah Ilmiah, Guru dan Murid

Pendidikan Al-Singkili bermula sejak beliau berada di Singkil yaitu di sekolah yang
dibina oleh ayahnya sendiri. Menurut A. Hasjmy, ayah Al-Singkili yaitu Ali Al-Fansuri adalah
seorang ulama‟ yang mendirikan Dayah Lipat Kajang di Simpang Kanan. Kenyataan tersebut
menguatkan pendapat bahawa Al-Singkili mula mendapatpendidikan di institusi yang didirikan
oleh ayahnya. Setelah menyelesaikan pelajarannya beliau melanjutkan pelajarannya di pusat
bandar, iaitu Banda Aceh. Kemungkinan Al-Singkili melanjutkan pengajian ke Banda Aceh
disebabkan keadaan masyarakat pada saat tersebut. Jarak antara Barus dengan Singkil adalah 60
km. Barus pada awal kedatangan Islam banyak disinggahi oleh para saudagar dan juga para
ulama. Namun begitu, semasa kejayaan kerajaan Aceh Darussalam sebagian ulama berpindah
dan berkumpul di Banda Aceh. Iskandar Muda pada masa tersebut juga telah membangun
lembaga-lembaga dan pusat ilmu pengetahuan. Dengan demikian, wajar apabila Al-Singkili
dihantar untuk menimba ilmu dengan ulama-ulama dalam negara dan juga luar negara.

Dikatakan bahwa Al-Singkili pernah belajar dangan Hamzah Fansuri dan juga Syamsuddin
Al-Sumatrani. Namun Azra meragui pendapat tersebut. Ini kerana tidak terdapat bukti tentang
kenyataan tersebut. Malah pendapat tersebut diragui kerana Hamzah Fansuri telah meninggal
dunia pada tahun 1607 M, sedangkan pada masa itu as-Singkili belum dilahirkan. Mengenai
kemungkinan pengajiannya dengan Syamsuddin juga diragui oleh Azra.7

Semasa Al-Singkili belajar dengan beberapa ulama di Banda Aceh, beliau mula mengenal
jaringan ulama Timur Tengah yang telah mendorongnya untuk meninggalkan Aceh bagi
meneruskan pengajian di pusat pengajian Islam Timur Tengah. Perjalanan beliau menuju pusat

6
Teuku Muttaqin Mansur, Sejarah dan Nilai (Aceh: Universitas Syiah Kuala, 2019).
7
Azyumardi Azra, “Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII ”. (Jakarta:
Prenada Media, 2005), hal. 231.

5
pengajian Islam Timur Tengah merupakan episode baru pengembaraan ilmunya. Pengembaraan
tersebut kemudiannya dirangkumkan dalam karyanya yang bertajuk Umdah al-Muhtejen.

Sejarah baru perjalanan Al-Sangkili menuju ilmu hakikat yang dicatat dalam salah satu
karyanya telah dikisahkan dengan sangat baik oleh Azra. Daripada penjelasan tersebut dapat
dilihat bahawa Al-Singkili tidak sekadar menuju Makkah dan Madinah yang merupakan
destinasi utama perjalananya dalam mempelajari ilmu hakikat (esotoris), tetapi Al-Singkili
terlebih dahulu membekalkan dirinya dengan ilmu-ilmu syari‟ah (eksoteris) yang diperolehinya
di beberapa negara seperti Doha wilayah Teluk Persia, Yaman dan Jeddah hinggakan beliau
mampu menyelaraskan kedua-dua ilmu tersebut.

- Guru-guru

As-Singkili telah mengharungi kehidupan ilmiahnya selama 19 tahun dari guru satu ke guru
lain. Dicatatkan daripada 19 ulama beliau belajar langsung dengannya dan dengan 27 ulama‟ lain
beliau mempunyai hubungan peribadi. Guru-guru tersebut ditemui beliau semasa perjalanannya
dari Doha ke destinasinya, Madinah. Pada tahun 1642M as-Singkili bertolak dari Aceh menuju
kota Doha Qatar, beberapa gurunya adalah Abdul Qadir Al-Mawrir. Menurut Azra persinggahan
as-Singkili di Doha hanya sebentar.

Persinggahan seterusnya adalah kota Yaman. Azra melihat dua kota yang dijadikan as-
Singkili sebagai tujuan utama beliau di Yaman yaitu Bait al-Faqih dan Zabid, kerana kedua-dua
kota tersebut merupakan pusat pengajian Islam. Di dua kota tersebut as-Singkili menuntut dari
tiga orang guru. Ulama‟ yang dikenali Al-Singkili di Zabid lebih banyak jika dibandingkan
dengan di Bait al-Faqih. Dari aspek kepakaran ilmunya, di Bait al-Faqih Al-Singkili banyak
belajar mengenai hadith dan beberapa ilmu yang berkaitan dengannya. Salah seorang daripada
gurunya yaitu Ibrahim bin ‟Abdullah ibn Ja‟man (w. 1672 M) merupakan seorang muhaddis dan
ahli fiqih. Namun begitu, di Zabid, as-Singkili lebih banyak menimba ilmu Al-Qur‟an. Yaitu
kepada ‟Abd Allah bin Muhammad al-„Adani, yang merupakan seorang qori‟ al-Qur‟an terbaik
di wilayah itu.

Persinggahan seterusnya selepas Yaman adalah Jeddah. Di sana as-Singkili hanya singgah
sebentar karena beliau hanya berguru pada satu orang. Guru tersebut ialah Abd al-Qodir al-
Barkhali yang menjabat sebagai mufti Jeddah pada masa tersebut. Kemudian as-Singkili

6
meneruskan perjalanannya menuju ke Makkah. Di sana as-Singkili memperluaskan
pengetahuannya tentang ilmu eksatorik sebelum beliau yakin untuk menimba ilmu esotorik di
destinasi terakhir perjalanan ilmiahnya. Beliau belajar dengan Ali bin Abd Al-Qodir al-Uabari
yang merupakan seorang faqih terkemuka di Makkah. Selain itu, Al-Singkili juga memiliki guru-
guru lain dan beberapa kenalan ulama. Perjalanan ilmiah Al-Singkili merupakan suatu perjalanan
yang panjang untuk sampai ke puncak keilmuan, yaitu ilmu hakikat. Ilmu tersebut diperolehi
setelah sampai di Madinah dan berjumpa dengan guru utamanya, yaitu Ahmad Al-Qushashi.
Pemahaman beliau tentang ajaran Al-Qushashi sangat mendalam. Ini kerana kesungguhan beliau
dalam menimba ilmu. Di samping itu, kefahaman beliau tentang ilmu syari‟ah yang telah
dikuasai terlebih dahulu. Maka tidak heran apabila sebelum kematian gurunya, Al-Singkili telah
dipilih sebagai khalifah tariqah shatariyyah dan Qadiriyyah oleh Al-Qushashi. Seterusnya Al-
Sangkili diutus kembali ke kampung halamannya untuk mengajarkan tariqat tersebut. Al-
Sangkili juga juga telah mengajar di Madinah sebelum kembali ke Aceh.8

- Murid-murid

Selain menjabat sebagai Qadhi kerajaaan Aceh Darussalam, As-Singkili juga mengajar
ajarannya kepada masyarakat. ajaran As-Singkili bukan hanya untuk masyarakat berpengetahuan
tinggi tetapi juga untuk masyarakat awam. ajaran beliau antara lain ialah tentang tariqah
9
shatariyyah. As-Singkili telah berjaya melahirkan murid-murid yang mampu memindahkan
ilmunya kepada masyarakat di samping melanjutkan pengajarannya. Antara murid beliau yang
terkenal di kalangan masyarakat Sumatera Barat adalah Burhanuddin Ulakan. Setelah belajar
dari Al-Singkili, Burhanuddin Ulakan kembali ke Ulakan dan mendirikan institusi pendidikan di
Ulakan. Kemudian, institusi tersebut menjadi sebuah institusi yang sangat berautoriti
(berwibawa) di Ulakan dan ramai murid yang datang dari daerah lain untuk belajar di situ.
Pelajar-pelajar tersebut kemudian juga megajarkan ilmu yang mereka peroleh kepada masyarakat
di kampung halaman mereka.

Di pulau jawa, terdapat murid As-Singkili yang bernama Abd al-Muhyi. Abd al-Muhyi
berjaya mempengaruhi masyarakat jawa. Pendidikan yang diperolehinya secara langsung

8
Azyumardi Azra, “Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII ”. hal. 234-
250.
9
Martin Van Bruinessen, “Kitab Kuning, Pesantren Dan Tarekat:Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia”, (Bandung:
Penerbit Mizan, 1995), hal. 193.

7
daripada Al-Singkili sebelum keberangkatannya menunaikan ibadah haji digunakan untuk
merubah kepercayaan kaum animisme yang berada di daerah Karang, Pamijahan, Jawa Barat.
Selain dari itu Abd Al-Muhyi juga sangat aktif dalam mengajarkan thariqat shatariyyah.

Selain di Sumatera dan di Jawa terdapat juga murid Al-Singkili yang berasal dari
semenanjung Malaysia, yaitu Terengganu. Murid tersebut adalah Syeikh Abdul Malik Abdullah
atau lebih dikenali dengan Tok Pulau Manis. Beliau adalah pengasas pendidikan secara
sistematik pada abad XVII.10 Beliau telah berguru dengan Al-Singkili sebelum
keberangkatannya ke Makkah dan Madinah. Apabila Syeikh Abdul Malik Abdullah berada di
Madinah, beliau menuntut ilmu dari Ibrahim al-Kurani. Syeikh Abdul Malik Abdullah juga telah
menyalin Tarjuman Al-Mustafed karya Al-Singkili untuk dibawa pulang ke Terengganu.

Selain itu, Al-Sangkili juga mempunyai seorang murid yang berasal dari Turki. Murid
tersebut adalah Dawud al-Jawi Aal-Fansuri bin Isme„il bin Agha „Ali al-Reme. Penghargaan Al-
Singkili kepada Dawud Aal-Jawi al-Fansuri bin Isme„il bin Agha „Ali Al-Reme adalah
disebabkan kepandaiannya. Oleh karena itu As-Singkili mencantumkan nama murid tersebut
dalam karya tafsirnya. Dengan demikian, tidak heran apabila as-Singkili memberikan
penghargaan tersebut.

d. Karya-karya

Syekh Abdurrauf selain dikenal sebagai tokok tasawuf aliran Syattariyah dan tokoh fiqh,
beliau juga dikenal sebagai penulis yang cukup produktif, ia telah melahirkan karya-karyanya
yang merupakan kekayaan intelektual muslim indonesia yang sangat berharga. menurut
Shalahuddin Hamid dalam bukunya “100 Tokoh Islam yang paling berpengaruh di Indonesia”,
jumlah karya tulis Syeh Abdurrauf as-Singkili berjumlah 21 buku, yang terdiri dari 1 kitab tafsir,
2 kitab hadits, 3 kitab fiqh dan kitab-kitab tasawuf,11 karya-karya beliau tersebut adalah :

1. Turjuman al-Mustafid (terjemah pemberi faedah), merupakan kitab tafsir pertama dalam
bahasa melayu, kitab ini ditulis oleh Syeh Abdurrauf sekembalinya dari negeri Arab.

10
Mustaffa Abdullah, “Khazanah Tafsir di Malaysia”, (Malaysia: Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya,
2009) hal.47.
11
Drs Shalahuddin Dkk, “100 Tokoh Islam Paling Berpengaruh di Indonesia”, (Jakarta Selatan:Intimedia, 2003),
hal. 55.

8
2. Mir‟atuttullab fi tashil ma‟rifat al-Ahkam asy-Syariat li al-Malik al-Wahhab, kitab fiqh
yang ditulis olehnya atas permintaan Sulthanah Tajul Alam Safiyatuddin Syah, isi kitab
ini adalah kajian tentang muamalat, termasuk dalam kitab ini adalah kajian beliau yang
membolehkan perempuan sebagai qadhi dan pemimpin.

3. Al faraidh, risalah tentang hukum kewarisan dalam Islam.

4. Hidayah al-Balighah, kitab fiqh yang isimya mengenai pembuktian dalam peradilan,
kesaksian, dan sumpah.

5. ‟Umdat al Muhtajin ila suluk maslak al-Mufridin, kitab tasauf yang isinya terdiri atas
tujuh bab, di akhir kitab ini Syeh Abdurrauf menguraikan silsilah tarekat Syattariyah
sampai kepada Nabi Muhammad SAW.

6. Kifayatul Muhtajin ila masyrah al-Muwahhidin al Qailin bi Wahdat al-Wujud, berisi


beberapa fragmen mengenai ilmu tasauf.

7. Daqaiqul Huruf, yang isinya terhadap beberapa bait syair Ibn Arabi

8. Bayan Tajalli, kitab ini berisi tentang penjelasan Abdurrauf tentang zikir yang yang
utama dibaca ketika sakaratul maut

9. Tambihul Masyi Manshub ila Thariqi al-Qushasi, isinya mencerminkan perjalanan tasauf
Syeh Abdurrauf dengan gurunya Ahmad Qushasi.

10. Attariqat as-Syattariyah, berisi tentang pokok ajaran Syattariyah.

11. Mawaizil Badiah, berisi tiga puluh dua hadits beserta syarahnya yang berhubungan
dengan tauhid, akhlaq, ibadat dan tasauf.

12. Penjelasan tentang Matan al-Arba‟in an-Nawawi.

13. Bayan al-Arkan, pedoman dalam melaksanakan ibadat.

14. Risalah adab Murid dengan Syeh.

9
15. Risalah Mukhtasar fi Bayan Syurut as-Syeh wa al-Murid, yang berisi tentang kewajiban-
kewajiban murid terhadap guru mereka terutama dalam metode zikir metode tarekat
Syattariyah.

16. Syams al-Makrifat, uraian berisi tasauf, ilmu ma‟rifat yang beliau ambil dari Ahmad
Qushasi.

17. Majmu‟ Masail, berisi tasauf terutama uraiaan menyangkut kehidupan beragama.

18. Bayan al-Aghmadal Masail wa Sifat al-Wajibat li Rabb al-Ard wa as-Samawati, isinya
tentang al-Akyan as-sabithah, sebuah masalah yang dianggap sangat rumit oleh para sufi
termasuk oleh Nuruddin ar-Raniry.

19. Lubb al-Kasy wa al-Bayan lima yarahu al-Muqtadar bi al-Iyan, isinya tentang sakaratul
maut.

20. Sullam al-Mustafidhin, penjelasan tentang nazam-nazam yang dikarang oleh gurunya al
Qushasi.

21. Pernyataan tentang zikir yang paling utama pada saat sakaratul maut, yaitu la ilaa ha illa
Allah.

2. Sosio-Histori masa Abdur Rauf As-Singkili

Al-Singkili yang hidup pada abad XVII tentu tidak boleh dipisahkan dari kontroversi
wujudiyah. Apalagi beliau datang paska kontroversi hebat tersebut. Interaksinya dengan
pendukung maupun penentang wujudiyah tentu tidak bisa dielakkan. Menangani keadaan
tersebut Al-Singkili boleh dikatakan sebagai ulama yang lebih suka mengambil jalan tengah
dalam menangani konflik tersebut. Pada bagian ini tidak bermaksud untuk melihat pandangan
Al-Singkili mengenai doktrin tersebut. Akan tetapi bagaimana seorang Al-Singkili mengambil
sikap dalam menghadapi konflik tersebut Respon Al-Singkili dalam menangani konflik di atas
tidaklah berbeda dengan gurunya Ibrahim Al-Qurani. Yang memilih untuk bersifat netral,
toleran, arif dan bijaksana dalam menghukuminya. Pendapat tersebut nampak dari upaya Al-

10
Singkili untuk bertanya kepada gurunya terlebih dahulu sebelum menentukan sikap.12 Kearifan
dan kebijaksanaannya tersebut tercermin dari pendapatnya dalam beberapa karyanya. Al-Singkili
dalam Tanbihul „Amil Fi Tahqiq Kalamin Nawafil menyatakan,

‫واحفظ لساًل هي الغيبة والرتفري فإى فيهوا خطراعظيوا عٌذ ربل الربري والتلعي اخاك اهلسلن فرتي هي‬

‫اجولروهٌي يىم القياهة والوتذحه ايضا فرتي هي اهلبغىضٌياو هي الضاربٌي عٌق اخيهن‬.

“Peliharalah lidahmu dari ghibah membicarakan orang lain dan dari mengkafirkan orang lain,
karena pada keduanya terdapat dosa yang besar di sisi Tuhanmu yang Maha Agung. Jangan
engkau mengutuk saudaramu sesama muslim, karena hal itu akan menjerumuskan engkau
menjadi golongan orang yang berdosa pada hari kiamat, tetapi jangan pula engkau selalu
memujunya, karena hal itu akan menjerumuskan engkau kedalam orang yang dimurkai Allah,
atau golongan orang yang memenggal pundak saudaranya sendiri”. Selain pernyataan di atas
Al-Singkili juga mengutip beberapa Hadis yang menguatkan pernyataannya. Senada dengan
statement di atas dijumpai juga pada karya Daqaiqul Huruf, seperti pernyataan: “Dan tiada
harus kita mengkafirkan dia, kerana mengkafirkan itu sangat bahayanya. Karena jikalau ada ia
kafir, maka tiadalah perkataan dalamnya. Dan jikalau tiada ia kafir, nescaya kembali kata itu
kepada diri kita”. Bila kita melihat kepada karya Mawa‟izhul Badi‟ah maka statement senada
juga dijumpai. seperti yang direkodkan dalam pengajaran yang kesembilan,

‫ التلعٌىا اهلخلىقٌي فرتذ اللعٌة عليكن‬،‫ياابي ادم‬

“Hai anak Adam, jangan engkau la‟natkan akan segala makhluk, maka kembalilah laknat itu
atas kamu”. Yakni, jangan kamu katakan sifulan laknat Allah atau binatang ini laknat Allah.
yakni jauh daripada rahmat Allah. Keterangan tersebut di atas adalah bukti bahawa Al-Singkili
dalam menyikapi konflik Wujudiyyah adalah bersikap netral dan tidak memihak puda golongan
tertentu. Adapun bagi masing-masing golongan yang saling berselisih, maka hendaknya tidak
melebelkan kepada golongan tertentu dengan label kafir. Kerana label tersebut akan kembali
kepada dirinya.

3. Kajian Karya Seputar Hadist Abdur Rauf As-Singkili

12
Imron Rosyadi, “Pemikiran Hadis Abdurrouf As-Singkili Dalam Kitab Mawa‟izat Al-Badi‟ah” (Diroyah: Jurnal
Ilmu Hadis Vol.2 No.1, September 2016),, hal. 60

11
Kitab Mawa‟iz al-Badi‟ah merupakan salah satu karya hadist Syeikh Abdur Rauf (kuala),
sudah mendapat kajian dari beberapa orang peneliti, baik sarjana dalam maupun dari luar negeri.
Voorhoeve, hasil penelitiannya menerangkan bahwa kitab Mawa‟iz adalah benar karya Syeikh
Kuala. Karya ini kemudian diterjemahkan oleh Abue Bakar, yang diterbitkan oleh Pusat
Dokumentasi dan Informasi Aceh (PDIA) tahun 1980. Penelitian tersebut hanya berupa
identifikasi karya-karya Syeikh Kuala, tidak membahas suatu aspek secara terfokus isi dan
kandungan dari kitab Mawa‟iz al-Badi‟ah tersebut. Penelitian ini telah memberi informasi
tentang keaslian karya Syiah Kuala.

Karya ini telah mengalami beberapa kali cetak ulang. Kitab ini, sekarang telah digabung
bersama delapan karya ulama Aceh lainnya, oleh seorang ulama Syekh Ismail bin Abdul
Muthallib al-Asyi, ulama abad kedelapan belas. Sebagaimana delapan kitab lainnya, Mawa‟iz
ditulis dalam bahasa Arab Melayu. Kitab ini berisi sejumlah ayat al-Qur‟an dan hadis dengan
syarahnya, yang dalam paparannya dikaitkan dengan tauhid, akhlak, ibadah dan tasawuf. Naskah
kitab ini terdapat di Museum Nasional Jakarta. Naskah lain ditulis dengan judul Mawa‟izat al-
Badi‟ah, yang berisi berbagai nasehat agama bagi kaum muslimin dalam pergaulan hidupnya
sehari-hari.13

4. Pengaruh Abdur Rauf As-Singkili dalam Kajian Hadist

Pembabitan beliau dalam bidang hadist bermula sejak beliau belajar dan berinteraksi dengan
jaringan ulama Timur Tengah. Iaitu ketika beliau singgah di beberapa pusat keilmuan Islam
antara Yaman dan Makkah. Maka tidak heranlah apabila beliau juga telah menghasilkan dua
karya dalam bidang hadist. Karya beliau yang pertama merupakan penjelasan tentang 40 hadith
karya Al-Nawawi. Manakala karya yang kedua adalah kumpulan hadist-hadist qudsi. Dua karya
tersebut telah membuktikan betapa luasnya pengetahuan As-Singkili.14

Karya hadist As-Singkili merupakan karya terawal dalam bidang hadist yang dihasilkan oleh
ulama Nusantara. Karya beliau tidak sekadar menyokong fahaman tasawufnya, malah telah
memperkenalkan bidang hadith ini kepada masyarakat. Salah satu dari dua karyanya dalam
bidang hadist akan dijadikan sebagai sumber kajian. Karya tersebut adalah karya yang

13
Imron Rosyadi, “Pemikiran Hadis Abdurrouf As-Singkili Dalam Kitab Mawa‟izat Al-Badi‟ah”, hal. 58
14
Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djembatan, 1992)., hal. 31

12
menghimpunkan hadith-hadist qudsi tercatat dalam katalog, masih tersimpan di beberapa pusat
manuskrip di Asia dan Eropa.

Perpustakaan Negara Malaysia memiliki koleksi yang paling banyak iaitu sebanyak 12
naskah. Kemudian Muzium Negeri Aceh memiliki 5 naskah. Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia 3 naskhah. Manakala Perpustakaan Yayasan Ali Hasjmy Aceh, Perpustakaan
Universiti Leiden dan von de Wall masing-masing memiliki 1 naskhah. Oleh yang demikian,
mengkaji naskhah Mawa‟iz al-Badi‟ah yang merupakan khazanah intelektual muslim Asia
Tenggara Abad XVII perlu dilakukan. Memikirkan bahawa karya tersebut merupakan salah satu
bentuk warisan kuno yang perlu dilestarikan dan digali isi kandungannya, maka tajuk
penyelidikan ini adalah sumbangan Abdur Rauf As-Singkli dalam bidang hadist (Analisis teks
pilihan Mawa‟iz al-Badi‟ah).

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Abdul Rauf al-Singkili adalah seorang ilmuwan Aceh yang sangat terkenal dan cukup
produktif. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa karyanya mengenai ilmu Fiqh, Tasawuf,
Tauhid, Tafsir dan Hadis. Melalui karya-karyanya ini menyebabkan para ilmuwan
memberikan penilaian yang berbeda, ada yang menganggapnya sebagai seorang teolog dan
adapula yang menilainya sebagai seorang penyair religious. Selama masa karier Abdul Rauf
al-Singkeli, perkembangan politik di Kesultanan Aceh mempunyai ciri yang paling menarik
yaitu kesultanan di pegang oleh empat orang sultanah berturut-turut. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa Abdul Rauf memang menerima pemerintahan yang dipegang oleh
wanita. Suatu pemerintahan yang sangat kontrofersi pada masa itu. Boleh jadi ini merupakan
tindakan politiknya, tetapi pada sisi laiun juga menunjukkan bahwa ini adalah toleransi
pribadinya. Perjalanan mistik Abdul Rauf memperlihatkan bahwa ia berupaya
menempuhjalan tengah. Ia selalu menjaga keseimbangan agar tidak terjerumus pada jalan
ekstrim menurut hukum dan juga tidak pada jalan ekstrim ekstatis.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Mustaffa. 2009. Khazanah Tafsir di Malaysia. Malaysia: Akademi Pengajian


Islam Universiti Malaya.

Azra, Azyumardi. 2005. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII dan XVIII. Jakarta: Prenada Media.

Bruinessen, Martin Van. 1995. Kitab Kuning, Pesantren Dan Tarekat:Tradisi-Tradisi


Islam di Indonesia. Bandung: Penerbit Mizan.
Mansur, Teuku Muttaqin. 2019. Sejarah dan Nilai. Aceh: Universitas Syiah Kuala.
Nasution, Harun. 1992. Ensiklopedia Islam Indonesia. Jakarta: Abdi Utama.
Rahman, Fauzi Ari. 2019. Antologi Kitab Hadist Karya Abdul Ruf As-Singkli. Jurnal
Studi Ilmu Hadis. Vol.4

Rosyadi, Imron. 2016. Pemikiran Hadis Abdurrouf As-Singkili Dalam Kitab Mawa‟izat
Al-Badi‟ah. Jurnal Ilmu Hadis Vol.2 No.1.

Shalahuddin. 2003. 100 Tokoh Islam Paling Berpengaruh di Indonesia. Jakarta


Selatan:Intimedia.

Syahrizal. 2003. Syeh Abdurrauf dan Corak Pemikiran Hukum Islam. Banda
Aceh:Yayasan PENA.

15

Anda mungkin juga menyukai