Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Tarjuman al-Mustafid

Karya ‘Abd al-Rauf bin ‘Ali al-Jawi al-Fansuri as-Singkili

Menurut Pendapat Beberapa Tokoh

Diajukan untuk memenuhi Tugas mata kuliah Pemikiran Tafsir di Indonesia

Disusun oleh:

 Uswatun Hasanah (171320071)


 Halimatus Sa’diyah (171320042)

FAKULTAS USHULUDIN DAN ADAB

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN


A. Pendahuluan
Dalam rangka menerjemahkan gagasan dari luar ke konteks lokal kekayaan
manuskrip Islam Nusantara. Sebagian besar para penulis dan penyalin teks-teks
Nusantara itu dari kalangan ahli agama, guru sufi, kyai, selain para sastrawan yang
memiliki kepedulian untuk menerjemahkan Islam dalam konteks dan bingkai budaya
lokal begitu juga dengan orang-orang Barat.
Salah satu naskah manuskrif Nusantara adalah Tarjuman Al-Mustafid sebuah
kitab Tafsir yang termuat dalam sejarah Islam Nusantara, ia banyak memberikan
sumbangan kepada telaah tafsir Al-Qur’an, karena selama hampir tiga abad (17-19 )
kitab ini merupakan satu-satunya terjemahan dan tafsir lengkap Alqur’an di Tanah
Melayu. Baru dalam tiga puluh tahun terakhir pada abad ke-20 muncul tafsir-tafsir
baru di wilayah Melayu-Indonesia1.
Abdur rauf Singkel adalah alim pertama di bagian dunia Islam yang bersedia
memikul tugas besar mempersiapkan tafsir lengkap Alqur’an dalam bahasa Melayu.
Karya ini menjadikannya mendapat kedudukan penting bagi perkembangan Islam di
Nusantara tak terbantah dalam bidang tafsir. Menurut Azyumardi salinan kitab salinan
paling awal kitab Tarjuman al-Mustafid di akhir abad ke 17 dan 18 M. Ia pernah
dicetak di Istanbul setelah Syeikh Muhammad Zain al-Fatani menyamak naskhah
yang diperolehnya dan dipersembahkan kepada Khalifah. Cetakan Istanbul yang
pertama ialah oleh Matbaah al-Utmaniyyahpada tahun 1302H/1884M dan
1324/1906M. Kemudian ia dicetak di Kaerah oleh Matba’ah Sulayman al-Maraghi,
Maktabah al-Amiriyyah di Mekah, Bombay, Singapur, Jakarta dan Pulau Pinang.
Edisi terakhir ialah cetakan Jakarta pada tahun 1981.2
Keunikan tafsir ini dilihat pada dua hal, pertama pada sisi konten, yaitu ,
penggunaan analisis bahasa dalam penafsirannya dengan menggunakan ilmu Qira’at.
Kedua, dari sisi historis yang mana dalam penulisan tafsirnya disuppot oleh Istana
karena keadaan masyarakat Aceh pada masa itu. Jika dilihat dari priodesasi tafsir,
Tarjuman al-Mustafid termasuk dalam kategori tafsir era modern-kontemporer.
Pendapat ini didasarkan pemetaan sejarah tafsir Al-Qur’an oleh Abdul Mstaqim3

1 Suhailidi, “Tarsir Tarjuman al-Mustafid: Sebuah Kajian Filologis”, diajukan Program Pasca Sarjana, STAINU
Ciganjur, 2013, hal. 1

2 Zulkifli Mohd Yusoff dkk, “Tarjuman Al-Mustafid:Satu Analisa Terhadap karya Terjemah”, Jurnal Pengajian
Melayu jilid 16, 2005, hal.158

3 Afriadi Putra, “Kazanah Tafsir Melayu”, Jurnal Syahadah vol.II no.II, Oktober 2014, hal. 71
2
Dinamika tafsir al-Qur’an sangat untuk diteliti. Tercatat banyak tafsir yang
muncul setelah masuknya Islam di Nusantara. Karya tafsir awal yang ditemukan
yaitu, tafsir surat al-Kahfi: 9 yang tidak diketahui penulisnya. Setelah itu munculah
tafsir Tarjuman al-Mustafid karya Abdur Rauf al-Singkili.
Karena itu, menjadi penting bagi penulis dapat menemukan informasi dan
pengetahuan lebih mendalam tentang sejarah singkat penulisan tafsir Nusantara, dan
mengulas kitab Tarjuman Al-Mustafid untuk dapat menggambarkan manuskripnya,
muallif ,tehnik penulisan, isi kandungan, dan refrensi yang dirujuk Al-Singkili dalam
menulis tafsirnya, walaupun dengan sangat terbatas dan banyak kekurangan dan
menggunakan sumber dari artikel yang ditulis oleh para peneliti karena manuskripnya
yang terbatas. Pemakalah akan coba memaparkan tentang latar belakang
kehidupannya, metodologi penafsiran, substansi ayat dalam penasirannya dan gagasan
revolusionernya.
a) Objek Penelitian
 Tafsir Tarjuman al-Mustafid karya ‘Abd al-Rauf as-Singkili
b) Rumusan Masalah
1. Kapan dan dimanakah ‘Abd al-Rauf as-Singkili dilahirkan?
2. Bagaimana proses pendidikan yang ditempuh ‘Abd al-Rauf as-Sinkli?
3. Bagaimana metodologi dari tafsir Tarjuman al-Mustafid?
4. Bagaimana subtansi ayat-ayat al-Qur’an yang dikemukakan dalam
tafsir Tarjuman al-Mustafid?
c) Metode Penelitian
Secara umum, ada empat metode yang biasa digunakan untuk meneliti sebuah karya
tafsir diantaranya yaitu:
 Manhaj & Thoriqoh (metode penafsiran )
 Itijah (orientasi)
 Laun (corak Penafsiran)
 Mashodir (sumber-sumber penafsiran)
Akan tetapi, karena sulitnya mendapatkan manusrkif atau naskah tasir Tarjuaman Al-
Mustafid ini, maka metode yang kami gunakan untuk menulis makalah ini adalah
mereview atau menganalisis hasil penelitian beberapa pendapat para tokoh yang
sebelumnya telah mengemukakan pendapat atau hasil penelitian mereka yang telah
dimuat dalam beberapa atrikel atau jurnal.
B. Biografi
Abd Al-Ra’ûf bin ‘Ali Al-Jăwĭ Al-Fansûrĭ adalah seorang melayu dari Fansur,
Singkil, di wilayah pantai barat-laut Aceh. Tahun kelahirannya tidak diketahui secara
pasti, tapi D.A Rinkes, sebagaimana yang dikutip Azyumardi mengungkapkan , bahwa
ia dilahirkan sekitar 1024 H/1615 M.4

4 Afriadi Putra, “Kazanah Tafsir Melayu”, ,, hal.71


3
Menurut Hasjmi nenek moyang Al-Singkilĭ berasal dari Persia yang datang ke
kesultanan Samudera Pasai pada akhir abad ke-13. Mereka kemudian menetap di
Fansur (Barus), sebuah kota pelabuhan tua yang penting di Sumatra Barat. Pendapat
lain mengatakan, bahwa ayah Al-Singkilĭ , Syekh ‘Ali Al-Fansurĭ adalah seorang Arab
yang mengawini wanita pribumi dari Fansur dan bertempat tinggal di Singkel, dan di
daerah inilah Al-Singkilĭ dilahirkan.
Rinkes setelah mengadakan kalkulasi ke belakang dari masa kembalinya dari
Timur Tengah ke Aceh berpendapat bahwa ia dilahirkan sekitar tahun 1024 M/1615 H.
Pendapat terakhir ini telah disetujui oleh sebagian besar ahli, berdasarkan buku yang
ditulisnya yang bertarikh 1683 (1105 H). Dalam buku ini dijelaskan bahwa buku
tersebut disusun di Peunayong di tepi kanan Krueng Aceh, Banda Aceh. Para sarjana
berpendapat, di tempat dan tahun inilah beliau wafat. Jadi, sekiranya tahun 1620 M
ditetapkan sebagai tahun kelahirannya, dan beliau meninggal dunia dalam usia 63
tahun5.
Akan tetapi, pendapat lain mengatakan bahwa Abdurrauf wafat sekitar tahun
1105/1693 sekitar umur 78 tahun dan dikuburkan disamping makam Teungku Anjong
di Kuala Krueng Aceh (sungai Aceh) tahun ini diambil berdasarkan tahun yang ada
dalam karya akhirnya yang disusun di tepi Kuala Aceh sekitar 15 km dari Banda Aceh,
dan karena itu pula beliau mendapat gelar atau julukan Teungku Syiah Kuala (syikh
ulama di Kuala)6. Ketika tsunami melanda Aceh, pada tanggal 26 Desember 2004,
makam Syekh Abdurrauf Singkel masih utuh hanya beberapa bagian yang roboh.
Kondisi tersebut menambah kepercayaan masyarakat atas kekeramatan ‘Abdurrauf
Singkil. Kebesaran nama Abd’ Rauf Al-Singkili dapat membedah kegelapan diskusus
pemikir(ulama) pada saat itu, khususnya pada abad ke XVII yang banyak memberikan
karya tulis yang cukup gemilang, lebih khusu lagi dalam bidang ilmu-ilmu batiniah
(spiritual Islam atau Tasawuf), kendati dalam ilmu-ilmu yang lain yaitu ilmu lahiriyah
seperti fikih, hadis, tafsir yang menjadi tokoh rujukan yang tidak bisa dipadang sebelah
mata7.
 Pendidikan
Abdurra’uf Al-Singkili mendapatkan pendidikan awalnya di desa kelahirannya,
Singkel, terutama dari ayahnya. Menurut Hasjmi, ayahnya adalah seorang alim,

5 Damanhuri, “Umdah al-Muhtajin: Rujukan Tarekat Syattariyah Nusantara”, Jurnal Studi Keislaman, Volume 17
Nomor 2 (Desember) 2013, hal. 303

6 Zaeniddin, “Akar Pembaharuan Islam di Indonesia”, Wahana Akademia Vol.15 No. 1, April 2013 hal.62

7 Zaeniddin, “Akar Pembaharuan Islam di Indonesia”,,, hal. 62


4
yang juga mendirikan madrasah yang menarik murid-murid dari berbagai
tempat di Aceh. Menurut hasjmi, kemudian hari Al-Singkili mengadakan
perjalanan ke Banda Aceh untuk belajar kepada Hamzah Fansuri dan
Syamsudin Al-Sumatrani, namun pendapat ini ditentang oleh Azyumardi Azra,
karena tidak mungkin Al-Singkili bertemu dengan Hamzah Fansuri yang wafat
pada tahun 1016/1607 M, yang mungkin, Al-Singkili bertemu dengan Syam Al-
Din (1040/1630) dalam tahun-tahun terakhirnya di usia belasan tahun. 8 Aceh,
pada akhir abad ke-13.
Pada masa mudanya, ia mula-mula belajar pada ayahnya sendiri. Ia
kemudian belajar belajar pada ulama-ulama di fansur dan Banda Aceh.
Selanjutnya ia pergi menunaikan ibadah haji, dan dalam proses perjalannya ia
belajar pada berbagai ulama di Timur Tengah untuk mendalami agama Islam9.
Al-Singkili meninggalkan Aceh menuju Arabia pada 1052/1642. Di
Arabia berguru kepada 19 orang guru untuk belajar berbagai disiplin ilmu, dan
dengan 27 ulama lainnya menjalin kontak. Rute perjalanan ilmiyahnya dimulai
di Doha, Yaman, Jeddah, dan akhirnya Makkah dan Madinah. Di tempat-tempat
tersebut tokoh ini melawatkan hari-harinya sekitar 19 tahun.
Perjalanan Al-Singkili belajar di sejumlah tempat yang tersebar di rute
haji, dari Doha, Persia belajar kepada ‘Abd Al-Qadar Al-Mawrir. Kemudian
melanjutkan perjalannya ke Yaman, terutama di Bayt Al-Faqih dan Zabid. Di
tempat ini Al-Singkili berguru kepada keluarga Ja’man, terutama Ibrahim bin
Abdullah bin Ja’man (w.1083/1672) seorang muhaddits dan faqih. Kepada
ulama ini Al-Singkili belajar fikih, hadits, dan ilmu-ilmu lainnya. Sedangkan
dalam bidang Qiroat belajar kepada Abdullah bin Muhammad Al-‘Adani,
seorang qari’ Alqur’an terbaik di wilayah itu.
Kemudian melanjutkan studinya di Jeddah belajar kepada ‘Abd Al-
Qadir Al-Barkhali, lalu menuju Makkah dan belajar ke sejumlah ulama,
terutama ‘Alib bin Abd Al-Qadir Al-Thabari seorang faqih terkemuka di
Makkah disamping itu beliau menjalin kontak dengan beberapa ulama
terkemuka lainnya yang menetap maupun yang singgah. Guru-gurnya pula lah
yang mendorong dan memberi inspirasi terbentuknya cakrawala intelektual

8 Zaeniddin, “Akar Pembaharuan Islam di Indonesia”,,, hal,63

9 Muhammad Imron Rosyadi, “Pemikiran Hadis Abdur Rauf Singkil dalam Kitab Mawa’Izat Al-Badi’ah”, Diroyah:
Jurnal Ilmu Hadis 2, 1, September 2017, hal. 56
5
yang luas pada al-Singkili10. Kemudian al-Singkili melanjutkan perjalanan
studinya di Madinah dan berguru kepada beberapa ulama.
Diantara sekian banyak guru, tercatat ada dua guru yang banyak
memberikan pengaruh bagi Al-Singkili, adalah Ahmad Al-Qusyasyi (w.1071
H/1660 M) gurunya dalam bidang Tasawuf hingga beliau ditunjuk sebagai
khalifah tarekat Syatariyah dan Qadariyah11. Melalui al-Qusyasyi lah beliau
menerima kepuasan karena dapat menyelesaikan pelajaran Tasawufnya.
Secara intelektual, Al-Singkili berguru kepada Ibrahim Al-Kurani
(w.1101/1690, dengan ulama inilah beliau menyelesaikan pendidikan setelah
wafatnya Ahmad Al-Qusyasyi (1071/1660). Bersama Al-Kurani Al-Singkili,
belajar ilmu pengetahuan yang menimbulkan pemahaman intlektual tentang
Islam diluar Tasawuf. Karena dekatnya ketika Al-singkili telah kembali ke bumi
Nusantara beliau masih melakukan kontak dengan Al-Kurani.
Waktu pendidikannya yang cukup lama tidak disangkal lagi, sangat
lengkap: dari syariat, fikih, hadits,kalam, tasawuf. Karier dan karya-karyanya
merupakan sejarah dari usahanya secara sadar untuk menanamkan keselarasan
antara syariat dan hakikat. Perjalanan Al-Singkili yang cukup panjang dalam
menuntut ilmu di Timur Tengah tidak menjadikannya sebagai tokoh yang datang
ke Indonesia dengan membawa tradisi Arab, namun dengan kearifan lokalnya
telah membuat dirinya sebagai tokoh Nusantara yang dikenal di dunia Islam.
 Karya-karya Abdurra’uf Al-Singkili
Diantara karya-karyanya menurut Salman Harun12 beliau lebih banyak
menunjukan kesarjanaannya di bidang Tasawuf daripada bidang yang lain
alasannya karna karya yang ditulisnya banyak didominasi dengan karya-karya
dalam bidang Tasawuf diantaranya adalah;
Tarjuman Al-Mustafid (tafsir), Mir’at Al-Thullab (fikih), Kitab Al-
Faraidh, Penafsiran Hadits Arba’in, Al-Mawaidz Al-Badi’ah,(hadits qudsi),
Kifayat Al-Muhtajin (tasawuf), Daqaiq al-Huruf (teologi), Risalah Adab Murid
akan syeikh, Risalah Mukhtasharah Fi Bayan Syuru Al-Syak Wa Al-Murid , dan
karya-karya lainnya. Menurut beberapa peneliti, hasil karya Abdul Rouf al-

10 Syamzan Syukur, ” Kontroversi Pemikiran Abdul Rauf Singkil”, Jurnal Adabiyah Vol. XIV No.1, 2015,

hal. 76

11 Damanhuri, “Umdah al-Muhtajin: Rujukan Tarekat Syattariyah Nusantara”,,, hal. 308

12 Zaenuddin, “Akar Pembaharuan Islam di Indonesia”,,, hal.66


6
Singkili tidak kurang dari 22 kitab13 tetapi ada juga yang menjabarkan bahwa
terdapat 25 karya-karyanya14.
Voorhoeve menyebutkan 21 karangannya,23 Peunoh Daly dalam
disertasinya menyebutkan 12 buah karya dan ia mengaku hanya menyebutkan
sebagiannya. Enam karya yang disebutkan Dally berbeda dari karya yang
disebutkan Voorhoeve. Sumber tersebut menyebutkan ada 27 naskah yang
dianggap sebagai karya Abdurrauf. Selain itu di Tanoh Abee disebutkan
sebagian naskah lain sebagai karyanya. Dengan demikian, terdapat 36 naskah
yang sudah ditemukan. Sejumlah karya beliau tersimpan di Perpustakaan Tanoh
Abee, Aceh Besar. Berkemungkinan masih ada karangannya yang belum
teridentifikasi. Asumsi ini didasarkan atas adanya buku-buku karya lainnya
yang tidak termasuk di dalam 36 buah itu, seperti terdapat di dalam buku
“Identifikasi Museum Negeri Aceh”15.
 Kondisi Masyarakat Aceh Pada masa Abdurra’uf Al-Singkili
Tidak ada data tertulis yang menunjukkan sebab ditulisnya Tarjuman Al-
Mustafid . Namun apabila ditelusuri suasana masyarakat Aceh ketika itu,
mereka memang sangat membutuhkan bahan rujukan agama yang berbahasa
Melayu. Adanya kekeliruan masyarakat disebabkan oleh tafsiran-tafsiran secara
batin oleh golongan Wahdatul Wujud. Golongan taklid buta yang mentafsirkan
al-Quran menurut selera mereka16.
Paham Wahdat al-Wujud di Aceh dibawa oleh dua ulama besar yang
sangat masyhur, yaitu Hamzah al-Fansuri dan Syams al-Din al-Samatrani. Dua
ulama ini memainkan peranan yang sangat penting dalam membentuk
pemikiran dan praktik keagamaan Muslim Melayu Nusantara pada paruh
pertama abad ke-1717. Mereka juga dianggap sebagai salah seorang tokoh sufi
paling awal dan juga seorang perintis terkemuka tradisi kesusastraan Melayu.
Tidak hanya itu, munculnya pemikiran dan sikap agresif Al-Raniri di
tengah-tengah masyarakat memunculkan kekisruhan yang mengarah kepada

13 Afriadi Putra, “Khazanah Tafsir Melayu”,,, hal.73

14 Muhammad Imron Rosyadi, “Pemikiran Hadis Abdur Rauf Singkil dalam Kitab Mawa’Izat Al-Badi’ah”,,,hal. 57

15 Damanhuri, “Umdah al-Muhtajin: Rujukan Tarekat Syattariyah Nusantara”,,, hal. 310-311

16 Zulkifli Mohd Yusoff dkk, “Tarjuman Al-Mustafid:Satu Analisa Terhadap karya Terjemah”,,,, hal,158

17 Afriadi Putra, “Khazanah Tafsir Melayu”,,, hal. 75


7
pertumpahan darah khususnya di kalangan orang awam. Menurut Al-Raniri,
Islam di Aceh telah dikacaukan oleh kesalahpahaman atas doktrin sufi.
Lantaran itulah Syeikh Al-Singkili berusaha menyusun sebuah kitab
tafsir berbahasa Melayu untuk membantu masyarakat lebih memahami ajaran
Islam. Selama ini, jika seseorang ingin memahami Alqur’an , dia mesti
mempelajari bahasa Arab atau merujuk kepada para ulama untuk memahami isi
kandungannya. Namun dengan adanya tafsir ini, ia telah dapat meluaskan
pemahamaan masyarakat terhadap penafsiran ayat-ayat Alqur’an sekaligus
mengetengahkan ajaran Islam yang sebenarnya.18
Tujuan tafsir ini dibuat untuk menerjemahkan tafsir Jalalain ke dalam
bahasa melayu, lalu mengkonsep ulang penafsirannya dengan penambahan dan
penguranggan tertentu, hingga menjadi sederhana serta mudah dipahami oleh
orang Melayu pada umumnya. Sehingga dapat menjadi petunjuk praktis dalam
kehidupan mereka dalam memahami agama Islam.19

C. Metodologi tafsir Tarjuman Al-Mustafid


a. Manhaj & Thoriqoh ( Metode)
Meskipun al-Singkili tidak menulis secara jelas metode yang ia gunakaan
dalam tafsir ini akan tetapi, terdapat beberapa petunjuk yang diberikan oleh
Al-Singkili tentang metodologi kitab tersebut yang telah dilakukan penelitian
para tokoh pada kitab tersebut. Tafsir ini memiliki sumber primer berupa al-
Qur’an dengan hadis yang tanpa sanad, sehingga tidak diketahui apakah hadis
tersebut marfu’, mauquf, ataupun maqthu. Ketika membicarakan perihal
qiraat, beliau akan menamakan siapakah "qari yang tiga" yang
dimaksudkannya. Secara umumnya beliau menterjemah berdasarkan qiraat
Hafs. Tetapi terdapat juga terjemahan berdasarkan qiraat lain khususnya Abu
'Amr, Qalun, dan Warsh. Bahkan kecenderungan beliau memilih selain qiraat
Hafs dalam banyak tempat menunjukkan penguasaannya yang luas dalam
banyak qiraat20.
Setiap surah dimulai dengan nama surah. Kemudian dijelaskan status
surah adakah Makiyyah atau Madaniyyah. Kemudian bilangan ayat. Jika
terdapat khilaf pada status atau bilangan ayat, maka akan dinyatakan dengan
18 Zaenuddin, “Akar Pembaharuan Islam di Indonesia”,,, hal. 68

19 Rukiah Abdullah & Mahfudz Masduki, “Karakteristrik Tafsir Nusantara”, Jurnal Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an
dan Hadis, Vol.16 No.2, Juli 2015, hal. 143

20 Zulkifli Mohd Yusuff dkk, “ Tarjuman al-Mustafid: Satu Analisis Terhadap Sebuah Karya Terjemah”,,, hal. 162
8
penerangan yang sangat ringkas. Semuanya ini dinyatakan dalam bahasa Arab.
Kemudian Al-Singkili akan menerjemahkan ungkapan bahasa Arab tersebut ke
dalam bahasa Melayu. Selepas itu barulah beliau akan memulai menafsirkan
ayat demi ayat setelah itu mengungkapkan pendapat mufassir dengan diawali
kata Faidatun.21
Tafsir Tarjuman Al-Mustafid termasuk kepada kategori Tafsir bi al-
Ra’yi (menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan nalar) tanpa
mengenyampingkan pendapat atau riwayat dari sahabat atau tabi’in. Metode
yang digunakan oleh Al-Sinkili dalam menafsirkan al-Qur’an, yaitu metode
Tahlily/Analisis22. Dengan metode ini Al-Sinkili menjelaskan makna ayat-ayat
al-Qur’an disertai dengan Sabab al-Nuzul (jika ada), Munasabah, uraian
tentang berbagai Qira’at, makna global ayat, dan hukum yang dapat ditarik
dari kandungan ayat. Sebelum menafsirkan ayat-ayat, Al-Sinkili terlebih
dahulu memberi keterangan terhadap surat yang meliputi
makiyyah/madaniyah dan fadhilah al-surat.
Teknik penulisan dan metode penafsiran yang dipakai Abdul Rauf
Singkil sebagaimana terlihat dari naskahnya, masih tergolong elementer dan
masih sederhana. Dalam naskah tersebut belum ada pemisah ruang antara teks
al-Qur’an, terjemah dan tafsir. Ketiganya masih diletakan dihalaman yang
sama tanpa pemisah yang tegas kecuali perbedaan warna tinta. Model inilah
yang terus diterapkan di Melayu sampai abad ke-19, dan baru pada abad ke-20
dikembangkan teknik lain yang lebih sistematis23. Teknis penafsirannya setiap
surah dimulai dengan nama surah. Kemudian dijelaskan status surah itu
Makkiyyah atau Madaniyyah. Kemudian bilangan ayat. Semuanya ini
dinyatakan dalam bahasa Arab. Kemudian pengarang akan menerjemahkan
ungkapan bahasa Arab tersebut ke dalam bahasa Melayu. Selepas itu barulah
pengarang akan mulai menafsirkan ayat demi ayat24.
Untuk menentukan metode penulisan tafsir Tarjuman al-Mustafid, kita
dapat melihat dari dua sudut yaitu sudut cara menafsirkan dan sudut makna.

21 Ruqiah Abdullah & Masduki, “Karakteristrik Tafsir Nusantara”,,, hal. 147

22 Afriadi Putra, “ Khazanah Tafsir Melayu”,,, hal. 77

23 Endad Musaddad, Studi Tafsir Di Indonesia: Kajian atas Tafsir Karya Ulama Nussantara, Serang: IAIN SMH
Banten, 2012, hal. 5

24 Zulkifli Mohd Yusoff dkk, “ Tarjuman al-Mustafid: Satu Analisis Terhadap Sebuah Karya Terjemah”,,, hal, 162
9
Ketika ditelusuri dari sudut penafsiran yang menjelaskan urutan ayat dan
aspek-aspek serta isi dan kandungan ayat, ini merupakan metode
tahlili/analisis. Sementara, ketika dilihat dari sudut pandang makna yang
dijelaskan dari tafsir tersebut metode yang diterapkan dalam penulisan
tafsinya adalah metode Ijmali.25 Karena penjelasannya adalah singkat, padat,
mudah dimengerti dan cocok untuk semua kalangan.
Tafsir Jalalain merupakan kitab tafsir yang populer di Nusantara pada
masa itu, ada kemungkinan jika al-Singkili ini bermaksud untuk menampilkan
tafsir ini dalam bahasa Melayu yang diperuntukan untuk masyarakat lokal
yakni Nusantara. Namun ia menampilkannya dengan beberapa pengurangan
dan penambahan di dalamnya agar lebih mudah untuk dipahami.
Diantara pengurangan itu ialah meninggalkan masalah kebahasaan
seperti, kedudukan kata (‘irab), penjelasan semantik, penjelasan yang agak
panjang, penjelasan yang dia anggap sulit untuk dipahami. Sedangkan
penambahannya berupa pengkongkritkan kata ganti, petunjuk dan penegasan
kembali apa yang sudah diungkapkan, tambahan dari tafsir al-Khazin,
perbedaan qira’at, penjelasan tentang kisah-kisah, dan asbab an-nuzul.
b. Itijah (Orientasi Penafsiran)
 Gagasan Revomatif (Tajdid)
Gagasan yang dikemukakan oleh al-Singkili adalah Revolusioner, yang
mana Gagasan tafsir yang ingin dibentuk oleh as-Sinkli ialah membuat
tafsir yang lengkap 30 juz, ditulis secara singkat agar mudah dipahami
oleh masyarakat pada saat itu, selain itu tafsir yang dibuatnya sesuai
dengn ciri dari sifat revormatif yaitu, berpegang pada sumber naql
(riwayat) atau ‘aql (rasio) dan bahkan menggabungkan keduanya26.
Dengan begitu dapat di indetifikasikan bahwa tafsir yang di buatnya
bersifat revomatif.
 Teologi
Dalam hal ini al-Singkili berusaha untuk memberikan pemahamaan
tauhid yang benar kepada masyarakat saat itu yang banyak menganut
aliran Wadatul Wujud. Dalam karyanya di bidang teologi yaitu Daqaiq
al-Hurf al-Singkili berpegang erat pada konsep al-Kurani mengenai
Tawhid al-uluhiyyah (keesaan Ilahi), tawhid al-af’al (kesatuan tindakan

25 Surani, “Karakteristrik Tafsir Tarjuman al-Mustafid”, Jurnal Substantia, Vol.17 No. 2, Oktober, 2015, hal,162

26 Andi Rosa, Tafsir Kontemporer: Metode dan Orientasi Modern dari Para Ahli Dalam Menafsirkan Ayat Al-
Qur’an, Serang: Depdikbud Banten Press, 2015, hal. 19
10
Tuhan), tawhid al-sifat (keesasaan Sifat), tawhid al-wujud (keesaan
Wujud) dan tawhid al-zat (kesaan Esensi), serta tawhid al-haqiqi
(keesaan Realitas Mutlak).
Al-Singkili menjelaskan bahwa cara yang paling efektif untuk
merasakan dan menangkap keesaan Tuhan adalah dengan menjalankan
ibadat,terutama “dzikir”, baik secara sirri (diam) maupun jahri
(bersuara). Dzikir yang digunakan oleh al-Singkili banya yang
mengadopsi dari metode dzikir Ahmad al-Qsyasyi. 27 Dapat
diindikasikan bahwa Teologi yang ia anut adalah Islam Tradisional
Ahl-Sunnah Wa al-Jama’ah dan menganut tarekat Satariyyah. Secara
garis besar Azra mengungkapkan, bahwa buku ini menunjukan faham
“neo-sufisme”, artinya tasawuf harus berjalan pararel dengan syariat.
Dalam kitabnya pula yang berjudul Umdah al-Muhtajan al-
Singkili mengungkapkan pendapatnya mengenai ilmu Tawhid tepatnya
dalam faidah pertama, berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan
ilmu tawhid. Pemaparannya meliputi pengetahuan tentang sifat-sifat
wajib, yang mustahil dan sifat-sifat ja‟iz bagi Allah. Bahasan ini
terkesan cukup dalam. Dari keterangan ini dalam memasuki lapangan
tasawuf terlebih dahulu harus membekali diri dengan akidah yang
matang. Tema-tema ini dibahas dari halaman tiga sampai halaman lima
belas28.
 Fiqih
Di dalam kitab Tarjuman al-Mustafid hanya terdapat di lima tempat saja
Al-Singkili menyebut perkara fiqih yaitu 79,81, 86, 354 dan 426. hukum
yang berkaitan dengan mazhab Syafie tetapi hanya pada halaman 81
saja29. Manakala pada halaman 86, pengarang menyebut kitab Nihayah
ketika membincangkan hukum wajib menunaikan solat walaupun tiada
air untuk bersuci. Sholat itu didirikan kerana menghormati waktu,
kemudian diulang kembali apabila kedapatan air untuk bersuci. Dalam
masalah fiqih beliau juga menulis sebuah kitab yang berjudul “Mira’at
at-Tullab” dalam kitab ini al-Singkili menunjukan kepada masyarakat

27 Zaenuddin, “Akar Pembaharuan Islam di Indonesia”,,,, hal,70

28 Damanhuri, “Umdah al-Muhtajin: Rujukan Tarekat Syattariyah Nusantara”,,, hal. 316

29 Zulkifli Mohd Yusoff dkk, “ Tarjuman al-Mustafid: Satu Analisis Terhadap Sebuah Karya Terjemah”,,, hal. 168
11
Melayu bahwasannya hukum-hukum Islam tidak terbatas kepada Ibadah
saja30 akan tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan sehari-hari.
Fiqih Mir’at al-Tullab al-Singkili pada prinsifnya didasarkan
pada kitab Fath al-Wahab, Syeikh Zakariyya al-Ansori. Selain dari buku
tersebut al-Fath al Jawab dan Tuhfat al-Muhtaj, keduanya adalah karya
Ibnu Hajr al-Haytami; Nihayah al-Muhtaj, karya Syams al-Din al-Ramli;
tafsir al Bayhdawi karya Ibnu Umar al-Bayhdawi dan Syarah Shahih
Muslim karya Imam Nawawi. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwasannya al-Singkili menulis kitabnya dengan mengakses fiqih
Imam Syafi’i31.
 Tasawuf
Dalam bidang tasawuf beliau dianggap sebagai pembawa pertama
tarekat Syattariyah ke wilayah Nusantara. Seperti telah disebutkan di
atas bahwa sebetulnya beliau memperoleh ijazah dalam dua tarekat,
Syattariyah dan Naqsyabandiyah. Abdurrauf tidak sama dengan teman
seperguruannya Syekh Yusuf al- Makassari. Syekh Yusuf menyebarkan
tarekat Naqsyabandiyah sedang Abdurauf memilih Tarekat Syattariyah.
Pilihan ini kelihatannya mempunyai sebab khusus, padahal teman
seperguruannya, gurunya pun lebih dikenal sebagai penyebar tarekat
Naqsyabandiyah. Dalam Pasal Pada Menyatakan Masyaikh Ahli al-
Tariqah, Abdurrauf menyebutkan bahwa tarekat Syattariyah lebih
mudah dan lebih tinggi, dasar amalannya dari Qur’an dan hadis dan
dikerjakan oleh sekalian sahabat32.
Tarekat Syattariyah yang dibawa dan diajarkan Syekh
Abdurrauf di Indonesia dan Tanah Melayu, menurut Bisri Affandi telah
membuka jalan kepada mereka yang mendambakan pendekatan diri
kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui amal zikir. Demikian
kutipannya dari ucapan Kiai Muttaqin dari Nganjuk, Jawa Timur.
Beberapa informasi di atas memberikan keterangan yang jelas bahwa
Abdurrauf adalah seorang yang cukup gigih dan berhasil menyebarkan
ajaran tarekat Syattariyah di Aceh, yang kemudian berkembang ke

30 Syamzan Syukur, “Kontroversi Pemikiran Abdul Rauf Al-Singkili”,,, hal. 78

31 Zaenuddin, “Akar Pembaharuan Islam di Indonesia”,,, hal. 67

32 Damanhuri, “Umdah al-Muhtajin: Rujukan Tarekat Syattariyah Nusantara”,,, hal. 306


12
berbagai pelosok di Nusantara.33 Salah satu karya tsawufnya yang
paling masyhur adalah “Umdatul Muhtajan”.

c. Mashodir (sumber-sumber)
Para peneliti berbeda pendapat tentang status Tarjuman al-Mustafid,
hal ini berkaitan dengan sumber penafsiran kitab tersebut. Adapun kedua
pendapat tersebut adalah: Pertama, Tarjuman al-Mustafid adalah terjemahan
daripada Tafsir al-Badawi. Pendapat ini dikemukakan oleh Snouck Hurgronje,
yang kemudian dikutip oleh Rinkes dan Vorhoeve. Alasannya karena mereka
mengutip dari judul yang tertulis di cover yang menuliskan: Tarjuman
alMustafid wa huwa al-Tarjamatu al-Jawiyah li at-Tafsir al-yusamma Anwar
al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil lil Imam al-Qadi Nasr al-Din Abi Sa’id ‘Abd
Allah ibn Umar ibn Muhammad al-Syairazi al-Baidawi (Tafsir Tarjuman al-
Mustafid adalah terjemah bahasa Jawa dari tafsir yang disebut Anwar al-Tanzil
wa Asrar al-Ta’wil karya Imam al-Baidawi)34.
Kedua, Tarjuman al-Mustafid adalah terjemahan dari Tafsir al-
Jalalayn. Pendapat ini dikemukakan oleh Peter G. Riddel dan Salman Harun.
Mereka menyatakan bahwa tafsir ini terjemahan daripada Tafsir al-Jalalayn.
Alasannya berdasarkan penelitian terhadap metode dan gaya penafsiran yang
sama persis dengan Tafsir al-Jalalayn, namun Al-Sinkili melihatkan
kreatifitasnya dengan menambah dan mengurangi bagian-bagian tertentu dari
Tafsir al-Jalalayn, akan tetapi Riddel juga tidak mengklaim bahwa Tarjuman
al-Mustafid ini adalah terjemah dari al-Jalalain35. Salah satu kitab yang sering
disebut dapat Tarjuman al-Mustafid ini adalah Tafsir al-Khazin yang mana al-
singkili terkadang memuat cerita-cerita israiliyyat dalam penafsirannya yang
dikutip dari kitab al-Khazin36
Jika ditelusuri lebih jauh, sumber-sumber yang digunakan oleh abd’ Rauf al-
Singkili dalam tafsinya yaitu sebagai berikut37:

33 Damanhuri, “Umdah al-Muhtajin: Rujukan Tarekat Syattariyah Nusantara”,,, hal. 333

34 Zulkifli Mohd Yusoff dkk, “Tarjuman Al-Mustafid:Satu Analisa Terhadap karya Terjemah”,,, hal. 158

35 Zulkifli Mohd Yusoff dkk, “Tarjuman Al-Mustafid:Satu Analisa Terhadap karya Terjemah”,,, hal. 161

36 Zulkifli Mohd Yusoff dkk, “Tarjuman Al-Mustafid:Satu Analisa Terhadap karya Terjemah”,,,hal. 160

37 Rukiah Abdullah & Mafudz Masduki, Jurnal Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an dan Hadis, Vol.16 No.2, Juli 2015, hal.
154
13
 Hadis Nabi Saw dan kitab tafsir sebelumnya, beliau tidak
mengutip langsung tafsirnya dari kitab hadisnya, namun ia mengutip
tersebut
dari tafsir al-Baydhawi dan tafsir al-Khazin. Keutamaan ini terdapat
pada faedan/keutamaan surat selain kitab tersebut beliau juga
mengutip dari tafsir yang lain: Tafsir al-Jalalain, Tafsir al-Sa’labi,
Tafsir al-Baghawi, Nihayah, Mnafi’ al-Qur’an, fikih Madzhab Syafi’i,
dan Tafsir at-Thabari.
 Pendapat para muffasir terdahulu, tetapi terkadang ia tidak
mencantumkan rujukan pendapat mufassir tersebut.
 Berbagai aspek Qira’at. Penggunaan qira’at menjadi bagian
yang sangat penting untuk memperkuat analisis dan penafsiraan yang
dilakukan al-Singkili.
 Bahasa dan istilah bahasa yang digunakan ialah bahasa Melayu
lama dan bahasa Arab.
 Adanya perbincangan tentang asbabun nuzul, nasikh-mansukh
israiliyat dan sebagainya.
d. Laun (corak) Tafsir
Abdul Rauf Al-Singkili dalam memaparkan ayat-ayat al-Qur’an tidak
terpaku hanya pada satu corak penafsiran. Akan tetapi al-Singkili menggunaka
corak umum. Dalam arti penafsiran yang dirumuskannya tidak mengacu satu
corak tertentu, seperti fiqih, filsafat dan adab al-ijtima’i. Namun tafsinya
mengandung berbagai corak sesuai dengan kandungan ayat yang ditafsirkan.
Jika sampai pada ayat yang membicarakan hukum fiqih beliau akan
mengungkapkan hukum-hukum fiqih, dan jika ada ayat yang membicarakan
tentang teologi, pembahasan tentang akidah mendapat porsi yang sesuai dan
jika ayat yang disebutkan mengandung tentang Qishah beliau akan
membahanya dengan porsi yang cukup pula38. Hal ini disebabkan karena
beliau adalah seseorang yang memiliki semua keahlian di berbagai disiplin
ilmu termasuk politik.
Dalam penafsiran terhadap ayat-ayat mutasyabihat, as-Sinkli kadang
menggunakan takwil yang sering digunakan oleh kalangan Sufi, kadang juga
mengggunakan metode salaf yang mengartikannya secara harfiah, kadang juga
menggabungkannya. Jadi as-Sinkli cenderung pada posisi tengah dalam
menghadapi ayat-ayat mutasyabihat.

38 Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir Di Indonesia, (Solo: Tiga Serangkai, 2003), hal. 68
14
Contoh penafisrannya dalam menafsirkan ayat- ayat mutasyabih39 yaitu:
 Pada memaknai makna asli tasybih misalnya pada makna
tangan Allah diatas tangan mereka.... (QS al-Fath ayat 10) dan tangan
Allah tergenggap dari pada melimpahkan rizki atas kita (QS. Al-
Maidah : 10
 Pada kasus lain memberi tafsiran terhadap kata kata tersebut
seperti; Telah suci daripada segala sifat muhdas Tuhan yang pada
tasarrufnya jua sultan dan kudrat dan ia itu atas tiap-tiap suatu amat
kuasa... (QS al-Mulk ayat 1)
 Menggabungkan antara terjemahan harfiyah dengan takwil
seperti dalam menjelaskan ayat 88 surat al-Mukminun yaitu kata
olehmu siapa jua yang pada tangan kodratnya milik tiap-tiap suatu.
Dalam suarat lain juga dijelaskan “ Maha suci Tuhan yang pada tangan
kodratnya jua memilikkan tiap-tiap suatu dan padanya jua ditolakkan
sekalian itu.
Ada beberapa variabel lain yang secara rutin dijelaskan dalam
penjelasan tafsir tersebut yaitu:
 Keterangan tetang asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya ayat)
yang biasanya dimasukkan dalam bagian kata Mufassair atau kisah
dalam dua kurung.
 Penjelasan tentang ragam bacaan para imam qiraat yang
biasanya dimasukan dalam bagian bayan atau faidah dalam dua kurung
dan diakhir uraian qiraat ditutup dengan ‫علم‬. Bacaan para imam ini
memiliki dua cara yaitu ada ayat yang dijelaskan denganuraian qiraat
dan dijelaskan makna dari kata tersebut dan ada ayat yang dijelaskan
tapi tidak dijelaskan maknanya.
Sebagai seorang Qodhi Abdul Rauf Singkil bertanggung jawab
terhadap persoalan-persoalan yang meresahkan masyarakat. Meskipun tidak
ada kecendrungan al-Singkili terhadap beberapa disiplin ilmu tetapi para
peneliti menyimpulkan bahwa tafsir yang ditulisnya merujuk kepada Adabi
Ijtima’iyah(kemasyarakatan)40. Ini dikarnakan ia banyak menulis karyanya
untuk memecahkan atau memberi pemahaan kepada masyarakat pada
masanya. Meskipun beliau dikenal seebagai penyebar yang kuat dalam bidang
tasawuf dan seorang Mursyid tarekat Satariyyah namun corak penafsiran yang

39 Suarni, “Karakteristrik Tafsir Tarjuman al-Mustafid”,,, hal. 163

40 Afriadi Putra, “Khazanah Tafsir Melayu”,,, hal.78


15
diberikan terpengaruh pada satu bidang tertentu, untuk itulah corak dari tafsir
Tarjuman al-Mustafid ini adalah al-Adab al-Ijtima’iyah.
D. Subtansi ayat-ayat al-Qur’an dalam tafsir Tarjuman Al-Mustafid
Ayat teologi
Dalam menjelaskan ayat-ayat Alquran Abdur Rauf selalu memperkenalkan surat yang
akan ditafsirkan terlebih dahulu seperti kita lihat kutipan dalam menjelaskan surat Al-
Fatihah dan surat Al-Ikhlas41 sebagai berikut:
‫ اين سرة الفاتحة تجه‬. ‫ وهى سبع ا ت‬. ‫ سرة فاتحة الكتاب مكية‬. ‫بسم ا الرحمن الرحيم‬
‫ا ت يع دبثاكن اى كفد مكه يعنى يع تورن دمكه مك ترسبت ددالم بيضاوى وا فاتحة ايت فناور‬
‫ تيف فياكيت دان ترسبت ددالم منافع القران برعسياف ممباجدى اداله بكيث درفد فهلثا‬-‫بكى تيف‬
‫ وا أعلم‬, ‫ بك اورع دان فركاسيه‬-‫ يع تياد دافت مغكندائ دى كتاب دان ممبرى منفعة اكن بر يك‬.
‫ دغن م ا يع أمة موره ددالم دنيا اين لكى يع أمة مغسهانى‬. ‫بسم ا الرحمن الرحيم‬
(‫همباثا يع مؤمن ددالم نكرى أخرة ايت جواكو مغمبل بركة فد ممباج فاتحة اين ) الحمد رب العالمين‬
‫سكل فوج بت بكى ا توهن يع ممفيأى سكل محلق ) الرحمن الرحيم( ل كى توهن يع أمة موره ددالم اين لكى‬
‫يع أمة مغسهانى همباثا يع مؤمن ددالم نكرى أخرة ) مالك يومالدين( راج يع ممر دنيا‬
‫نتهكن فد هرى قيمه‬
‫) فا ءدة( فد ميتاكن اختلف انتار اسكل قارى يع تيكا فدمملك مك أبو عمر دان فع‬
‫اتفاق كدواثا اتس ممباج ملك د غن تياد ألف دان حفص دغن الف مك اداله معناثا تتكال د ج‬
‫دعن الف توهن يع ممفيائ سكل فكرجأن هارى قيمة )برمول( جكلو ترسبت فد يع لكى اكنداتع‬
‫بجأن دورى دمكينله مك ءت ج مريد فع دان ابو عمر كارن سكال امام قارى يع مشهور ايت‬
8 ‫و أعلم‬................. ‫توجه جوا مك‬.

‫سوره الخلصا مكية وهى أربع أ ت اين سوره الخلصا تورنث دمكه اتو مدينة دان ا‬
‫ايت أمفت اتو ليم اية مك ترسبوت دالم البيضاوي حديث وسي اي مند غر سؤرغ ل كي لكي‬
‫مغاجي د مك سبداي وجبت مك دكت دكت أورغ أف أروجبت رسول ا مك سبداثا وجبت‬
‫لهالجنة ارتيث واجبله بكيث شركا‬
( ‫ ) قل هوا أحد ا الصمد لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفواأحد‬.‫بسم ا الرحمن الرحيم‬
Surat al-Ikhlas:
Ketika membicarakan ayat teologi yang dipaki penerapan aspek kebahasaan
dalam bentuk Qira’at Surat ini turunnya di Makkah atau Madinah dan ia itu empat
atau lima ayat. Maka tersebut dalam al-Baidhawi hadis bahwasannya ia mendengar
seorang laki-laki mengaji dia maka sabdanya “wajabat” , maka dekat (berkata?) orang
“apa arti “wajabat” ya rasulillah? Maka sabdanya “wajabat lahu al-jannah” artinya
wajiblah baginya surga.
“Kata olehmu Ya Muhammad pekerjaan itu ia jua tuhan yang esa. Allah
Ta’ala jua yang dimaksud dari pada segala hajat. Tiada ia beranak dan tiada
diperanakkan. Dan tiada baginya sekutu dengan seorang juapun. (kata) ahli tafsir,
tersebut di dalam al-Khazin bahwasanya segala musyrik itu telah berkata mereka itu
bag! rasul Allah s.a.w.: sebut olehmu bagi kamu bangsa Tuhanmu, maka turun firman
Allah Ta’ala “Qul huwa Allahu Ahad”. Kepada akhimya (Bayan) Ikhtilaf antara
segala qari’ yang tiga pada membaca kufiiwan. Maka Nafi’ dan Abu ‘amr membaca

41 Suarni, “Karakteristrik Tafsir Tarjuman al-Mustafid”,,, 2015, hal. 161


16
dia kufua dengan hamzah, dan Hafsah membaca dia kufuwa dengan wawu. Wa allahu
a’lam42.
Berdasarkan kutipan penafsiran tersebut di atas jelas pula bahwa ketika Syekh
Abdurrauf menjelaskan suatu surat, ia memulainya dengan menjelaskan kronologis
ayatnya terlebih dahulu, artinya menjelaskan nama suratnya, jumlah ayatnya, tempat
turunnya, kemudian menjelaskan bagaimana penjelasan Baidhawi terhadap surat
tersebut. Setelah itu ketika menjelaskan ayat Abdurrauf memulainya dengan basmalah
terlebih dahulu, kemudian baru menjelaskan ayat. Dalam menjelaskan ayat-ayat
tersebut, Abdurrauf menjelaskan sesuai dengan urutan ayat dan menjelaskan
maknanya secara harfiyah. Tidak disertakan dengan penjelasan-penjelasan seperti
hadits-hadits Nabi dan ayat-ayat yang lain yang ada kaitannya dengan ayat tersebut.
Perbandingan dengan tafsir jalalain
Análisis perbandingan antara tafsir Jalalain dan Tarjuman al-Mustafid dalam QS. Al-
Kahfi [18]: 77
1. Tafsir Jalalain43
{ ‫هي أنطاكية } استطعما أيرهلييها { طلبا منهم الطعام بضيافة } فيأ يبيرورا يأن } فانطلقا حتى إإيذا أيتيييا أيرهيل قيررييةة‬
‫ض { أي يقرب أن يسقط لميلنه‬ ‫ضييدفودهيما فييويجيدا إفييها إجيداراا { ارتفاعه مائة ذراع } يدإريدد يأن يينقي ض‬
‫يد ي‬
‫ت { وفي قراءة ليتخَذت } يعليريإه أيرجراا { دجعلا‬
‫ت ليتيإخَرذ ي‬ ‫} فيأ ييقايمهد { الخَضر بيده } يقايل { له موسى } ليرو إ‬
‫شرئ ي‬
‫حيث لم يضيفونا مع حاجتنا إلى الطعام‬
2. Tarjuman al-Mustafid
(Maka pergi keduanya hingga sekali sampai keduanya kepada orang dusun)
yang dinamai akan dia Antakiah, (Minta makanan keduanya daripada isi
dusun itu), dengan berjamu keduanya (Makan enggan mereka itu daripada
berjamu keduanya. Maka didapat keduanya di dalam dusun itu suatu jidar)
tingginya seratus hasta (cenderung hendak runtuh, maka didirikan) oleh
Khidir (akan dia) dengan tangannya. (kata) Musa bagi Khidir: (“[jikalau]
kau kehendaki, niscaya kau ambil atasnya upah) pada pihak tiada mau
mereka itu berjamu kita serta hajat kita sangat akan makanan.)44
Fa’idah: hasil makna tersebut dalam tafsir Khazin: bahwa tahulah engkau
akan kita lapar, dan isi dusun tiada mau berjamu kita, maka jika ambil kiranya
atas amalmu itu upah.

42 Suarni, “Karakteristrik Tafsir Tarjuman al-Mustafid”,,, 2015, hal. 162

43 Jalaluddin al-Mahali dan Jalaluddin as-Suyuthi, Tafsir Al-Qur’an al-‘Adhim, Surabaya: Maktabah Imratullah,
Juz 2, Hlm 10

44 Peter G. Riddel, “Tafsir Klasik di Indonesia Studi tentang Tarjuman al-Mustafid”.., dalam kumpulan artikel
yang berjudul Pengantar Kajian al-Qur’an, UIN Jakarta Press, Hlm 206
17
Bagian dari Tarjuman al-Mustafid yang diluar ( ) merupakan hampir
seluruhnya dari Tafsir Jalalain, tetapi fa’idah dalam teks kurung berasal dari
tafsir Khazin, al-Baidhawy, atau dari Manafi al-Qur’an.
Dalam menafsirkan { ‫ت‬ ‫ت لتتتخخذذ ت‬
‫ } لتذو خشذئ ت‬di dalam tafsir Jalalain dijelaskan
qiraatnya dan tidak ada faidah ayatnya, sedangkan dalam Tarjuman al-
Mustafid tidak disebutkan dab terdapat faidah ayatnya. Hal ini membuktikan
bahwa Tarjuman al-Mustafid bukanlah terjemah dari Jalalain45.
Contoh ayat Ibadah
Penafsirannya pada Q.S. al-baqarah ayat 184 sebagai berikut46;
‫سإكيةن‬ ‫سفيةر فيإعضدةة إمرن أيضياةم أديخير يويعيلى الضإذيين يدإطيدقونيهد فإردييةة ي‬
‫طيعادم إم ر‬ ‫ضا أيرو يعيلىٰ ي‬
‫ت فييمرن يكاين إمرندكرم يمإري ا‬ ‫أيضيااما يمرعددويدا ة‬
١٨٤:‫صودموا يخريةر ليدكرم إإرن دكرنتدرم تيرعليدموين ﴿البقرة‬ ‫طضويع يخريارا فيدهيو يخريةر ليهد يوأيرن تي د‬
‫﴾فييمرن تي ي‬
“puasakan oleh kamu segala hari yang sedikit, maka barangsiapa diantara
kamu yang melihat bulan Ramadhan itu, ia dalam keadaan sakit atau sedang
berlayar lalu ia berbuka, maka diwajibkan atasnya mempuasakan sebilang hari yang
telah ia bukakan itu sebagai ganti dihari yang lain. Dan wajib atas orang yang tidak
kuasa untuk membayar fidyah pada tiap-tiap hari itu sekira-kira yang dimakan oleh
orang miskin sehari-hari, maka barangsiapa yang berbuat kebaktian dengan
melebihkan dari yang demikian itu maka itu lebih baik baginya. Dan puasa kamu itu
lebih baik bagi kamu daripada berbuka dan membayar fidyah, jika kamu tahu bahwa
puasa kamu lebih baik maka puasakan oleh kamu semua hari itu”.
Pada ayat di atas, dapat dilihat bagaimana al-sinkili merespon keadaan ketika
itu. Penafsiran kata safar dengan makna berlayar menunjukan bahwa kondisi
masyarakat lebih banyak melakukan perjalanan dengan berlayar, bukan dengan
perjalanan darat. Hal ini sesuai dengan letak geografis kesultanan aceh yang dekat
dengan samudera hindia. Melalui penafsiran ayat ini jelas sekali al-sinkili
memberikan sumbangsih pemikiran sesuai dengan zamannya, meskipun penjelasan
tersebut sangat ringkas. Dalam ayat Ibadah ini yang dipakai penerapan sosio
histori.
Di samping itu, al-sinkili dalam menafsirkan ayat terkadang menambahkan
dengan kisah yang diambil dari al-khazin47, contoh penafsiran Q.S. al-baqarah ayat 1
dan 2 sebagai berikut;
‫ب إفيإه دهادى للرلدمتضإقيين‬ ‫ يذلإيك ارلإكيتا د‬.‫الم‬
‫ب لي يرري ي‬

45 Peter G. Riddel, “Tafsir Klasik di Indonesia Studi tentang Tarjuman al-Mustafid”.., Hlm 207

46 Afriadi Putra, “Khazanah Tafsir Melayu”,,, 2014, hal. 78

47 Afriadi Putra, “Khazanah Tafsir Melayu”,,, 2014, hal. 79


18
“allah ta’ala jua yang lebih tahu akan yang dikehendakinya dengan demikian itu.
Inilah al-qur’an yang dibaca oleh Nabi Muhammad SAW yang tiada syak di
dalamnya bahwa ia dari Allah ta’ala.”
(kisah) didalam al-khazin disebutkan bahwasannya Allah ta’ala menjanjikan
kaum bani israil atas lidah nabi Allah musa bahwa ia akan menurunkan lagi seorang
Rasul dari anak cucu Nabi Allah ismail, maka tatkala Rasulullah saw pindah ke
madinah padahal didalamnya ada beberapa makhluk yang amat banyak maka
diturunkan Allah ta’ala surat ini untuk menyempurnakan janji, wallahu alam.
E. Biografi Singkat Para Tokoh Peneliti Tartjuman Al-Mustafidz.
Petter Riddell mengambil gelar PhD di Australian national university, dengan fokus
pada islam di asia tenggara, selama waktu itu ia melakukan penelitian lapangan
dipusat dokumentasi aceh Indonesia dan mempelajari tafsir al-qur’an di L’Ecole
pratique des hautes etudes/Sorbonne (paris). Dia sebelumnya mengajar di Universitas
nasional Australia,institut pertanian bogor (Indonesia), London school of oriental and
African studies, dan diangkat sebagai profesor studi islam di London school of
theology, dimana ia menjabat dari tahun 1996-2007 sebagai direktur pendiri pusat
studi islam dan hubungan muslim-kristen. Saat ini ia adalah wakil kepala sekolah
(akademik) di Melbourne school of theology, dan juga sebagai associate research
professorial di departemen sejarah, SOAS, University of London48.
Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, CBE (lahir di lubuk alung, padang
pariaman, sumatera barat, 4 maret 1955; umur 63 tahun) adalah akademisi muslim
asal Indonesia. [butuh rujukan] ia juga dikenal sebagai cendekiawan muslim.
Azyumardi terpilih sebagai rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 1998
dan mengakhirinya pada tahun 2006. Pada tahun 2010, dia memperoleh titel
commander of the order of british empire, sebuah gelar kehormatan dari kerajaan
inggris49.
Christian snouk hurgronje (lahir di tholen, oosterhout, 8 februari 1857-
meninggal di leiden, 26 juni 1936 pada umur 79 tahun adalah seorang sarjana belanda
budaya oriental dan bahasa serta penasehat urusan pribumi untuk pemerintah kolonial
hindia belanda (sekarang Indonesia). Lahir di Oosterhout pada tahun 1857, ia menjadi
mahasiswa teologi di Universitas leiden pada tahun 1880 dengan disertasinya Het
Mekkaansche feest (perayaan mekkah). Ia menjadi profesor di sekolah pegawai
kolonial sipil leiden pada 1881. Snouk, yang fasih berbahasa arab, melalui mediasi

48 http://www.wikipedia.org

49 http://www.wikipedia.org
19
dengan gubernur Ottoman di Jeddah, menjalani pemeriksaan oleh delegasi ulama dari
mekkah pada tahun 1884 sebelum masuk. Setelah berhasil menyelesaikan
pemeriksaan diizinkan untuk memulai ziarah ke kota suci muslim mekkah pada 1885.
Di mekkah, keramahannya dan naluri intelektualnya membuat para ulama tak segan
membimbingnya. Dia adalah salah satu sarjana budaya oriental barat pertama yang
melakukannya.50
PENUTUP
a) Simpulan
Tarjuman al-Mustafid merupakan kitab tafsir Melayu yang ditulis oleh seorang ulama
yang diakui kredibelitas keilmuannya oleh berbagai kalangan. Selain merupakan kitab
tafsir pertama di dunia Melayu, ia sekaligus memaparkan gambaran masyarakat
Melayu ketika itu. la menjadi rujukan tafsir bahkan juga sebagai rujukan bahasa,
pemikiran dan kebudayaan masyarakat Aceh dan Nusantara pada umumnya.
Abd Al-Ra’ûf bin ‘Ali Al-Jăwĭ Al-Fansûrĭ adalah seorang melayu dari
Fansur, Singkil, tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti, akan tetapi banyak
yang mengungkapkan, bahwa ia dilahirkan sekitar 1024 H/1615 M. Pendidikan yang
ia tempuh pertamakali adalah Aceh. Al-Singkili meninggalkan Aceh menuju Arabia
pada 1052/1642. Di Arabia berguru kepada 19 orang guru untuk belajar berbagai
disiplin ilmu, dan dengan 27 ulama lainnya menjalin kontak. Rute perjalanan
ilmiyahnya dimulai di Doha, Yaman, Jeddah, dan akhirnya Makkah dan Madinah.
Ia menulis tafsir Tarjuman al-Mustafid dikarnakan sosio kultural
masyarakatnya pada saat itu banyak yang belum memahami ajaran Islam dengan
benar, terlebih dengan adanya paham Wahdatul Wujud yang disebarkan oleh Hamzah
Fansuri yang menumbuhkan banyak kontroversi. Dan pada saat itulah beliau menulis
tafsirnya.
Metodologi yang dipakainya dapat dilihat dari dua sudut pandang yang
pertama segi teknik penulisannya yang menggunakan metode Tahlili/ analisis karena
mengungkap dari ututan ayat sampai aspek-aspek yang lain terutama dalam bidang
qiraat. Yang kedua memakai metode Ijmali/global jika dilihat dari segi pemaknaannya
yang singkat, jelas, padat dan mudah dipahami oleh semua kalangan terlebih
masyarakat awam.
Fiqih yang dianutnya yaitu fiqih Imam Syafii, karena dalam kitabnya ia
banyak mengunakan atau mengutip karya-karya yang dibuat oleh imam syafii dan
murid-muridnya salh satunya adalah kitab Nihayah. Sedangkan ideologi yang ia
pegang adalah ahlu sunnah wa al- jama’ah serta menganut tasawuf tarekat Satariyyah.

50 http://www.wikipedia.org
20
Dari beberapa sumber menyebutkan bahwa beliau lebih banyak berkutat
dibidang tasawuf. Walaupun demikian corak yang dipakai dalam tafsirnya itu adalah
adabi al-Ijtima’iyah karena bidang keilmuan yang ia punya digunakan untuk
memberikan pemahaman kepada masyarakat awam tentang ajaran agama Islam.

b) Saran
Masih banyak yang belum kami paparkan dalam makalah ini, terutama dalam bidang
politik. Terdapat beberapa kontroversi dalam pemikirannya yang masih menimbulkan
beberpa pertanyaan dan membutuhkan penjelasaan. Selain itu banyak yang belum
kami kupas seputar isi kandungan Tarjuman alMustafid yang meliputi Fadhilah
Surah, sebab nuzul ,qiraat, terdapat kisah-kisah israiliyat, nasikh mansukh, dan sedikit
tentang bahasan fiqh. Rujukan yang paling banyak dalam kitab ini ialah al-Khazin
sebagai rujukan riwayat israiliyyat, bahkan juga sebab nuzul.
Untuk itu kami berharap agar pembaca dapat lebih mengulik dan mencari
informasi yang lebih mendalam dari beberapa rujukan tentang tafsir yang pertama
kali yang ada di Nusantara ini. Dan semoga makalah yang kami paparkan bermanfaat
bagi kita semua.

Daftar Pustaka

Abdullah, Rukiah & Masduki, Mafudz, “Karakteristrik Tafsir Nusantara”, Jurnal


Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an dan Hadis, Vol.16 No. 2, 2015.

21
Al-Mahali, Jalaluddin dan as-Suyuthi Jalaluddin, Tafsir Al-Qur’an al-‘Adhim, Juz 2
(Surabaya: Maktabah Imratullah).
Baidan, Nashruddin, Perkembangan Tafsir Al-Qur’an Di Indonesia, (Solo: PT. Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri) 2003.
Damanhuri, “Umdah al-Muhtajin: Rujukan Tarekat Syattariyah Nusantara”, Jurnal
Studi Keislaman, Volume 17 Nomor 2, 2013.
http://www.wikipedia.org
Musaddad, Endad, Studi Tafsir Di Indonesia: Kajian atas Tafsir Karya Ulama
Nussantara, (Serang: IAIN SMH Banten) 2012.
Putra, Afriadi, “Kazanah Tafsir Melayu”, Jurnal Syahadah vol.II no.II 2014.
Rosyadi, Muhammad Imron, “Pemikiran Hadis Abdur Rauf Singkil dalam Kitab
Mawa’Izat Al-Badi’ah”, Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 2, 2017.
Riddel, G, Peter, “Tafsir Klasik di Indonesia Studi tentang Tarjuman al-Mustafid..,”
dalam kumpulan artikel Qur’an Pengantar Kajian al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta
Press).
Rosadisastra, Andi, Tafsir Kontenporer: Metode dan Orientasi Modern dari Para Ahli
Dalam Menafsirkan Ayat Al-Qur’an, (Serang: Depdikbud Banten Press), 2015.
Suhailidi, “Tafsir Tarjuman al-Mustafid: Sebuah Kajian Filologis”, diajukan Program
Pasca Sarjana, STAINU Ciganjur, 2013.
Surani, “Karakteristrik Tafsir Tarjuman al-Mustafid”, Substantia, Vol.17 No. 2, 2015.
Syukur, Syamzan, “Kontroversi Pemikiran Abdul Rauf Singkil”, Jurnal Adabiyah
Vol.XIV No.1, 2015.
Yousuf, Mohd, Zulkifli dkk, “Tarjuman Al-Mustafid: Satu Analisa Terhadap karya
Terjemah”, Jurnal Pengajian Melayu jilid 16, 2005.
Zaenuddin, “Akar Pembaharuan Islam di Indonesia”, Wahana Akademia Vol.15 No. 1,
2013.

22

Anda mungkin juga menyukai