Tarjuman al-Mustafid
Disusun oleh:
1 Suhailidi, “Tarsir Tarjuman al-Mustafid: Sebuah Kajian Filologis”, diajukan Program Pasca Sarjana, STAINU
Ciganjur, 2013, hal. 1
2 Zulkifli Mohd Yusoff dkk, “Tarjuman Al-Mustafid:Satu Analisa Terhadap karya Terjemah”, Jurnal Pengajian
Melayu jilid 16, 2005, hal.158
3 Afriadi Putra, “Kazanah Tafsir Melayu”, Jurnal Syahadah vol.II no.II, Oktober 2014, hal. 71
2
Dinamika tafsir al-Qur’an sangat untuk diteliti. Tercatat banyak tafsir yang
muncul setelah masuknya Islam di Nusantara. Karya tafsir awal yang ditemukan
yaitu, tafsir surat al-Kahfi: 9 yang tidak diketahui penulisnya. Setelah itu munculah
tafsir Tarjuman al-Mustafid karya Abdur Rauf al-Singkili.
Karena itu, menjadi penting bagi penulis dapat menemukan informasi dan
pengetahuan lebih mendalam tentang sejarah singkat penulisan tafsir Nusantara, dan
mengulas kitab Tarjuman Al-Mustafid untuk dapat menggambarkan manuskripnya,
muallif ,tehnik penulisan, isi kandungan, dan refrensi yang dirujuk Al-Singkili dalam
menulis tafsirnya, walaupun dengan sangat terbatas dan banyak kekurangan dan
menggunakan sumber dari artikel yang ditulis oleh para peneliti karena manuskripnya
yang terbatas. Pemakalah akan coba memaparkan tentang latar belakang
kehidupannya, metodologi penafsiran, substansi ayat dalam penasirannya dan gagasan
revolusionernya.
a) Objek Penelitian
Tafsir Tarjuman al-Mustafid karya ‘Abd al-Rauf as-Singkili
b) Rumusan Masalah
1. Kapan dan dimanakah ‘Abd al-Rauf as-Singkili dilahirkan?
2. Bagaimana proses pendidikan yang ditempuh ‘Abd al-Rauf as-Sinkli?
3. Bagaimana metodologi dari tafsir Tarjuman al-Mustafid?
4. Bagaimana subtansi ayat-ayat al-Qur’an yang dikemukakan dalam
tafsir Tarjuman al-Mustafid?
c) Metode Penelitian
Secara umum, ada empat metode yang biasa digunakan untuk meneliti sebuah karya
tafsir diantaranya yaitu:
Manhaj & Thoriqoh (metode penafsiran )
Itijah (orientasi)
Laun (corak Penafsiran)
Mashodir (sumber-sumber penafsiran)
Akan tetapi, karena sulitnya mendapatkan manusrkif atau naskah tasir Tarjuaman Al-
Mustafid ini, maka metode yang kami gunakan untuk menulis makalah ini adalah
mereview atau menganalisis hasil penelitian beberapa pendapat para tokoh yang
sebelumnya telah mengemukakan pendapat atau hasil penelitian mereka yang telah
dimuat dalam beberapa atrikel atau jurnal.
B. Biografi
Abd Al-Ra’ûf bin ‘Ali Al-Jăwĭ Al-Fansûrĭ adalah seorang melayu dari Fansur,
Singkil, di wilayah pantai barat-laut Aceh. Tahun kelahirannya tidak diketahui secara
pasti, tapi D.A Rinkes, sebagaimana yang dikutip Azyumardi mengungkapkan , bahwa
ia dilahirkan sekitar 1024 H/1615 M.4
5 Damanhuri, “Umdah al-Muhtajin: Rujukan Tarekat Syattariyah Nusantara”, Jurnal Studi Keislaman, Volume 17
Nomor 2 (Desember) 2013, hal. 303
6 Zaeniddin, “Akar Pembaharuan Islam di Indonesia”, Wahana Akademia Vol.15 No. 1, April 2013 hal.62
9 Muhammad Imron Rosyadi, “Pemikiran Hadis Abdur Rauf Singkil dalam Kitab Mawa’Izat Al-Badi’ah”, Diroyah:
Jurnal Ilmu Hadis 2, 1, September 2017, hal. 56
5
yang luas pada al-Singkili10. Kemudian al-Singkili melanjutkan perjalanan
studinya di Madinah dan berguru kepada beberapa ulama.
Diantara sekian banyak guru, tercatat ada dua guru yang banyak
memberikan pengaruh bagi Al-Singkili, adalah Ahmad Al-Qusyasyi (w.1071
H/1660 M) gurunya dalam bidang Tasawuf hingga beliau ditunjuk sebagai
khalifah tarekat Syatariyah dan Qadariyah11. Melalui al-Qusyasyi lah beliau
menerima kepuasan karena dapat menyelesaikan pelajaran Tasawufnya.
Secara intelektual, Al-Singkili berguru kepada Ibrahim Al-Kurani
(w.1101/1690, dengan ulama inilah beliau menyelesaikan pendidikan setelah
wafatnya Ahmad Al-Qusyasyi (1071/1660). Bersama Al-Kurani Al-Singkili,
belajar ilmu pengetahuan yang menimbulkan pemahaman intlektual tentang
Islam diluar Tasawuf. Karena dekatnya ketika Al-singkili telah kembali ke bumi
Nusantara beliau masih melakukan kontak dengan Al-Kurani.
Waktu pendidikannya yang cukup lama tidak disangkal lagi, sangat
lengkap: dari syariat, fikih, hadits,kalam, tasawuf. Karier dan karya-karyanya
merupakan sejarah dari usahanya secara sadar untuk menanamkan keselarasan
antara syariat dan hakikat. Perjalanan Al-Singkili yang cukup panjang dalam
menuntut ilmu di Timur Tengah tidak menjadikannya sebagai tokoh yang datang
ke Indonesia dengan membawa tradisi Arab, namun dengan kearifan lokalnya
telah membuat dirinya sebagai tokoh Nusantara yang dikenal di dunia Islam.
Karya-karya Abdurra’uf Al-Singkili
Diantara karya-karyanya menurut Salman Harun12 beliau lebih banyak
menunjukan kesarjanaannya di bidang Tasawuf daripada bidang yang lain
alasannya karna karya yang ditulisnya banyak didominasi dengan karya-karya
dalam bidang Tasawuf diantaranya adalah;
Tarjuman Al-Mustafid (tafsir), Mir’at Al-Thullab (fikih), Kitab Al-
Faraidh, Penafsiran Hadits Arba’in, Al-Mawaidz Al-Badi’ah,(hadits qudsi),
Kifayat Al-Muhtajin (tasawuf), Daqaiq al-Huruf (teologi), Risalah Adab Murid
akan syeikh, Risalah Mukhtasharah Fi Bayan Syuru Al-Syak Wa Al-Murid , dan
karya-karya lainnya. Menurut beberapa peneliti, hasil karya Abdul Rouf al-
10 Syamzan Syukur, ” Kontroversi Pemikiran Abdul Rauf Singkil”, Jurnal Adabiyah Vol. XIV No.1, 2015,
hal. 76
14 Muhammad Imron Rosyadi, “Pemikiran Hadis Abdur Rauf Singkil dalam Kitab Mawa’Izat Al-Badi’ah”,,,hal. 57
16 Zulkifli Mohd Yusoff dkk, “Tarjuman Al-Mustafid:Satu Analisa Terhadap karya Terjemah”,,,, hal,158
19 Rukiah Abdullah & Mahfudz Masduki, “Karakteristrik Tafsir Nusantara”, Jurnal Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an
dan Hadis, Vol.16 No.2, Juli 2015, hal. 143
20 Zulkifli Mohd Yusuff dkk, “ Tarjuman al-Mustafid: Satu Analisis Terhadap Sebuah Karya Terjemah”,,, hal. 162
8
penerangan yang sangat ringkas. Semuanya ini dinyatakan dalam bahasa Arab.
Kemudian Al-Singkili akan menerjemahkan ungkapan bahasa Arab tersebut ke
dalam bahasa Melayu. Selepas itu barulah beliau akan memulai menafsirkan
ayat demi ayat setelah itu mengungkapkan pendapat mufassir dengan diawali
kata Faidatun.21
Tafsir Tarjuman Al-Mustafid termasuk kepada kategori Tafsir bi al-
Ra’yi (menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan nalar) tanpa
mengenyampingkan pendapat atau riwayat dari sahabat atau tabi’in. Metode
yang digunakan oleh Al-Sinkili dalam menafsirkan al-Qur’an, yaitu metode
Tahlily/Analisis22. Dengan metode ini Al-Sinkili menjelaskan makna ayat-ayat
al-Qur’an disertai dengan Sabab al-Nuzul (jika ada), Munasabah, uraian
tentang berbagai Qira’at, makna global ayat, dan hukum yang dapat ditarik
dari kandungan ayat. Sebelum menafsirkan ayat-ayat, Al-Sinkili terlebih
dahulu memberi keterangan terhadap surat yang meliputi
makiyyah/madaniyah dan fadhilah al-surat.
Teknik penulisan dan metode penafsiran yang dipakai Abdul Rauf
Singkil sebagaimana terlihat dari naskahnya, masih tergolong elementer dan
masih sederhana. Dalam naskah tersebut belum ada pemisah ruang antara teks
al-Qur’an, terjemah dan tafsir. Ketiganya masih diletakan dihalaman yang
sama tanpa pemisah yang tegas kecuali perbedaan warna tinta. Model inilah
yang terus diterapkan di Melayu sampai abad ke-19, dan baru pada abad ke-20
dikembangkan teknik lain yang lebih sistematis23. Teknis penafsirannya setiap
surah dimulai dengan nama surah. Kemudian dijelaskan status surah itu
Makkiyyah atau Madaniyyah. Kemudian bilangan ayat. Semuanya ini
dinyatakan dalam bahasa Arab. Kemudian pengarang akan menerjemahkan
ungkapan bahasa Arab tersebut ke dalam bahasa Melayu. Selepas itu barulah
pengarang akan mulai menafsirkan ayat demi ayat24.
Untuk menentukan metode penulisan tafsir Tarjuman al-Mustafid, kita
dapat melihat dari dua sudut yaitu sudut cara menafsirkan dan sudut makna.
23 Endad Musaddad, Studi Tafsir Di Indonesia: Kajian atas Tafsir Karya Ulama Nussantara, Serang: IAIN SMH
Banten, 2012, hal. 5
24 Zulkifli Mohd Yusoff dkk, “ Tarjuman al-Mustafid: Satu Analisis Terhadap Sebuah Karya Terjemah”,,, hal, 162
9
Ketika ditelusuri dari sudut penafsiran yang menjelaskan urutan ayat dan
aspek-aspek serta isi dan kandungan ayat, ini merupakan metode
tahlili/analisis. Sementara, ketika dilihat dari sudut pandang makna yang
dijelaskan dari tafsir tersebut metode yang diterapkan dalam penulisan
tafsinya adalah metode Ijmali.25 Karena penjelasannya adalah singkat, padat,
mudah dimengerti dan cocok untuk semua kalangan.
Tafsir Jalalain merupakan kitab tafsir yang populer di Nusantara pada
masa itu, ada kemungkinan jika al-Singkili ini bermaksud untuk menampilkan
tafsir ini dalam bahasa Melayu yang diperuntukan untuk masyarakat lokal
yakni Nusantara. Namun ia menampilkannya dengan beberapa pengurangan
dan penambahan di dalamnya agar lebih mudah untuk dipahami.
Diantara pengurangan itu ialah meninggalkan masalah kebahasaan
seperti, kedudukan kata (‘irab), penjelasan semantik, penjelasan yang agak
panjang, penjelasan yang dia anggap sulit untuk dipahami. Sedangkan
penambahannya berupa pengkongkritkan kata ganti, petunjuk dan penegasan
kembali apa yang sudah diungkapkan, tambahan dari tafsir al-Khazin,
perbedaan qira’at, penjelasan tentang kisah-kisah, dan asbab an-nuzul.
b. Itijah (Orientasi Penafsiran)
Gagasan Revomatif (Tajdid)
Gagasan yang dikemukakan oleh al-Singkili adalah Revolusioner, yang
mana Gagasan tafsir yang ingin dibentuk oleh as-Sinkli ialah membuat
tafsir yang lengkap 30 juz, ditulis secara singkat agar mudah dipahami
oleh masyarakat pada saat itu, selain itu tafsir yang dibuatnya sesuai
dengn ciri dari sifat revormatif yaitu, berpegang pada sumber naql
(riwayat) atau ‘aql (rasio) dan bahkan menggabungkan keduanya26.
Dengan begitu dapat di indetifikasikan bahwa tafsir yang di buatnya
bersifat revomatif.
Teologi
Dalam hal ini al-Singkili berusaha untuk memberikan pemahamaan
tauhid yang benar kepada masyarakat saat itu yang banyak menganut
aliran Wadatul Wujud. Dalam karyanya di bidang teologi yaitu Daqaiq
al-Hurf al-Singkili berpegang erat pada konsep al-Kurani mengenai
Tawhid al-uluhiyyah (keesaan Ilahi), tawhid al-af’al (kesatuan tindakan
25 Surani, “Karakteristrik Tafsir Tarjuman al-Mustafid”, Jurnal Substantia, Vol.17 No. 2, Oktober, 2015, hal,162
26 Andi Rosa, Tafsir Kontemporer: Metode dan Orientasi Modern dari Para Ahli Dalam Menafsirkan Ayat Al-
Qur’an, Serang: Depdikbud Banten Press, 2015, hal. 19
10
Tuhan), tawhid al-sifat (keesasaan Sifat), tawhid al-wujud (keesaan
Wujud) dan tawhid al-zat (kesaan Esensi), serta tawhid al-haqiqi
(keesaan Realitas Mutlak).
Al-Singkili menjelaskan bahwa cara yang paling efektif untuk
merasakan dan menangkap keesaan Tuhan adalah dengan menjalankan
ibadat,terutama “dzikir”, baik secara sirri (diam) maupun jahri
(bersuara). Dzikir yang digunakan oleh al-Singkili banya yang
mengadopsi dari metode dzikir Ahmad al-Qsyasyi. 27 Dapat
diindikasikan bahwa Teologi yang ia anut adalah Islam Tradisional
Ahl-Sunnah Wa al-Jama’ah dan menganut tarekat Satariyyah. Secara
garis besar Azra mengungkapkan, bahwa buku ini menunjukan faham
“neo-sufisme”, artinya tasawuf harus berjalan pararel dengan syariat.
Dalam kitabnya pula yang berjudul Umdah al-Muhtajan al-
Singkili mengungkapkan pendapatnya mengenai ilmu Tawhid tepatnya
dalam faidah pertama, berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan
ilmu tawhid. Pemaparannya meliputi pengetahuan tentang sifat-sifat
wajib, yang mustahil dan sifat-sifat ja‟iz bagi Allah. Bahasan ini
terkesan cukup dalam. Dari keterangan ini dalam memasuki lapangan
tasawuf terlebih dahulu harus membekali diri dengan akidah yang
matang. Tema-tema ini dibahas dari halaman tiga sampai halaman lima
belas28.
Fiqih
Di dalam kitab Tarjuman al-Mustafid hanya terdapat di lima tempat saja
Al-Singkili menyebut perkara fiqih yaitu 79,81, 86, 354 dan 426. hukum
yang berkaitan dengan mazhab Syafie tetapi hanya pada halaman 81
saja29. Manakala pada halaman 86, pengarang menyebut kitab Nihayah
ketika membincangkan hukum wajib menunaikan solat walaupun tiada
air untuk bersuci. Sholat itu didirikan kerana menghormati waktu,
kemudian diulang kembali apabila kedapatan air untuk bersuci. Dalam
masalah fiqih beliau juga menulis sebuah kitab yang berjudul “Mira’at
at-Tullab” dalam kitab ini al-Singkili menunjukan kepada masyarakat
29 Zulkifli Mohd Yusoff dkk, “ Tarjuman al-Mustafid: Satu Analisis Terhadap Sebuah Karya Terjemah”,,, hal. 168
11
Melayu bahwasannya hukum-hukum Islam tidak terbatas kepada Ibadah
saja30 akan tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan sehari-hari.
Fiqih Mir’at al-Tullab al-Singkili pada prinsifnya didasarkan
pada kitab Fath al-Wahab, Syeikh Zakariyya al-Ansori. Selain dari buku
tersebut al-Fath al Jawab dan Tuhfat al-Muhtaj, keduanya adalah karya
Ibnu Hajr al-Haytami; Nihayah al-Muhtaj, karya Syams al-Din al-Ramli;
tafsir al Bayhdawi karya Ibnu Umar al-Bayhdawi dan Syarah Shahih
Muslim karya Imam Nawawi. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwasannya al-Singkili menulis kitabnya dengan mengakses fiqih
Imam Syafi’i31.
Tasawuf
Dalam bidang tasawuf beliau dianggap sebagai pembawa pertama
tarekat Syattariyah ke wilayah Nusantara. Seperti telah disebutkan di
atas bahwa sebetulnya beliau memperoleh ijazah dalam dua tarekat,
Syattariyah dan Naqsyabandiyah. Abdurrauf tidak sama dengan teman
seperguruannya Syekh Yusuf al- Makassari. Syekh Yusuf menyebarkan
tarekat Naqsyabandiyah sedang Abdurauf memilih Tarekat Syattariyah.
Pilihan ini kelihatannya mempunyai sebab khusus, padahal teman
seperguruannya, gurunya pun lebih dikenal sebagai penyebar tarekat
Naqsyabandiyah. Dalam Pasal Pada Menyatakan Masyaikh Ahli al-
Tariqah, Abdurrauf menyebutkan bahwa tarekat Syattariyah lebih
mudah dan lebih tinggi, dasar amalannya dari Qur’an dan hadis dan
dikerjakan oleh sekalian sahabat32.
Tarekat Syattariyah yang dibawa dan diajarkan Syekh
Abdurrauf di Indonesia dan Tanah Melayu, menurut Bisri Affandi telah
membuka jalan kepada mereka yang mendambakan pendekatan diri
kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui amal zikir. Demikian
kutipannya dari ucapan Kiai Muttaqin dari Nganjuk, Jawa Timur.
Beberapa informasi di atas memberikan keterangan yang jelas bahwa
Abdurrauf adalah seorang yang cukup gigih dan berhasil menyebarkan
ajaran tarekat Syattariyah di Aceh, yang kemudian berkembang ke
c. Mashodir (sumber-sumber)
Para peneliti berbeda pendapat tentang status Tarjuman al-Mustafid,
hal ini berkaitan dengan sumber penafsiran kitab tersebut. Adapun kedua
pendapat tersebut adalah: Pertama, Tarjuman al-Mustafid adalah terjemahan
daripada Tafsir al-Badawi. Pendapat ini dikemukakan oleh Snouck Hurgronje,
yang kemudian dikutip oleh Rinkes dan Vorhoeve. Alasannya karena mereka
mengutip dari judul yang tertulis di cover yang menuliskan: Tarjuman
alMustafid wa huwa al-Tarjamatu al-Jawiyah li at-Tafsir al-yusamma Anwar
al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil lil Imam al-Qadi Nasr al-Din Abi Sa’id ‘Abd
Allah ibn Umar ibn Muhammad al-Syairazi al-Baidawi (Tafsir Tarjuman al-
Mustafid adalah terjemah bahasa Jawa dari tafsir yang disebut Anwar al-Tanzil
wa Asrar al-Ta’wil karya Imam al-Baidawi)34.
Kedua, Tarjuman al-Mustafid adalah terjemahan dari Tafsir al-
Jalalayn. Pendapat ini dikemukakan oleh Peter G. Riddel dan Salman Harun.
Mereka menyatakan bahwa tafsir ini terjemahan daripada Tafsir al-Jalalayn.
Alasannya berdasarkan penelitian terhadap metode dan gaya penafsiran yang
sama persis dengan Tafsir al-Jalalayn, namun Al-Sinkili melihatkan
kreatifitasnya dengan menambah dan mengurangi bagian-bagian tertentu dari
Tafsir al-Jalalayn, akan tetapi Riddel juga tidak mengklaim bahwa Tarjuman
al-Mustafid ini adalah terjemah dari al-Jalalain35. Salah satu kitab yang sering
disebut dapat Tarjuman al-Mustafid ini adalah Tafsir al-Khazin yang mana al-
singkili terkadang memuat cerita-cerita israiliyyat dalam penafsirannya yang
dikutip dari kitab al-Khazin36
Jika ditelusuri lebih jauh, sumber-sumber yang digunakan oleh abd’ Rauf al-
Singkili dalam tafsinya yaitu sebagai berikut37:
34 Zulkifli Mohd Yusoff dkk, “Tarjuman Al-Mustafid:Satu Analisa Terhadap karya Terjemah”,,, hal. 158
35 Zulkifli Mohd Yusoff dkk, “Tarjuman Al-Mustafid:Satu Analisa Terhadap karya Terjemah”,,, hal. 161
36 Zulkifli Mohd Yusoff dkk, “Tarjuman Al-Mustafid:Satu Analisa Terhadap karya Terjemah”,,,hal. 160
37 Rukiah Abdullah & Mafudz Masduki, Jurnal Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an dan Hadis, Vol.16 No.2, Juli 2015, hal.
154
13
Hadis Nabi Saw dan kitab tafsir sebelumnya, beliau tidak
mengutip langsung tafsirnya dari kitab hadisnya, namun ia mengutip
tersebut
dari tafsir al-Baydhawi dan tafsir al-Khazin. Keutamaan ini terdapat
pada faedan/keutamaan surat selain kitab tersebut beliau juga
mengutip dari tafsir yang lain: Tafsir al-Jalalain, Tafsir al-Sa’labi,
Tafsir al-Baghawi, Nihayah, Mnafi’ al-Qur’an, fikih Madzhab Syafi’i,
dan Tafsir at-Thabari.
Pendapat para muffasir terdahulu, tetapi terkadang ia tidak
mencantumkan rujukan pendapat mufassir tersebut.
Berbagai aspek Qira’at. Penggunaan qira’at menjadi bagian
yang sangat penting untuk memperkuat analisis dan penafsiraan yang
dilakukan al-Singkili.
Bahasa dan istilah bahasa yang digunakan ialah bahasa Melayu
lama dan bahasa Arab.
Adanya perbincangan tentang asbabun nuzul, nasikh-mansukh
israiliyat dan sebagainya.
d. Laun (corak) Tafsir
Abdul Rauf Al-Singkili dalam memaparkan ayat-ayat al-Qur’an tidak
terpaku hanya pada satu corak penafsiran. Akan tetapi al-Singkili menggunaka
corak umum. Dalam arti penafsiran yang dirumuskannya tidak mengacu satu
corak tertentu, seperti fiqih, filsafat dan adab al-ijtima’i. Namun tafsinya
mengandung berbagai corak sesuai dengan kandungan ayat yang ditafsirkan.
Jika sampai pada ayat yang membicarakan hukum fiqih beliau akan
mengungkapkan hukum-hukum fiqih, dan jika ada ayat yang membicarakan
tentang teologi, pembahasan tentang akidah mendapat porsi yang sesuai dan
jika ayat yang disebutkan mengandung tentang Qishah beliau akan
membahanya dengan porsi yang cukup pula38. Hal ini disebabkan karena
beliau adalah seseorang yang memiliki semua keahlian di berbagai disiplin
ilmu termasuk politik.
Dalam penafsiran terhadap ayat-ayat mutasyabihat, as-Sinkli kadang
menggunakan takwil yang sering digunakan oleh kalangan Sufi, kadang juga
mengggunakan metode salaf yang mengartikannya secara harfiah, kadang juga
menggabungkannya. Jadi as-Sinkli cenderung pada posisi tengah dalam
menghadapi ayat-ayat mutasyabihat.
38 Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir Di Indonesia, (Solo: Tiga Serangkai, 2003), hal. 68
14
Contoh penafisrannya dalam menafsirkan ayat- ayat mutasyabih39 yaitu:
Pada memaknai makna asli tasybih misalnya pada makna
tangan Allah diatas tangan mereka.... (QS al-Fath ayat 10) dan tangan
Allah tergenggap dari pada melimpahkan rizki atas kita (QS. Al-
Maidah : 10
Pada kasus lain memberi tafsiran terhadap kata kata tersebut
seperti; Telah suci daripada segala sifat muhdas Tuhan yang pada
tasarrufnya jua sultan dan kudrat dan ia itu atas tiap-tiap suatu amat
kuasa... (QS al-Mulk ayat 1)
Menggabungkan antara terjemahan harfiyah dengan takwil
seperti dalam menjelaskan ayat 88 surat al-Mukminun yaitu kata
olehmu siapa jua yang pada tangan kodratnya milik tiap-tiap suatu.
Dalam suarat lain juga dijelaskan “ Maha suci Tuhan yang pada tangan
kodratnya jua memilikkan tiap-tiap suatu dan padanya jua ditolakkan
sekalian itu.
Ada beberapa variabel lain yang secara rutin dijelaskan dalam
penjelasan tafsir tersebut yaitu:
Keterangan tetang asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya ayat)
yang biasanya dimasukkan dalam bagian kata Mufassair atau kisah
dalam dua kurung.
Penjelasan tentang ragam bacaan para imam qiraat yang
biasanya dimasukan dalam bagian bayan atau faidah dalam dua kurung
dan diakhir uraian qiraat ditutup dengan علم. Bacaan para imam ini
memiliki dua cara yaitu ada ayat yang dijelaskan denganuraian qiraat
dan dijelaskan makna dari kata tersebut dan ada ayat yang dijelaskan
tapi tidak dijelaskan maknanya.
Sebagai seorang Qodhi Abdul Rauf Singkil bertanggung jawab
terhadap persoalan-persoalan yang meresahkan masyarakat. Meskipun tidak
ada kecendrungan al-Singkili terhadap beberapa disiplin ilmu tetapi para
peneliti menyimpulkan bahwa tafsir yang ditulisnya merujuk kepada Adabi
Ijtima’iyah(kemasyarakatan)40. Ini dikarnakan ia banyak menulis karyanya
untuk memecahkan atau memberi pemahaan kepada masyarakat pada
masanya. Meskipun beliau dikenal seebagai penyebar yang kuat dalam bidang
tasawuf dan seorang Mursyid tarekat Satariyyah namun corak penafsiran yang
سوره الخلصا مكية وهى أربع أ ت اين سوره الخلصا تورنث دمكه اتو مدينة دان ا
ايت أمفت اتو ليم اية مك ترسبوت دالم البيضاوي حديث وسي اي مند غر سؤرغ ل كي لكي
مغاجي د مك سبداي وجبت مك دكت دكت أورغ أف أروجبت رسول ا مك سبداثا وجبت
لهالجنة ارتيث واجبله بكيث شركا
( ) قل هوا أحد ا الصمد لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفواأحد.بسم ا الرحمن الرحيم
Surat al-Ikhlas:
Ketika membicarakan ayat teologi yang dipaki penerapan aspek kebahasaan
dalam bentuk Qira’at Surat ini turunnya di Makkah atau Madinah dan ia itu empat
atau lima ayat. Maka tersebut dalam al-Baidhawi hadis bahwasannya ia mendengar
seorang laki-laki mengaji dia maka sabdanya “wajabat” , maka dekat (berkata?) orang
“apa arti “wajabat” ya rasulillah? Maka sabdanya “wajabat lahu al-jannah” artinya
wajiblah baginya surga.
“Kata olehmu Ya Muhammad pekerjaan itu ia jua tuhan yang esa. Allah
Ta’ala jua yang dimaksud dari pada segala hajat. Tiada ia beranak dan tiada
diperanakkan. Dan tiada baginya sekutu dengan seorang juapun. (kata) ahli tafsir,
tersebut di dalam al-Khazin bahwasanya segala musyrik itu telah berkata mereka itu
bag! rasul Allah s.a.w.: sebut olehmu bagi kamu bangsa Tuhanmu, maka turun firman
Allah Ta’ala “Qul huwa Allahu Ahad”. Kepada akhimya (Bayan) Ikhtilaf antara
segala qari’ yang tiga pada membaca kufiiwan. Maka Nafi’ dan Abu ‘amr membaca
43 Jalaluddin al-Mahali dan Jalaluddin as-Suyuthi, Tafsir Al-Qur’an al-‘Adhim, Surabaya: Maktabah Imratullah,
Juz 2, Hlm 10
44 Peter G. Riddel, “Tafsir Klasik di Indonesia Studi tentang Tarjuman al-Mustafid”.., dalam kumpulan artikel
yang berjudul Pengantar Kajian al-Qur’an, UIN Jakarta Press, Hlm 206
17
Bagian dari Tarjuman al-Mustafid yang diluar ( ) merupakan hampir
seluruhnya dari Tafsir Jalalain, tetapi fa’idah dalam teks kurung berasal dari
tafsir Khazin, al-Baidhawy, atau dari Manafi al-Qur’an.
Dalam menafsirkan { ت ت لتتتخخذذ ت
} لتذو خشذئ تdi dalam tafsir Jalalain dijelaskan
qiraatnya dan tidak ada faidah ayatnya, sedangkan dalam Tarjuman al-
Mustafid tidak disebutkan dab terdapat faidah ayatnya. Hal ini membuktikan
bahwa Tarjuman al-Mustafid bukanlah terjemah dari Jalalain45.
Contoh ayat Ibadah
Penafsirannya pada Q.S. al-baqarah ayat 184 sebagai berikut46;
سإكيةن سفيةر فيإعضدةة إمرن أيضياةم أديخير يويعيلى الضإذيين يدإطيدقونيهد فإردييةة ي
طيعادم إم ر ضا أيرو يعيلىٰ ي
ت فييمرن يكاين إمرندكرم يمإري ا أيضيااما يمرعددويدا ة
١٨٤:صودموا يخريةر ليدكرم إإرن دكرنتدرم تيرعليدموين ﴿البقرة طضويع يخريارا فيدهيو يخريةر ليهد يوأيرن تي د
﴾فييمرن تي ي
“puasakan oleh kamu segala hari yang sedikit, maka barangsiapa diantara
kamu yang melihat bulan Ramadhan itu, ia dalam keadaan sakit atau sedang
berlayar lalu ia berbuka, maka diwajibkan atasnya mempuasakan sebilang hari yang
telah ia bukakan itu sebagai ganti dihari yang lain. Dan wajib atas orang yang tidak
kuasa untuk membayar fidyah pada tiap-tiap hari itu sekira-kira yang dimakan oleh
orang miskin sehari-hari, maka barangsiapa yang berbuat kebaktian dengan
melebihkan dari yang demikian itu maka itu lebih baik baginya. Dan puasa kamu itu
lebih baik bagi kamu daripada berbuka dan membayar fidyah, jika kamu tahu bahwa
puasa kamu lebih baik maka puasakan oleh kamu semua hari itu”.
Pada ayat di atas, dapat dilihat bagaimana al-sinkili merespon keadaan ketika
itu. Penafsiran kata safar dengan makna berlayar menunjukan bahwa kondisi
masyarakat lebih banyak melakukan perjalanan dengan berlayar, bukan dengan
perjalanan darat. Hal ini sesuai dengan letak geografis kesultanan aceh yang dekat
dengan samudera hindia. Melalui penafsiran ayat ini jelas sekali al-sinkili
memberikan sumbangsih pemikiran sesuai dengan zamannya, meskipun penjelasan
tersebut sangat ringkas. Dalam ayat Ibadah ini yang dipakai penerapan sosio
histori.
Di samping itu, al-sinkili dalam menafsirkan ayat terkadang menambahkan
dengan kisah yang diambil dari al-khazin47, contoh penafsiran Q.S. al-baqarah ayat 1
dan 2 sebagai berikut;
ب إفيإه دهادى للرلدمتضإقيين يذلإيك ارلإكيتا د.الم
ب لي يرري ي
45 Peter G. Riddel, “Tafsir Klasik di Indonesia Studi tentang Tarjuman al-Mustafid”.., Hlm 207
48 http://www.wikipedia.org
49 http://www.wikipedia.org
19
dengan gubernur Ottoman di Jeddah, menjalani pemeriksaan oleh delegasi ulama dari
mekkah pada tahun 1884 sebelum masuk. Setelah berhasil menyelesaikan
pemeriksaan diizinkan untuk memulai ziarah ke kota suci muslim mekkah pada 1885.
Di mekkah, keramahannya dan naluri intelektualnya membuat para ulama tak segan
membimbingnya. Dia adalah salah satu sarjana budaya oriental barat pertama yang
melakukannya.50
PENUTUP
a) Simpulan
Tarjuman al-Mustafid merupakan kitab tafsir Melayu yang ditulis oleh seorang ulama
yang diakui kredibelitas keilmuannya oleh berbagai kalangan. Selain merupakan kitab
tafsir pertama di dunia Melayu, ia sekaligus memaparkan gambaran masyarakat
Melayu ketika itu. la menjadi rujukan tafsir bahkan juga sebagai rujukan bahasa,
pemikiran dan kebudayaan masyarakat Aceh dan Nusantara pada umumnya.
Abd Al-Ra’ûf bin ‘Ali Al-Jăwĭ Al-Fansûrĭ adalah seorang melayu dari
Fansur, Singkil, tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti, akan tetapi banyak
yang mengungkapkan, bahwa ia dilahirkan sekitar 1024 H/1615 M. Pendidikan yang
ia tempuh pertamakali adalah Aceh. Al-Singkili meninggalkan Aceh menuju Arabia
pada 1052/1642. Di Arabia berguru kepada 19 orang guru untuk belajar berbagai
disiplin ilmu, dan dengan 27 ulama lainnya menjalin kontak. Rute perjalanan
ilmiyahnya dimulai di Doha, Yaman, Jeddah, dan akhirnya Makkah dan Madinah.
Ia menulis tafsir Tarjuman al-Mustafid dikarnakan sosio kultural
masyarakatnya pada saat itu banyak yang belum memahami ajaran Islam dengan
benar, terlebih dengan adanya paham Wahdatul Wujud yang disebarkan oleh Hamzah
Fansuri yang menumbuhkan banyak kontroversi. Dan pada saat itulah beliau menulis
tafsirnya.
Metodologi yang dipakainya dapat dilihat dari dua sudut pandang yang
pertama segi teknik penulisannya yang menggunakan metode Tahlili/ analisis karena
mengungkap dari ututan ayat sampai aspek-aspek yang lain terutama dalam bidang
qiraat. Yang kedua memakai metode Ijmali/global jika dilihat dari segi pemaknaannya
yang singkat, jelas, padat dan mudah dipahami oleh semua kalangan terlebih
masyarakat awam.
Fiqih yang dianutnya yaitu fiqih Imam Syafii, karena dalam kitabnya ia
banyak mengunakan atau mengutip karya-karya yang dibuat oleh imam syafii dan
murid-muridnya salh satunya adalah kitab Nihayah. Sedangkan ideologi yang ia
pegang adalah ahlu sunnah wa al- jama’ah serta menganut tasawuf tarekat Satariyyah.
50 http://www.wikipedia.org
20
Dari beberapa sumber menyebutkan bahwa beliau lebih banyak berkutat
dibidang tasawuf. Walaupun demikian corak yang dipakai dalam tafsirnya itu adalah
adabi al-Ijtima’iyah karena bidang keilmuan yang ia punya digunakan untuk
memberikan pemahaman kepada masyarakat awam tentang ajaran agama Islam.
b) Saran
Masih banyak yang belum kami paparkan dalam makalah ini, terutama dalam bidang
politik. Terdapat beberapa kontroversi dalam pemikirannya yang masih menimbulkan
beberpa pertanyaan dan membutuhkan penjelasaan. Selain itu banyak yang belum
kami kupas seputar isi kandungan Tarjuman alMustafid yang meliputi Fadhilah
Surah, sebab nuzul ,qiraat, terdapat kisah-kisah israiliyat, nasikh mansukh, dan sedikit
tentang bahasan fiqh. Rujukan yang paling banyak dalam kitab ini ialah al-Khazin
sebagai rujukan riwayat israiliyyat, bahkan juga sebab nuzul.
Untuk itu kami berharap agar pembaca dapat lebih mengulik dan mencari
informasi yang lebih mendalam dari beberapa rujukan tentang tafsir yang pertama
kali yang ada di Nusantara ini. Dan semoga makalah yang kami paparkan bermanfaat
bagi kita semua.
Daftar Pustaka
21
Al-Mahali, Jalaluddin dan as-Suyuthi Jalaluddin, Tafsir Al-Qur’an al-‘Adhim, Juz 2
(Surabaya: Maktabah Imratullah).
Baidan, Nashruddin, Perkembangan Tafsir Al-Qur’an Di Indonesia, (Solo: PT. Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri) 2003.
Damanhuri, “Umdah al-Muhtajin: Rujukan Tarekat Syattariyah Nusantara”, Jurnal
Studi Keislaman, Volume 17 Nomor 2, 2013.
http://www.wikipedia.org
Musaddad, Endad, Studi Tafsir Di Indonesia: Kajian atas Tafsir Karya Ulama
Nussantara, (Serang: IAIN SMH Banten) 2012.
Putra, Afriadi, “Kazanah Tafsir Melayu”, Jurnal Syahadah vol.II no.II 2014.
Rosyadi, Muhammad Imron, “Pemikiran Hadis Abdur Rauf Singkil dalam Kitab
Mawa’Izat Al-Badi’ah”, Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 2, 2017.
Riddel, G, Peter, “Tafsir Klasik di Indonesia Studi tentang Tarjuman al-Mustafid..,”
dalam kumpulan artikel Qur’an Pengantar Kajian al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta
Press).
Rosadisastra, Andi, Tafsir Kontenporer: Metode dan Orientasi Modern dari Para Ahli
Dalam Menafsirkan Ayat Al-Qur’an, (Serang: Depdikbud Banten Press), 2015.
Suhailidi, “Tafsir Tarjuman al-Mustafid: Sebuah Kajian Filologis”, diajukan Program
Pasca Sarjana, STAINU Ciganjur, 2013.
Surani, “Karakteristrik Tafsir Tarjuman al-Mustafid”, Substantia, Vol.17 No. 2, 2015.
Syukur, Syamzan, “Kontroversi Pemikiran Abdul Rauf Singkil”, Jurnal Adabiyah
Vol.XIV No.1, 2015.
Yousuf, Mohd, Zulkifli dkk, “Tarjuman Al-Mustafid: Satu Analisa Terhadap karya
Terjemah”, Jurnal Pengajian Melayu jilid 16, 2005.
Zaenuddin, “Akar Pembaharuan Islam di Indonesia”, Wahana Akademia Vol.15 No. 1,
2013.
22