Oleh:
Moh. Fadhil Nur
1620510043
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta/PPS_SQH B
Muhfadhilnur41@gmail.com
Abstrak
A. Pendahuluan
Makan dan minum sambil berdiri merupakan tontonan yang sangat mudah
dilihat saat ini di segala situasi dan kondisi terutama di wilayah perkotaan, baik itu
di pusat perbelanjaan seperti di mall dan pasar tradisional, di area pendidikan, tidak
ketinggalan pada acara-acara hajatan yang diadakan masyarakat maupun acara
kenegaraan. Minum dan makan sambil berdiri menjadi trand baru dikalangan
masyarakat yang lebih dikenal dengan istilah standing party,1 istilah untuk sebuah
pesta ala Barat yang sekarang sering ditiru oleh banyak pesta pernikahan maupun
pesta lainnya di Indonesia.
Pada tahun 2015, Fenomena ini menjadi perbincangan hangat diruang publik
yakni saat Jokowi sebagai presiden RI- tertangkap kamera minum sambil berdiri
dan menggunakan tangan kiri dalam acara berbuka puasa bersama di istana Negara
yang dihadiri ratusan anak yatim. Kejadian ini segera menjadi bahan cercaan
terutama di media online karena dianggap tidak memberi contoh yang baik bagi
anak-anak. Namun hal ini ditanggapi berbeda oleh Ade Armando, ia terkesan
membela sikap Jokowi tersebut dengan berargumen bahwa hadis-hadis tentang
larangan minum berdiri telah banyak dibantah oleh ulama lain, dan tidak perlu
diikuti karena tidak rasional.2 Argument Ade Armando menuai beberapa kritikan
terutama dari ulama-ulama di Indonesia, salah satunya adalah Ali Mustafa Yaqub,
seorang pakar hadis indonesia.
Fenomena standing party menarik untuk dikaji dari sudut pandang Islam. Ia
berkaiatan tentang bagaimana hukum makan dan minum sambil berdiri, yang
1
Standing Party adalah suatu pesta atau acara dimana para hadirin datang, mengucapkan
selamat dan menikmakti berbagai hidangan makanan dan minuman yang disajikan, namun para tamu
menikmatinya dengan cara berdiri, karena kursi yang disediakan hanya sedikit.
2
Ade Armando, Ketika Keislaman Jokowi Dipersoalkan Karena Minum Sambil Berdiri,
diambil dari http://www.madinaonline.id/wacana/perspektif/ketika-keislaman-jokowi-dipersoalkan-
karena-minum-sambil-berdiri/, diakses pada 29 April 2017.
3
B. Pembahasan
3
Ali Mustafa Yaqub, Hadis-Hadis Palsu Seputar Ramadhan, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2003), 143
4
Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997),
240
5
Muhammad Husnul Mubarak, Pemikiran Ali Mustafa Yaqub Tentang Arah Kiblat,
Skripsi, UIN Sunan Kalijaga, 2015, 62
4
dan berupaya melakukan pembelaan dari serangan orientalis dan rasionalis murni.6
Pemikiran orientalis yang gencar menyerang Islam, seperti Goldziher dan Josep
Schacht yang sering dijadikan rujukan ketika membahas sejarah hadits dan kritik
sanad, benar-benar dibendung oleh Ali Mustafa Yaqub. Pemikiran-pemikiran
orientalis tersebut cenderung menolak dan meragukan orisinalitas hadits berasal dari
Rasulullah saw. Banyak pengkaji hadits di Indonesia yang menganggap kesimpulan
orientalis sebagai sebuah kebenaran. Kehadiran Ali Mustafa Yaqub di panggung
kajian hadits di Indonesia memberi cakrawala baru bagi pemahaman hadits,
terkhusus di Indonesia.
Setelah sekian lama mengabdikan diri untuk agama dan umat, tidak pernah
berhenti berkontribusi positif untuk nusa dan bangsa, baik melalui lisan maupun
tulisan, akhirnya Ali Mustafa Yaqub menghembuskan nafasnya yang dterakhir di
Rumah Sakit Hermina, Ciputat, pada pukul 06.00 dalam usia 64 tahun.7
Adapun karya-karya Ali Mustafa Yaqub di bidang hadis antara lain yaitu:
Imam al-Bukhari dan Metodologi Kritik dalam Ilmu Hadits (1991), Hadits Nabawi
dan Sejarah Kodifikasinya (Alih Bahasa dari Muhammad Mustafa Azami, 1994),
Kritik Hadits (1995), Sejarah dan Metode Dakwah Nabi (1997), Peran Ilmu Hadits
dalam Pembinaan Hukum Islam (1999), Kerukunan Umat dalam Perspektif al-Quran
dan Hadits (2000), M.M Azami Pembela Eksistensi Hadits (2002), Hadits-hadits
Bermasalah (2003), Hadits-hadits Palsu Seputar Ramadhan (2003), Nikah Beda
Agama dalam Perspektif al-Quran dan Hadits (2005), Kriteria Halal-Haram untuk
6
Ramli Abdul Wahid, Sejarah Pengkajian Hadis di Indonesia, (Medan: IAIN Press, 2010),
37- 40
7
Nafiysul Qodar, Detik-detik Wafatnya Mantan Imam Besar Istiqlal Ali Mustafa, Diambil
dari http://news.liputan6.com/read/2494653/detik-detik-wafatnya-mantan-imam-besar-istiqlal-ali-
mustafa. Diakses pada 29 April 2017.
5
Pangan, Obat dan Kosmetika Menurut al-Quran dan Hadits (2009), Kiblat Menurut
al-Quran dan Hadits; Kritik Atas Fatwa MUI No.5/2010 (2011), dll.8
Secara garis besar, kajian hadis memiliki komponen yang kompleks, namun
secara spesifik meliputi tiga komponen dasar yaitu: kritik sanad (naqd al-sanad),
kritik matan (naqd al-matn), dan pemahaman hadis (fahm al-h}adi>s\, fiqh al-h}adi>s\ atau
maa>ni> al-h}adi>s\). Dalam sub pembahasan ini, komponen pemahaman hadislah yang
menjadi fokus kajian.
Dalam konstruksi pemahaman hadis, Miski menjelaskan9 bahwa Ali Mustafa
Yaqub menyebutkan bahwa pada dasarnya hadis Nabi harus dipahami secara
tekstual atau apa adanya (lafz}iyyah). Jika tidak memungkinkan, maka sebuah hadis
diperbolehkan untuk dipahami secara kontekstual.10 Menurut Ali Mustafa, hadis-
hadis yang mestinya dipahami secara tekstual adalah hadis yang berkenaan dengan
perkara gaib (al-umu>r al-ga>ibiyyah) dan ibadah murni (al-iba>dah al-mahd}ah).11
Dengan lebih terperinci mengenai perkara gaib, Ali Mustafa menyebutkan bahwa
perkara gaib dapat dibedakan menjadi dua kategori: pertama, gaib yang relatif (ga>ib
nisbi>); seperti keberadaan Kota New York. Bagi orang yang belum berkunjung, kota
tersebut masih disebut gaib tetapi tidak demikian halnya bagi orang yang pernah
berkunjung ke sana. Kedua, gaib mutlak (ga>ib haqi>qi>), seperti perihal datangnya
hari Kiamat, hakikat Allah, surga, neraka dan sebagainya. Untuk hal-hal seperti ini
8
Syaroni As-Samfuriy, Biografi Pakar Hadits Indonesia, Prof. Dr. KH. Ali Mustafa
Yaqub, Diambil dari http://www.muslimedianews.com/2013/10/biografi-pakar-hadits-indonesia-
prof-dr.html. Diakses pada 29 April 2017.
9
Miski, Pemahaman Hadis Ali Mustafa Yaqub: Studi atas Fatwa Pengharaman Serban
dalam Konteks Indonesia, Riwayah: Jurnal Studi Hadis, vol. 2, no. 1 2016, 19-21.
10
Ali MustafaYaqub, Haji Pengabdi Setan (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2006), 152
11
Ali MustafaYaqub, Haji Pengabdi Setan, 21
6
seyogianya cukup dengan mengikuti petunjuk al-Quran dan hadis Nabi. Tidak ada
ruang untuk ditafsirkan secara kontekstual.12
Kaitannya dengan ibadah murni (al-iba>dah al-mah}d}ah), seperti tata cara
salat, puasa, haji dan sebagainya yang merupakan persoalan antar Tuhan dengan
hamba-Nya, menurut Ali Mustafa juga tidak layak dipahami secara kontekstual.
Teks-teks yang berkaitan dengan hal ini harus dipahami apa adanya sesuai petunjuk
al-Quran dan hadis Nabi. Lebih jauh Ali Mustafa menyebutkan bahwa upaya
kontekstualisasi (memahami secara kontekstual) ibadah murni bisa mengakibatkan
substansi teks tersebut kehilangan nilai universalitasnya, misalnya masing-masing
lingkungan atau negara akan membuat aturan salat sesuai kondisinya.13
Selanjutnya mengenai pemahaman hadis secara kontekstual, Ali Mustafa
Yaqub menjelaskan bahwa hadis yang dimaksud harus dipahami dengan melihat
aspek-aspek di luar teks itu sendiri; meliputi: pertama: sebab-sebab yang
melatarbelakangi (asba>b al-wuru>d al-h}adi>s\).14 Bagi Ali Mustafa, mengetahui sebab-
sebab yang melatarbelakangi munculnya sebuah hadis tergolong sesuatu yang sangat
urgen untuk mendapatkan pemahaman yang proporsional dan tepat.15 Sebagai
contoh terkait hadis yang menyebutkan bahwa Nabi bersabda, Apabila kalian akan
menunaikan salat Jumat, hendaklah mandi terlebih dahulu. Berkenaan dengan hadis
ini, Ali Mustafa menjelaskan bahwa sebenarnya hadis ini memiliki sebab khusus.
Kala itu, perekonomian para sahabat pada umumnya masih terbilang sulit sehingga
mereka hanya memakai baju wol yang kasar dan jarang dicuci. Di sisi lain, sebagian
besar profesi mereka adalah sebagai petani. Setelah berladang, banyak di antara
12
Ali MustafaYaqub, Fatwa-fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2008), 48
13
Ali MustafaYaqub, Haji Pengabdi Setan, 21
14
Ali MustafaYaqub, Islam Masa Kini (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2006), 152
15
Ali MustafaYaqub, Haji Pengabdi Setan, 153
7
mereka yang langsung pergi ke masjid untuk menunaikan salat Jumat. Singkat
cerita, aroma tidak sedap pun menyeruak dan sangat mengganggu para jamaah lain
termasuk Nabi. Tidak heran apabila kemudian beliau bersabda seperti di atas.
Dengan memperhatikan kondisi sosial yang melatarbelakangi sabda di atas, Ali
Mustafa menyimpulkan bahwa Nabi hanya mewajibkan mandi Jumat bagi orang
yang badannya kotor saja.16
Kedua, lokal dan temporal (maka>ni> wa zama>ni>). Dalam hal ini Ali Mustafa
memberikan contoh hadis yang berbunyi, Antara timur dan barat adalah kiblat.
Untuk masyarakat Madinah yang secara goegrafis berada di sisi utara kabah
(Mekkah) pamahaman tekstual terhadap hadis di atas pastinya sangat tepat. Namun
untuk konteks Indonesia yang secara geografis memang berbeda dengan Madinah,
maka tidak ayal lagi, hadis ini harus dipahami secara kontekstual disesuaikan dengan
letak geografis Indonesia. Dengan kata lain, dalam hal ini pertimbangan aspek
lokalitas dan temporalitas sebuah hadis mutlak diperlukan.17
Ketiga, hubungan kausalitas (llah al-kala>m). Dalam poin ini Ali Mustafa
mencontohkan sebuah hadis yang berbunyi, Seandainya tidak ada Bani Israil maka
makanan tidak akan menjadi basi dan daging tidak akan membusuk. Seandainya
tidak ada H{awa> maka tidak akan ada istri yang berkhianat kepada suaminya. Hadis
ini menurut Ali Mustafa tidak bisa dipahami secara konkrit kecuali dengan
mempertimbangkan pendekatan kontekstual yaitu bahwa sebenarnya hadis ini
merupakan kritik Nabi atas kekikiran orang-orang Yahudi yang tidak mau
memberikan makanannya pada orang lain padahal mereka sendiri tidak siap
menghabiskannya hingga makanan itu pun membusuk.18
16
Ali MustafaYaqub, Haji Pengabdi Setan, 154
17
Ali MustafaYaqub, Haji Pengabdi Setan, 155
18
Ali MustafaYaqub, Haji Pengabdi Setan, 157
8
19
Ali MustafaYaqub, Haji Pengabdi Setan, 157
20
Rohmansyah, Hermeneutika Hadis Ali Mustafa Yaqub dikutip dari:
rohmansyah1506.blogspot.co.id diakses pada 29 April 2017.
9
25
Surawan Martinus, Kamus Kata Serapan (Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001),
859.
26
Fadillah Ramdani Akbar, Standing Party Dalam Resepsi Pernikahan, Skripsi, IAIN
Purwokerto, 2016, 5., dan Thobieb al-Asyhar, Bahaya Makanan Haram bagi Kesehatan Jasmani dan
Kesucian Rohani (Jakarta: PT. Al Mawardi Prima, 2003), h. 56.
11
: :
27
28
:
29
27
\Muslim bin al-Hajja>j Abu al-Hasan al-Qusyairi, S{ah{i>h{ Muslim, jilid 3, (Beirut: Ihya Turas
al-Arabi>, t.th.), h. 1601
28
Muslim bin al-Hajja>j Abu al-Hasan al-Qusyairi, S{ah{i>h{ Muslim, jilid 3, h. 1600
29
Muslim bin al-Hajja>j Abu al-Hasan al-Qusyairi, S{ah{i>h{ Muslim, jilid 3, h. 1601
30
Muslim bin al-Hajja>j Abu al-Hasan al-Qusyairi, S{ah{i>h{ Muslim, jilid 3, h. 1601
31
Abu> Abdilla>h Muh}ammad bin Isma>il bin Ibra>him bin Mugi>rah al-Bukha>ri>, Al-Ja>mi al-
Musnad al-S}ah}i>h} al-Mukhtas}ar min Umu>r Rasu>lulla>h, jilid 7 (Beirut: Da>r Ibn Kas\i>r, al-Yama>ma>h,
t.th.), h. 110
12
:
:
32
32
Abu> Abdilla>h Muh}ammad bin Isma>il bin Ibra>him bin Mugi>rah al-Bukha>ri>, Al-Ja>mi al-
Musnad al-S}ah}i>h} al-Mukhtas}ar min Umu>r Rasu>lulla>h, jilid 2, h. 156
33
Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis Nabi (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2016),
h. 182-183
13
34
Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis Nabi, h. 183
35
Aprilia mardiastuti, Syariat Makan dan Minum dalam Islam: Kajian Terhadap fenomena
Standing Party pada Pesta Pernikahan, Jurnal Living Hadis, vol. 1, no. 1, April 2016 (UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta), h. 168
14
adalah pertama, standing party dari awal telah dikonsep agar para tamu undangan
posisinya berdiri saat makan dan minum, jumlah kursinya pun sengaja dikurangi,
sehingga tidak lagi terdapat unsur darurat. Beda halnya ketika seseorang terlambat
datang ke acara resepsi perkawinan, karena dia kehabisan tempat duduk maka
dengan terpaksa harus berdiri menikmati hidangan; hal inilah yang dibolehkan.
Kedua, analisis hadis larangan minum berdiri tidak boleh berhenti pada
kajian historis (sabab wurud) saja, namun harus dilanjutkan pada analisis kondisi
sosial masyarakat pada waktu itu. Karena kondisi sosial saat ini sangat jauh berbeda
dengan kondisi sosial saat itu. Pada masa Rasulullah, air yang disediakan bagi
rombongan haji disimpan dalam kantong-kantong air yang terbuat dari kulit dan
digantung di pintu gerbang Kuffah agar memudahkan orang meminumnya, beda
halnya dengan kondisi Makkah saat ini, air zam-zam dapat diminum dengan mudah,
karena ketersediaan dispenser dan gelas-gelas yang telah disediakan dibeberapa titik
di area Masjidil Haram. Kecuali ketika jamaah haji penuh sesak dan tidak
memungkinkan untuk minum duduk, maka boleh minum berdiri.
C. Kesimpulan
Secara garis besar, konstruksi pemahaman hadis Ali Mustafa Yaqub terdiri
dari dua hal: (1) pemahaman tekstual yang bisa diterapkan pada hadis-hadis tentang
perkara gaib dan ibadah murni, serta (2) pemahaman kontekstual yakni memahami
hadis dengan mempertimbangkan aspek lain yang turut mengitari: sebab-sebab yang
melatarbelakangi lahirnya hadis tersebut (asba>b wuru>d), lokalitas-temporalitas
(maka>ni> wa zama>ni>), aspek kausalitasnya (illah al-kala>m) dan sosio-kulturalnya
(taqa>li>d).
Pandangan Ali Mustafa Yaqub terhadap hadis tentang minum sambil berdiri
lebih ditekankan pada nilai moral dan nilai universalitas hadis tersebut. Nilai moral
yang dimaksud adalah etika dan adab ketika minum maupun mengkomsumsi
15
makanan. Meskipun tidak menyebutkan dengan jelas status hukum minum sambil
berdiri, namun ia hanya memperingatkan bahwa perbuatan setan tidak pantas ditiru.
16
Daftar Pustaka
Abdul Wahid, Ramli. Sejarah Pengkajian Hadis di Indonesia, Medan: IAIN Press,
2010
Ade Armando, Ketika Keislaman Jokowi Dipersoalkan Karena Minum Sambil
Berdiri, diambil dari http://www.madinaonline.id/wacana/perspektif/ketika-
keislaman-jokowi-dipersoalkan-karena-minum-sambil-berdiri/,
Akbar, Fadillah Ramdani. Standing Party Dalam Resepsi Pernikahan, Skripsi,
IAIN Purwokerto, 2016,
al-Asyhar, Thobieb. Bahaya Makanan Haram bagi Kesehatan Jasmani dan Kesucian
Rohani. Jakarta: PT. Al Mawardi Prima, 2003
al-Hajja>j, Muslim bin Abu al-Hasan al-Qusyairi, S{ah{i>h{ Muslim, Beirut: Ihya Turas\
al-Arabi>, t.th.
Bleircher, Josep. Hermeneutika Kontemporer: Hermeneutika sebagai Metode,
Filsafat, dan Kritik. Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2007
Gadamer, Hans Georg. Truth anda Method . New York: Seabury Press, 1975
King, Richard. Agama, Orientalisme, dan Poskolonialisme. Yogyakarta: Qalam,
2001
Martinus, Surawan. Kamus Kata Serapan. Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama,
2001
Miski, Pemahaman Hadis Ali Mustafa Yaqub: Studi atas Fatwa Pengharaman
Serban dalam Konteks Indonesia, Riwayah: Jurnal Studi Hadis, vol. 2, no. 1
2016, 19-21.
Mubarak, Muhammad Husnul. Pemikiran Ali Mustafa Yaqub Tentang Arah
Kiblat, Skripsi, UIN Sunan Kalijaga, 2015,
Nafiysul Qodar, Detik-detik Wafatnya Mantan Imam Besar Istiqlal Ali Mustafa,
Diambil dari http://news.liputan6.com/read/2494653/detik-detik-wafatnya-
mantan-imam-besar-istiqlal-ali-mustafa.
Rohmansyah, Hermeneutika Hadis Ali Mustafa Yaqub dikutip dari:
rohmansyah1506.blogspot.co.id
Sumber berita: http://www.kompasiana.com/abahpitung/presiden-jokowi-minum-
pakai-tangan-kiri_55867b98739773bf0f06ed5d,
Sumber berita: http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/06/23/nqe3hi-
ade-armando-kritik-hadis-nabi-ini-tanggapan-imam-besar-masjid-istiqlal,
Syaroni As-Samfuriy, Biografi Pakar Hadits Indonesia, Prof. Dr. KH. Ali Mustafa
Yaqub, Diambil dari http://www.muslimedianews.com/2013/10/biografi-
pakar-hadits-indonesia-prof-dr.html.
Yaqub, Ali Mustafa. Hadis-Hadis Palsu Seputar Ramadhan, Jakarta: PustakaFirdaus,
2003
17
______, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997
______, Fatwa-fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal . Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008
______, Haji Pengabdi Setan. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2006
______, Islam Masa Kini. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2006