Anda di halaman 1dari 11

KLIPING

“LAGU JAWA”

DISUSUN OLEH :
NAMA : MAKBUL SIDIK MUSTOFA
NO : 20
KELAS : X TBSM 1

SMK MA’ARIF 2 TEMON

i
 KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan
kliping Lagu Jawa ini dengan baik. Karena dengan izin-Nya kami dapat membuat dan
menyelesaikan kliping ini, walaupun masih banyak kekurangan.
Kami ucapkan terima kasih kepada bapak/ibu guru yang telah membimbing kami.
Besar harapan kami, kehadiran kliping ini dapat memberikan kontribusi bagi
terselenggaranya pendidikan yang berkualitas serta mendorong siswa untuk menjadi
generasi berprestasi.
Kami menyadari dalam penyusunan kliping ini masih banyak kekurangan, maka
dari itu dengan kerendahan hati, kami mengharap kritik dan saran dari semua pihak
untuk/memperbaiki kliping ini sehingga menjadi lebih baik.

Temon, 25 Juni 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................................i
Kata Pengantar...........................................................................................................ii
Daftar Isi.....................................................................................................................iii
1. Suwe Ora Jamu....................................................................................................1
2. Gundul-Gundul Pacul...........................................................................................1
3. Ilir-Ilir...................................................................................................................2
4. Gambang Suling...................................................................................................3
5. Dondong Opo Salak.............................................................................................4
6. Cublak-Cublak Suweng.......................................................................................5
7. Jamuran................................................................................................................5
8. Padhang Wulan....................................................................................................6
9. Warung Pojok.......................................................................................................7
10. Jangkrik Genggong..............................................................................................7
Daftar Pustaka............................................................................................................8

iii
1. Suwe Ora Jamu

Suwe Ora Jamu merupakan lagu daerah Jawa yang diciptakan oleh seorang komposer karawitan,
R.C. Hardjosubroto. Lagu ini begitu populer khususnya di kalangan masyarakat Jawa Tengah
dan Yogyakarta, apalagi setelah dinyanyikan oleh Waldjinah.
Berikut lirik asli lagu tersebut yang menggunakan bahasa Jawa Ngoko.
Suwe ora jamu
Jamu godhong telo
Suwe ora ketemu
Ketemu pisan gawe gelo
Terjemahan:
Lama tak minum jamu
Jamu daun ketela
lama tidak bertemu
Sekalinya bertemu membuat kecewa
Saking terkenalnya lagu ini, Suwe Ora Jamu dijadikan nama sebuah kafe dan bar di daerah Jalan
Petogogan, Jakarta Selatan.
Selain itu, seorang koreografer terkenal dari Papua, Jecko Siompo, pernah me-remix lagu Suwe
Ora Jamu dengan Ampar-Ampar Pisang  yang dibawakan dalam nada rap dan jazz dalam
sebuah pertunjukan di Goethe-Institut, Jakarta Pusat tahun 2011.

2. Gundul-Gundul Pacul
Siapa yang tak kenal dengan lagu Gundul-Gundul Pacul? Lagu anak-anak ini sangat terkenal di
kalangan masyarakat Jawa. Terdapat dua sumber mengenai siapa yang sebenarnya menciptakan
lagu ini, antara Sunan Kalijaga di abad 15 atau R.C. Haardjosubroto.

1
Gundul-gundul pacul-cul gembelengan
Nyunggi-nyunggi wakul-kul gembelengan
Wakul ngglimpang segane dadi dak ratan
Wakul ngglimpang segane dadi sak ratan
Meskipun tergolong lagu anak-anak, rupanya lagu ini memiliki makna yang cukup filosofis.
Secara filosofis, Gundul-Gundul Pacul  membicarakan soal kehormatan, kepemimpinan, dan
tanggung jawab.
Gundul  adalah kepala plontos tanpa rambut. Kepala melambangkan kehormatan, sementara
rambut merupakan lambang mahkota dan keindahan kepala. Dalam lagu ini,
kata gundul memiliki makna sebuah kehormatan tanpa mahkota.
Pacul atau cangkul adalah sebuah alat pertanian yang melambangkan rakyat kecil yang
kebanyakan adalah petani.
Orang Jawa mengatakan bahwa pacul adalah papat kang ucul (empat yang lepas), dengan
pengertian bahwa kehormatan seseorang sangat bergantung pada bagaimana orang tersebut
menggunakan empat indera: mata, hidung, telinga, dan mulutnya.
1. Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat.
2. Hidung digunakan untuk mencium wanginya kebaikan.
3. Telinga digunakan untuk mendengarkan nasehat.
4. Mulut digunakan untuk mengatakan keadilan.
Jika empat hal tersebut lepas, maka lepas juga kehormatan orang tersebut.

3. Ilir-Ilir
Tembang Lir-Ilir diciptakan oleh Sunan Kalijaga pada awal abad 16, pada masa runtuhnya
Kerajaan Majapahit dan masuk Islam-nya pada adipati Kadipaten di Majapahit, terutama di
daerah pesisir Pulau Jawa.
Lir-ilir, lir-ilir
Tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo
Tak sengguh penganten anyar
Cah angon, cah angon
Penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekno
Kanggo mbasuh dodotiro
Dodotiro, dodotiro
Kumitir bedah ing pinggir
Dondomono lumatono
Konggo sebo mengko sore
Mumpung padang rembulane

2
Mumpung padang kalangane
Yo surako, surak hiyo
Tembang ini dikenal sebagai tembang dolanan atau lagu daerah Jawa. Liriknya menggunakan
kata-kata perumpaan dan memilki makna yang dalam dan multitafsir. Hal ini mencerminkan
dalamnya ilmu Sunan Kalijaga dalam mendakwahkan agama Islam.
Dengan tembang Lir-Ilir, Sunan Kalijaga mencoba untuk mengajak masyarakat Jawa untuk
memeluk, mengimani, dan mengamalkan agama Islam secara perlahan tanpa membenturkan
tradisi yang sudah lama berkembang.
Upaya Sunan Kalijaga ini tentu mengikuti cara Nabu Muhammad SAW dalam mendakawahkan
agama Islam, yaitu bil hikmah wal mau’idzatil hasanah.

4. Gambang Suling

Ki Narto Sabdo
Swara Suling, atau lebih banyak dikenal dengan judul Gambang Suling, merupakan lagu daerah
Jawa Tengah yang diciptakan oleh Ki Narto Sabdo sebagai ungkapan kekagumannya dengan
alat musik seruling yang menghasilkan suara yang indah.
Gambang suling, ngumandhang swarané
thulat-thulit, kepénak uniné
uuuuniné mung
nreyuhaké ba-
reng lan kentrung ke-
tipung suling, sigrak kendhangané
Terjemahan:

3
Gambang suling berkumandang suaranya
Tulat-tulit, enak bunyinya
Bunyinya begitu mengharukan
Bersama kentrung, ketipung, suling
Mantap bunyi kendangnya
Ki Narto Sabdo yang bernama asli Soenarto sendiri merupakan putra dari seorang pengrajin
sarung keris beranam Partinoyo.
Beliau merupakan seorang seniman musik dan dalang wayang kulit legendaris dari Jawa
Tengah, dan dijadikan sebagai sumber referensi oleh dalang-dalang generasi berikutnya.

5. Dondong Opo Salak


Dondong Opo Salak  merupakan lagu anak-anak yang dipopulerkan oleh Krisbiantoro antara
tahun 1960 hingga 1970-an. Lagu ini menggunakan bahasa yang lugas, tidak berbelit-belit, dan
mudah dipahami secara tekstual, khas lagu anak-anak.
Namun meskipun begitu, lagu ini dapat mengandung makna yang beragam, tergantung pada
siapa yang mendengar dan mengartikannya.
dondong opo salak
duku cilik-cilik
ngandhong opo mbecak
mlaku thimik-thimik
Adi ndherek ibu
tindhak menyang pasar
ora pareng rewel
ora pareng nakal
mengko ibu mesti
mundhut oleh-oleh
kacang karo roti
adi diparingi
Terjemahan:
kedondong atau salak
duku kecil-kecil
naik andong atau becak
jalan pelan-pelan
Adi ikut ibu
pergi ke pasar
tidak boleh rewel
tidak boleh nakal
nanti ibu pasti

4
beli oleh-oleh
kacang dan roti
Adi pun dikasih

6. Cublak-Cublak Suweng
Cublak-Cublak Suweng adalah sebuah lagu yang dinyanyikan dalam sebuah permainan
tradisional bernama Cublak-Cublak Suweng.
Permainan ini biasa dimainkan oleh anak-anak kecil pedesaan atau perkampungan di daerah
Jawa, khususnya Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.
cublak-cublak suweng
suwenge ting gelenter
Mambu ketudhung gudhel
Pak Gempong lera-lere
Sapa ngguyu ndelikake
Sir sir pong dele gosong
Sir sir pong dele gosong
Permainan ini biasa dimainkan oleh 4 sampai 12 anak. Diawali
dengan hompimpa atau gambreng untuk menentukan siapa yang berperan menjadi Pak Empo.
Pak Empo ini kemudian berbaring telungkup di tengah, sementara anak-anak yang lain duduk
melingkarinya.
Kemudian anak-anak yang melingkari Pak Empo tersebut membuka telapak tangan mereka
menghadap ke atas dan diletakkan di atas punggung Pak Empo. Lalu, salah satu dari anak
tersebut menggenggam sebuah biji atau kerikil yang dipindah-pindahkan dari tangan satu ke
tangan lainnya sambil menyanyikan lagu Cublak-Cublak Suweng.
Ketika nyanyian telah sampai pada lirik “…sapa ngguyu ndelikake”, biji atau kerikil tersebut
harus segera disembunyikan dalam genggaman oleh anak yang menerimanya.
Pada akhir lagu, semua anak yang duduk menggenggam kedua tangan masing-masing dan
berpura-pura menyembunyikan biji atau kerikil tersebut sambil menggerak-gerakkan tangan.
Lalu Pak Empo bangun dan menebak di tangan siapa biji/kerikil tersebut disembunyikan. Jika
tebakannya benar, maka anak yang menggenggam biji tersebut harus bergantian menjadi Pak
Empo. Jika salah, Pak Empo kembali berbaring seperti semula dan permainan diulang lagi.

7. Jamuran
Tidak jauh berbeda dengan Cublak-Cublak Suweng, Jamuran juga merupakan lagu yang
dinyanyikan dalam sebuah permainan bernama Jamuran. Permainan ini dapat dimainkan oleh 4
sampai 12 anak yang biasanya dimainkan di waktu sore atau malam saat bulan purnama.

5
Permainan Jamuran dapat dimainkan oleh anak laki-laki maupun anak perempuan, umumnya
berusia 6 sampai 13 tahun. Permainan ini juga tidak membutuhkan alat apapun, hanya
membutuhkan tanah lapang yang luas.
Jamuran, jamuran, yo ge ge thok
Jamur apa, jamur apa, yo ge ge thok
Jamur payung ngrembuyung kaya lembayung
Sira badhe jamur apa?

8. Padhang Wulan

Secara tekstual, lagu ini secara gamblang berisi ajakan untuk meramaikan malam bulan purnama
dengan bermain bersama teman-teman. Namun secara filosofis, lagu ini sebenarnya mengajak
untuk bersyukur kepada Yang Maha Kuasa atas malam yang begitu indah.
Sebagai ungkapan rasa syukur, sang penulis lagu yang belum diketahui secara pasti ini mengajak
untuk tidak tidur terlalu sore, karena untuk menghidupkan malam yang indah itu dengan ibadah
sunnah.
Yo ‘pra kanca dolanan ing jaba
padhang wulan padhange kaya rina
Rembulane sing awe-awe
ngelingake aja padha turu sore

6
Yo ‘pra kanca dolanan ing jaba
rame-rame kene akeh kancane
Langite pancen sumebyar rina
yo padha dolanan sinambi guyonan
Terjemahan:
Ayo teman-teman bermain di luar
terang bulan terangnya seperti siang
Bulannya melambai-lambai
mengingatkan jangan tidur di sore hari
Ayo teman-teman bermain di luar
rame-rame di sini banyak temannya
Langitnya terang sekali
ayo bermain sambil bercanda

9. Warung Pojok
Akeh wong padha kedanan masakan,
akeh wong padha kelingan pelayan
Ora klalen kesopanan ning sekabeh lelangganan
Yen balik tas jalan-jalan mingguan
mumpung bae tas gajian kaulan
Warung Pojok go ampiran etung-etung ke kenalan
Tobat dhendhenge emi rebuse,
Sega gorenge dhaginge gedhe gedhe
Adhuh kopie, tobat bukete
Adhuh manise persis kaya pelayane
Pura-pura mata mlirik meng dhuwur
padhahal ati ketarik lan ngawur
Nginum kopi mencok nyembur kesebab
nyasar meng cungur
Tobat dhendhenge emi rebuse
Sega gorenge dhaginge gedhe gedhe
Adhuh kopie tobat bukete
Adhuh manise persis kaya pela

10. Jangkrik Genggong


“Semarang kaline banjir…”, kata itu sangat populer yang bahkan bisa dibilang menjadi
semacam slogan yang akhirnya melekat pada Kota Semarang. Padahal, “Semarang kaline

7
banjir” merupakan bagian dari lirik lagu Jangkrik Genggong yang dipopulerkan oleh
Waldjinah.
Kendal kaline wungu
Ajar kenal karo aku
Lelene mati digepuk
Gepuk nganggo walesane
Suwe ora pethuk
Ati sida remuk
Kepethuk mung suwarane
Jangkrik genggong, jangkrik genggong
Luwih becik omong kosong
Semarang kaline banjir
Ja sumelang ra dipikir
Jangkrik upa saba ning tangga
Malumpat ning tengah jogan
Wis watake priya, jare ngaku setya
Tekan ndalan selewengan
Jangkrik genggong, jangkrik genggong
Wani nglirik sepi uwong
Yen ngetan bali ngulon
Tiwas edan rak kelakon
Yen ngrujak
Ngrujaka nanas
Ojo ditambahi kuweni
Kene tiwas nggagas
Awak adhem panas
Jebul ana sing nduweni
Jangkrik genggong, jangkrik genggong
Sampun cekap mangsa borong

Anda mungkin juga menyukai