“POLITIK ETIS”
DISUSUN OLEH :
NAMA : MAKBUL SIDIK MUSTOFA
NO : 20
KELAS : X TBSM 1
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan
kliping Politik Etis ini dengan baik. Karena dengan izin-Nya kami dapat membuat dan
menyelesaikan kliping ini, walaupun masih banyak kekurangan.
Kami ucapkan terima kasih kepada bapak/ibu guru yang telah membimbing kami.
Besar harapan kami, kehadiran kliping ini dapat memberikan kontribusi bagi
terselenggaranya pendidikan yang berkualitas serta mendorong siswa untuk menjadi
generasi berprestasi.
Kami menyadari dalam penyusunan kliping ini masih banyak kekurangan, maka
dari itu dengan kerendahan hati, kami mengharap kritik dan saran dari semua pihak
untuk/memperbaiki kliping ini sehingga menjadi lebih baik.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................................i
Kata Pengantar...........................................................................................................ii
Daftar Isi.....................................................................................................................iii
1. Pengertian Politik Etis..........................................................................................1
2. Latar Belakang Politik Etis..................................................................................2
3. Tokoh Pencetus Politik Etis..................................................................................3
4. Tujuan Politik Etis .............................................................................................6
5. Isi Politik Etis.......................................................................................................6
6. Penyimpangan Politik Etis...................................................................................6
7. Kritik Politik Etis.................................................................................................7
8. Pelaksanaan Dalam Politik Etis...........................................................................8
9. Dampak Politik Etis.............................................................................................9
10. Kekurangan Pelaksanaan Politik Etis...................................................................9
11. Politik Etis dan Implikasi Dalam Perkembangan Pendidikan..............................10
Daftar Pustaka............................................................................................................11
iii
KRITIK POLITIK ETIS
Pengertian Politik Etis
Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa
pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran
ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa.
Munculnya kaum Etis yang di pelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief)
dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih
memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang.
Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato
pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan
hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina
menuangkan panggilan moral tadi ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam
program Trias Van deventer yang meliputi:
Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan
untuk keperluan pertanian
Emigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi
Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan
Banyak pihak menghubungkan kebijakan baru politik Belanda ini dengan pemikiran dan tulisan-
tulsian Van Deventer yang diterbitkan beberapa waktu sebelumnya, sehingga Van Deventer
kemudian dikenal sebagai pencetus politik etis ini.
Kebijakan pertama dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda dengan membangun
irigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda dan emigrasi dilakukan dengan memindahkan
penduduk ke daerah perkebunan Belanda untuk dijadikan pekerja rodi. Hanya pendidikan yang
berarti bagi bangsa Indonesia.
Pengaruh politik etis dalam bidang pengajaran dan pendidikan sangat berperan sekali dalam
pengembangan dan perluasan dunia pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda. Salah
seorang dari kelompok etis yang sangat berjasa dalam bidang ini adalah Mr. J.H. Abendanon
1
(1852-1925) yang Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900-1905).
Sejak tahun 1900 inilah berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa
yang hampir merata di daerah-daerah.
Sementara itu, dalam masyarakat telah terjadi semacam pertukaran mental antara orang-orang
Belanda dan orang-orang pribumi. Kalangan pendukung politik etis merasa prihatin terhadap
pribumi yang mendapatkan diskriminasi sosial-budaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka
berusaha menyadarkan kaum pribumi agar melepaskan diri dari belenggu feodal dan
mengembangkan diri menurut model Barat, yang mencakup proses emansipasi dan menuntut
pendidikan ke arah swadaya.
2
Itulah dua doktrin yang berkembang pada saat itu karena bagi mereka tujuan terahir politik
colonial seharusnya telah meningkatkan kesejahteraan dan perkembangan moral penduduk
pribumi, evaluasi ekonomi bukan eksploitasi colonial melainkan pertanggung jawaban moral.
3
Laporan itu menuntut harus dibentuk sebuah partai Hindia agar kepentingan Hindia Belanda
terwakili di Parlemen. Dilampirkan pula buku Memorie over den toestan in indie (Catatan
tentang keadaan di Hindia), yang mengkritik struktur pajak dan mengecam sistem bandar. Tahun
1904 Brooshooft kembali ke Belanda dalam keadaan kecewa dan putus asa, karena merasa
perjuangannya bagi keadilan terhadap pribumi tidak ada hasilnya. Tajuk Rencana yang terakhir
ditulis berjudul: Pamitan Dengan Orang Sakit, dimuat pada surat kabar Semarang, De
Locomotief, tanggal 31 Desember 1903.
Setelah di Belanda, Brooshooft tetap rajin menulis, antara lain sebuah naskah pentas: Arm Java
(Kasihan, Pulau Jawa), pada 1906. Naskah ini dianggap memiliki benang merah dengan
eksistensi dan riwayat Kartini, sebab di dalamnya ada tokoh Murtinah, puteri seorang Bupati
modern yang telah maju pikirannya. Diceritakan Murtinah sering menulis dalam majalah-
majalah wanita di Belanda dan mengadakan surat-menyurat dengan teman-teman di negeri itu
pula. Pieter Brooshoft.
Tulisan itu berisi angka-angka konkret yang menjelaskan pada publik Belanda bagaimana
mereka menjadi negara yang makmur dan aman adalah hasil kolonialisasi yang datang dari
daerah jajahan di Hindia Belanda (“Indonesia”), sementara Hindia Belanda saat itu miskin dan
terbelakang. Jadi sudah sepantasnya jika kekayaan tersebut dikembalikan. Ketika Deventer
menjadi anggota Parlemen Belanda, ia menerima tugas dari menteri daerah jajahan Idenburg
untuk menyusun sebuah laporan mengenai keadaan ekonomi rakyat pribumi di Jawa dan
Madura. Dalam waktu satu tahun, Deventer berhasil menyelesaikan tugasnya (1904).
Dengan terbuka Deventer mengungkapkan keadaan yang menyedihkan, kemudian dengan tegas
mempersalahkan kebijakan pemerintah. Tulisan itu sangat terkenal, dan tentu saja mengundang
banyak reaksi pro-kontra. Sebuah tulisan lain yang tak kalah terkenalnya adalah yang dimuat
4
oleh De Gids juga (1908) ialah sebuah uraian tentang Hari Depan Insulinde, yang menjabarkan
prinsip-prinsip etis bagi beleid pemerintah terhadap tanah jajahannya. Theodor van Deventer.
5
ditujukan untuk semua penduduk asli Hindia Belanda (Indiers), yang di dalamnya termasuk pula
orang Eropa yang menetap (blijvers) dan Tionghoa.
Politik etis yang dalam hal ini dilaksanakan Belanda dengan melakukan perbaikan bidang
irigasi, pertanian, transmigrasi dan pendidikan, sepintas kelihatan mulia. Namun di balik itu,
program-program ini dimasudkan untuk kepentingan Belanda sendiri.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : “Gerakan Reformasi” Faktor Pendorong
Terjadinya & ( Politik – Ekonomi – Sosial – Hukum )
Penyimpangan Politik Etis
Pada dasarnya kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer tersebut baik. Akan tetapi
dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai
Belanda. Berikut ini penyimpangan penyimpangan tersebut.
Irigasi
Pengairan hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta
Belanda. Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.
Edukasi
Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan
tenaga administrasi yang cakap dan murah. Pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat,
hanya diperuntukkan kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang mampu.
6
Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I untuk anak-anak
pegawai negeri dan orang-orang yang berharta, dan di sekolah kelas II kepada anak-anak
pribumi dan pada umumnya.
Migrasi
Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan
perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang besar
akan tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan seperti perkebunan di Sumatera Utara,
khususnya di Deli, Suriname, dan lain-lain. Mereka dijadikan kuli kontrak. Migrasi ke
Lampung mempunyai tujuan menetap. Karena migrasi ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan akan tenaga kerja, maka tidak jarang banyak yang melarikan diri. Untuk
mencegah agar pekerja tidak melarikan diri, pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale
Sanctie, yaitu peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri akan dicari
dan ditangkap polisi, kemudian dikembalikan kepada mandor/pengawasnya.
Dari ketiga penyimpangan ini, terjadi karena lebih banyak untuk kepentingan pemerintahan
Belanda.
Kritik Politik Etis
Pelaksanaan politik etis bukannya tidak mendapat kritik. Kalangan Indo, yang secara sosial
adalah warga kelas dua namun secara hukum termasuk orang Eropa merasa ditinggalkan. Di
kalangan mereka terdapat ketidakpuasan karena pembangunan lembaga-lembaga pendidikan
hanya ditujukan kepada kalangan pribumi (eksklusif). Akibatnya, orang-orang campuran tidak
dapat masuk ke tempat itu, sementara pilihan bagi mereka untuk jenjang pendidikan lebih tinggi
haruslah pergi ke Eropa, yang biayanya sangat mahal.
Ernest Douwes Dekker termasuk yang menentang ekses pelaksanaan politik ini karena
meneruskan pandangan pemerintah kolonial yang memandang hanya orang pribumilah yang
harus ditolong, padahal seharusnya politik etis ditujukan untuk semua penduduk asli Hindia
Belanda (Indiers), yang di dalamnya termasuk pula orang Eropa yang menetap (blijvers).
Politik etis atau politik balas budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah
kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi (negara jajahan).
Pencetus politik etis (politik balas budi) ini adalah Van De Venter. Van Deventer
memperjuangkan nasib bangsa Indonesia dengan menulis karangan dalam majalah De Gids yang
berjudul Eeu Eereschuld (Hutang Budi). Van Deventer menjelaskan bahwa Belanda telah
berhutang budi kepada rakyat Indonesia. Hutang budi itu harus dikembalikan dengan
memperbaiki nasib rakyat, mencerdaskan dan memakmurkan.
7
Menurut Van Deventer, ada tiga cara untuk memperbaiki nasib rakyat tersebut yaitu memajukan
Edukasi (Pendidikan)
Dengan edukasi akan dapat meningkatkan kualitas bangsa Indonesia sehingga dapat
diajak memajukan perusahaan perkebunan dan mengurangi keterbelakangan.
Irigasi (pengairan)
Dengan irigasi tanah pertanian akan menjadi subur dan produksinya bertambah.
Emigrasi (pemindahan penduduk)
Dengan emigrasi tanah-tanah di luar Jawa yang belum diolah menjadi lahan perkebunan,
akan dapat diolah untuk menambah penghasilan. Selain itu juga untuk mengurangi
kepadatan penduduk Jawa.
Yang dalam hal ini salah satu penganut politik liberal ialah Van Deventer.C.Th.van Deventer
yang merupakan salah seorang tokoh penganjur “pencetus” Politik Etis. Desakan ini mendapat
dukungan dari pemerintah Belanda, dalam pidato negara pada tahun 1901, Ratu Belanda,
Wihelmina mengatakan:
“Negeri Belanda mempunyai kewajiban untuk mengusahakan kemakmuran dari penduduk
Hindia Belanda”.
Yang hal demikian pidato tersebut menandai awal kebijakan memakmurkan Hindia Belanda
yang dikenal sebagai Politik Etis atau Politik Balas Budi.
8
Dampak Poltik Etis
Dampak yang di timbulkan oleh politik etis tentunya ada yang negatif dan positif namun yang
perlu kita ketahui adalah bahwa hampir semua program dan tujuan awal dari politik etis banyak
yang tak terlaksana dan mendapat hambatan. Namun satu program yang berdampak positif
dengan sifat jangka panjang bagi bangsa Indonesia adalah bidang pendidikan yang akan
mendatangkan golongan terpelajar dan terdidik yang dikemudian hari akan membuat
pemerintahan Belanda menjadi terancam dengan munculnya Budi Utomo, Sarikat Islam dan
berdirinya Volksraad. Adapun dampak-dampak yang terlihat nyata adalah dalam tiga bidang :
Politik : Desentralisasi kekuasaan atau otonomi bagi bangsa Indonesia, namun tetap saja
terdapat masalah yaitu golongan penguasa tetap kuat dalam arti intervensi, karena
perusahaan-perusahaan Belanda kalah saing dengan Jepang dan Amerika menjadikan
sentralisasi berusaha diterapkan kembali.
Sosial : Lahirya golongan terpelajar, peningkatan jumlah melek huruf, perkembangan
bidang pendidikan adalah dampak positifnya namun dampak negatifnya adalah
kesenjangan antara golongan bangsawan dan bawah semakin terlihat jelas karena
bangsawan kelas atas dapat berseolah dengan baik dan langsung di pekerjakan di
perusahaan-perusahaan Belanda.
Ekonomi : lahirnya sistem Kapitalisme modern, politkk liberal dan pasar bebas yang
menjadikan persaingan dan modal menjadi indikator utama dalam perdagangan.
Sehingga yang lemah akan kalah dan tersingkirkan. Selain itu juga muculnya dan
berkembangnya perusahaan-perusahaan swasta dan asing di Indonesia seperti Shell
9
Politik Etis dan Implikasi Dalam Perkembangan Pendidikan
Dinamikanisasi Pendidikan dan Perkembangan Sekolah
politik etis sebagai suatu kebijakan baru yang diperjuangakan oleh golongan liberal dan sosiol
demokrat yang menginginkan adanya suatau keadilan yang di peruntukan bagi Hindia-Belanda
yang telah begitu banyak membantu dan meningkatkan defisa dan kemakmuran bagi
pemerintahan Belanda.
Awal politik etis di mulai ketika Ratu Wilhemina I diangkat sebagai ratu baru di Negeri Belanda
pada tahun 1898, di mana dalam pernyataannya ia mengungkapkan bahwa pemerintahan
Belanda berhutang moril kepada Hindia-Belanda dan akan segera dilakukan policy mengenai
kesejahteraan di Hindia-Belanda, yang kemudian di buat tim penelitian untuk keadaan di
Hindia-Belanda. Pernyataan itulah yang kemudian di kenal dengan istilah politik etis.
Meskipun makna dan sejarah istilah tersebut tidak hanya sebatas atas kejadian tersebut, dan
diantara tokoh-tokoh pencetus politik etis adalah van Devebter, van Kol, dan yang paling
terkenal adalah Abendanon sebagai representasi dari politik etis.
Pendidikan kesehatan “kedokteran tersebut di atas” yang sejak 2 Januari 1849 semula lahir
sebagai sekolah dokter Jawa, kemudian pada tahun 1875 diubah menjadi Ahli Kesehatan Bumi
Putra “Inlaends Geneekundige”. Dalam perkembangannya pada tahun 1902 menjadi Dokter
Bumi Putra “Inlands Arts”, Sekolah ini diberi nama STOVIA “School Tot Opleiding Van
Indische Artsen” kemudian pada tahun 1913 diubah menjadi NIAS “Netherlands Indische
Artesen School”. Dengan kemajuan di bidang pendidikan ini maka melahirkan golongan cerdik
dan pandai yang mulai memikirkan perjuangan bangsa Indonesia dalam menghadapi penjajah.
10
DAFTAR PUSTAKA
https://www.gurupendidikan.co.id/politik-etis/
11