Disusun Oleh :
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan petunjuk
dan karuniaNya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Al Islam dan Kemuhammadiyahan 3. Diharapkan makalah ini
dapat menjadi salah satu sumber pembelajaran dan bahan diskusi bagi mahasiswa serta
pembaca pada umumnya dan juga sebagai inspirasi untuk lebih memahami dakwah Islam di
Nusantara dan asal usul Muhammadiyah.
Ucapan terimaksih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah mendorong
tersusunya makalah ini, khususnya kepada beliau Bapak Ade Supriadi, M.M. selaku dosen
pengampu yang telah mendorong dan memotivasi penulis demi terselesaikanya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih sangat banyak kekurangan. Oleh karena
itu penulis sangat mengharapkan peran aktif dan kritik yang konstruktif dari pembaca demi
peningkatan kualitas makalah yang akan penulis buat di masa mendatang.
(Ilham Zanata)
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
PENDAHULUAN
Sejak zaman pra sejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-
pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas.Sejak awal masehi sudah ada rute-rute
pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan
Asia Tenggara.Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan
wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik
bagi para pedagang, dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan India.Sementara itu,
pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku dipasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk
kemudian dijual kepada para pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan
Jawa antara abad ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi para pedagang asing seperti Lamuri
(Aceh), Barus, dan Palembang di Sumatra; Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa. Bersamaan
dengan itu, datang pula para pedagang yang berasal dari Timur Tengah.Mereka tidak hanya
membeli dan menjajakan barang dagangan, tetapi ada juga yang berupaya menyebarkan
agama Islam.Dengan demikian, agama Islam telah ada di Indonesia ini bersamaan dengan
kehadiran para pedagang Arab tersebut.Meskipun belum tersebar secara intensif ke seluruh
wilayah Indonesia.
Pada abad ke 19 berkembanglah organisasi gerakan Islam di Indonesia tumbuh dan
berkembang sejak dari negeri ini belum mencapai kemerdekaan secara fisik sampai pada
masa reformasi sekarang ini. Perkembangannya, bahkan, kian pesat dengan dilakukannya
tajdid (pembaharuan) di masing-masing gerakan Islam tersebut. Salah satu organisasi gerakan
Islam itu adalah Muhammadiyah. Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar
di Indonesia. Bahkan merupakan gerakan kemanusiaan terbesar di dunia di luar gerakan
kemanusiaan yang dilaksanakan oleh gereja, sebagaimana disinyalir oleh seorang James L.
Peacock . Di sebahagian negara di dunia, Muhammadiyah memiliki kantor cabang
internasional (PCIM) seperti PCIM Kairo-Mesir, PCIM Republik Islam Iran, PCIM
KhartoumSudan, PCIM Belanda, PCIM Jerman, PCIM Inggris, PCIM Libya, PCIM Kuala
Lumpur, PCIM Perancis, PCIM Amerika Serikat, dan PCIM Jepang. PCIM-PCIM tersebut
didirikan dengan berdasarkan pada SK PP Muhammadiyah . Di tanah air, Muhammadiyah
tidak hanya berada di kota-kota besar, tapi telah merambah sampai ke tingkat kecamatan di
seluruh Indonesia, dari mulai tingkat pusat sampai ke tingkat ranting.Nama organisasi ini
diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, yang berarti bahwa Warga Muhammadiyah
menjadikan segala bentuk tindakan, pemikiran dan prilakunya didasarkan pada sosok seorang
Rasulullah, Nabi Muhammad SAW. Nabi dijadikannya model (uswah al hasanah), yang
sebenarnya tidak hanya bagi warga Muhammadiyah tetapi juga seluruh umat Islam bahkan
bagi warga non-muslim-kaum yang tidak mempercayainya sebagai rasul sekalipun.
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam memiliki cita-cita ideal yang dengan sungguh-
sungguh ingin diraih, yaitu mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Dengan
cita-cita yang ingin diwujudkan itu, Muhammadiyah memiliki arah yang jelas dalam
gerakannya, sebagaimana dikemukakan oleh DR. Haedar Nashir dalam makalah
Organisasi Islam Muhammadiyah tumbuh makin dewasa bersama organisasi Islam besar
lainnya sekelas Nahdlatul Ulama (NU), merambah ke segala bentuk kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan tetap mengedepankan kepentingan umat dari segi sosial-
budaya, ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Namun demikian, Muhammadiyah tetap selalu
melakukan tajdid dalam aspek ruh al Islam (jiwa keislamannya).
Tujuan pembuatan makalah ini ialah untuk memenuhi tugas perkuliahan yang
diberikan oleh dosen pembimbing penulis, mata kuliah Al Islam dan Kemuhammadiyahan 3.
Disamping itu penulis juga ingin mengetahui lebih dalam tentang dakwah Islam di Nusantara
dan bagaimana Muhammadiyah didirikan serta apa saja faktor-faktor yang melatarbelakangi
pendiriannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Sepeninggal Nabi Muhammad SAW, agama Islam terus menyebar ke seluruh penjuru
dunia dengan dipimpin oleh khalifah-khalifah. Islam terus menyebar ke benua-benua Afrika,
Asia, bahkan sampai ke Eropa. Bahkan, agama Islam pernah jaya di benua Eropa tepatnya di
Andalusia, Spanyol di bawah khalifah Salahudin Al-Ayyubi. Pada zaman dahulu, agama
Islam disebarkan melalui peleburan dengan adat dan budaya setempat. Agama Islam datang
ke suatu daerah dengan membawa kedamaian. Oleh karena itu, Islam sangat diterima di
seluruh penjuru dunia. Indonesia sendiri merupakan daerah strategis yang menjadi jalur
perdagangan dunia, oleh sebab itu, tidaklah heran bahwa Indonesia banyak didatangi oleh
bangsa-bangsa asing. Maka sebelum agama Islam datang dan berkembang di Indonesia,
terdapat beberapa kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha yang tersebar di Indonesia. Agama
Islam pertama kali datang ke Indonesia melalui tanah sumatera, tepatnya di kerajaan
Peurelak. Para pedagang-pedagang muslim selain berdagang, mereka juga membawa misi
untuk meng-Islamkan penduduk pribumi. Para pedagang inipun banyak yang melakukan
perkawinan dengan gadis pribumi.
Dari tanah sumatera, agama Islam menyebar ke pulau Jawa dengan disampaikan oleh
ulama-ulama yang dikenal dengan sebutan Wali Songo. Mereka melakukan dakwah melalui
perantara kebudayaan, sehingga Islam tidak terasa asing di benak masyarakat. Salah stau
contohnya adalah pewayangan yang sudah menjadi tradisi masyarakat Jawa sejak masih
memeluk agama Hindu, masih tetap dipertahankan, tetapi cerita pementasan wayang yang
diubah ke cerita-cerita yang menyeru kepada kebaikan. Sebenarnya, ada banyak pendapat dan
teori-teori yang berkembang diantara para ahli tentang bagaimana agama islam masuk dan
berkembang di Indonesia. Berikut ini akan dipaparkan teori-teori masuknya agama Islam di
Indonesia.
3.2 Teori Masuknya Islam di Nusantara
1. Teori Gujarat
Teori ini menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia sudah dimulai pada awal
abad ke-8 Masehi yang dibawa oleh orang-orang dari Gujarat, India. Tokoh-tokoh yang
mendukung teori ini antar alain adalah Snouck Hurgronje dan J.Pijnapel. Dasar-dasar teori
Gujarat yaitu :
Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam menyebarkan agama
Islam di Indonesia.
Adanya hubungan dagang yang telah lama terjalin dengan bangsa-bangsa India, serta
jalur pelayaran dari India yang melalui Indonesia untuk sampai ke Eropa.
Ditemukannya batu nisan Sultan Malik As-Saleh di Samudera Pasai yang
menunjukkan corak khas Gujarat.
Berdasarkan keterangan dari Marcopolo yang pernah singgah di kerajaan Peurelak.
Dia menemukan bahwa masyarakat Peurelak pada tahun 1292 M, telah banyak yang
memeluk agama Islam, yang disebarkan oleh pedagang-pedagang dari Gujarat.
Corak ajaran tasawuf yang menjadi corak khas Islam Indonesia pada awal-awal masa
perseberannya, hal ini menguatkan teori ini dikarenakan tasawuf merupakan ajaran yang
dipraktikkan oleh penduduk Muslim di India Selatan.
2. Teori Persia
Teori Persia diperkenalkan oleh P.A Husein Hidayat. Dalam teori ini dikatakan bahwa
agama Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang dari Persia (Iran) yang sudah
dimulai dari awal abad ke 12 Masehi. Dasar dari teori ini yaitu :
Adanya persamaan budaya antara muslim Persia dan Indonesia, salah satunya adalah
perayaan 10 Muharram atau peringatan Asyura yang oleh masyarakat Iran dipercaya sebagai
lambang untuk mengenang peristiwa Husein bin Ali bin Abi Thalib yang terbunuh pada
peristiwa Karbala, dengan perayaan atau tradisi Tabuik atau Tabuk di Sumatera Barat dan
Jambi.
Terdapat suku Leran dan Jawi di Persia yang menetap dan tinggal di Indonesia
khususnya di daerah Gresik, Jawa Timur. Selain itu, terdapat tradisi penulisan Arab Jawi oleh
suku Jawa yang diadopsi dari tradisi masyarakat Persia atas tulisan Arab.
Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim yang bercorak khas Persia tahun 1419
di Gresik. Maulana Malik Ibrahim adalah salah satu tokoh pertama yang menyebarkan agama
Islam di tanah Jawa, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Wali Songo.
3. Teori Arab
Teori ini berpendapat bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia pada abad ke 7
masehi dan dibawa langsung oleh orang Arab yang telah diperintahkan langsung oleh Nabi
Muhammad SAW. Teori ini didukung oleh Hamka, Van Leur, dan T.W. Arnold. Dasar dari
teori ini yaitu :
Adanya dokumen dari China yang ditulis oleh Chu Fan Chi yang dikutip dari seorang
ahli geografi, yaitu Chou Ku Fei. Dalam dokumen ini disebutkan adanya perkampungan
muslim di sekitar pantai Barus, Smuatera Barat yang dikenal sebagai Bandar Khalifah. Dalam
bahasa China, wilayah ini dikenal dengan nama Tha-Shih (sebutan orang China untuk orang
Arab).
Ditemukannya bukti arkeologis berupa makam kuno di pemakaman Mahligai, Barus.
Pada salah stau nisannya, terdapat nama Syekh Rukunuddin yang meninggal pada tahun 672
Masehi.
Pendapat arkeolog dari Ecole Francaise D`Extreme Orient Prancis dan Pusat
Penelitian Arkeologi Nasional yang menyatakan sekitar abad ke 9-12 Masehi, Barus menjadi
sebuah perkampungan Muslim yang dihuni oleh berbagai suku bangsa seperti India, China,
Aceh, Arab, Tamil, Jawa, Bugis, dan Bengkulu.
Kerajaan Samudera Pasai yang menganut mazhab Syafi`I, sama seperti masyarakat
muslim Mesir dan Mekkah yang pada waktu itu menganut mazhab Syafi`i.
Gelar raja-raja Samudera Pasai yaitu Al-Malik, yang diyakini berasal dari Mesir
Salah satu arti strategi yang dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Dalam konteks
dakwah Islam, strategi dakwah yang dimaksud adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
para mubaligh, yang membawa misi Islam di dalamnya. Dari kajian di atas dan berbagai
literatur, setidaknya terdapat beberapa kegiatan yang dipergunakan sebagai kendaraan
(sarana) dalam penyebaran Islam di Indonesia, di antaranya adalah: perdagangan,
perkawinan, pendidikan, kesenian, dan tasawuf. Berikut uraian singkat mengenai hal tersebut.
1. Perdagangan
Pada tahap awal, saluran yang dipergunakan dalam proses Islamisasi di Indonesia
adalah perdagangan. Hal itu dapat diketahui melalui adanya kesibukan lalu lintas
perdagangan pada abad ke-7 M hingga abad ke-16 M. Aktivitas perdagangan ini banyak
melibatkan bangsa-bangsa di dunia, termasuk bangsa Arab, Persia, India, Cina dan
sebagainya. Mereka turut ambil bagian dalam perdagangan di negeri-negeri bagian Barat,
Tenggara, dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi melalui jalur perdagangan ini sangat
menguntungkan, karena para raja dan bangsawan turut serta dalam aktivitas perdagangan
tersebut. Bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham perdagangan itu. Fakta sejarah ini
dapat diketahui berdasarkan data dan informasi penting yang dicatat Tome Pires bahwa para
pedagang muslim banyak yang bermukim di pesisir pulau Jawa yang ketika itu penduduknya
masih kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan mullahmullah dari
luar, sehingga jumlah mereka semakin bertambah banyak. Dalam perkembangan selanjutnya,
anak keturunan mereka menjadi penduduk muslim yang kaya raya.
Pada beberapa tempat, para penguasa Jawa, yang menjabat sebagai bupati-bupati
Majapahit yang ditempatkan di pesisir pulau Jawa banyak yang masuk Islam. Keislaman
mereka bukan hanya disebabkan oleh factor politik dalam negeri yang tengah goyah, tetapi
terutama karena factor hubungan ekonomi dengan para pedagang ini sangat menguntungkan
secara material bagi mereka, yang pada akhirnya memperkuat posisi dan kedudukan sosial
mereka di masyarakat Jawa. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, mereka mengambil
alih perdagangan dan kekuasaan di tempat tinggal mereka.
Hubungan perdagangan ini dimanfaatkan oleh para pedagang muslim sebagai sarana
atau media dakwah. Sebab, dalam Islam setiap muslim memiliki kewajiban untuk
menyebarkan ajaran Islam kepada siapa saja dengan tanpa paksaan. Oleh karena itu, ketika
penduduk Nusantara banyak yang berinteraksi dengan para pedagang muslim, dan
keterlibatan mereka semakin jauh dalam aktivitas perdagangan, banyak di antara mereka
yang memeluk Islam. Karena pada saat itu, jalur-jalur strategis perdagangan internasional
hampir sebagian besar dikuasai oleh para pedagang muslim. Apabila para penguasa lokal di
Indonesia ingin terlibat jauh dengan perdagangan internasional, maka mereka harus berperan
aktif dalam perdagangan internasional dan harus sering berinteraksi dengan para pedagang
muslim.
2. Perkawinan
Dari aspek ekonomi, para pedagang muslim memiliki status social ekonomi yang
lebih baik daripada kebanyakan penduduk pribumi. Hal ini menyebabkan banyak penduduk
pribumi, terutama para wanita, yang tertarik untuk menjadi isteri-isteri para saudagar muslim.
Hanya saja ada ketentuan hukum Islam, bahwa para wanita yang akan dinikahi harus
diislamkan terlebih dahulu. Para wanita dan keluarga mereka tidak merasa keberatan, karena
proses pengIslaman hanya dengan mengucapkan dua kalimah syahadat, tanpa upacara atau
ritual rumit lainnya. Setelah itu, mereka menjadi komunitas muslim di lingkungannya sendiri.
KeIslaman mereka menempatkan diri dan keluarganya berada dalam status sosial dan
ekonomi cukup tinggi. Sebab, mereka menjadi muslim Indonesia yang kaya dan berstatus
sosial terhormat. Kemudian setelah mereka memiliki keturunan, lingkungan mereka semakin
luas. Akhirnya timbul kampung-kampung dan pusat-pusat kekuasaan Islam.
Dalam perkembangan berikutnya, ada pula para wanita muslim yang dikawini oleh
keturunan bangsawan lokal. Hanya saja, anak-anak para bangsawan tersebut harus
diIslamkan terlebih dahulu. Dengan demikian, mereka menjadi keluarga muslim dengan
status sosial ekonomi dan posisi politik penting di masyarakat. Jalur perkawinan ini lebih
menguntungkan lagi apabila terjadi antara saudagar muslim dengan anak bangsawan atau
anak raja atau anak adipati. Karena raja, adipati, atau bangsawan itu memiliki posisi penting
di dalam masyarakatnya, sehingga mempercepat proses Islamisasi. Beberapa contoh yang
dapat dikemukakan di sini adalah, perkawinan antara Raden Rahmat atau Sunan Ngampel
dengan Nyai Manila, antara Sunan Gunung Jati dengan Puteri Kawunganten, Brawijaya
dengan Puteri Campa, orangtua Raden Patah, raja kerajaan Islam Demak dan lain-lain.
3. Pendidikan
Proses Islamisasi di Indonesia juga dilakukan melalui media pendidikan. Para ulama
banyak yang mendirikan lembaga pendidikan Islam, berupa pesantren. Pada lembaga inilah,
para ulama memberikan pengajaran ilmu keIslaman melalui berbagai pendekatan sampai
kemudian para santri mampu menyerap pengetahuan keagamaan dengan baik. Setelah
mereka dianggap mampu, mereka kembali ke kampong halaman untuk mengembangkan
agama Islam dan membuka lembaga yang sama. Dengan demikian, semakin hari lembaga
pendidikan pesantren mengalami perkembangan, baik dari segi jumlah maupun mutunya.
Lembaga pendidikan Islam ini tidak membedakan status sosial dan kelas, siapa saja yang
berkeinginan mempelajari atau memperdalam pengetahuan Islam, diperbolehkan memasuki
lembaga pendidikan ini. Dengan demikian, pesantren-pesantren dan para ulamanya telah
memainkan peran yang cukup penting di dalam proses pencerdasan kehidupan masyarakat,
sehingga banyak masyarakat yang kemudian tertarik memeluk Islam.
Di antara lembaga pendidikan pesantren yang tumbuh pada masa awal Islam di Jawa,
adalah pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta. Kemudian pesantren
Giri yang didirikan oleh Sunan Giri, popularitasnya melampaui batas pulau Jawa hingga ke
Maluku. Masyarakat yang mendiami pulau Maluku, terutama Hitu, banyak yang berdatangan
ke pesantren Sunan Giri untuk belajar ilmu agama Islam. Bahkan Sunan Giri dan para ulama
lainnya pernah diundang ke Maluku untuk memberikan pelajaran agama Islam. Banyak di
antara mereka yang menjadi khatib, muadzin, hakim (qadli) dalam masyarakat Maluku
dengan memperoleh imbalan cengkeh.
Dengan cara-cara seperti itu, maka agama Islam terus tersebar ke seluruh penjuru
Nusantara, hingga akhirnya banyak penduduk Indonesia yang menjadi muslim. Oleh karena
itu, dapat dikatakan bahwa model pendidikan pesantren yang tidak mengenal kelas menjadi
media penting di dalam proses penyebaran Islam di Indonesia, bahkan kemudian diadopsi
untuk pengembangan pendidikan keagamaan pada lembaga-lembaga pendidikan sejenis di
Indonesia.
4. Tasawuf
Jalur lain yang juga tidak kalah pentingnya dalam proses Islamisasi di Indonesia
adalah tasawuf. Salah satu sifat khas dari ajaran ini adalah akomodasi terhadap budaya lokal,
sehingga menyebabkan banyak masyarakat Indonesia yang tertarik menerima ajaran tersebut.
Pada umumnya, para pengajar tasawuf atau para sufi adalah guru-guru pengembara, dengan
sukarela mereka menghayati kemiskinan, juga seringkali berhubungan dengan perdagangan,
mereka mengajarkan teosofi yang telah bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas
masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam hal magis, dan memiliki kekuatan
menyembuhkan. Di antara mereka ada juga yang menikahi gadis-gadis para bangsawan
setempat. Dengan tasawuf, bentuk Islam yang diajarkan kepada para penduduk pribumi
mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya memeluk agama
Hindu, sehingga ajaran Islam dengan mudah diterima mereka. Di antara para sufi yang
memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam
adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syeikh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran
mistik seperti ini terus dianut bahkan hingga kini.
5. Kesenian
Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah melalui pertunjukkan
wayang. Seperti diketahui bahwa Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam
mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah materi dalam setiap pertunjukan yang
dilakukannya. Sunan Kalijaga hanya meminta kepada para penonton untuk mengikutinya
mengucapkan dua kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih diambil dari cerita
Ramayana dan Mahabarata, tetapi muatannya berisi ajaran Islam dan nama-nama pahlawan
muslim. Selain wayang, media yang dipergunakan dalam penyebaran Islam di Indonesia
adalah seni bangunan, seni pahat atau seni ukir, seni tari, seni musik dan seni sastra. Di antara
bukti yang dihasilkan dari pengembangan Islam awal adalah seni bangunan Masjid Agung
Demak, Sendang Duwur, Agung Kasepuhan, Cirebon, Masjid Agung Banten, dan lain
sebagainya. Seni bangunan Masjid yang ada, merupakan bentuk akulturasi dari kebudayaan
lokal Indonesia yang sudah ada sebelum Islam, seperti bangunan candi. Salah satu dari sekian
banyak contoh yang dapat kita saksikan hingga kini adalah Masjid Kudus dengan menaranya
yang sangat terkenal itu. Hal ini menunjukkan sekali lagi bahwa proses penyebaran Islam di
Indonesia yang dilakukan oleh para penyebar Islam melalui caracara damai dengan
mengakomodasi kebudayaan setempat. Cara ini sangat efektif untuk menarik perhatian
masyarakat pribumi dalam memahami gerakan Islamisasi yang dilakukan oleh para
mubaligh, sehingga lambat laun mereka memeluk Islam.
6. Politik
Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya
masuk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di
wilayah ini. Jalur politik juga ditempuh ketika kerajaan Islam menaklukkan kerajaan non
Islam, baik di Sumatera, Jawa, maupun Indonesia bagian Timur.
3.4 Sumber Peninggalan dan Kebudayaan Islam di Indonesia
Perserikatan Muhammadiyah sudah dikenal luas sejak beberapa puluh tahun yang lalu
oleh masyarakat Internasioanal, khususnya oleh masyarakat alam Ialamy. Nama
Muhammadiyah sudah sangat akrab di telinga masayrakat pada umumnya. Adapun arti nama
Muhammadiyah dapat dilihat dari dua segi, yaitu arti bahasa atau etimologis dan arti istilah
atau terminologis.
1. Arti Bahasa atau estimologis :
Muhammadiyah berasal dari kata bahasa arab "Muhammad" yaitu nama
nabi atau Rasul yang terakhir. Kemudian mendapatkan "ya nisbiyah" yang artinya
menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti umatnya Muhammad atau pengikut
Muhammad. Yaitu semua orang yang meyakini bahwa Muhammad adalah hamba
dan pesuruh Allah yang terakhir. Dengan demikian siapapun yang beragama Islam
maka dia adalah orang Muhammadiyah, tanpa dilihat atau dibatasi oleh perbedaan
organisasi, golongan bangsa, geografis, etnis dan sebagainya.
2. Arti Istilah atau terminologis :
Muhammadiyah adalah gerakan Islam, Dakwah Amar Makruf Nahi Munkar, berasas Islam
dan bersumber dari Al Qur'an dan Sunah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8
Dzulhijah 1330 H, bertepatan tanggal 18 November 1912 M di kota Yogyakarta .
Faktor Obyektif
Faktor objektif yang pertama secara internal, yaitu terdapat ketidak murnian amalan
Islam akibat tidak dijadikan Al-Quran dan Sunnah sebagai rujukan.
Realitas sosio agama di Indonesia
Kondisi masyarakat yang masih sangat kental dengan kebudayaan Hindu dan Budha,
memunculkan kepercayaan dan praktik ibadah yang menyimpang dari Islam. Kepercayaan
dan praktik ibadah tersebut dikenal dengan sitilah Bidah dan Khurafat. Khurafat adalah
kepercayaan tanpa pedoman yang sah menurut Al-Quran dan Al-Hadits, hanya ikut-ikutan
orang tua atau nenek moyang mereka. Sedangkan bidah adalah bentuk ibadah yang
dilakukan tanpa dasar pedoman yang jelas, melainkan hanya ikut-ikutan orangtua atau nenek
moyang saja.
Melihat realitas sosio-agama ini mendorong KH. Ahmad Dahlan untuk mendirikan
Muhammadiyah. Namun, gerakan pemurniannya dalam arti pemurnian ajaran Islam dari
bidah dan khurafat baru dilakukan pada tahun 1916. Dalam konteks sosio-agama ini,
Muhammadiyah merupakan gerakan pemurnian yang menginginkan pembersihan Islam dari
semua sinkretisme dan praktik ibadah yang terlebih tanpa dasar akaran Islam (Takhayul,
Bidah, Khurafat).
Realitas sosio pendidikan di Indonesia
KH. Ahmad Dahlan mengetahui bahwa pendidikan di Indonesia terpecah menjadi dua
yaitu pendidikan pesantren yang hanya mengajarkan ajaran-ajaran agama dan pendidikan
barat yang sekuler. Kondisi ini menjadi jurang pemisah antara golongan yang mendapat
pendidikan agama dengan golongan yang mendapatkan pendidikan sekuler. Kesenjangan ini
termanifestasi dalam bentuk berbusana, berbicara, hidup dan berpikir. Ahmad KH. Ahmad
Dahlan mengkaji secara mendalam dua sistem pendidikan yang sangat kontras ini.
Dualisme sistem pendidikan diatas membuat prihatin Ahmad KH. Ahmad Dahlan,
oleh karena itu cita-cita pendidikan Ahmad KH. Ahmad Dahlan ialah melahirkan manusia
yang berpandangan luas dan memiliki pengetahuan umum, sekaligus yang bersedia untuk
kemajuan masyarakatnya. Cita-cita ini dilakukan dengan mendirikan lembaga pendidikan
dengan kurikulum yang menggabungkan antara Imtak (Iman dan Takwa) dan Iptek.
Faktor objektif yang kedua secara ekternal, yaitu disebabkan politik kolonialisme dan
imperialisme Belanda yang menimbulkan perpecahan di kalangan bangsa Indonesia.
1. Periode Pertama (periode sebelum Snouck Hurgronje)
Belanda berprinsip agar penduduk Indonesia yang beragama Islam tidak
memberontak.
Menerapkan dua strategi yaitu membuat kebijakan-kebijakan yang sifatnya
membendung dan melakukan kristenisasi bagi penduduk Indonesia.
Dalam pelarangan pengalaman ajaran Islam, Belanda membatasi masalah
ibadah haji dengan berbagai aturan tetapi pelarangan ini justru kontraproduktif
bagi Belanda karena menjadi sumber pemicu perlawanan terhadap Belanda
sebagai penjajah karena menghalangi kesempurnaan Islam seseorang.
2. Periode Kedua (periode setelah Snouck Hurgronje menjadi penasihat Belanda
untuk urusan pribumi di Indonesia)
Dalam hal ini, tidak semua kegiatan pengamalan Islam dihalangi bahkan dalam
hal tertentu didukung. Kebijakan didasarkan atas pengalaman Snouck berkunjung
ke Makkah dengan menyamar sebagai seorang muslim bernama Abdul Ghaffar.
Kebijakan Snouck didasarkan tiga prinsip utama, yaitu : Pertama rakyat indonesia
dibebaskan dalam menjalankan semua masalah ritual keagamaan seperti ibadah;
Kedua pemerintah berupaya mempertahankan dan menghormati keberadaan
lembaga-lembaga sosial atau aspek muamalah dalam Islam; Ketiga pemerintah
tidak menoleransi kegiatan apapun yang dilakukan kaum muslimin yang dapat
menyebarkan seruan-seruan Pan-Islamisme atau menyebabkan perlawanan politik
atau bersenjata menentang pemerintah kolonial Belanda.
Faktor Subyektif
Bersifat subyek, ialah pelakunya sendiri. Dan ini merupakan faktor sentral, sedangkan
faktor yang lain hanya menjadi penunjang saja. Yang dimaksudkan disini ialah, kalau mau
mendirikan Muhammadiyah maka harus dimulai dari orangnya sendiri. Kalau tidak, maka
Muhammadiyah bisa dibawa kemana saja.
Lahirnya Muhammadiyah tidak dapat dipisahkan dengan KH. Ahmad Dahlan, tokoh
kontroversial pada zamannya. Ia dilahirkan tahun 1868 dan wafat tahun 1923 m, dimakamkan
di pemakaman Karangkajen, Yogyakarta hayat yang dikecap selama 55 tahun, berarti
meninggal dalam usia relative muda. Sudah sejak kanak-kanak beliau diberikan pelajaran dan
pendidikan agama oleh orang tuanya, oleh para guru (ulama) yang ada dalam masyarakat
lingkungannya. Ini menunjukkan rasa keagaman KH. Ahmad Dahlan tidak hanya
berdasarkan naluri, melainkan juga melalui ilmu-ilmu yang diajarkan kepadanya.
Dikala mudanya, beliau terkenal memiliki pikiran yang cerdas dan bebas serta
memiliki akal budi yang bersih dan baik. Pendidikan agama yang diterimanya dipilih secara
selektif. Tidak hanya itu, tetapi sesudah dipikirkan, dibawa dalam perenungan-perenungan
dan ingin dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Di sinilah yang menentukan KH. Ahmad
Dahlan sebagai subjek yang nantinya mendorong berdirinya Muhammadiyah.
Namun faham dan keyakinan agamanya barulah menemukan wujud dan bentuknya
yang mantap sesudah menunaikan ibadah hajinya yang kedua (1902 M) dan sempat
bermukim beberapa tahun di tanah suci. Waktu itu beliau sudah mampu dan berkesempatan
membaca ataupun mengkaji kitab-kitab yang disusun oleh alaim ulama yang mempunyai
aliran hendak kembali kepada al-Quran dan As-Sunnah dengan menggunakan akal yang
cerdas dan bebas. Faham dan keyakinan agama yang dilengkapi dengan penghayatan dan
pengalaman agamanya inilah yang mendorong kelahiran Muhammadiyah.
KH. Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis (lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868
meninggal di Yogyakarta, 23 Februari1923 pada umur 54 tahun) adalah seorang Pahlawan
Nasional Indonesia. Ia adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu
Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar
Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari KH. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H.
Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu.
Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak
keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik
bungsunya. Ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah
seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa.
Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin,
Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig
(Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas,
Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (KH.
Ahmad Dahlan).
Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada
periode ini, KH. Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu
dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah.
Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888.
Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada
masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH.
Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,
Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak
Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai KH. Ahmad Dahlan, seorang
Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH.
Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj KH. Ahmad Dahlan, Siti
Busyro, Irfan KH. Ahmad Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad KH.
Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah
menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai
putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang
bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.
KH. Ahmad Dahlan dimakamkan di KarangKajen, Yogyakarta.
Pengalaman Organisasi
Aksi sosial Ahmad Dahlan bukan semata gerakan keagamaan dalam arti ritual,
melainkan bisa disebut sebagai revolusi kebudayaan. Berbagai gagasan dan aksi sosial KH.
Ahmad Dahlan tidak hanya mencerminkan nalar kritisnya, melainkan juga menunjukkan
kepedulian pada nasib rakyat kebanyakan yang menderita, tidak berpendidikan dan miskin.
Aktualisasi Islam tidak hanya secara pribadi, manusia diwajibkan menegakkan Islam
ditengah-tengah masyarakat. KH. Ahmad Dahlan tidak menginginkan masyarakat Islam yang
seperti dahulu, ataupun masyarakat baru yang membentuk budaya Islam baru. Jalan yang
ditempuh KH. Ahmad Dahlan adalah dengan menggembirakan umat Islam Indonesia untuk
beramal dan berbakti sesuai dengan ajaran Islam. Bidang pendidikan misalnya, KH. Ahmad
Dahlan mengadopsi sistem pendidikan Belanda karena diangap efektif. Bahkan membuka
peluang bagi wanita Islam untuk sekolah, padahal di Arab, India dan Pakistan ini menjadi
masalah.
Sedangkan dibidang sosial Ahmad Dahlan mendirikan panti asuhan untuk memelihara
anak yatim dan anak-anak terlantar lainnya. Yang kemudian banyak berkembang Yayasan-
yayasan Yatim Piatu Muhammadiyah, Rumah Sakit PKU Muhammadiyah, dan tersbesar
adalah lembaga pendidikan Muhammadiyah baik TK, SD, SMP, SMU dan Perguruan Tinggi
Muhammadiyah yang jumlahnya terbesar di Indonesia.
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Islam masuk ke nusantara sekitar abad ke 7 masehi dan sebelum islam masuk di
nusantara , sudah banyak agama dan kepercayaan yang berkembang seperti animisme,
dinamisma,hindu, budha. Islam masuk di nusantara melalui berbagai macam cara yaitu
melalui perdagangan, kurtural, pendidikan, kekuasaan politik.
Setelah islam masuk di nusantara, islam langsung berkembang dengan sangat pesat
dan semakin banyak orang yang masuk islam karena cara penyebaran islam sangat bagus dan
tanpa paksaan. Karena semakin banyak orang yang memeluk agama islam sehingga hal ini
menyebabkan mulai banyak kerajaan kerajaan islam yeng berdiri di nusantara. Kerajaan
yang pertama berdiri di nusantara adalah samudera pasai, dan setelah itu makin banyak
kerajaan kerajaan yang berdiri seperti Demak, Cirebon, Ternate, Tidore, Aceh, Perlak,
Banten, dan lain-lain.
Muhammad Darwis atau lebih dikenal dengan K.H. Ahmad Dahlan menuntut ilmu di
kota suci Makkah, dan hasil dari pendidikannya itu kemudian beliau membentuk sebuah
wadah perubahan untuk kembali kepada Al-Quran dan As -unnah Rasullullah sesuai dengan
arti Muhammadiyah yaitu pengikut Nabi Muhammad SAW. Dari terbentuknya
Muhammadiyah di kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H yang
bertepatan pada 18 November 1912 M dan tersebar luas hampir seluruh Indonesia sehingga
menjadi organisasi besar sampai dengan sekarang tidak lepas dari buah pikiran K.H. Ahmad
Dahlan.
4.2 Saran
1. Kita sebagai umat Islam penerus bangsa ini harus senantiasa mengamalkan Islam
dalam kehidupan sehari-hari karna mulai dari masuknya Islam ke Nusantara ini
sangatlah penuh dengan proses dan perjuangan yang panjang dan munggkin saja
kalau bukan dengan perjuangan umat terdahulu hingga saat ini kita tidak dapat
merasakan nikmatnya beriman dan berislam
2. Sebagai umat Islam Muhammadiyah, kita harus mempertahankan dan meneruskan
perjuangan KH. Ahmad Dahlan dari segala bentuk yang dapat menghancurkan
agama Islam.
3. Sebagai umat Islam yang beriman dan bertaqwa pada-Nya, kita tidak seharusnya
melakukan hal-hal yang dilarang Islam seperti tahayul, bidah, khurofat. Kita
harus menjalankan dan mengamalkan seperti apa yang diajarkan dalam Al-Quran
dan Al-Hadist.
4. Sebagai umat Islam yang berilmu, kita harus memperdalam ilmu dalam segala
bidang seperti IPTEK dan ilmu yang lainnya tanpa membedakan, dengan syarat
kita tahu apa yang kita pelajari sesuai dengan ajaran Islam. Untuk menjaga agama
Islam dari pemusnahan orang-orang kafir, kita sebagai umat Islam harus bersatu
melindungi agama Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Hasjmy, A., Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia, cet.1, Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1990
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1994.
Fauzi, Mahmud. 2009. Pendidikan Kemuhammadiyahan. Yogyakarta : Majelis
Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah
Pasha, Musthafa Kamal & Ahmad Adaby Darban.
2003. Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset
http://ferigramesa.blogspot.com/2013/05/sosok-kepribadian-kyai-ahmad-
dahlan.html. Diunduh tanggal 28 Oktober 2017