Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH AIK II KEMUHAMMADIYAAN

“Dakwah islam di nusantara dan asal usul


Muhammadiyah”
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kemuhammadiyaan

Dosen Pengampu :
Noor Amirudin, S.Pd.I.,M.Pd.I

Disusun oleh :
Khurin’in (200402017)
Dewi Susanti (200402019)
Rif’atul Machmuda (200402016)

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
TAHUN 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat, Taufik dan Karunia-
Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Dakwah
Islam Di usantara dan Asal Usul Muhammadiyah”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah AIK II: Kemuhammadiyahan di Fakultas Keguruan dan
Ilmu pendidikan Universitas Muhammadiyah Gresik.
Dalam penyusunan makalah ini tentunya penyusun mengalami beberapa
hambatan, akan tetapi bantuan serta dukungan berbagai pihak, penyusun dapat
mengatasi semua hambatan yang dialami dan makalah ini dapat terselesaikan dengan
baik. Penyusun mengucapakan kepada pihak yang telah mendukung dan membantu
penyelesaian makalah ini. Harapannya, semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca.
Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada ketidaksesuaian
kalimat dan kesalahan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah yang akan datang.

Gresik, 27 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulis.............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3
2.1 Sejarah Masuknya Islam di Nusantara........................................................3
2.2 Teori Masuknya Islam di Nusantara...........................................................3
2.3 Strategi Dakwah Islam di Nusantara...........................................................5
2.4 Sumber Peninggalan dan Kebudayaan Islam di Indonesia..........................8
2.5 Pengertian Muhammadiyah........................................................................9
2.6 Asal-usul Muhammadiyah..........................................................................9
2.7 Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Berdirinya Muhammadiyah.............10
2.8 Kedatangan dan Penjajahan Bangsa Barat di Indonesia..............................15
BAB III PENUTUP...............................................................................................18
3.1 Kesimpulan.................................................................................................18
3.2 Saran...........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak zaman pra sejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-
pelayar yang sanggup mengaruhi lautan lepas. Sejak awal masehi sudah ada rute-rute
pelayaran dan perdagangan anatar kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah dai
daratan Asia Tenggara. Wilayah barat nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno
merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang
dijual disana menarik bagi para pedagang, dan menjadi daerah lintasan penting antara
Cina dan India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku dipasarkan
di Jawa dan Sumatera, untuk kemudian dijual kepada para pedagang asing. Pelabuhan-
pelabuhan penting di Sumatera dan Jawa antara abad ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi
pada pedagang asing seperti Lamuri (Aceh), Barus, dan Palembang di Sumatera, Sunda
kelapa dan Gresik di Jawa. Bersamaan dengan itu, datang pula para pedangang yang
berasal dari Timut Tengah. Mereka tidak hanya membeli dan menjajakan barang
dagangan, tetapi ada juga yang berupaya menyebarkan agama islam. Dengan demikian,
agama islam telah ada di Indonesia ini bersamaan dengan kehadiran para pedagang
Arab tersebut. Meskipun belum tersebar secara intensif ke seluruh wilayah Indonesia.
Pada abad ke-19 berkembanglah organisasi gerakan islam di Indonesia tumbuh
dan berkembang sejak dari negeri ini belum mencapai kemerdekaan secara fisik sampai
pada masa reformasi sekarang ini. Perkembangannya, bahkan kian pesat dengan
dilakukannya tajdid (pembaharuan) di masing-masing gerakan islam tersebut. Salah
satu organisasi gerakan islam itu adalah Muhammadiyah. Muhammadiyah adalah
sebuah organisasi islam yang besar di Indonesia. Bahkan merupakan gerakan
kemanusiaan terbesar di dunia di luar gerakan kemanusiaan yang dilaksanakan oleh
gereja, sebagaimana disinyalir kantor cabang internasional (PCIM) seperti PCIM Kairo-
Mesir, PCIM Repubik Islam Iran, PCIM Khartoum-Sudan, PCIM Belanda, PCIM
Jerman, PCIM Inggris, PCIM Libya, PCIM Kuala Lumpur, PCIM Jepang, PCIM
Perancis, PCIM Amerika Serikat. PCIM-PCIM tersebut didirikan dengan berdasarkan
pada SK P Muhammadiyah. Ditanah air, Muhammadiyah tidak hanya berada di kota-
kota besar, tapi telah merambah sampai ke tingkat kecamatan diseluruh Indonesia, dari
mulai tingkat pusat sampai ke tingkat ranting. Nama organisasi ini diambil dari nama
Nabi Muhammad SAW, yang berarti bahwa warga Muhammadiyah.
Menjadikan segala bentuk tindakan, pemikiran dan perilakunya didasarkan pada
sosok seorang Rasulullah, Nabi Muhammad SAW. Nabi dijadikannya model (uswah al-
hasanah), yang sebenarnya tidak hanya bagi warga Muhammadiyah tetapi juga sekuruh
umat islam bahkan bagi warga non-muslim kaum yang tidak mempercayainya sebagai
rasul sekalipun. Muhammadiyah sebagai gerakan islam memiliki cita-cita ideal yang
dengan sungguh-singguh ingin diraih, yaitu “mewujudkan masyarakat islam yang
sebenar-benarnya”. Dengan cita-cita yang ingin diwujudkan itu, Muhammadiyah
memiliki arah yang jelas dalam gerakannya, sebagaimana dikemukakan olej DR.
Haedar Nashir dalam makalah Organisasi Islam Muhammadiyah tumbuh semakin
1
dewasa bersama organisasi islam besar lainnya sekelas Nadhaul Ulama (NU),
merambah ke segala bentuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan tetap
mengedepankan kepentingan umat dari segi sosial budaya, ekonomi, kesehatan dan
pendidikan. Namun demikian, Muhammadiyah tetap selalu melakukan tajdid dalam
aspek rul Al-Islam (jiwa keislaman).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah masuknya Islam di Nusantara?
2. Teori apa saja yang melatar belakangi masuknya Islam ke Nusantara?
3. Bagaimana strategi dakwah islam di Nusantara?
4. Apa saja sumber peninggalan dan kebudayaan Islam di Nusantara?
5. Apa pengertian Muhammadiyah?
6. Bagaimana asal-usul Muhammadiyah?
7. Faktor apa saja yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah?
8. Bagaimana kedatangan dan penjajahan Bangsa barat di Nusantara?

1.3 Tujuan Penulis


Tujuan pembuatan makalah ini ialah untuk memnuhi tugas perkuliahan yang
diberikan oleh dosen pembimbing yaitu mata kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan
2. Disamping itu penulis juga ingin mengetahui lebih dalam tentang dakwah islam di
Nusantara dan bagaimana Muhammadiyah didirikan serta apa saja faktor-faktor yang
melatar belakangi pendiriannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Masuknya Islam di Nusantara


Sepeninggal Nabi Muhammad SAW, agama islam terus menyebar ke seluruh
penjuru dunia dengan dipimpin oleh khalifah-khalifah. Islam terus menyebar ke benua-
benua Afrika, Asia, bahkan sampai ke Eropa. Bahkan, agama islam pernah jaya di
benua Eropa tepatnya di Andalusia, Spanyol dibawah khalifah Salahuddin Al-Ayyubi.
Pada zaman dahulu, agama islam disebarkan melalui peleburan dengan adat dan budaya
setempat. Agama islam datang ke suatu daerah dengan membawa kedamaian. Oleh
karena itu, Islam sangat diterima di seluruh penjuru dunia. Indonesia sendiri merupakan
daerah strategis yang menjadi jalur perdagangan dunia, oleh sebab itu, tidaklah heran
bahwa Indonesia banyak didatangi oleh bangsa-bangsa asing. Maka sebelum agama
Islam datang dan berkembang di Indonesia, terdapat beberapa kerajaan-kerajaan Hindu
dan Buddha yang tersebar di Indonesia. Agama Islam pertama kali datang ke Indonesia
melalui tanah sumatera pada abad ke-7 M / 1 H, tetapi baru tersebar luas pada abad ke-
13 M. hal ini ditandai dengan berdirinya kerajaan islam tertua di Indonesia yang
tepatnya di kerajaan Peurelak (Perlak) pada tahun 1292 dan Smudra Pasai di Aceh pada
tahun 1297. Para pedagang-pedagang muslim selain berdagang, mereka juga membawa
misi untuk meng-Islamkan penduduk pribumi. Para pedagang inipun banyak yang
melakukan perkawinan dengan gadis pribumi. Dari tanah sumatera, agama Islam
menyebar ke pulau Jawa dengan disampaikan oleh ulama-ulama yang dikenal dengan
sebutan Wali Songo. Mereka melakukan dakwah melalui perantara kebudayaan,
sehingga Islam tidak terasa asing di benak masyarakat. Salah stau contohnya adalah
pewayangan yang sudah menjadi tradisi masyarakat Jawa sejak masih memeluk agama
Hindu, masih tetap dipertahankan, tetapi cerita pementasan wayang yang diubah ke
cerita-cerita yang menyeru kepada kebaikan. Sebenarnya, ada banyak pendapat dan
teori-teori yang berkembang diantara para ahli tentang bagaimana agama islam masuk
dan berkembang di Indonesia. Berikut ini akan dipaparkan teori-teori masuknya agama
Islam di Indonesia.

2.2 Teori Masuknya Islam di Nusantara


1. Teori Gujarat
Teori ini menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia sudah dimulai pada
awal abad ke-8 Masehi yang dibawa oleh orang-orang dari Gujarat, India. Tokoh-
tokoh yang mendukung teori ini antar alain adalah Snouck Hurgronje dan J.Pijnapel.
Dasar-dasar teori Gujarat yaitu : Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa
Arab dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia. Adanya hubungan dagang
yang telah lama terjalin dengan bangsa-bangsa India, serta jalur pelayaran dari India
yang melalui Indonesia untuk sampai ke Eropa. Ditemukannya batu nisan Sultan
Malik As-Saleh di Samudera Pasai yang menunjukkan corak khas Gujarat.
Berdasarkan keterangan dari Marcopolo yang pernah singgah di kerajaan
Peurelak. Dia menemukan bahwa masyarakat Peurelak pada tahun 1292 M, telah
3
banyak yang memeluk agama Islam, yang disebarkan oleh pedagang-pedagang dari
Gujarat. Corak ajaran tasawuf yang menjadi corak khas Islam Indonesia pada awal-
awal masa. perseberannya, hal ini menguatkan teori ini dikarenakan tasawuf
merupakan ajaran yang dipraktikkan oleh penduduk Muslim di India Selatan.
2. Teori Persia
Teori Persia diperkenalkan oleh P.A Husein Hidayat. Dalam teori ini
dikatakan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang dari
Persia (Iran) yang sudah dimulai dari awal abad ke 12 Masehi. Dasar dari teori ini
yaitu : Adanya persamaan budaya antara muslim Persia dan Indonesia, salah
satunya adalah perayaan 10 Muharram atau peringatan Asyura yang oleh
masyarakat Iran dipercaya sebagai lambang untuk mengenang peristiwa Husein bin
Ali bin Abi Thalib yang terbunuh pada peristiwa Karbala, dengan perayaan atau
tradisi Tabuik atau Tabuk di Sumatera Barat dan Jambi. Terdapat suku Leran dan
Jawi di Persia yang menetap dan tinggal di Indonesia khususnya di daerah Gresik,
Jawa Timur. Selain itu, terdapat tradisi penulisan Arab Jawi oleh suku Jawa yang
diadopsi dari tradisi masyarakat Persia atas tulisan Arab. Ditemukannya makam
Maulana Malik Ibrahim yang bercorak khas Persia tahun 1419 di Gresik. Maulana
Malik Ibrahim adalah salah satu tokoh pertama yang menyebarkan agama Islam di
tanah Jawa, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Wali Songo.
3. Teori Arab
Teori ini berpendapat bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia pada
abad ke 7 masehi dan dibawa langsung oleh orang Arab yang telah diperintahkan
langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Teori ini didukung oleh Hamka, Van Leur,
dan T.W. Arnold. Dasar dari teori ini yaitu : Adanya dokumen dari China yang
ditulis oleh Chu Fan Chi yang dikutip dari seorang ahli geografi, yaitu Chou Ku Fei.
Dalam dokumen ini disebutkan adanya perkampungan muslim di sekitar pantai
Barus, Smuatera Barat yang dikenal sebagai Bandar Khalifah. Dalam bahasa China,
wilayah ini dikenal dengan nama Tha-Shih (sebutan orang China untuk orang
Arab). Ditemukannya bukti arkeologis berupa makam kuno di pemakaman
Mahligai, Barus. Pada salah stau nisannya, terdapat nama Syekh Rukunuddin yang
meninggal pada tahun 672 Masehi. Pendapat arkeolog dari Ecole Francaise
D`Extreme Orient Prancis dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional yang
menyatakan sekitar abad ke 9-12 Masehi, Barus menjadi sebuah perkampungan
Muslim yang dihuni oleh berbagai suku bangsa seperti India, China, Aceh, Arab,
Tamil, Jawa, Bugis, dan Bengkulu. Kerajaan Samudera Pasai yang menganut
mazhab Syafi`I, sama seperti masyarakat muslim Mesir dan Mekkah yang pada
waktu itu menganut mazhab Syafi`i. Gelar raja-raja Samudera Pasai yaitu Al-Malik,
yang diyakini berasal dari Mesir.
4. Teori China
Islam di China banyak mendapat pengaruh dari Persia yang kemudian dikenal
dengan bangsa Hui. Seiring dengan perkembangan perdagangan dan alur jalur
sutera, sangat memungkinkan terjadi interaksi antara pedagang China Muslim
dengan perdagangan nusantara, seorang musafir China yang bernama Ichang pada

4
tahun 671 telah melakukan perjalanan dari Canton menuju ke Sumatra dengan
menumpang kapal Iran.
Dalam catatan perjalanan Ma Huan yang melakukan perjalanan pada tahun 1413 –
1415 yang dituangkan dalam bukunya “Ying yai Sheng lan” disebutkan bahwa
terdapat tiga macam penduduk di Jawa, yaitu orang muslim dari Barat, orang China
yang diantaranya beragama islam dan orang Jawa yang menyembah berhala.
Beberapa pendukung teori ini diantaranya adalah H.J.De Graff, Slamet Mulyana, dan
Denys Lombard. Pendapat ini mengatakan bahwa agama islam dibawa dari China
oleh pedagang muslim China yang bermazhab Sunni Syafi’I, yaitu madzab yang
umum dianut oleh bangsa-bangsa muslim sapanjang jalur sutra. Argument lain yang
mengatakan bahwa islam datang dari China adalah ketika terjadi ekspedisi
Mongoluntuk menghukum Raja Kertanegara.

Dari uaraian tentang teori-teori kedatangan islam ke nusantara tersebut, dapat


disimpulkan bahwa islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke-7 M
dan mengalami perkembangannya pada abad ke-13 M. pemegang peranan dalam
penyebaran islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia, bangsa Gujarat, dan Bangsa
China

2.3 Strategi Dakwah Islam di Nusantata


Salah satu arti “strategi” yang dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
“rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus”. Dalam
konteks dakwah Islam, strategi dakwah yang dimaksud adalah kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh para mubaligh, yang membawa misi Islam di dalamnya. Dari kajian di
atas dan berbagai literatur, setidaknya terdapat beberapa kegiatan yang dipergunakan
sebagai kendaraan (sarana) dalam penyebaran Islam di Indonesia, di antaranya adalah:
perdagangan, perkawinan, pendidikan, kesenian, dan tasawuf. Berikut uraian singkat
mengenai hal tersebut :
1. Perdagangan
Pada tahap awal, saluran yang dipergunakan dalam proses Islamisasi di
Indonesia adalah perdagangan. Hal itu dapat diketahui melalui adanya kesibukan lalu
lintas perdagangan pada abad ke-7 M hingga abad ke-16 M. Aktivitas perdagangan
ini banyak melibatkan bangsa-bangsa di dunia, termasuk bangsa Arab, Persia, India,
Cina dan sebagainya. Mereka turut ambil bagian dalam perdagangan di negeri-negeri
bagian Barat, Tenggara, dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi melalui jalur
perdagangan ini sangat menguntungkan, karena para raja dan bangsawan turut serta
dalam aktivitas perdagangan tersebut. Bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan
saham perdagangan itu. Fakta sejarah ini dapat diketahui berdasarkan data dan
informasi penting yang dicatat Tome’ Pires bahwa para pedagang muslim banyak
yang bermukim di pesisir pulau Jawa yang ketika itu penduduknya masih kafir.
Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan mullahmullah dari
luar, sehingga jumlah mereka semakin bertambah banyak. Dalam perkembangan
selanjutnya, anak keturunan mereka menjadi penduduk muslim yang kaya raya. Pada
beberapa tempat, para penguasa Jawa, yang menjabat sebagai bupati-bupati
5
Majapahit yang ditempatkan di pesisir pulau Jawa banyak yang masuk Islam.
Keislaman mereka bukan hanya disebabkan oleh factor politik dalam negeri yang
tengah goyah, tetapi terutama karena factor hubungan ekonomi dengan para
pedagang ini sangat menguntungkan secara material bagi mereka, yang pada
akhirnya memperkuat posisi dan kedudukan sosial mereka di masyarakat Jawa.
Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, mereka mengambil alih perdagangan
dan kekuasaan di tempat tinggal mereka. Hubungan perdagangan ini dimanfaatkan
oleh para pedagang muslim sebagai sarana atau media dakwah. Sebab, dalam Islam
setiap muslim memiliki kewajiban untuk menyebarkan ajaran Islam kepada siapa
saja dengan tanpa paksaan. Oleh karena itu, ketika penduduk Nusantara banyak yang
berinteraksi dengan para pedagang muslim, dan keterlibatan mereka semakin jauh
dalam aktivitas perdagangan, banyak di antara mereka yang memeluk Islam. Karena
pada saat itu, jalur-jalur strategis perdagangan internasional hampir sebagian besar
dikuasai oleh para pedagang muslim. Apabila para penguasa lokal di Indonesia ingin
terlibat jauh dengan perdagangan internasional, maka mereka harus berperan aktif
dalam perdagangan internasional dan harus sering berinteraksi dengan para pedagang
muslim.
2. Perkawinan
Dari aspek ekonomi, para pedagang muslim memiliki status social ekonomi
yang lebih baik daripada kebanyakan penduduk pribumi. Hal ini menyebabkan
banyak penduduk pribumi, terutama para wanita, yang tertarik untuk menjadi isteri-
isteri para saudagar muslim. Hanya saja ada ketentuan hukum Islam, bahwa para
wanita yang akan dinikahi harus diislamkan terlebih dahulu. Para wanita dan
keluarga mereka tidak merasa keberatan, karena proses pengIslaman hanya dengan
mengucapkan dua kalimah syahadat, tanpa upacara atau ritual rumit lainnya. Setelah
itu, mereka menjadi komunitas muslim di lingkungannya sendiri. KeIslaman mereka
menempatkan diri dan keluarganya berada dalam status sosial dan ekonomi cukup
tinggi. Sebab, mereka menjadi muslim Indonesia yang kaya dan berstatus sosial
terhormat. Kemudian setelah mereka memiliki keturunan, lingkungan mereka
semakin luas. Akhirnya timbul kampung-kampung dan pusat-pusat kekuasaan Islam.
Dalam perkembangan berikutnya, ada pula para wanita muslim yang dikawini oleh
keturunan bangsawan lokal. Hanya saja, anak-anak para bangsawan tersebut harus
diIslamkan terlebih dahulu. Dengan demikian, mereka menjadi keluarga muslim
dengan status sosial ekonomi dan posisi politik penting di masyarakat. Jalur
perkawinan ini lebih menguntungkan lagi apabila terjadi antara saudagar muslim
dengan anak bangsawan atau anak raja atau anak adipati. Karena raja, adipati, atau
bangsawan itu memiliki posisi penting di dalam masyarakatnya, sehingga
mempercepat proses Islamisasi. Beberapa contoh yang dapat dikemukakan di sini
adalah, perkawinan antara Raden Rahmat atau Sunan Ngampel dengan Nyai Manila,
antara Sunan Gunung Jati dengan Puteri Kawunganten, Brawijaya dengan Puteri
Campa, orangtua Raden Patah, raja kerajaan Islam Demak dan lain-lain.
3. Pendidikan
Proses Islamisasi di Indonesia juga dilakukan melalui media pendidikan. Para
ulama banyak yang mendirikan lembaga pendidikan Islam, berupa pesantren. Pada
6
lembaga inilah, para ulama memberikan pengajaran ilmu keIslaman melalui berbagai
pendekatan sampai kemudian para santri mampu menyerap pengetahuan keagamaan
dengan baik. Setelah mereka dianggap mampu, mereka kembali ke kampong
halaman untuk mengembangkan agama Islam dan membuka lembaga yang sama.
Dengan demikian, semakin hari lembaga pendidikan pesantren mengalami
perkembangan, baik dari segi jumlah maupun mutunya. Lembaga pendidikan Islam
ini tidak membedakan status sosial dan kelas, siapa saja yang berkeinginan
mempelajari atau memperdalam pengetahuan Islam, diperbolehkan memasuki
lembaga pendidikan ini. Dengan demikian, pesantren-pesantren dan para ulamanya
telah memainkan peran yang cukup penting di dalam proses pencerdasan kehidupan
masyarakat, sehingga banyak masyarakat yang kemudian tertarik memeluk Islam. Di
antara lembaga pendidikan pesantren yang tumbuh pada masa awal Islam di Jawa,
adalah pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta. Kemudian
pesantren Giri yang didirikan oleh Sunan Giri, popularitasnya melampaui batas pulau
Jawa hingga ke Maluku. Masyarakat yang mendiami pulau Maluku, terutama Hitu,
banyak yang berdatangan ke pesantren Sunan Giri untuk belajar ilmu agama Islam.
Bahkan Sunan Giri dan para ulama lainnya pernah diundang ke Maluku untuk
memberikan pelajaran agama Islam. Banyak di antara mereka yang menjadi khatib,
muadzin, hakim (qadli) dalam masyarakat Maluku dengan memperoleh imbalan
cengkeh. Dengan cara-cara seperti itu, maka agama Islam terus tersebar ke seluruh
penjuru Nusantara, hingga akhirnya banyak penduduk Indonesia yang menjadi
muslim. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa model pendidikan pesantren yang
tidak mengenal kelas menjadi media penting di dalam proses penyebaran Islam di
Indonesia, bahkan kemudian diadopsi untuk pengembangan pendidikan keagamaan
pada lembaga-lembaga pendidikan sejenis di Indonesia.
4. Tasawuf
Jalur lain yang juga tidak kalah pentingnya dalam proses Islamisasi di
Indonesia adalah tasawuf. Salah satu sifat khas dari ajaran ini adalah akomodasi
terhadap budaya lokal, sehingga menyebabkan banyak masyarakat Indonesia yang
tertarik menerima ajaran tersebut. Pada umumnya, para pengajar tasawuf atau para
sufi adalah guru-guru pengembara, dengan sukarela mereka menghayati kemiskinan,
juga seringkali berhubungan dengan perdagangan, mereka mengajarkan teosofi yang
telah bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas masyarakat Indonesia.
Mereka mahir dalam hal magis, dan memiliki kekuatan menyembuhkan. Di antara
mereka ada juga yang menikahi gadis-gadis para bangsawan setempat. Dengan
tasawuf, bentuk Islam yang diajarkan kepada para penduduk pribumi mempunyai
persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya memeluk agama Hindu,
sehingga ajaran Islam dengan mudah diterima mereka. Di antara para sufi yang
memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia
pra-Islam adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syeikh Lemah Abang, dan Sunan
Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini terus dianut bahkan hingga kini.
5. Kesenian
Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah melalui
pertunjukkan wayang. Seperti diketahui bahwa Sunan Kalijaga adalah tokoh yang
7
paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah materi
dalam setiap pertunjukan yang dilakukannya. Sunan Kalijaga hanya meminta kepada
para penonton untuk mengikutinya mengucapkan dua kalimat syahadat. Sebagian
besar cerita wayang masih diambil dari cerita Ramayana dan Mahabarata, tetapi
muatannya berisi ajaran Islam dan nama-nama pahlawan muslim. Selain wayang,
media yang dipergunakan dalam penyebaran Islam di Indonesia adalah seni
bangunan, seni pahat atau seni ukir, seni tari, seni musik dan seni sastra. Di antara
bukti yang dihasilkan dari pengembangan Islam awal adalah seni bangunan Masjid
Agung Demak, Sendang Duwur, Agung Kasepuhan, Cirebon, Masjid Agung Banten,
dan lain sebagainya. Seni bangunan Masjid yang ada, merupakan bentuk akulturasi
dari kebudayaan lokal Indonesia yang sudah ada sebelum Islam, seperti bangunan
candi. Salah satu dari sekian banyak contoh yang dapat kita saksikan hingga kini
adalah Masjid Kudus dengan menaranya yang sangat terkenal itu. Hal ini
menunjukkan sekali lagi bahwa proses penyebaran Islam di Indonesia yang
dilakukan oleh para penyebar Islam melalui caracara damai dengan mengakomodasi
kebudayaan setempat. Cara ini sangat efektif untuk menarik perhatian masyarakat
pribumi dalam memahami gerakan Islamisasi yang dilakukan oleh para mubaligh,
sehingga lambat laun mereka memeluk Islam. 6. Politik Di Maluku dan Sulawesi
Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya masuk Islam terlebih
dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di wilayah ini.
Jalur politik juga ditempuh ketika kerajaan Islam menaklukkan kerajaan non Islam,
baik di Sumatera, Jawa, maupun Indonesia bagian Timur.

2.4 Sumber Peninggalan dan Kebudayaan Islam di Indonesia


Sumber-sumber luar negeri :
1. Berita Arab : para pedagang arab telah datang ke Indonesia sejak masa kerajaan
sriwijaya (abad ke 7 M) yang menguasai jalur pelayaran perdagangan di wilayah
Indonesia bagian barat termasuk selat malaka pada masa itu.
2. Berita Eropa : berita ini datangnya dari Marco polo. Ketika suatu saat dia
ditugaskan untuk mengantarkan puterinya yang di persembahkan kepada kaisar
romawi.
3. Berita India : berita ini menyebutkan bahwa para pedagang india dari Gujarat
mempunyai peranan penting dalam penyebaran agama dan kebudayaan islam di
indonesia.
4. Berita China : berita ini berhasil di ketahui melalui catatan dari ma-huan,
seorang penulis yang mengikuti perjalanan laksamana cheng-ho. Ia menyatakan
melalui tulisannya bahwa sejak kira-kira tahun 1400 telah ada saudagar-
saudagar islam yang bertempat tinggal di pantai utara pulau jawa.
Sumber-sumber dalam negeri :
1. Penemuan sebuah batu di leran (dekat Gresik). Batu bersurat itu memuat
keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan bernama Fatimah binti
Makmur Berita Eropa : berita ini datangnya dari Marco polo. Ketika suatu saat
dia ditugaskan untuk mengantarkan puterinya yang di persembahkan kepada
kaisar romawi.
8
2. Makam sultan Malikul Shaleh di Sumatra Utara yang meninggal pada bulan
ramadha tahun 676 H atau tahun 1297 M.
3. Makam Syeikh Maulana Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419 M.
Ajaran-ajaran Islam diantaranya :
1. Islam mengajarkan toleransi terhadap sesama manusia, saling menghormati dan
tolong menolong
2. Islam mengajarkan bahwa dihadapan Allah, derajat semua manusia sama,
kecuali takwanya.Makam Syeikh Maulana Malik Ibrahim yang wafat tahun
1419 M.
3. Islam mengajarkan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Pengasih
dan Penyayang dan mengharamkan manusia saling berselisih, bermusuhan,
merusak, dan saling mendengki.
4. Islam mengajarkan agar manusia menyembah hanya kepada Allah dan tidak
menyekutukannya serta senantiasa setiap saat berbuat baik terhadap sesama
manusia tanpa pilih kasih.

2.5 Pengertian Muhammadiyah


Perserikatan Muhammadiyah sudah dikenal luas sejak beberapa puluh tahun yang
lalu oleh masyarakat Internasioanal, khususnya oleh masyarakat alam Islami. Nama
Muhammadiyah sudah sangat akrab di telinga masayrakat pada umumnya. Adapun arti
nama Muhammadiyah dapat dilihat dari dua segi, yaitu arti bahasa atau etimologis dan
arti istilah atau terminologis.
Arti Bahasa atau estimologis : Muhammadiyah berasal dari kata bahasa arab
"Muhammad" yaitu nama nabi atau Rasul yang terakhir. Kemudian mendapatkan "ya
nisbiyah" yang artinya menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti umatnya Muhammad
atau pengikut Muhammad. Yaitu semua orang yang meyakini bahwa Muhammad
adalah hamba dan pesuruh Allah yang terakhir. Dengan demikian siapapun yang
beragama Islam maka dia adalah orang Muhammadiyah, tanpa dilihat atau dibatasi oleh
perbedaan organisasi, golongan bangsa, geografis, etnis dan sebagainya.
Arti Istilah atau terminologis : Muhammadiyah adalah gerakan Islam, Dakwah
Amar Makruf Nahi Munkar, berasas Islam dan bersumber dari Al Qur'an dan Sunah
didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H, bertepatan tanggal
18 November 1912 M di kota Yogyakarta.

2.6 Asal-usul Muhammadiyah


KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah sebagai upaya penyempurnaan
pemikiran beliau dalam melaksanakan Islam dengan sebenar-benarnya dan sebaik-
baiknya. Sebelum resmi menjadi organisasi, embrio Muhammadiyah merupakan
gerakan atau bentuk kegiatan dalam rangka melaksanakan agama Islam secara bersama-
sama. Perkumpulan ini diprakarsai oleh KH.Ahmad Dahlan dan bermula di kampung
Kauman. Dengan didirikan di Kauman memberikan kesan bahwa KH. Ahmad Dahlan
sangat memperhatikan lingkungannya. Mungkin dijiwai oleh ayat Alquran yang
berbunyi : Quu anfusakum wa ahlikum naara, yang artinya “Jagalah dirimu dan

9
keluargamu dari api neraka.” Gerakan yang digetarkan oleh motivasi seperti itulah yang
nantinya barhak mempunyai landasan dan akar yang kuat.
Dalam gerakannya itu beliau dibantu oleh sahabat-sahabatnya. Ini membuktikan
bahwa untuk melaksanakan Islam tidak bisa sendirian, tetapi harus bersama-sama
dengan yang lain. Karenanya belakangan KH. Ahmad Dahlan memilih orang-orang
yang sepaham, yang juga mempunyai pikiran jangka jauh. Sebabnya karena gerakan ini
tidak cukup hanya untuk satu-dua tahun saja, melainkan untuk terus menerus. Untuk
itulah diangkat beberapa orang murid (santri). Kemudian pada tanggal 8 Dzulhijjah
1330 (bertepatan tanggal 18 november 1912) Muhammadiyah diresmikan menjadi
organisasi persyarikatan dan berkedudukan di Yogyakarta yang dipimpin langsung oleh
KH. Ahmad Dahlan. Jadi organisasi yang didirikannya merupakan penyempurnaan dari
pelaksanaan gerakan yang telah dilakukan sebelumnya.

2.7 Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Berdirinya Muhammadiyah


Terdapat cukup banyak penjelasan tentang faktor-faktor yang melatarbelakangi
berdirinya Muhammadiyah, kalau penjelasan-penjelasan ini diasumsikan sebagai teori,
maka Djindar Tamimi berpendapat bahwa faktor-faktor subjektif dan objektif adalah
mendorong berdirinya Muhammdiyah. Faktor subjektif berkenaan dengan pribadi KH.
Ahmad Dahlan sendiri. Sedangkan faktor objektif dibedakan atas dua macam, yaitu
intern dan ekstern. Teori lain yang hanya mempertimbangkan aspek realitas sosial yang
mendorong lahirnya Muhammadiyah yaitu hanya ada dua faktor, internal dan eksternal.
Faktor Internal berkenaan dengan kondisi keberagamaan umat Islam di Jawa,
sedangkan faktor eksternalnya adalah adanya pengaruh gerakan pembaruan Islam di
Timur Tengah dan politik Islam Belanda tarhadap kaum muslimin di Indonesia. Selain
itu, terdapat teori lain yang mengatakan bahwa telah mengenai latar belakang berdirinya
Muhammadiyah berhubungan dengan masalah yang saling terkait, yaitu aspirasi Islam
KH. Ahmad Dahlan, realitas sosio-agama di Indonesia, realitas sosio-pendidikan di
Indonesia dan relitas politik Islam Hindia-Belanda. Dan selanjutnya adalah teori yang
mengatakan ada tiga faktor yang mendorong berdirinya Muhammadiyah, yaitu gagasan
pembaruan Islam di Timur Tengah, Pertentangan internal dalam masyarakat jawa dan
yang paling penting adalah penetrasi misi Kristen di Indonesia. Faktor yang terakhir
dianggap yang paling menentukan dilihat dari berbagai kebijakan politik pemerintah
kolonial terhadap Islam dan proteksinya terhadap Nasrani, misalnya adalah ordonansi
guru, pelanggaran-pelanggarannya terhadap kebudayaan lokal dan pembentukan
freemasonry. Ordonansi guru adalah Suatu kebijakan pemerintah kolonial yang oleh
umat Islam dirasakan sangat menekan. Ordonansi pertama yang dikeluarkan pada tahun
1905 mewajibkan setiap guru agama Islam untuk meminta dan memperoleh izin
terlebih dahulu, sebelum melaksanakan tugasnya sebagai guru agama, sedangkan
ordonansi kedua yang dikeluarkan pada tahun 1925, hanya mewajibkan guru agama
untuk melaporkan diri. Kedua ordonansi ini dimaksudkan sebagi media pengontrol bagi
pemerintah kolonial untuk mengawasi sepak terjang para pengajar dan penganjur agama
Islam di negeri ini. Pada tahun yang sama pula yakni tahun 1925 Pemerintah kolonial
mengeluarkan peraturan yang lebih ketat lagi terhadap pendidikan agama Islam yaitu
bahwa tidak semua orang (kiyai) boleh memberikan pelajaran mengaji. Freemason
10
adalah organisasi underground orang Yahudi. Mereka melakukan gerakan secara
tersembunyi untuk men-support semua maslahah para pembesar Yahudi dan merintis
berdirinya negara Yahudi yang disebut sebagai the Great Israel. Organisasi ini
melakukan beberapa manuver politik diantaranya :
1. Membangun sebuah masyarakat internasional yang tanpa menunjukkan tendensi
agama, namun di bawah kepemimpinan kaum Yahudi agar mudah menguasai
mereka ketika berdirinya negara the Great Israel.
2. Memerangi kaum Muslimin dan juga kaum Nasrani serta menyokong negara-negara
atheis. Adapun agama-agama yang lain, mereka tidak berminat mengusiknya.
3. Tujuan utama mereka adalah mendirikan negara the Great Israel serta menobatkan
para raja Yahudi di Yerusalem sebagai keturunan Nabi Daud, menurut klaim
mereka. Lalu para raja itu di-set untuk menguasai dunia internasional dan mereka
sangat dieluelukan. Contohnya, orang Yahudi menyebut para raja itu dengan
sebutan sya’abullah al mukhtar (hamba-hamba Allah yang terpilih).
Organisasi ini memiliki peranan penting terhadap banyak peristiwa-peristiwa
tragis di dunia secara keseluruhan dan juga dunia Islam secara khusus. Mereka
menggunakan berbagai macam cara untuk mewujudkan misi-misi mereka. Diantaranya
adalah dengan merusak kaum muda dan menebarkan moral yang bobrok diantara
mereka. Dan menjadikan ambisi-ambisi para pemuda berupa syahwat dan kesenangan-
kesenangan, sehingga kontrol terhadap kaum muda ada di tangan orang Yahudi, dan
akhirnya mereka bisa mengarahkan kaum muda sesuai keinginan mereka.
Dan mereka senantiasa mengendalikan media agar dapat diarahkan untuk
melayani tujuan-tujuan mereka sebagaimana mereka juga berusaha mengendalikan
ekonomi internasional. Oleh karena itu anda dapati bahwa orang-orang terkaya di dunia
dan para pemilik perusahaan-perusahaan raksasa itu berasal dari kaum Yahudi. Mereka
telah menghancurkan perekonomian banyak negara dan menyebabkan ditutupnya
banyak perusahaan dengan cara mereka yang licik dan culas, sebagaimana yang terjadi
di Indonesia dan negara lainnya. Faktor objektif yang pertama secara internal, yaitu
terdapat ketidak murnian amalan Islam akibat tidak dijadikan Al-Qur’an dan Sunnah
sebagai rujukan. Realitas sosio agama di Indonesia Kondisi masyarakat yang masih
sangat kental dengan kebudayaan Hindu dan Budha, memunculkan kepercayaan dan
praktik ibadah yang menyimpang dari Islam. Kepercayaan dan praktik ibadah tersebut
dikenal dengan sitilah Bid’ah dan Khurafat. Khurafat adalah kepercayaan tanpa
pedoman yang sah menurut Al-Qur’an dan Al-Hadits, hanya ikut-ikutan orang tua atau
nenek moyang mereka. Sedangkan bid’ah adalah bentuk ibadah yang dilakukan tanpa
dasar pedoman yang jelas, melainkan hanya ikut-ikutan orangtua atau nenek moyang
saja. Melihat realitas sosio-agama ini mendorong KH. Ahmad Dahlan untuk mendirikan
Muhammadiyah. Namun, gerakan pemurniannya dalam arti pemurnian ajaran Islam
dari bid’ah dan khurafat baru dilakukan pada tahun 1916. Dalam konteks sosio-agama
ini, Muhammadiyah merupakan gerakan pemurnian yang menginginkan pembersihan
Islam dari semua sinkretisme dan praktik ibadah yang terlebih tanpa dasar akaran Islam
(Takhayul, Bid’ah, Khurafat). Realitas sosio pendidikan di Indonesia KH. Ahmad
Dahlan mengetahui bahwa pendidikan di Indonesia terpecah menjadi dua yaitu
pendidikan pesantren yang hanya mengajarkan ajaran-ajaran agama dan pendidikan
11
barat yang sekuler. Kondisi ini menjadi jurang pemisah antara golongan yang mendapat
pendidikan agama dengan golongan yang mendapatkan pendidikan sekuler.
Kesenjangan ini termanifestasi dalam bentuk berbusana, berbicara, hidup dan berpikir.
Ahmad KH. Ahmad Dahlan mengkaji secara mendalam dua sistem pendidikan yang
sangat kontras ini.
Dualisme sistem pendidikan diatas membuat prihatin Ahmad KH. Ahmad Dahlan,
oleh karena itu cita-cita pendidikan Ahmad KH. Ahmad Dahlan ialah melahirkan
manusia yang berpandangan luas dan memiliki pengetahuan umum, sekaligus yang
bersedia untuk kemajuan masyarakatnya. Cita-cita ini dilakukan dengan mendirikan
lembaga pendidikan dengan kurikulum yang menggabungkan antara Imtak (Iman dan
Takwa) dan Iptek. Faktor objektif yang kedua secara ekternal, yaitu disebabkan politik
kolonialisme dan imperialisme Belanda yang menimbulkan perpecahan di kalangan
bangsa Indonesia.
1. Periode Pertama (periode sebelum Snouck Hurgronje) Belanda berprinsip agar
penduduk Indonesia yang beragama Islam tidak memberontak. Menerapkan dua
strategi yaitu membuat kebijakan-kebijakan yang sifatnya membendung dan
melakukan kristenisasi bagi penduduk Indonesia. Dalam pelarangan pengalaman
ajaran Islam, Belanda membatasi masalah ibadah haji dengan berbagai aturan tetapi
pelarangan ini justru kontraproduktif bagi Belanda karena menjadi sumber pemicu
perlawanan terhadap Belanda sebagai penjajah karena menghalangi kesempurnaan
Islam seseorang.
2. Periode Kedua (periode setelah Snouck Hurgronje menjadi penasihat Belanda untuk
urusan pribumi di Indonesia) Dalam hal ini, tidak semua kegiatan pengamalan Islam
dihalangi bahkan dalam hal tertentu didukung. Kebijakan didasarkan atas
pengalaman Snouck berkunjung ke Makkah dengan menyamar sebagai seorang
muslim bernama Abdul Ghaffar.
Kebijakan Snouck didasarkan tiga prinsip utama, yaitu : Pertama rakyat indonesia
dibebaskan dalam menjalankan semua masalah ritual keagamaan seperti ibadah; Kedua
pemerintah berupaya mempertahankan dan menghormati keberadaan lembaga-lembaga
sosial atau aspek mu’amalah dalam Islam; Ketiga pemerintah tidak menoleransi
kegiatan apapun yang dilakukan kaum muslimin yang dapat menyebarkan seruan-
seruan Pan-Islamisme atau menyebabkan perlawanan politik atau bersenjata menentang
pemerintah kolonial Belanda. Faktor Subyektif Bersifat subyek, ialah pelakunya sendiri.
Dan ini merupakan faktor sentral, sedangkan faktor yang lain hanya menjadi penunjang
saja. Yang dimaksudkan disini ialah, kalau mau mendirikan Muhammadiyah maka
harus dimulai dari orangnya sendiri. Kalau tidak, maka Muhammadiyah bisa dibawa
kemana saja. Lahirnya Muhammadiyah tidak dapat dipisahkan dengan KH. Ahmad
Dahlan, tokoh kontroversial pada zamannya. Ia dilahirkan tahun 1868 dan wafat tahun
1923 m, dimakamkan di pemakaman Karangkajen, Yogyakarta hayat yang dikecap
selama 55 tahun, berarti meninggal dalam usia relative muda. Sudah sejak kanak-kanak
beliau diberikan pelajaran dan pendidikan agama oleh orang tuanya, oleh para guru
(ulama) yang ada dalam masyarakat lingkungannya. Ini menunjukkan rasa keagaman
KH. Ahmad Dahlan tidak hanya berdasarkan naluri, melainkan juga melalui ilmu-ilmu

12
yang diajarkan kepadanya. Dikala mudanya, beliau terkenal memiliki pikiran yang
cerdas dan bebas serta memiliki akal budi yang bersih dan baik.
Pendidikan agama yang diterimanya dipilih secara selektif. Tidak hanya itu, tetapi
sesudah dipikirkan, dibawa dalam perenungan-perenungan dan ingin dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya. Di sinilah yang menentukan KH. Ahmad Dahlan sebagai subjek
yang nantinya mendorong berdirinya Muhammadiyah. Namun faham dan keyakinan
agamanya barulah menemukan wujud dan bentuknya yang mantap sesudah menunaikan
ibadah hajinya yang kedua (1902 M) dan sempat bermukim beberapa tahun di tanah
suci. Waktu itu beliau sudah mampu dan berkesempatan membaca ataupun mengkaji
kitab-kitab yang disusun oleh alaim ulama yang mempunyai aliran hendak kembali
kepada al-Quran dan As-Sunnah dengan menggunakan akal yang cerdas dan bebas.
Faham dan keyakinan agama yang dilengkapi dengan penghayatan dan pengalaman
agamanya inilah yang mendorong kelahiran Muhammadiyah.
Profil KH. Ahmad Dahlan KH. Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis (lahir di
Yogyakarta, 1 Agustus 1868 – meninggal di Yogyakarta, 23 Februari1923 pada umur
54 tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putera keempat dari
tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama
dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu
dari KH. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu. Latar Belakang Keluarga dan
Pendidikan Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan
anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan,
kecuali adik bungsunya. Ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik
Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran
agama Islam di Jawa. Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana
Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana
Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang
Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH.
Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (KH. Ahmad Dahlan). Pada umur 15 tahun, ia
pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, KH. Ahmad
Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti
Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang
kembali ke kampungnya tahun 1888. Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah
dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad
Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia
mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta. Sepulang dari Mekkah,
ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil,
yang kelak dikenal dengan Nyai KH. Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan
pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan
mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj KH. Ahmad Dahlan, Siti Busyro,
Irfan KH. Ahmad Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad Dahlan
pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai
Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari
perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama
13
Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta. KH.
Ahmad Dahlan dimakamkan di KarangKajen, Yogyakarta.
Pengalaman Organisasi Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang
gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang
cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi wiraswasta
yang cukup menggejala di masyarakat.
Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai
gagasangagasan cemerlang, KH. Ahmad Dahlan juga dengan mudah diterima dan
dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan
tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela
Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Pada tahun 1912, KH. Ahmad Dahlan pun
mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaruan Islam
di bumi Nusantara. KH. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaruan dalam cara
berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam
Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunanalQur'an dan al-Hadits. Perkumpulan
ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 November 1912. Dan sejak awal KH. Ahmad
Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi
bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan. Gagasan pendirian Muhammadiyah
oleh KH. Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun
dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi
kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam.
Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang
Kristen, mengajar di sekolah Belanda, serta bergaul dengan tokoh-tokoh Budi Utomo
yang kebanyakan dari golongan priyayi, dan bermacam-macam tuduhan lain. Saat itu
KH. Ahmad Dahlan sempat mengajar agama Islam di sekolah OSVIA Magelang, yang
merupakan sekolah khusus Belanda untuk anak-anak priyayi. Bahkan ada pula orang
yang hendak membunuhnya. Namun ia berteguh hati untuk melanjutkan cita-cita dan
perjuangan pembaruan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut. Pada
tanggal 20 Desember 1912, Ahmad KH. Ahmad Dahlan mengajukan permohonan
kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu
baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal
22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini
hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul
kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Maka dari itu kegiatannya dibatasi.
Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari,
Imogiri dan lain-Iain telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan
dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad
Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar
Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di
Ujung Pandang, Ahmadiyah di Garut. Sedangkan di Solo berdiri
perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan
dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan
adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan
kepentingan Islam. KH. Ahmad Dahlan juga bersahabat dan berdialog dengan tokoh
14
agama lain seperti Pastur van Lith pada 1914-1918. Van Lith adalah pastur pertama
yang diajak dialog oleh KH. Ahmad Dahlan. Pastur van Lith di Muntilan yang
merupakan tokoh di kalangan keagamaan Katolik. Pada saat itu KH. Ahmad Dahlan
tidak ragu-ragu masuk gereja dengan pakaian hajinya. Gagasan pembaharuan
Muhammadiyah disebarluaskan oleh KH. Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh
ke berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya.
Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai
kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk
menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin
berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921
KH. Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk
mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini
dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921. Sebagai
seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah
Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah
untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama
hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua
belas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah
AIgemeene Vergadering (persidangan umum). Pemikiran KH. Ahmad Dahlan tentang
Islam dan Umatnya Aksi sosial Ahmad Dahlan bukan semata gerakan keagamaan
dalam arti ritual, melainkan bisa disebut sebagai “revolusi kebudayaan”. Berbagai
gagasan dan aksi sosial KH. Ahmad Dahlan tidak hanya mencerminkan nalar kritisnya,
melainkan juga menunjukkan kepedulian pada nasib rakyat kebanyakan yang
menderita, tidak berpendidikan dan miskin. Aktualisasi Islam tidak hanya secara
pribadi, manusia diwajibkan menegakkan Islam ditengah-tengah masyarakat. KH.
Ahmad Dahlan tidak menginginkan masyarakat Islam yang seperti dahulu, ataupun
masyarakat baru yang membentuk budaya Islam baru. Jalan yang ditempuh KH. Ahmad
Dahlan adalah dengan menggembirakan umat Islam Indonesia untuk beramal dan
berbakti sesuai dengan ajaran Islam. Bidang pendidikan misalnya, KH. Ahmad Dahlan
mengadopsi sistem pendidikan Belanda karena diangap efektif. Bahkan membuka
peluang bagi wanita Islam untuk sekolah, padahal di Arab, India dan Pakistan ini
menjadi masalah. Sedangkan dibidang sosial Ahmad Dahlan mendirikan panti asuhan
untuk memelihara anak yatim dan anak-anak terlantar lainnya. Yang kemudian banyak
berkembang Yayasanyayasan Yatim Piatu Muhammadiyah, Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah, dan tersbesar adalah lembaga pendidikan Muhammadiyah baik TK,
SD, SMP, SMU dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang jumlahnya terbesar di
Indonesia.

2.8 Kedatangan dan Penjajahan Bangsa Barat di Indonesia


Bangsa belanda datang ke wilayah nusantara pada akhir abad ke-16 M (1595 –
1600) untuk mengembangkan usaha perdagangan, yaitu mendapatkan rempah-rempah
yang mahal harganya di Eropa. Pada masa ini, beberapa perseroan perdagangan
bergabung dan disahkan oleh Staten Genneral Republik dengan satu piagam yang
member hak khusus pada perseroan gabungan tersebut untuk berdagang, berlayar dan
15
memegang kekuasaan dikawasan nusantara. Perseroan itu bernama Vereenigde Oost
Indische Compagnie (VOC). Sampai dengan abad ke-18 M, perseroan ini
mengorganisasi pedagang-pedagang Belanda dalam masyarakat pribumi. Pada tahap
awal ini, mereka hanya bergerak disektor ekonomi atau belum memasuki wilayah
politik.
Pada akhir abbad ke-18 M (1799), VOC bubar. Kekuatan diambil alih oleh pemerintah
Hindia Belanda mulai mengambil langkah-langkah kebijakan baru. Dalam masa
penjajahan, pemerintah Belanda menekan dan menindas islam. Semua aspek kegiatan
dan gerakan islam selalu dicurigai. Akibatnya, terjadi percepatan kemunculan islam
sebagai pemersatu umat dalam melawan Belanda, sehingga lahirlah politik etis pada
pemerintah Belanda dalam menghadapi islam.
Mendekatai masa-masa akhir pendudukannya di Hindia Belanda, peerintah
Kolonialis mulai memberikan porsi pada organisasi-organisasi politik dan non politik
untuk ikut menentukan kebijakan yang akan dijalankan oleh pemerintah Hindia
Belanda, hal ini dinyatakan oleh Ricklefs (2007) sebagai berikut :
“Langkah paling nyata kearah desentralisasi dan peningkatan peran serta orang-orang
Indonesia dalam pemerintahan adalah pembentukan Volksraad ((Dewan Rakyat), yang
menyelenggarakan sidangnya yang pertama pada tahun 1918. /asal usul lembaga ini
berkaitan erat dengan aksi Indie Weerbaar (Pertahanan Hindia). Volksraad didirikan
sebagai lembaga dengan satu majelis yang hanya mempunyai wewenang menasehati,
tetapi kalau menyangkut masalah keuangan dikonsultasikan dengan Gubernur Jenderal”
Dalam perkembangan selanjutnya, dewan ini menjadi media bagi tokoh-tokoh
nasionalis untuk menyalurkan aspirasi masyarakat pribumi kepada Pemerintah Hindia
Belanda, akan tetapi pembentukan dewan ini tidak secara sungguh-sungguh diupayakan
pemerintah. Hal ini dinyatakan oleh Ricklefs (2007: 245) bahwa :
“Pada masa awal Volksraad merupakan sumber banyak kecaman dan desakan terhadap
pemerintah Kolonial. Suatu Staatsinrichtting (konstitusi) baru untuk Indonesia yang
diberlakukan pada tahun 1925 telah menurunkan fungsi Dewan Hindia menjadi Badan
Penasehat dan memberi Volksraad wewenang-wewenang legislative yang terbatas”.
Kesempatan yang diberikan oleh pemerintah Hindia Belanda pada masyarakat Pribumi
untuk duduk dalam Volksraad, memdorong beberapa orang tokoh politik Indonesia
untuk terlibat di dalam dan menyalurkan aspirasi masyarakat Pribumi melalui dewan
ini. Akan tetapi, fungsi dan wewenang dewan ini sangat terbatas, sehingga dalam
kenataannya usulan anggota dewan yang menyangkut kesejahteraan atau kepentingan
masyarakat Peribumi lebih sering tidak dipenuhi.
Pada abad ke 19 M sampai awal abad ke 20 M, pemerintah Hindia Belanda tidak
memberi kesempatan yang luas pada penduduk Pribumi untuk mengenyam pendidikan
secara layak. Lembaga pendidikan milik pemerintah hanya menerima anak-anak
pribumi dari kalangan aristokrat dan birokrat, hal ini terlihat dalam peraturan
pemerintah Hindia Belanda tahun 1818, yaitu:
“Memperbolehkan orang Jawa memasuki pendidikan yang diselenggarakan pemerintah
Kolonial. Namun dlam kenyataannya, hanya sedikit saja orang Jawa yang dapat
memasuki sekolah-sekolah tersebut, sebab banyak persyaratan yang pada hakekatnya
justru dipasang untuk membatasi kesempatan belajar mereka. Selain itu, dana
16
pendidikan hanya diberikan kepada para anak kepala negeri dan orang-orang terkemuka
untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Dalam hal ini, sesungguhnya
pendidikan barat dalam tingkat tertentu dimaksudkan untuk kepentingan kolonialisme
(Arifin, 1990: 62).
Kebijakan tersebut hanya diberikan pada kalangan bangsawan, yang dimaksudkan
untuk mencetak tenaga kerja bagi kepentingan pemerntah Hindia Belanda. Sementara
itu, masayarakat pribumi pada umumnya, sangat jarang yang dapat mengenyam
pendidikan di sekolah milik pemerintah itu. Kebijakan tersebut mengakibatkan
keterbelakangan di kalangan penduduk probumi, hal ini sengaja dilakukan oleh
pemerintah Hindia Belanda dalam rangka mempertahankan keberadaan mereka, yaitu
dengan cara menjalin hubungan dengan kalangan aristocrat melalui pendidikan.
Keberpihakan pemerintah Hindia Belanda pada lembaga-lembaga pendidikan non Islam
terlihat pada pemberian subsidi yang tidak merata kepada lembaga pendidikan yang
dikelola pribumi Muslim, seperti sekolah, posantren atau madrasah yang tidak
mendapat perhatian secara adil, jika dibandingkan dengan lembaga-lembaga pendidikan
Kristen yang mendapat bantuan dana atau subsidi cukup dari pemerintah.
Selain itu, pemerintah Hindia Belanda menerapkan peraturan yang disebut Guru
Ordonnantie, suatu peraturan Kolonial Belandauntuk mengatur sekolah partikelir
(swasta), yaitu :
“Sekolah yang tidak didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda. Ordonansi tersebut
member kuasa kepada pemerintah Kolonial untuk mengurus wujud, isi, kurikulum, guru
dari sekolah partikelir. Dengan ordonansi itu, pemerintah bermaksud melemahkan dan
mematikan sekolah-sekolah partikelir, seperti Taman Siswa, Muhammadiyah, Institut
Ksatria, Perguruan Rakyat, dan lain-lain karena di sekolah itu cita-cita, ide-ide dan
semangat kemerdekaan Indonesia ditanamkan pada zaman pergerakan nasional
(Sukanto, 1997: 298).
Ketidak adilan pemerintah Hindia Belanda terlihat juga dalam pemberian subsidi pada
rumah ibadah. Mesjid-mesjid hanya menerima subsidi yang sangat kecil disbanding
dengan subsidi yang mereka berikan kepada gereja. Pada awal abad ke 20 M,
keberpihakan pemerintah Hindia Belanda pada Kristenisasi didorong oleh desakan
partai-partai Kristen yang menuntut penerapan prinsip-prinsip Kristen di dalam
pemerintahan (Ricklefs, 2007: 103). Mereka menuntut agar pemerintah Hindia Belanda
terbukan untuk kegiatan misi keagamaan dan menuntut dukungan pemerintah colonial
pada kegiatan tersebut (Arifin, 1990: 44).
Kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang tidak adil terhadap penduduk
Pribumi, terutama terhadap kalangan Islam mendorong munculnya kesadaran tokoh-
tokoh Islam untuk memperjuangkan nasib masyarakat Islam. Sehubungan dengan ini ,
Dalier Noer (1996: 37) mengatakan :
“Kira-kira pada pergantian abad ini banyak orang Islam Indonesia menyadari bahwa
mereka tidak akan mungkin berkopetisi dengan kekuatan-kekuatan yang menantang
dari pihak kolonialisme Belanda, panetrasi Kristen dan perjuangan untuk maju di
bagian-bagian lain Asia apabila mereka terus melanjutkan kegiatan dengan cara-cara
tadisional dalam menegakkan Islan. Mereka mulai menyadari perlunya perubahan-
perubahan, apakah ini dengan menggali mutiara-mutiara Islam di masa lalu yang telah
17
memberikan kesanggupan kepada kawan-kawan mereka se agama di abad tengah untuk
mengatasi Barat dalam ilmu pengetahuan serta dalam memperluas daerah pengaruh atau
dengan mempergunakan metode-metode baru yang telah dibawah ke Indonesia oleh
kekuasaan Kolonial serta pihak misi Kristen”.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Islam masuk ke nusantara sekitar abad ke 7 masehi dan sebelum islam masuk di
nusantara , sudah banyak agama dan kepercayaan yang berkembang seperti animisme,
dinamisma,hindu, budha. Islam masuk di nusantara melalui berbagai macam cara yaitu
melalui perdagangan, kurtural, pendidikan, kekuasaan politik. Setelah islam masuk di
nusantara, islam langsung berkembang dengan sangat pesat dan semakin banyak orang
yang masuk islam karena cara penyebaran islam sangat bagus dan tanpa paksaan.
Karena semakin banyak orang yang memeluk agama islam sehingga hal ini
menyebabkan mulai banyak kerajaan kerajaan islam yeng berdiri di nusantara.
Kerajaan yang pertama berdiri di nusantara adalah samudera pasai, dan setelah itu
makin banyak kerajaan kerajaan yang berdiri seperti Demak, Cirebon, Ternate, Tidore,
Aceh, Perlak, Banten, dan lain-lain. Muhammad Darwis atau lebih dikenal dengan
K.H. Ahmad Dahlan menuntut ilmu di kota suci Makkah, dan hasil dari pendidikannya
itu kemudian beliau membentuk sebuah wadah perubahan untuk kembali kepada Al-
Qur’an dan As -unnah Rasullullah sesuai dengan arti Muhammadiyah yaitu pengikut
Nabi Muhammad SAW. Dari terbentuknya Muhammadiyah di kampung Kauman
Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H yang bertepatan pada 18 November 1912
M dan tersebar luas hampir seluruh Indonesia sehingga menjadi organisasi besar
sampai dengan sekarang tidak lepas dari buah pikiran K.H. Ahmad Dahlan.

3.2 Saran
Dari kesimpulan di atas, dapat disarankan hal-hal sebagai berikut : 1. Kita
sebagai umat Islam penerus bangsa ini harus senantiasa mengamalkan Islam dalam
kehidupan sehari-hari karna mulai dari masuknya Islam ke Nusantara ini sangatlah
penuh dengan proses dan perjuangan yang panjang dan munggkin saja kalau bukan
dengan perjuangan umat terdahulu hingga saat ini kita tidak dapat merasakan
nikmatnya beriman dan berislam 2. Sebagai umat Islam Muhammadiyah, kita harus
mempertahankan dan meneruskan perjuangan KH. Ahmad Dahlan dari segala bentuk
yang dapat menghancurkan agama Islam. 3. Sebagai umat Islam yang beriman dan
bertaqwa pada-Nya, kita tidak seharusnya melakukan hal-hal yang dilarang Islam
seperti tahayul, bid’ah, khurofat. Kita harus menjalankan dan mengamalkan seperti apa
yang diajarkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist. 4. Sebagai umat Islam yang berilmu,
kita harus memperdalam ilmu dalam segala bidang seperti IPTEK dan ilmu yang
lainnya tanpa membedakan, dengan syarat kita tahu apa yang kita pelajari sesuai

18
dengan ajaran Islam. Untuk menjaga agama Islam dari pemusnahan orang-orang kafir,
kita sebagai umat Islam harus bersatu melindungi agama Islam.

19
DAFTAR PUSTAKA

Hasjmy, A., Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia, cet.1, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1990
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1994. Fauzi, Mahmud.
2009. Pendidikan Kemuhammadiyahan. Yogyakarta : Majelis Pendidikan Dasar dan
Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah

Pasha, Musthafa Kamal & Ahmad Adaby Darban. 2003. Muhammadiyah sebagai Gerakan
Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset

http://ferigramesa.blogspot.com/2013/05/sosok-kepribadian-kyai-ahmaddahlan.html.
Diunduh tanggal 28 Oktober 2017

Arifin, MT. 1990. Muhammadiyah Potret yang berubah. IGPFSB & KS, Surakarta.

Ricklefs, M.C. 2009. Sejarah Indonesia Modern 1200 – 2008. Serambi, Jakarta

-------------, 2007. Sejarah Indonesia Modern. Penerj : Dharmono Hardjowidjono. Gajah


Mada University, Yogyakarta.

Noer, Deliar. 1996. Gerakan modern islam di Indonesia 1900 – 1942. LP3ES, Jakarta

Pasha, Musthafa Kamal. 2005. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam. Pustaka SM,
Yogyakarta

Yatim, Badri. 1998. Sejarah Islam Indonesia. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam Departemen Agama, Jakarta.

-------------. 2005. Sejarah peradaban islam. Rajawali Pers, Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai