Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Sejarah Muhammadiyah

Tugas ini diajukan untuk memenuhi Mata Kuliah Kemuhammadiyahan

Dosen Pengampu : Garianto, M.Pd.I

Kelompok 2

1. Alfiah Agung Meiriyanto (20210008)

2. Riska Nurmala (20210013)

3. Anggi Wulandari (20210032)

Program Studi Pendidikan Ekonomi

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Metro

Tahun 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Salawat dan salam semoga tercurahkan kepada
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang
setia hingga akhir zaman.

Alhamdulillah, berkat izin Allah yang Maha Besar, makalah yang berjudul Sejarah
Muhammadiyah ini telah selesai kami garap. Di dalam makalah ini kami menjelaskan latar
belakang berdirinya organisasi Muhammadiyah, profil singkat KH. Ahmad Dahlan selaku
pendiri Muhammadiyah, visi dan misi Muhammadiyah, tujuan Muhammadiyah dan gerakan
Muhammadiyah.

Kami menyadari, dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, yang
disebabkan keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang kami miliki. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca umumnya.

                                                                             Metro, 06 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................1
C. Tujuan dan Manfaat................................................................................................................1
BAB II...................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN...................................................................................................................................2
A. Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah........................................................................2
B. Faktor – Faktor Yang Melatar Belakangi Berdirinya Muhammadiyah.............................3
C. Visi Dan Misi Muhammadiyah...............................................................................................4
D. Tokoh Pendiri Muhammadiyah.............................................................................................4
E. Maksud dan Tujuan Muhammadiyah...................................................................................5
BAB III..................................................................................................................................................8
PENUTUP.............................................................................................................................................8
A. Kesimpulan..............................................................................................................................8
B. Saran.........................................................................................................................................8
INTEGRASI AYAT............................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Muhammadiyah adalah salah satu oraganisasi Islam besar di Indonesia. Nama organisasi
ini diambil dari nama Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sehingga
Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi
Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman
Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang
bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan Kiyai Haji Ahmad Dahlan. Beliau
adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang.
Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan
amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali
kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist.
Berdasarkan itu kami ingin menggali lebih dalam tentang Muhammadiyah yang satu-
satunya menjadi organisasi masa islam yang modern tanpa mengesampingkan ajaran islam
itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang berdirinya Muhammadiyah
2.  Apa saja faktor yang melatar belakangi berdirinya Muhammadiyah?
3. Apa visi dan misi Muhammadiyah?
4. Siapa tokoh pendiri Muhammadiyah?
5.  Apa maksud dan tujuan didirikannya Muhammadiyah?

C. Tujuan dan Manfaat


1. Mengetahui tentang sejarah Muhammadiyah
2. Mengetahui factor berdirinya Muhammadiyah
3. Mengetahui visi dan misi serta tokoh-tokoh pendiri Muhammadiyah
4. Mampu mengetahui maksud dan tujuan dari berdirinya Muhammadiyah

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah

Muhammadiyah secara etimologis berarti pengikut nabi Muhammad, karena berasal dari
kata Muhammad, kemudian mendapatkan ya nisbiyah, sedangkan secara terminologi berarti
gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dan tajdid, bersumber pada al-Qur’an dan
as-Sunnah. Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November 1912 M)
merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah kelahiran sebuah gerakan
Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan perintisan atau kepeloporan
pemurnian sekaligus pembaruan Islam di negeri berpenduduk terbesar muslim di dunia.
Keinginan dari Kiyai Haji Akhmad Dahlan untuk mendirikan organisasi yang dapat
dijadikan sebagai alat perjuangan dan da’wah untuk nenegakan amar ma’ruf nahyi
munkar yang bersumber pada Al-Qur’an, surat Al-Imron:104 dan surat Al-ma’un sebagai
sumber dari gerakan sosial praktis untuk mewujudkan gerakan tauhid.
Ketidak murnian ajaran islam yang dipahami oleh sebagian umat islam Indonesia,
sebagai bentuk adaptasi tidak tuntas antara tradisi islam dan tradisi lokal nusantara dalam
awal bermuatan faham animisme dan dinamisme. Sehingga dalam prakteknya umat islam di
indonesia memperlihatkan hal-hal yang bertentangan dengan prinsif-prinsif ajaran islam,
terutama yang berhubuaan dengan prinsif akidah islam yag menolak segala bentuk
kemusyrikan, taqlid, bid’ah, dan khurafat. Sehingga pemurnian ajaran menjadi pilihan mutlak
bagi umat islam Indonesia.
Keterbelakangan umat islam indonesia dalam segi kehidupan menjadi sumber
keprihatinan untuk mencarikan solusi agar dapat keluar menjadi keterbelakangan.
Keterbelakangan umat islam dalam dunia pendidikan menjadi sumber utama keterbelakangan
dalam peradaban. Pesantren tidak bisa selamanya dianggap menjadi sumber lahirnya generasi
baru muda islam yang berpikir moderen. Kesejarteraan umat islam akan tetap berada dibawah
garis kemiskinan jika kebodohan masih melengkupi umat islam indonesia.
Maraknya kristenisasi di indonesia sebegai efek domino dari imperalisme Eropa ke dunia
timur yang mayoritas beragama islam. Proyek kristenisasi satu paket dengan proyek
imperialalisme dan modernisasi bangsa Eropa, selain keinginan untuk memperluas daerah
koloni untuk memasarkan produk-produk hasil refolusi industeri yang melada erofa.
Imperialisme Eropa tidak hanya membonceng gerilya gerejawan dan para penginjil
untuk menyampaikan ’ajaran jesus’ untuk menyapa umat manusia diseluruh dunia untuk
’mengikuti’ ajaran jesus. Tetapi juga membawa angin modernisasi yang sedang melanda
erofa. Modernisasi yang terhembus melalui model pendidikan barat (belanda) di indonesia
mengusung paham-paham yang melahirkan moernisasi erofa, seperti sekularisme,
individualisme, liberalisme dan rasionalisme. Jika penetrasi itu tidak dihentikan maka akan
terlahir generasi baru islam yang rasional tetapi liberal dan sekuler.

2
B. Faktor Objektif (Kondisi Sosial Dan Keagamaan Bangsa Indonesia Pada Zaman
Kolonial)

a. Kristenisasi
Faktor objektif yang bersifat eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran
Muhammadiyah adalah kristenisasi, yakni kegiatan-kegiatan yang terprogram dan sistematis
untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan, menjadi kristen.
Kristenisasi ini mendapatkan peluang bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah
Kolonialisme Belanda. Missi Kristen, baik Katolik maupun Protestan di Indonesia, memiliki
dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi Belanda. Bahkan kegiatan-kegiatan kristenisasi ini
didukung dan dibantu oleh dana-dana negara Belanda. Efektifitas penyebaran agama Kristen
inilah yang terutama mengguggah KH. Ahmad Dahlan untuk membentengi ummat Islam dari
pemurtadan.
b. Kolonialisme Belanda
Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi perkembangan Islam
di wilayah nusantara ini, baik secara sosial, politik, ekonomi maupun kebudayaan. Ditambah
dengan praktek politik Islam Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan terencana
ingin menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk melakukan
perlawanan. Menyikapi hal ini, KH. Ahmad Dahlan dengan mendirikan Muhammadiyah
berupaya melakukan perlawanan terhadap kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural,
terutama upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan. Faktor
objektif yang kedua secara ekternal, yaitu disebabkan politik kolonialisme dan imperialisme
Belanda yang menimbulkan perpecahan di kalangan bangsa Indonesia.
1) Periode Pertama (periode sebelum Snouck Hurgronje)
a. Belanda berprinsip agar penduduk Indonesia yang beragama Islam tidak memberontak.
b. Menerapkan dua strategi yaitu membuat kebijakan-kebijakan yang sifatnya membendung
dan melakukan kristenisasi bagi penduduk Indonesia.
c. Dalam pelarangan pengalaman ajaran islam, Belanda membatasi masalah ibadah haji
dengan berbagai aturan tetapi pelarangan ini justru kontraproduktif bagi Belanda karena
menjadi sumber pemicu perlawanan terhadap Belanda sebagai penjajah karena menghalangi
kesempurnaan islam seseorang.
2) Periode Kedua (periode setelah Snouck Hurgronje menjadi penasihat Belanda untuk
urusan pribumi di Indonesia)
a. Dalam hal ini,tidak semua kegiatan pengamalan Islam dihalangi bahkan dalam hal
tertentu didukung. Kebijakan didasarkan atas pengalaman Snouck berkunjung ke Makkah
dengan menyamar sebagai seorang muslim bernama Abdul Ghaffar.
b. Kebijakan Snouck didasarkan tiga prinsip utama,yaitu: Pertama rakyat indonesia
dibebaskan dalam menjalankan semua masalah ritual keagamaan seperti ibadah, Kedua
pemerintah berupaya mempertahankan dan menghormati keberadaan lembaga-lembaga sosial
atau aspek mu’amalah dalam islam, Ketiga pemerintah tidak menoleransi kegiatan apapun
yang dilakukan kaum muslimin yang dapat menyebarkan seruan-seruan Pan-Islamisme atau
menyebabkan perlawanan politik atau bersenjata menentang pemerintah kolonial Belanda

3
C. Faktor Subjektif Keprihatinan Dan Keterpanggilan KH. Ahmad Dahlan Terhadap
Umat Dan Bangsa

Faktor Subyektif yang sangat kuat, bahkan dikatakan sbagai faktor utama dan faktor
penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman KHA. Dahlan
terhadap Al Qur'an dalam menelaah, membahas dan meneliti dan mengkaji kandungan isinya.
Sikap KHA. Dahlan seperti ini sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah
sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat 82 dan surat MUhammad ayat
24 yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian
terhadap apa yang tersirat dalam ayat. Sikap seperti ini pulalah yang dilakukan KHA. Dahlan
ketika menatap surat Ali Imran ayat 104 : "Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan
mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung".
Memahami seruan diatas, KHA. Dahlan tergerak hatinya untuk membangan sebuah
perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad
pada melaksanakan misi dakwah Islam amar Makruf Nahi Munkar di tengah masyarakat kita.

D. Profil KH. A. Dahlan Dan Pemikirannya

Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis (lahir di Yogyakarta, 1 Agustus
1868 – meninggal di Yogyakarta, 23 Februari1923 pada umur 54 tahun) adalah seorang
Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga
K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar
Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H.
Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu.
Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan
Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak
keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik
bungsunya. Ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah
seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa.
Silsilahnya tersebut ialahMaulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin,
Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig
(Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas,
Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy
(Ahmad Dahlan).
Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada
periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam
Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika
pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.
Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa
ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH.

4
Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampungKauman,
Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai
Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan
Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad
Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan,
Siti Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai
Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir
Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai
Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah
dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta. KH. Ahmad Dahlan dimakamkan di
KarangKajen, Yogyakarta.
Pengalaman Organisasi Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang
gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup
berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi wiraswasta yang cukup
menggejala di masyarakat. Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan
mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati
di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di
organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi
Muhammad SAW.
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk
melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin
mengadakan suatu pembaruan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama
Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-
Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 November 1912.
Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik
tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan
resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan
dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru yang
menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa
Belanda yang Kristen, mengajar di sekolah Belanda, serta bergaul dengan tokoh-tokoh Budi
Utomo yang kebanyakan dari golongan priyayi, dan bermacam-macam tuduhan lain. Saat itu
Ahmad Dahlan sempat mengajar agama Islam di sekolah OSVIA Magelang, yang merupakan
sekolah khusus Belanda untuk anak-anak priyayi. Bahkan ada pula orang yang hendak
membunuhnya. Namun ia berteguh hati untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan
pembaruan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada
Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru
dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus
1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh
bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan
perkembangan organisasi ini. Maka dari itu kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah
dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, Imogiri dan lain-Iain telah berdiri

5
cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia
Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan
menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain.
Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Ujung Pandang, Ahmadiyah di Garut.
Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang
mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia
menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan
menjalankan kepentingan Islam.
Berbagai perkumpulan dan jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah,
diantaranya ialah Ikhwanul-Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci,
Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu
alal birri, Ta'ruf bima kanu wal- Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi.
Dahlan juga bersahabat dan berdialog dengan tokoh agama lain seperti Pastur van Lith pada
1914-1918. Van Lith adalah pastur pertama yang diajak dialog oleh Dahlan. Pastur van Lith
di Muntilan yang merupakan tokoh di kalangan keagamaan Katolik. Pada saat itu Kiai
Dahlan tidak ragu-ragu masuk gereja dengan pakaian hajinya.
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan
mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang
dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di
berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya
untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin
berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal7 Mei 1921 Dahlan
mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-
cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah
Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.
Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah
Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses
evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam
aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan
anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering
(persidangan umum).
Pahlawan Nasional
Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia
melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia
menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun
1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut:
1. KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari
nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat;
2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran
Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan
beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam;
3. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan
pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran
Islam; dan

6
4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori
kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat
dengan kaum pria

E. Faktor – Faktor Yang Melatar Belakangi Berdirinya Muhammadiyah

Setiap organisasi yang ada di dunia pada umumnya pasti memiliki faktor-faktor yang
melatar belakangi berdirinya organisasi tersebut. Khususnya
dalam organisasi Muhammadiyah memiliki beberapa faktor penting yaitu ada faktor dari
dalam dan faktor dari luar. Berikut kami kutip dari situs resmi Muhammadiyah tentang
faktor yang melatar belakangi berdirinya Muhammadiyah yaitu:

1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri umat islam sendiri
yang tercermin dalam dua hal, yaitu sikap beragama dan sistem pendidikan
islam.  Sikap beragama umat islam saat itu pada umumnya belum dapat dikatakan
sebagai sikap beragama yang rasional. Sirik, taklid, dan bid’ah masih menyelubungai
kehidupan umat islam, terutama dalam lingkungan kraton, dimana kebudayaan hindu
telah jauh tertanam. Sikap beragama yang demikian bukanlah terbentuk secara tiba-
tiba pada awal abad ke 20 itu, tetapi merupakan warisan yang berakar jauh pada masa
terjadinya proses islamisasi beberapa abad sebelumnya. Seperti diketahui proses
islamisasi di indonesia sangat di pengaruhi oleh dua hal, yaitu Tasawuf/Tarekat dan
mazhab fikih, dan dalam proses tersebut para pedagang dan kaum sufi memegang
peranan yag sangat penting. Melalui merekalah islam dapat menjangkau daerah-
daerah hampir diseluruh nusantara ini.
2. Faktor eksernal
Faktor lain yang melatarbelakangi lahirnya pemikiran Muhammadiah adalah
faktor yang bersifat eksternal yang disebabkan oleh politik penjajahan kolonial
belanda. Faktor tersebut antara lain tanpak dalam system pendidikan kolonial serta
usaha kearah westrnisasi dan kristenisasi.
Pendidikan kolonial dikelola oleh pemerintah kolonial untuk anak-anak bumi putra,
ataupun yang diserahkan kepada misi and zending Kristen dengan bantuan financial
dari pemerintah belanda. Pendidikan demikian pada awal abad ke 20 telah meyebar
dibeberapa kota, sejak dari pendidikan dasar sampai atas, yang terdiri dari lembaga
pendidikan guru dan sekolah kejuruan. Adanya lembaga pendidikan colonial
terdapatlah dua macam pendidikan diawal abad 20, yaitu pendidikan islam tradisional
dan pendideikan colonial. Kedua jenis pendidikan ini dibedakan, bukan hanya dari
segi tujuan yang ingin dicapai, tetapi juga dari kurikulumnya.
Pendidikan kolonial melarang masuknya pelajaran agama dalam sekolah-sekolah
colonial, dan dalan artian ini orang menilai pendidikan colonial sebagai pendidikan
yang bersifat sekuler, disamping sebagai peyebar kebudayaan barat. Dengan corak
pendidikan yang demikian pemerintah colonial tidak hanya menginginkan lahirnya

7
golongan pribumi yang terdidik, tetapi juga berkebudayaan barat. Hal ini merupakan
salah satu sisi politik etis yang disebut politik asisiasi yang pada hakekatnya tidak lain
dari usaha westernisasi yang bertujuan menarik penduduk asli Indonesia kedalam
orbit kebudayaan barat. Dari lembaga pendidikan ini lahirlah golongan intlektual yang
biasanya memuja barat dan menyudutkan tradisi nenekmoyang serta kurang
menghargai islam, agama yang dianutnya. Hal ini agaknya wajar, karena mereka lebih
dikenalkan dengan ilmu-ilmu dan kebudayaan barat yang sekuler  anpa
mengimbanginya dengan pendidiakan agama konsumsi moral dan jiwanya. Sikap
umat yang demikianlah tankanya yang dimaksud sebagai ancaman dan tantangan bagi
islam diawal abad ke 20.

F. Visi Dan Misi Muhammadiyah

Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang melaksanakan da’wah amar


ma’ruf  nahi munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi
Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Muhammadiyah berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut seluruh aspek
kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalat dunyawiyah yang
merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan
perseorangan maupun kolektif. Dengan mengemban misi gerakan tersebut
Muhammadiyah dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan Agama Islam menjadi
rahmatan lil-’alamin dalam kehidupan di muka bumi ini.
Visi Muhammadiyah adalah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan al-Qur’an dan
as-Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqamah dan aktif dalam
melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar di segala bidang, sehingga
menjadi rahmatan li al-‘alamin bagi umat, bangsa dan dunia kemanusiaan menuju
terciptanya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang diridhai Allah Subhanahu
wa taala dalam kehidupan di dunia ini. Misi Muhammadiyah adalah:
1. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah
Subhanahu wa taala yang dibawa oleh Rasulullah yang disyariatkan sejak
Nabi Nuh hingga Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
2. Memahami agama dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa
ajaran Islam untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan
kehidupan yang bersifat duniawi.
3. Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur’an sebagai kitab
Allah yang terakhir untuk umat manusia sebagai penjelasannya.
4. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan
masyarakat. Lihat Tanfidz Keputusan Musyawarah Wilayah ke-39
Muhammadiyah Sumatera Barat tahun 2005 di Kota SawahluntoMewujudkan
amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
Lihat Tanfidz Keputusan Musyawarah Wilayah ke-39 Muhammadiyah
Sumatera Barat tahun 2005 di Kota Sawahlunto

8
G. Tokoh Pendiri Muhammadiyah

Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Nama kecil KH. Ahmad
Dahlan adalah Muhammad Darwis. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara
yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Pendiri Muhammadiyah
ini termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang
terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa.
       Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul
Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig
(Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas,
Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy
(Ahmad Dahlan).
       Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode
ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam,
seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang
kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun
1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat
berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari.
Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
       Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai
Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan
Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad
Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan,
Siti
       Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H.
Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad
Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan
Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin
Pakualaman Yogyakarta.

H. Maksud dan Tujuan Muhammadiyah

Segala hal yang dikerjakan oleh muhammadiyah didahului dengan adanya maksud dan
tujuan tertentu. Dan dengan maksud dan tujuan itu pula akan mengarahkan gerak perjuangan
gerak perjuangan, menentukan besar kecillnya kegiatan serta macam macam amal usaha
muhammadiyah. Pada waktu pertama berdirinya Muhamadiyah memiliki maksud dan tujuan
sebagi berikut:
1. Menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam kepada penduduk bumi-putra, di dalam residensi Yogyakarta.
2. Memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya
Sejak pertama kali didirikan oleh Ahmad Dahlan sampai Muktamar Muhammadiyah ke-
44 di Jakarta tahun 2000. Rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah telah mengalami
tujuh kali perubahan redaksional, susunan bahasan dan istilah yang dipergunakan. Saat ini
Muhammadiyah menggunakan rumusan yang dihasilkan saat Muktamar ke-34 di Yogyakarta,

9
yaitu : “Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujudnya masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya.”

Muhammadiyah juga hadir dengan ciri-ciri yang melekat dalam aktivis pergerakannya
sebagai berikut :
1. Muhammadiyah sebagai gerakan Gerakan Islam
Muhammadiyah secara proaktif tampil mempelopori pembaharuan untuk
kesempurnaan. Karena Muhammadiyah merupakan gerakannya Islam, maka gerak- gerik
langkah usahanya selalu berdasarkantuntunan agama Islam, sehingga segala sesuatunya
dijalankan dengan cara-cara yang dibenarkan oleh ajaran Islam.
            Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah, maka jelaslah bahwa sesungguhnya
kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena di ilhami, di motivasi dan di  semnangati oleh
ajaran-ajaran Al Quran. Oleh karena itu, seluruh gerak dan  langkahnya tidak ada motif lain,
kecuali semata-mata untuk merealisasikan prinsip- prinsip ajaran Islam, baik dalam bidang
pendidikan dan pengajaran, kemasyarakatan,  kerumahtanggaan, perekonomian dan
sebagainya yang tidak dapat dilepaskan dari  ajaran-ajaran Islam.
            Tegasnya, gerakan Muhammadiyah hendak berusaha untuk  menampilkan wajah
Islam dalam wujud yag riil, konkret dan nyata, yang daopat  dihayati dirasakan dan dinikmati
oleh umat, sebagai rahmatan lil a’lamin.
2. Muhammadiyah sebagai gerakan Dakwah
            Karena pola gerakannya berdasarkan pada QS. Ali Imran ayat 104, maka
tampak  bahwa sifat gerakannya selalu mendakwahkan Islam, di tengah-tengah
masyarakat  dalam berbagai bentuk. Dalam dakwah amar ma’ruf nai nahi mungkar
Muhammadiyah mengarahkan kepada  dua bidang :
 Bidang Perorangan
 Orang yang telah masuk Islam, sifat dakwahnya adalah tajdid, yaitu pemurnian ajaran
agama Islam sebagaimana yang telah diajarkan dalam Al-Quran dan Al-Hadist,
pemurnian itu meliputi :
Pemurnian Akidah, yaitu tauhid yang bersih dari tahayyul. Khutofat dan syirik serta
pengamatan terhadap benda-benda serta pengeramatan terhadapan manusia baik yang
hidup maupun yang sudah mati.
Pemurnian Ibadah, yaitu membersihkan amal ibadah dari bid’ah dan taqlid, seperti :
berkirim pahala kepada orang yang telah mati dengan bermacam-macam bacaan dan
memperingatinya pada hari tertentu. Memurnikah Akhlak, yaitu berakhlak sesuai
yang dituntunkan Nabi Muhammad SAW.
 Orang yang belum masuk Islam, sifat dakwahnya adalah seruan dan ajakan disertai
dengan berbagai alasan dan penjelasan yang penuh dengan kebijaksanaan, sehingga
akhirnya menjatuhkan pilihan Islam sebagai agama yang mampu menyelamatkan
dirinya baik di dunia maupun di akhirat.
 Bidang Masyarakat
 Sifat dakwahnya berupa bimbingan, perbaikan, dan peringatan kepada
masyarakat, sambil meyakinkan mereka, bahwa perbaikan masyarakat akan

10
mereka peroleh apabila mereka melaksanakan petunjuk-petunjuk Allah sebagai
pedoman dalam segala segi kehidupannya. Semua itu dilaksanakansemata-mata
untuk kemaslahatan masyarakat itu sendiri.

3. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Tajdid


            Muhammadiyah selalu melangkah dan bergerak sesuai tuntunan nash Al Quran dan
Sunnah, serta menunjukkan metode-metode baru dalam melaksanakan ajaran Islam di
tengah-tengah kehidupan dan perkembangan masyarakat.
            Pada ciri ketiga ini yang sangat melekat pada gerakan Muhammadiyah adalah adanya
gerakan tajdid atau reformasi. Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah menempatkan diri
sebagai salah satu organisasi yang berkhidmat menyebarluaskan ajaran ajaran Islam
sebagaimana yang tercantum dalam Al Quran dan Sunnah. Disamping itu juga sekaligus
membersihkan berbagai amalan umat yang terang-terangan menyimpang dari ajaran Islam,
baik berupa bid’ah, khurafat dan syirik, karena bagi Muhammadiyah segala bentuk amalan
yang bernuansa sinkretisme maupun formalis merupakan benalu  yang dapat merusak akidah
dan ibadah seseorang.

            Sifat tajdid yang dilakukan Muhammadiyah tidak hanya sebatas pengertian upaya
pemurnian ajaran Islam dari kotoran yan menempel pada tubuhnya, melainkan juga termasuk
upaya Muhammadiyah melakukan pembaharuan dalam hal cara-cara pelaksanaan ajaran
Islam dalam kehidupan bermasyarakat, semacam penyantunan terhadap fakir miskin dan
anak yatim, cara pengelolaan rumah sakit, pelaksanaan shalat id, pelaksanaan qurban, dan
sebagainya.
            Untuk membedakan antara keduanya, maka tajdid dalam pengertian ‘pemurnian’
dapat disebut dengan purifikasi dan tajdid dalam pengertian pembaharuan dapat disebut
reformasi.
            Jadi jelas, bahwa persyarkiatan Muhammadiyah adalah merupakan sebuah gerakan
tajdid yang tergolong dalam purifikasi sekaligus reformasi.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Muhammadiyah adalah salah satu oraganisasi Islam besar di Indonesia.
Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi
wa sallam, sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang
yang menjadi pengikut Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8
Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama
Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan Kiyai Haji Ahmad Dahlan.
Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib
dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam
keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik,
beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam
yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist.

B. Saran
Dalam penyusunan makalah yang berjudul “Sejarah Muhammadiyah”,
kami dari kelompok 3 menyadari bahwa masih banyak kesalahan sehingga
belum sempurnanya makalah kami. Maka kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari dosen pembimbing dan teman-teman sekalian.

12
INTEGRASI AYAT

DAFTAR PUSTAKA

      https://tonijulianto.wordpress.com/2012/12/14/sejarah-berdirinya-muhammadiyah-di-
indonesia/
      http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-44-cam-tentang-muhammadiyah.html
      http://www.muhammadiyah.or.id/content-178-det-sejarah-singkat.html
      http://suara-muhammadiyah.com/
      http://www.biografiku.com/2011/12/biografi-kh-ahmad-dahlan.html

13

Anda mungkin juga menyukai