Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH AL ISLAM

LATAR BELAKANG BERDIRINYA


MUHAMMADIYAH
DOSEN PEMBIMBING : Dr. H. M Rasyad Zein. MM

DI SUSUN OLEH :

ABDUL ROHMAN ( 210501023 )

IMAM FIRMANSYAH ( 210501177 )

MUHAMMAD KHAIRUR ROHIM (210501098 )

SELLA LISRIANI PUTRI ( 210501175 )

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Salawat dan salam semoga
tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, keluarga,
sahabat, dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Alhamdulillah, berkat izi Allah yang Maha Besar, makalah yang berjudul
Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah ini telah selesai kami garap. Di dalam
makalah ini kami menjelaskan latar belakang berdirinya organisasi
Muhammadiyah dan profil singkat KH. Ahmad Dahlan selaku pendiri
Muhammadiyah.
Kami menyadari, dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan, yang disebabkan keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang
kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan
dan kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca
umumnya.

Pekanbaru, 12 Oktober 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Latar Belakang...........................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah......................................................................................1

1.2.1 Apa latar belakang berdirinya Muhammadiyah ?.................................1


1.2.2 Apa visi dan misi Muhammadiyah?......................................................1
1.2.3 Bagaimana riwayat tokoh pendiri Muhammadiyah ?...........................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
2.1 Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah..............................................2

2.2 Faktor-faktor yang melatar belakangi berdirinya organisasi


Muhammadiyah.........................................................................................3

2.2.1. Faktor Individu KH. Dahlan (Subyektif ).............................................4


2.2.2. Faktor Eksternal (obyektif)...................................................................4
2.3 Visi dan Misi Muhammadiyah..................................................................9

2.4 Profil Pendiri Muhammadiyah.................................................................10

2.5 Lambang Muhammadiyah.......................................................................12

2.5.1.Bentuk Lambang..................................................................................12

2.5.2. Penjelasan Lambang...........................................................................12

2.6 Maksud Dan Tujuan Muhammadiyah.....................................................14

3.1.Kesimpulan..................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Muhammadiyah adalah salah satu oraganisasi Islam besar di Indonesia. Nama
organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi
pengikut Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Muhammadiyah
didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18
Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian
dikenal dengan Kiyai Haji Ahmad Dahlan. Beliau adalah pegawai kesultanan
Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat
keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh
dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk
mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan
Qur`an dan Hadist.
Berdasarkan itu kami ingin menggali lebih dalam tentang Muhammadiyah
yang satu-satunya menjadi organisasi masa islam yang modern tanpa
mengesampingkan ajaran islam itu sendiri.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1 Apa latar belakang berdirinya Muhammadiyah ?

1.2.2 Apa visi dan misi Muhammadiyah?

1.2.3 Bagaimana riwayat tokoh pendiri Muhammadiyah ?

1.2.4

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah


Muhammadiyah secara etimologis berarti pengikut nabi Muhammad, karena
berasal dari kata Muhammad, kemudian mendapatkan ya nisbiyah, sedangkan
secara terminologi berarti gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dan
tajdid, bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah. Berkaitan dengan latar belakang
berdirinya Muhammadiyah secara garis besar faktor penyebabnya adalah
pertama, faktor subyektif adalah hasil pendalaman KH. Ahmad Dahlan terhadap
al-Qur’an dalam menelaah, membahas dan mengkaji kandungan isinya. Kedua,
faktor obyektif  di mana dapat dilihat secara internal dan eksternal. Secara internal
ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya al-Qur’an dan as-Sunnah
sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagiab besar umat Islam Indonesia.
Keinginan dari Kiyai Haji Akhmad Dahlan untuk mendirikan organisasi yang
dapat dijadikan sebagai alat perjuangan dan da’wah untuk nenegakan amar
ma’ruf nahyi munkar yang bersumber pada Al-Qur’an, surat Al-Imron:104 dan
surat Al-ma’un sebagai sumber dari gerakan sosial praktis untuk mewujudkan
gerakan tauhid.
Ketidak murnian ajaran islam yang dipahami oleh sebagian umat islam
Indonesia, sebagai bentuk adaptasi tidak tuntas antara tradisi islam dan tradisi
lokal nusantara dalam awal bermuatan faham animisme dan dinamisme.
Sehingga dalam prakteknya umat islam di indonesia memperlihatkan hal-hal
yang bertentangan dengan prinsif-prinsif ajaran islam, terutama yang berhubuaan
dengan prinsif akidah islam yag menolak segala bentuk kemusyrikan, taqlid,
bid’ah, dan khurafat. Sehingga pemurnian ajaran menjadi pilihan mutlak bagi
umat islamm Indonesia.
Keterbelakangan umat islam indonesia dalam segi kehidupan menjadi sumber
keprihatinan untuk mencarikan solusi agar dapat keluar menjadi keterbelakangan.
Keterbelakangan umat islam dalam dunia pendidikan menjadi sumber utama
keterbelakangan dalam peradaban. Pesantren tidak bisa selamanya dianggap
menjadi sumber lahirnya generasi baru muda islam yang berpikir moderen.

2
Kesejarteraan umat islam akan tetap berada dibawah garis kemiskinan jika
kebodohan masih melengkupi umat islam indonesia.
Maraknya kristenisasi di indonesia sebegai efek domino dari imperalisme
Eropa ke dunia timur yang mayoritas beragama islam. Proyek kristenisasi satu
paket dengan proyek imperialalisme dan modernisasi bangsa Eropa, selain
keinginan untuk memperluas daerah koloni untuk memasarkan produk-produk
hasil refolusi industeri yang melada erofa.
Imperialisme Eropa tidak hanya membonceng gerilya gerejawan dan para
penginjil untuk menyampaikan ’ajaran jesus’ untuk menyapa umat manusia
diseluruh dunia untuk ’mengikuti’ ajaran jesus. Tetapi juga membawa angin
modernisasi yang sedang melanda erofa. Modernisasi yang terhembus melalui
model pendidikan barat (belanda) di indonesia mengusung paham-paham yang
melahirkan moernisasi erofa, seperti sekularisme, individualisme, liberalisme dan
rasionalisme. Jika penetrasi itu tidak dihentikan maka akan terlahir generasi baru
islam yang rasional tetapi liberal dan sekuler.

2.2 Faktor-faktor yang melatar belakangi berdirinya organisasi


Muhammadiyah
Secara umum faktor pendorong kelahiran Muhammadiyah bermula dari
beberapa kegelisahan dan keprihatinan socialreligius, dan moral. Kegelisahan
social ini terjadi disebabkan oleh suasana kebodohan, kemiskinan, dan
keterbelakangan umat. Kegelisahan religius muncul karena melihat praktik
keagamaan yang mekanistik tanpa terlihat kaitannya dengan perilaku social dan
positif disamping sarat dengan takhayul, bid’ah dan khurafat.Kegelisahan moral
disebabkan oleh kaburnya batas antara baik dan buruk, pantas dan tidak pantas.
Ditinjau dari berbagai faktor, menurut M. Kamal Pasha dan A. Adaby Darban
dalam bukunya ”Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dalam perspektif
Historis dan Idiologis” latar belakang berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah
secara garis besarnya dapat dibedakan menjadi 2 faktor penyebab, 1 yaitu:

3
2.2.1. Faktor Individu KH. Dahlan (Subyektif )
Faktor subyektif2 yang sangat kuat bahkan dapat dikatakan sebagai faktor
utama dan penentu dalam mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah
pendalaman dan kajian KH. A. Dahlan terhadap al-Qur’an yang kritis. Ketika
memahami QS. Ali Imron: 104,

Ayat tersebut benar-benar dapat menginspirasi KH. A. Dahlan sehingga


tergerak hatinya untuk membangun sebuah perkumpulan, organisasi, atau
persyarikatan yang teratur, dan rapi yang tugasnya berkhidmat melaksanakan
misi dakwah Islam amar makruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat luas.

2.2.2. Faktor Eksternal (obyektif)


1) Ketidakmurnian dan tidak selarasnya Amalan Islam dengan Qur’an
dan Sunnah
Dalam realitas empirik, praktek-praktek ritual (ubudiyah) masih

banyak bercampur aduk antara apa yang diajarkan oleh Islam dengan

berbagai amalan lain yang yang berasal dari ritual kepercayaan lain.
Sebagai contoh, masih mentradisinya sesaji yang ditujukan kepada para
arwah, kepada roh-roh halus, selamatan saat kematian misalnya menujuh
hari, empat puluh hari, seratus hari, seribu hari dengan dibacakan bacaan
tertentu seperti bacaan tahlil, yasin, ayat kursi dan sebagainya yang
pahalanya dihadiahkan kepada orang yang sudah meninggal. Amalan
tersebut jelas sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam Dalam hal
kepercayaan, masyarakat.
Islam masih banyak yang percaya terhadap perantara (washilah) yang

4
akan menghubungkan antara dirinya dengan Allah, seperti bertawashul
kepada Syaikh Abdul Kadir Jailani, kepada Nabi, Malaikat, para Auliya
(wali) dan lainya. Paham ini jelas bukan dari Islam, bahkan dalam konsep
Islam, Tuhan sangat dekat sekali dengan hambanya, yang oleh karenanya
tidak memerlukan perantara sewaktu memohon kepadanya.

2) Tidak Terdapat Lembaga Pendidikan Islam yang Memadai


Lembaga pendidikan Islam yang ada pada saat itu adalah pesantren
yang hanya mengajarkan ’mata pelajaran agama’ dalam arti sempit, yaitu
terbatas pada bidang: fiqh agama, yang meliputi mata pelajaran bahasa
Arab, terjemah, tafsir, hadis, tasawuf/akhlak, aqaid, ilmu mantiq, dan ilmu
falaq. Sedangkan mata pelajaran yang bersangkut paut dengan urusan
keduniaan (muamalah duniawiyah), yang sering disebut ilmu pengetahuan
umum seperti sejarah, ilmu bumi, fisika, kimia, biologi, matematika,
ekonomi, dan sosiologi sama sekali tidak diperkenalkan di lembaga
pendidikan Pesantren. Padahal lewat ilmu-ilmu pengetahuan ini, seorang
muslim akan mampu melaksanakan tugas-tugas keduniaan yang penting.
Melihat situasi semacam ini, KH. Ahmad Dahlan berikhtiaruntuk
menyempurnakan pendidikan yang ada dengan mengintegrasikan dengan
ilmu-ilmu pengetahuan umum. Sehingga dengan pendidikan yang padu
tersebut akan lahir generasi muslim yang ”bertakwa kepada
Allah”sekaligus ”cerdas lagi terampil”, yang dalam terminologi al-Qur’an
disebut sebagai ”ulul albab”7

3) Kelemahan kepemimpinan Islam


Menurut Dahlan, ada tiga kelemahan pemimpin : (1) terbatasnya
pengetahuan; (2) lebih banyak berbicara dari pada berbuat; (3) lebih
mementingkan kelompok daripada kepentingan umum. Bagi Dahlan
persaudaraan dan kebahagiaan hidup bersama adalah suatu kebenaran.
Dalam perspektif ini kelahiran Muhammadiyah didorong oleh kesadaran
yang dalam tentang tanggung jawab sosial yang pada masa itu sangat

5
terabaikan. Dengan kata lain, doktrin sosial Islam tidak digumulkan dengan
realitas kehidupan umat.

4) Meningkatnya gerakan misi agama lain ke masyarakat Indonesia


Kaum kolonial termasuk Belanda masuk menjajah Indonesia
mengibarkan panji ”tiga G”, yaitu glory, gold, dan gospel. Pertama,
Glory (menang) suatu motif untuk menjajah dan menguasai negeri jajahan
sebagai daerah kekuasaanya. Kedua, gold (emas, kekayaan) adalah motif
ekonomi yaitu, mengeksploitasi, memeras, dan mengeruk harta kekayaan
negeri jajahan. Ketiga, gospel (injil) yaitu motif menyebarluaskan ajaran
Kristen kepada anak negeri jajahan. Untuk motif yang ketiga B.G.
Schweits menyatakan: ”... oleh karena penduduk pribumi, yang mengenal
eratnya hubungan agama dengan pemerintahan, setelah masuk Kristen
akan menjadi warga-warga loyal lahir batin bagi Kompeni, sebutan yang
diberikan kepada administrasi Belanda itu”.
Dalam mewujudkan ketiga motif tersebut, Pemerintah Hindia Belanda
menggarap penduduk bumi putra lewat dua langkah besar, yaitu: program
asosiasi dan Kristenisasi. Program asosiasi ialah program pembudayaan
yaitu mengembangkan budaya barat sedemikian rupa hingga orang
Indonesia mau menerima kebudayaan barat sebagai kebudayaan mereka
walaupun tanpa mengesampingkan kebudayaanya sendiri. Program ini
sering juga disebut dengan program westernisasi. Sementara program
kristenisasi, yaitu program yang ditujukan untuk mengubah agama
penduduk, yang Islam maupun yang bukan menjadi Kristen. Pada abad ke
19, banyak orang Belanda baik di negerinya sendiri maupun di Hindia
Belanda sangat berharap untuk menghilangkan pengaruh Islam dengan
proses Kristenisasi secara cepat atas sebagain besar orang Indonesia.
Pelaksanaan program kristenisasi ini semakin meningkat pada waktu
pemerintah Hindia Belanda dipimpin oleh seorang Gubernur Jenderal
A.W.F.Idenburg (1909-1916) dengan melancarkan program yang lebih
populer dengan sebutan ”Kristening Politik”. Konstitusi Belanda

6
memperkenankan misi-misi Kristen, baik Roma Katholik maupun
Protestan untuk beroperasi di Indonesia, dan pekerjaan misi di daerah
koloni dibantu oleh dana negara. Dengan adanya program ini, sejarah
mencatat bahwa setelah tahun 1909 kelompok-kelompok Zending Kristen
sangat cepat memperluas kegiatan mereka di daerah kepuluan indonesia.

5) Tekanan Dunia Barat, terutama bangsa Belanda ke Indonesia


Hadirnya bangsa-bangsa Eropa Belanda ke Indonesia, khususnya

dalam aspek kebudayaan, peradaban dan keagamaan telah membawa


pengaruh buruk terhadap perkembangan Islam Indonesia. Lewat
pendidikan model barat yang mereka kembangkan, dengan ciri- cirinya
yang sangatmenonjolkansifatintelektualisme, individualisme, elitis,
diskriminatik, serta sama sekali tidak memperhatikan dasar- dasar moral
keagamaan (sekuler), maka lahirlah suatu generasi baru bangsa Indonesia
yang terkena pengaruh paham rasionalisme dan individualisme dalam pola
fikir mereka. Bahkan lebih jauh, HJ. Benda menyatakan bahwa
“pendidikan Barat adalah alat yang paling pasti untuk mengurangi dan
akhirnya mengalahkan pengaruh Islam di Indonesia”.
Apa yang diharapkan oleh pemerintah Belanda di atas, tanda- tandanya
segera terlihat, antara lain: seperti munculnya sikap acuh tak acuh terhadap
agama Islam, kalau tidak malah melecehkan. Mereka menganggap selama
mereka masih menampakan ke- Islam-annya, mereka rasanya belum dapat
disebut sebagai orang modern, orang yang berkemajuan. Lebih dari pada
itu, dalam menyikapi kehidupan umat Islam di Indonesia, Belanda benar-
benar mengikuti petunjuk Snouck Horgronje. Ia merekomendasikan kepada
Pemerintah Belanda bahwa sebenarnya Islam dapat dibagi dua, yaitu Islam
religius dan Islam politik. Terhadap Islam religius dia menyarankan agar
pemerintah bersikap toleran. Bahkan sikap seperti ini dinyatakan sebagai
conditio sine qua non, syarat yang tidak boleh tidak harus diwujudkan
demi menjaga ketenangan dan stabilitas, seperti memberikan toleransi
kepada umat Islam untuk mengerjakan ibadah sembahyang, haji, dan

7
sebagainya. Sementara terhadap Islam politik, pemerintah dianjurkan tidak
memberikan toleransi sama sekali, bahkan sebaliknya harus ditekan
semaksimal mungkin. Tegasnya bagi pemerintah Belanda dalam menyikapi
umat Islam Indonesia harus membedakan Islam ke dalam dua kategori,
musuh Belanda bukan Islam sebagai agama, akan tetapi yang menjadi
musuh Belanda adalah Islam sebagai doktrin politik.

6) Pengaruh dari gerakan pembaharuan dalam Dunia Islam.


Gerakan Muhammadiyah yang dibangun oleh KH. A. Dahlan
sesungguhnya merupakan salah satu mata rantai yang panjang dari
gerakan pembaharuan dalam Islam yang dimulai sejak tokoh pertamanya,
yaitu Syaikh Ibn Taimiyah, Ibnul Qayyim al-Jauziyah, Muhammad bin
Abdul Wahhab, Sayyid Jamaluddin al-fghani, Muhammad Abduh, Rasyid
Ridha dan sebagainya. Terutama sekali pengaruh dari Muhammad Abduh
lewat tafsirnya yang terkenal, yaitu al-Manar suntingan Rasyid Ridha serta
majalah al-Urwatul Wustqa.
Lewat telaah KH. A. Dahlan terhadap berbagai karya para tokoh
pembaharu di atas serta kitab-kitab lainya yang seluruhnya
menghembuskan angin segar untuk memurnikan ajaran Islam dari berbagai
ajaran sesat dengan kembali pada al-Qur’an dan as-Sunnah, mendapat
inspirasi yang kuat untuk membangun sebuah gerakan Islam yang
berwibawa, teratur, tertib, dan penuh disiplin guna dijadikan wahana untuk
melaksanakan dakwah Islam amar makruf nahi maunkar di tengah-tengah
masyarakat Indonesia. Dan sekian faktor yang melatar belakangi berdirinya
Muhmmadiyah, Prof. Dr.Mukti Ali dalam bukunya ”interpretasi Amalan
Muhammadiyah” menyimpulkan adanya empat faktor yang cukup
menonjol, yaitu :
1. ketidakbersihan dan campur – aduknya kehidupan agama Islam di
Indonesia
2. ketidak efisienan lembaga-lembaga pendidikan Islam
3. aktifitas misi-misi katholik dan protestan

8
4. sikap acuh tak acuh, malah kadang-kadang sikap merendahkan dari
golongan intelegensi terhadap Islam.

2.3 Visi dan Misi Muhammadiyah


Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang melaksanakan da’wah amar
ma’ruf nahi munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung
tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Muhammadiyah berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut seluruh aspek
kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalat dunyawiyah yang
merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan
perseorangan maupun kolektif. Dengan mengemban misi gerakan tersebut
Muhammadiyah dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan Agama Islam
menjadi rahmatan lil-’alamin dalam kehidupan di muka bumi ini.
Visi Muhammadiyah adalah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan al-
Qur’an dan as-Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqamah
dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar di segala
bidang, sehingga menjadi rahmatan li al-‘alamin bagi umat, bangsa dan dunia
kemanusiaan menuju terciptanya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang
diridhai Allah Subhanahu wa taala dalam kehidupan di dunia ini. Misi
Muhammadiyah adalah:
1) Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah
Subhanahu wa taala yang dibawa oleh Rasulullah yang disyariatkan sejak
Nabi Nuh hingga Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
2) Memahami agama dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa
ajaran Islam untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan
kehidupan yang bersifat duniawi.
3) Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur’an sebagai
kitab Allah yang terakhir untuk umat manusia sebagai penjelasannya.
4) Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan
masyarakat. Lihat Tanfidz Keputusan Musyawarah Wilayah ke-39
Muhammadiyah Sumatera Barat tahun 2005 di Kota Sawahlunto.

9
2.4 Profil Pendiri Muhammadiyah
Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Nama kecil
KH. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwis. Ia merupakan anak keempat dari
tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik
bungsunya. Pendiri Muhammadiyah ini termasuk keturunan yang kedua belas
dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara Walisongo,
yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa.
Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana
'Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman
Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung
Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu
Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).
Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun.
Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran
pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha
dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia
berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke
Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada
Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada
tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri,
anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad
Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya
dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu
Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah.
Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah,
janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir
Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya
dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah.
Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.

10
Dengan maksud mengajar agama, pada tahun 1909 Kiai Dahlan masuk Boedi
Oetomo - organisasi yang melahirkan banyak tokoh-tokoh nasionalis. Di sana
beliau memberikan pelajaran-pelajaran untuk memenuhi keperluan anggota.
Pelajaran yang diberikannya terasa sangat berguna bagi anggota Boedi Oetomo
sehingga para anggota Boedi Oetomo ini menyarankan agar Kiai Dahlan
membuka sekolah sendiri yang diatur dengan rapi dan didukung oleh organisasi
yang bersifat permanen.
Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari nasib seperti pesantren
tradisional yang terpaksa tutup bila kiai pemimpinnya meninggal dunia. Saran itu
kemudian ditindaklanjuti Kiai Dahlan dengan mendirikan sebuah organisasi yang
diberi nama Muhammadiyah pada 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330).
Organisasi ini bergerak di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Melalui
organisasi inilah beliau berusaha memajukan pendidikan dan membangun
masyarakat Islam.
Nama Kiai Haji Akhmad Dahlan pun semakin tersohor di dunia. Dalam
kancah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, peranan dan sumbangan
beliau sangatlah besar. Kiai Dahlan dengan segala ide-ide pembaruan yang
diajarkannya merupakan saham yang sangat besar bagi Kebangkitan Nasional di
awal abad ke-20.
Kiai Dahlan menimba berbagai bidang ilmu dari banyak kiai yakni KH.
Muhammad Shaleh di bidang ilmu fikih; dari KH. Muhsin di bidang ilmu
Nahwu-Sharaf (tata bahasa); dari KH. Raden Dahlan di bidang ilmu falak
(astronomi); dari Kiai Mahfud dan Syekh KH. Ayyat di bidang ilmu hadis; dari
Syekh Amin dan Sayid Bakri Satock di bidang ilmu Al-Quran, serta dari Syekh
Hasan di bidang ilmu pengobatan dan racun binatang.
Pada usia 54 tahun, tepatnya pada tanggal 23 Februari 1923, Kiai Haji
Akhmad Dahlan wafat di Yogyakarta. Beliau kemudian dimakamkan di kampung
Karangkajen, Brontokusuman, wilayah bernama Mergangsan di Yogyakarta.
Atas jasa-jasa Kiai Haji Akhmad Dahlan maka negara menganugerahkan kepada
beliau gelar kehormatan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Gelar

11
kehormatan tersebut dituangkan dalam SK Presiden RI No.657 Tahun 1961, tgl
27 Desember 1961.
Kisah tentang KH Ahmad Dahlan juga diangkat ke layar lebar pada tahun
2010 dengan judul film 'Sang Pencerah' yang menceritakan tentang kisah KH
Ahmad Dahlan dan terbentuknya Muhammadiyah. Tokoh KH Ahmad Dahlan
sendiri dibintangi oleh Iksan Tarore sebagai Tokoh Ahmad Dahlan Muda dan
kemudian Lukman Sardi sebagai KH Ahmad Dahlan. Film ini sendiri disutradarai
oleh Hanung Bramatyo.

2.5 Lambang Muhammadiyah


2.5.1. Bentuk Lambang
Sebuah organisasi biasanya mempunyai lambang sebagai sebuah
simbol pemersatu bagi pengikutnya. Dan setiap lambang yang dibuat tentu
saja mempunyai makna filosofis yang mendalam yang erat hubunganya
dengan visi dan misi gerakan.
Bentuk lambang Muhammadiyah adalah matahari yang memancar-
kan dua belas sinar ke semua penjuru, dengan sinar yang bersih putih
bercahaya. Ditengah-tengahnya terdapat tulisan arab berbunyi
Muhammadiyah, dan pada lingkaran bagian atas dan bagian bawah terdapat
tulisan dua kalimah syahadat. Seluruh gambar matahari dengan atributnya
berwarna putih dan terletak di atas warna dasar hijau daun.
2.5.2. Penjelasan Lambang
Matahari merupakan salah satu benda langit ciptaan Allah. Dalam
sistem tata surya matahari menepati posisi sentral (holiosentris) yaitu
menjadi titik pusat dari semua planet-planet lain. Matahari merupakan
benda langit yang darinya sendiri memiliki kekuatan memancarkan sinar
panas yang sangat berguna bagi kehidupan biologis semua makhluk hidup
yang ada di bumi. Dan tanpa sinar matahari, bumi akan membeku dan gelap
gulita, sehingga semua makhluk hidup tidak mungkin dapat meneruskan
kehidupanya.

12
Muhammadiyah menggambarkan jati diri, gerak, serta manfaatnya
sebagaimana matahari. Kalau matahari menjadi penyebab lahiriyah
berlangsungnya kehidupan secara biologis bagi seluruh makhluk hidup yang
ada di bumi, maka Muhammadiyah akan menjadi penyebab lahiriyah
berlangsungnya kehidupan secara spiritual, rohaniah bagi semua orang yang
mau menerima pancaran sinarnya yang berupa ajaran Islam sebagaimana
termuat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Ajaran Islam yang hak dan lagi
sempurna itu seluruhnya berintikan dua kalimat syahadat. Kehidupan
ruhaniah karena sinar dua kalimat syahadat itulah digambarkan oleh QS al-
Anfal: 24.

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan


Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi
kehidupan kepada kamu, Ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah
membatasi antara manusia dan hatinya dan Sesungguhnya kepada-
Nyalah kamu akan dikumpulkan. (QS al-Anfal: 24)
Dua belas sinar matahari yang memancar ke seluruh penjuru men-
gibaratkan tekad dan semangat pantang menyerah dari warga Muham-
madiyah dalam memperjuangkan Islam di tengah-tengah masyarakat In-
donesia sebagai tekad dan semangat pantang mundur dan menyerah dari
kaum hawary, sahabat nabi Isa AS yang jumlahnya 12 orang. Karena tekad
dan semangatnya telah teruji secara meyakinkan maka Allah pun berke- nan
mengabadikan mereka dalam QS al-Shaff (61): 14.

13
Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah
sebagaimana Isa ibnu Maryam Telah Berkatakepadapengikut-
pengikutnya yang setia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-
penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?” pengikut-pengikut
yang setia itu berkata: “Kamilah penolong-penolong agama Allah”,
lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan lain kafir;
Maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman
terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang
yang menang.(QS al-Shaff (61): 14.
Warna putih pada seluruh gambar matahari melambangkan kesucian
dan keikhlasan. Keikhlasan yang menjadi inti ajaran Islam sebagaimana
yang diajarkan rasulullah, dijadikan jiwa dan ruh perjuangan
Muhammadiyah, dan yang sejak awal sudah ditanamkan oleh KH. A.Dahlan.
Oleh karena itu, Muhammadiyah dalam berjuang untuk menegakan dan
menjunjung tinggi agama Islam semata-mata mengharapkan keridhaan
Allah. Karena keyakinan yang sungguh-sungguh pada setiap perjuangan
yang didasari oleh iman dan ikhlas, maka kekuatan apapun tidak ada yang
mampu mematahkanya.

Warna hijau yang menjadi warna dasar melambangkan kedamaian


dan kesejahteraan. Muhammadiyah berjuang di tengah-tengah masyarakat
Indonesia dalam rangka merealisasikan ajaran Islam yang penuh dengan
kedamaian, selamat, dan sejahtera bagi umat manusia,

2.6 Maksud Dan Tujuan Muhammadiyah

Sejarah perumusan dan Perubahan


2.6.1. Pada awal berdirinya
Pada awal berdiri, maksud dan tujuan Muhammadiyah dirumuskan
sebagai berikut :
1. Menyebarkan pengajaran kanjeng Nabi Muhammad SAW kepada
penduduk bumi putra, di dalam residensi Yogyakarta.
2. Memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya.

14
2.6.2. Sesudah Muhammadiyah meluas ke luar Yogyakarta
Setelah Muhammadiyah mengalami perkembangan yang
menggembirakan di luar daerah Yogyakarta, maka maksud dan tujuannya
harus juga dirubah, yaitu:
1. Memajukan dan mengembirakan pengajaran dan pelajaran
agama Islam di Hindia Belanda, dan
2. Memajukan dan menggembirakan hidup sepanjang kemauan
agama Islam kepada sekutu-sekutunya.
3. Pada era pendudukan Jepang (1942-1945)
Pada era pendudukan Jepang, di mana segala bentuk pergerakan
mendapat pengawasan yang sangat ketat, tak terkecuali Muhammadiyah,
maka pada masa itu Jepang ikut berusaha mendekte rumusan maksud dan
tujuan Muhammadiyah, sehingga berubah menjadi:
Sesuai dengan kepercayaan untuk mendirikan kemakmuran bersama
seluruh Asia Timur raya di bawah pimpinan Dai Nippon, dan memang
diperintahkan oleh Tuhan Allah, maka perkumpulan ini :
1. Hendak menyiarkan agama Islam, serta melatihkan hidup yang
selaras dengan tuntunannya.
2. Hendak melakukan pekerjaan kebaikan umum
3. Hendak memajukan pengetahuan dan kepandaian serta budi
pekerti yang baik kepada anggota-anggotanya.
Kesemuanya itu, ditujukan untuk berjaya mendidik masyarakat
ramai.

2.6.3. Pada era pasca kemerdekaan


Setelah era pasca kemerdekaan, dalam muktamar ke 31 di
Yogyakarta 1950, rumusan maksud dan tujuan diubah dan
disempurnakan sehingga mendekati jiwa dan gerak Muhammadiyah yang
sesungguhnya, yaitu :
“Maksud dan tujuan persyarikatan ialah menegakan dan menjunjung
tinggi agama Islam sehingga dapat mewujudkan masyarakat Islam yang

15
sebenar-benarnya”.

2.6.4. Pada era demokrasi terpimpin


Pada era ini, dalam mukatamar ke 34 di Yogyaarta 1959, rumusan
sebelumnya disempurnakan menjadi:
“Menegakan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.

2.6.5. Pada era azas Tunggal


Pada Mukatamar ke 41 di Surakarta 1985, terjadi perubahan yang
sangat fundamental menyangkut perubahan Anggaran Dasar
Muhammadiyah, antara lain pada rumusan nama dan kedudukan, azas, dan
masud tujuan persyarikatan. Perubahan ini dilakukan karena menyangkut
kebijakan politik dari pemeintah pusat yaitu penyeragaman azas organisasi
sosial, politik dan kemasyarakatan dengan azas pancasila.15 Dengan
demikian adanya perubahan azas tersebut, memaksa pula untuk mengubah
maksud dan tujuan Muhammadiyah yang rumusanya sebagai berikut :
“Menegakan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud
masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT”.

2.6.6. Pada era reformasi


Dalam muktamar ke 44 yang berlangsung di jakarta 2000, Islam
kembali digunakan sebagai asas persyarikatan. Hal ini karena situasi
politik yang berubah seiring dengan hasil sidang istimewa MPR 1998,
yang dalam salah satu hasil ketetapanya, TAP MPR Nomor
XVIII/MPR/1998 yang intinya mengembalikan fungsi Pancasila sebagai
dasar negara RI. Ini artinya bahwa pancasila tidak harus dijadikan asas
lembaga keagamaan, sosial kemasyarakatan maupun politik.
Perubahan terhadap asas Muhammadiyah oleh Muktamar dipandang
tidak perlu diikuti dengan perubahan terhadap maksud dan tujuan
Muhammadiyah. Rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah masih

16
tetap berbunyi: “Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam,
sehingga terwujud masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridlai
Allah SWT”.

17
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Muhammadiyah adalah salah satu oraganisasi Islam besar di Indonesia.
Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi
wa sallam, sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang
yang menjadi pengikut Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8
Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama
Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan Kiyai Haji Ahmad Dahlan.
Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib
dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam
keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik,
beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam
yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Prof. Dr. H.2010. Merajut Pemikiran Cerdas Muhammadiyah :


Perspektif Sejarah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

A. Syalabi, 1983. Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I, terj. Mukhtar Yahya,
Jakarta: Pustaka al-Husna.

Effendi, H. et.al, 2010. Jadilah Guru Sekaligus Murid : Sebuah Upaya Pendidikan
Karakter Bangsa di Sekolah Muhammadiyah. Jakarta: Maarif Institute

Khairul Anwar, M., Jovi Septian Ramadhani, dan Yogi Yana. "Makalah Latar
Belakang Berdirinya Muhammadiyah." (2016).

http://www.biografiku.com/2011/12/biografi-kh-ahmad-dahlan.html. Di akses
pada 9 Oktober 2022.

https://tonijulianto.wordpress.com/2012/12/14/sejarah-berdirinya-
muhammadiyah-di-indonesia/. Di akses pada 10 Oktober 2022.

19

Anda mungkin juga menyukai