Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KELOMPOK 3

SEJARAH BERDIRINYA MUHAMMADIYAH

Mata Kuliah: AL – ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN IV


DOSEN PENGAMPU : Amril, S.Pd., M.Si

NAMA KELOMPOK :
1. AMANDHA RAHMA CLARISSA ANSARULLAH (22210234)
2. PRYCILLA MEYLANI SALSA SAFIRA H. (22210221)
3. WINALDA RISMA (22210242)
4. PUTRI DEWI ASTUTI (22210224)
5. NIGRAH HANDAYANI (22210226)
6. AMANDA APRILIA SANTIKA (22210204)
7. MUH. REZA SALIM (22210211)
8. R. DHANIL HIDAYAT D (22210239)
9. MUH. FAJAR GENDA (22210222)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI
2024

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh segala puji bagi Allah SWT, yang


telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesehatan dan kesempatan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Al – Islam Dan Kemuhammadiyahan dengan
judul “ Sejarah Berdirinya Muhammadiyah” untuk memenuhi tugas Al – Islam Dan
Kemuhammadiyahan tak lupa pula ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak
dosen yang kami cintai yaitu bapak Amril, S.Pd., M.Si. Kemudian shalawat serta salam kita
sampaikan kepada nabi besar kita Muhammad SAW. Yang kita nanti– nantikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
kami serta pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kririk yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................1

DAFTAR ISI.............................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................3

A. Latar Belakang.............................................................................................................4

B. Rumusan Masalah........................................................................................................4

C. Tujuan............................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................5
A. Faktor obyektif lahirnya Muhammadiyah................................................................5

B. Faktor subyektif lahirnya Muhammadiyah..............................................................7

C. Profil dan Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan tentang Islam dan umatnya...............8

BAB III PENUTUP................................................................................................................14

A. Kesimpulan.................................................................................................................14

B. Saran ........................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Muhammadiyah adalah sebuah organisasi islam yang besar di Indonesia. Nama


organisasi Muhammadiyah diambil dari nama Nabi Muhammad SAW. Muhammadiyah
didirikan pada 8 Dzulhijjah 1330 H (18 November 1912) di Kampung Kauman Yogyakarta
oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan. Pada tanggal 20 Desember 1912 organisasi ini mengajukan
pengesahannya dengan mengirimkan Statuten Muhammadiyah ( Anggaran Dasar
Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912 ). Yang pada akhirnya disahkan oleh Gubernur
Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914.

Fakor yang menjadi latar belakang berdirinya organisasi Islam Muhammadiyah


adalah ketika KH Ahmad Dahlan menyadari banyaknya masyarakat Indonesia yang
menganut Islam dengan berbagai macam pengaruh mistik yang merupakan dampak dari
adaptasi masyarakat antara beberapa tradisi yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran
Islam. Serta karena adanya pengaruh Negara penjajah yang datang ke Indonesia lalu mulai
menyebarkan paham moderenisasi Eropa mulai dari paham Individualisme, liberalisme,
rasionalisme hingga sekulerisme.

Tujuan Muhammadiyah dilakukan untuk mengarahkan masyarakat Islam agar lebih


memahami prinsip Islam yang sebenar-benarnya agar masyarakat Islam bisa menjalankan
dengan baik tanpa adanya pengaruh tradisi atau budaya lain yang bertentangan.

B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan faktor obyektif lahirnya Muhammadiyah !


2. Jelaskan faktor subyektif lahirnya Muhammadiyah !
3. Bagaimana Profil dan Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan tentang Islam dan umatnya ?

C. Tujuan Pembahasan

1. Agar mahasiswa mengetahui faktor objektif lahirnya Muhammadiyah.


2. Agar mahasiswa mengetahui faktor subjektif lahirnya Muhammadiyah.
3. Agar mahasiswa mengetahui profil dan pemikiran K.H. Ahmad Dahlan tentang Islam
dan umatnya.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Faktor Obyektif Lahirnya Muhammadiyah

Faktor Obyektif yang melatar belakangi lahirnya Muhammadiyah adalah faktor-


faktor yang menyebabkan lahirnya Muhammadiyah menurut kenyataan yang terjadi
secara empiris pada saat itu. Ada beberapa sebab yang bersifat objektif yang
melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah yang dapat dikelompokkan menjadi faktor
internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor-faktor penyebab yang muncul di
tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam Indonesia. Sedangkan faktor eksternal, yaitu
faktor-faktor penyebab yang ada di luar masyarakat Islam Indonesia.
Faktor obyektif yang bersifat internal, yaitu :

1. Ketidakmurnian Amalan Islam akibat tidak dijadikannya AlQur'an dan as-Sunnah


sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia.

Kondisi masyarakat yang masih sangat kental dengan kebudayaan Hindu, Budha,
animisme, dan dinamisme memunculkan kepercayaan dan praktik ibadah yang
menyimpang dari Islam. Kepercayaan dan praktik ibadah tersebut dikenal dengan istilah
Takhayyul, Bid'ah dan Curafat (TBC). Dalam praktik pengamalan agamanya, umat Islam
masih banyak percaya kepada benda-benda keramat, seperti keris, tombak, batu aji,
azimat, hari baik dan buruk. Mereka sering pergi ke kuburan para wali dan ulama yang
dianggap keramat untuk meminta berkah.

Dalam ibadah, umat Islam saat itu melakukan ritual keagamaan yang telah tercampur
dengan budaya luar. Dalam ibadah mahdlah, mereka menambah dan mengurangi ajaran
Islam yang sebenarnya. Saat ada yang meninggal Dunia, diadakan upacara hari ketiga,
ketujuh, kesembilan ke seribu dan seterusnya. Agar keinginan manusia cepat tercapai,
umat Islam mencari wasilah (perantara) yang menghubungkan mereka dengan Tuhan,
padahal wasilah telah meninggal dunia.

5
2. Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan
generasi yang siap mengemban misi.

selaku KH. Ahmad "Khalifah Dahlan Allah mengetahui ajaran-ajaran di dua atas yaitu
bumi". bahwa pendidikan dan pesantren pendidikan di Indonesia yang terpecah mengajarkan
menjadi agama dan pendidikan Barat yang sekuler. Kondisi ini menjadi jurang pemisahan
antara golongan yang mendapat pendidikan agama dengan golongan yang mendapatkan
pendidikan sekuler.

Dualisme sistem pendidikan di atas membuat prihatin KH. Ahmad Dahlan. Oleh
karena itu cita-cita pendidikan Ahmad Dahlan ialah melahirkan manusia yang
berpandangan luas dan memilik pengetahuan umum, sekaligus yang bersedia untuk
kemajuan masyarakatnya. Cita-cita ini dilakukan dengan mendirikan lembaga pendidikan
dengan kurikulum yang menggabungkan antara Imtak dan Iptek.

Faktor objektif yang bersifat eksternal, yaitu :


faktor objektif ekstern umat Islam. Pemerintah Hindia-Belanda merupakan keadaan
objektif eksternal umat Islam pertama yang melatar belakangi berdirinya
Muhammadiyah. Pemerintah Hindia-Belanda memegang kekuasaan yang menentukan
segala-galanya. Agama Pemerintah Belanda yang resmi ialah Protestan yang dengan
sendirinya tidak menghendaki Agama Islam.

 Pengaruh Ide dan Gerakan Pembaruan Islam di Timur Tengah.


Lahirnya Muhammadiyah tidak dapat dipungkiri merupakan salah satu mata
rantaiyang panjang dari gerakan pembaharuan Islam yang dimulai dari Ibnu Taimiyah,
Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid
Ridha dan lainnya. Seperti telah dijelaskan, pengaruh yang paling kuat berasal dari
Muhammad Abduh melalui tafsir al-Manar dan majalah Urwatul Wutsqa.
 Semakin meningkatnya Gerakan Kristenisasi di tengah-tengah masyarakat
Indonesia

Seperti bangsa-bangsa Eropa lainnya, Belanda yang menjajah bangsa Indonesia ternyata
memiliki misi tersembunyi yaitu mengobarkan semboyan 3G, Gold, Glory, Gospel. Dari
sekian banyak faktor yang melatar belakangi berdirinya Muhammadiyah Prof. Mukti Ali
dalam bukunya Interpretasi Amalan Muhammadiyah ada 4 faktor yang menonjol yaitu:

6
1.Ketidakbersihan dan campur aduknya kehidupan agama Islam di Indonesia

2.Tidak efisiennya lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia

3.Aktifitas Misi-msi katholik dan protestan

4.Sikap acuh tak acuh bahkan sikap merendahkan dari golongan intelegensia terhadap Islam.

B. Faktor Subjektif Lahirnya Muhammadiyah

Faktor Subjektif adalah faktor yang didasarkan atas pertimbangan pribadi KH. Ahamd
Dahlan. Karena bersifat subyektif, maka alasan ini dapat berbeda dengan orang lain.
Faktor subjektif inilah yang sangat kuat, bahkan dikatakan sebagai faktor utama dan
faktor penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah. Menurut para analis, faktor
subjektif yang paling fundamental adalah hasil pendalaman KH. Ahmad Dahlan terhadap
Al-Qur'an. Sikap KH. Ahmad Dahlan seperti ini sesungguhnya dalam rangka
melaksanakan firman Allah sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat
82 dan surat Muhammad ayat 24, yaitu melakukan tadabur atau memperhatikan dan
mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam ayat-ayat Al-Qur'an.
Sikap seperti ini pulalah yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan ketika mencermati surat Ali
Imran ayat 104:

‫َو ْلَتُك ْن ِم ْنُك ْم ُأَّم ٌة َيْدُعوَن ِإَلى اْلَخ ْيِر َو َيْأُم ُروَن ِباْلَم ْعُر وِف َو َيْنَهْو َن َع ِن اْلُم ْنكۚ َو ُأوَٰل ِئَك ُهُم اْلُم ْفِلُح وَن‬.

Artinya: Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar, merekalah
orang-orang yang beruntung.

Dalam rangka memahami seruan diatas, KH. Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk
membangan sebuah perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi
untuk melaksanakan misi dakwah Islam amar makruf nahi munkar di tengah masyarakat.

Faktor subjektif berdirinya Muhammadiyah berupa kerisauan K.H. Ahmad Dahlan


terhadap permasalahan yang dihadapi umat Islam; keterbelakangan, kemiskinan, dan
kebodohan. Baginya ayat-ayat al-Quran harus diamalkan seperti terekspressi dalam surat
al-Maun. Dalam pandangan K.H. Ahmad Dahlan Surat al-Maun merupakan perintah
terhadap umat Islam untuk marealisasikan kepedulian sosial melalui tindakan-tindakan
nyata.

Pendirian Muhammadiyah berawal dari kegelisahan KH Ahmad Dahlan ketika


berhadapan dengan kondisi umat Islam yang terpapar ajaran agama kaku dan mistik. KH
Ahmad Dahlan kemudian memberikan ajaran Islam yang murni berdasarkan Al-Qur'an
dan Hadits.

7
C . Profil dan Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan tentang Islam dan umatnya
a. Profil K.H. Ahmad Dahlan
Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta, I Agustus 1868, Nama kecil K. H
Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. la merupakan anak keempat dari tujuh orang
bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Pendiri
Muhammadiyah ini termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah
seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa.
Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin,
Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen). Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig
(Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas,
Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, K. H Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy
(Ahmad Dahlan).
Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada
periode ini. Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam
Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika
pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada
tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia
sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, K. H Hasyim
Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak
Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang
Pahlawan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, K. H
Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan
Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu K. H Ahmad Dahlan pernah pula menikahi
Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir
Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai
Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bemama Dandanah. Ia pernah pula menikah
dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.
Dengan maksud mengajar agama, pada tahun 1909 Kiai Dahlan masuk Boedi Octomo
organisasi yang melahirkan banyak tokoh-tokoh nasionalis. Di sana beliau memberikan
pelajaran-pelajaran untuk memenuhi keperluan anggota. Pelajaran yang diberikannya terasa
sangat berguna bagi anggota Boedi Oetomo sehingga para anggota Boedi Oetomo ini
menyarankan agar Kyai Dahlan membuka sekolah sendiri yang diatur dengan rapi dan
didukung oleh organisasi yang bersifat permanen. Hal tersebut dimaksudkan untuk
menghindari nasib seperti pesantren tradisional yang terpaksa tutup bila Kyai pemimpinnya
meninggal dunia. Saran itu kemudian ditindaklanjuti Kyai Dahlan dengan mendirikan sebuah
organisasi yang diberi nama Muhammadiyah pada 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330).
Organisasi ini bergerak di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Melalui organisasi inilah
beliau berusaha memajukan pendidikan dan membangun masyarakat Islam.
Bagi Kyai Dahlan, Islam hendak didekati serta dikaji melalui kacamata modern sesuai
dengan panggilan dan tuntutan zaman, bukan secara tradisional. Beliau mengajarkan kitab
suci Al-Qur'an dengan terjemahan dan tafsir agar masyarakat tidak hanya pandai membaca
ataupun melagukan Qur'an semata, melainkan dapat memahami makna yang ada di

8
dalamnya. Dengan demikian diharapkan akan membuahkan amal perbuatan sesuai dengan
yang diharapkan Qur'an itu sendiri. Menurut pengamatannya, keadaan masyarakat
sebelumnya hanya mempelajari Islam dari kulitnya tanpa mendalami dan memahami isinya.
Sehingga Islam hanya merupakan suatu dogma yang mati.
Di bidang pendidikan, Kyai Dahlan lantas mereformasi sistem. pendidikan pesantren
zaman itu, yang menurutnya tidak jelas jenjangnya dan tidak efektif metodenya lantaran
mengutamakan menghafal dan tidak merespon ilmu pengetahuan umum. Maka Kyai Dahlan
mendirikan. sekolah-sekolah agama dengan memberikan pelajaran pengetahuan umum serta
bahasa Belanda. Bahkan ada juga Sekolah Muhammadiyah seperti H.I.S. met de Qur'an.
Sebaliknya, beliau pun memasukkan pelajaran agama pada sekolah-sekolah umum. Kyai
Dahlan terus mengembangkan dan membangun sekolah-sekolah. Sehingga semasa hidupnya,
beliau telah banyak mendirikan sekolah, masjid, langgar, rumah sakit, poliklinik, dan rumah
yatim piatu.
Kegiatan dakwah pun tidak ketinggalan. Beliau semakin. meningkatkan dakwah
dengan ajaran pembaruannya. Di antara ajaran utamanya yang terkenal, beliau mengajarkan
bahwa semua ibadah diharamkan kecuali yang ada perintahnya dari Nabi Muhammad SAW.
Beliau juga mengajarkan larangan ziarah kubur, penyembahan dan perlakuan yang berlebihan
terhadap pusaka-pusaka keraton seperti keris, kereta kuda, dan tombak. Di samping itu,
beliau juga memurnikan agama Islam dari percampuran ajaran agama Hindu, Budha,
animisme, dinamisme, dan kejawen.
Di bidang organisasi, pada tahun 1918, beliau membentuk organisasi Aisyiyah yang
khusus untuk kaum wanita. Pembentukan organisasi Aisyiyah, yang juga merupakan bagian
dari Muhammadiyah ini, karena menyadari pentingnya peranan kaum wanita dalam hidup
dan perjuangannya sebagai pendamping dan partner kaum pria. Sementara untuk pemuda,
Kyai Dahlan membentuk Padvinder atau Pandu, sekarang dikenal dengan nama Pramuka
dengan nama Hizbul Wathan disingkat H.W. Di sana para pemuda diajari baris-berbaris
dengan genderang. memakai celana pendek, berdasi, dan bertopi. Hizbul Wathan ini juga
mengenakan uniform atau pakaian seragam, mirip Pramuka sekarang.
Pembentukan Hizbul Wathan ini dimaksudkan sebagai tempat pendidikan para
pemuda yang merupakan bunga harapan agama dan bangsa. Sebagai tempat persemaian
kader-kader terpercaya, sekaligus menunjukkan bahwa Agama Islam itu tidaklah kolot
melainkan progressif. Tidak ketinggalan zaman, namun sejalan dengan tuntutan keadaan dan
kemajuan zaman. Karena semua pembaruan yang diajarkan Kyai Dahlan ini agak
menyimpang dari tradisi yang ada saat itu, maka segala gerak dan langkah yang dilakukannya
dipandang aneh. Sang Kyai sering diteror seperti diancam bunuh, rumahnya dilempari batu
dan kotoran binatang.
Ketika mengadakan dakwah di Banyuwangi, beliau diancam akan dibunuh dan
dituduh sebagai Kyai palsu. Walaupun begitu, beliau tidak mundur. Beliau menyadari bahwa
melakukan suatu pembaruan ajaran agama (mushlih) pastilah menimbulkan gejolak dan
mempunyai risiko. Dengan penuh kesabaran, masyarakat perlahan-lahan menerima
perubaban yang diajarkannya. Tujuan mulia terkandung dalam pembaruan yang diajarkannya.
Segala tindak perbuatan, langkah dan usaha yang ditempuh Kiai ini dimaksudkan untuk
membuktikan bahwa Islam itu adalah Agama kemajuan. Dapat mengangkat derajat umat dan
bangsa ke taraf yang lebih tinggi. Usahanya ini ternyata membawa dampak positif bagi

9
bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Banyak golongan intelektual dan pemuda
yang tertarik dengan metoda yang dipraktekkan Kyai Dahlan ini sehingga mereka banyak
yang menjadi anggota Muhammadiyah. Dalam perkembangannya, Muhammadiyah
kemudian menjadi salah satu organisasi masa Islam terbesar di Indonesia.
Melihat metode pembaruan K. H Ahmad Dahlan ini, beliaulah ulama Islam pertama
atau mungkin satu-satunya ulama Islam di Indonesia yang melakukan pendidikan dan
perbaikan kehidupan umat, tidak dengan pesantren dan tidak dengan kitab karangan,
melainkan dengan organisasi. Sebab selama hidup, beliau diketahui tidak pernah mendirikan
pondok pesantren seperti halnya ulama-ulama yang lain. Dan sepanjang pengetahuan, beliau
juga konon belum pernah mengarang sesuatu kitab atau buku agama.
Muhammadiyah sebagai organisasi tempat beramal dan melaksanakan ide-ide
pembaruan Kyai Dahlan ini sangat menarik perhatian para pengamat perkembangan Islam
dunia ketika itu. Para sarjana dan pengarang dari Timur maupun Barat sangat memfokuskan
perhatian pada Muhammadiyah. Nama Kyai Haji Akhmad Dahlan pun semakin tersohor di
dunia. Dalam kancah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, peranan dan sumbangan
beliau sangatlah besar. Kyai Dahlan dengan segala ide-ide pembaruan yang diajarkannya
merupakan saham yang sangat besar bagi Kebangkitan Nasional di awal abad ke-20.
Kyai Dahlan menimba berbagai bidang ilmu dari banyak kiai yakni K. H Muhammad
Shaleh di bidang ilmu fikih, dari K. H Muhsin di bidang ilmu Nahwu-Sharaf (tata bahasa),
dari K. H Raden Dahlan di bidang ilmu falak (astronomi), dari Kyai Mahfud dan Syekh K. H
Ayyat di bidang ilmu hadis, dari Syekh Amin dan Sayid Bakri Satock di bidang ilmu Al-
Quran, serta dari Syekh Hasan di bidang ilmu pengobatan dan racun binatang.
Pada usia 55 tahun, tepatnya pada tanggal 23 Februari 1923, Kyai Haji Ahmad Dahlan
wafat di Yogyakarta. Beliau kemudian dimakamkan di Karang Kuncen, Yogyakarta. Atas
jasa-jasa Kyai Haji Akhmad Dahlan maka negara menganugerahkan kepada beliau gelar
kehormatan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Gelar kehormatan tersebut dituangkan
dalam SK Presiden RI No.657 Tahun 1961, tanggal 27 Desember 1961.

b. Pemikiran K. H Ahmad Dahlan tentang Islam dan Umatnya

1. Ide pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan mulai disosialisasikan ketika menjabat khatib
di Masjid Agung Kesultanan. Salah satunya adalah menggarisi lantai Masjid Besar
dengan penggaris miring 241/2 derajat ke Utara. Menurut ilmu hisab yang ia pelajari,
arah Kiblat tidak lurus ke Barat seperti arah masjid di Jawa pada umumnya, tapi
miring sedikit 241/2 derajat. Perbuatan ini ditentang olen masyarakat, bahkan
Kanjeng Kiai Penghulu memerintahkan untuk menghapusnya. Lalu ia membangun
Langgar sendiri di miringkan arah Utara 241/2 derajat, lagi-lagi Kanjeng Kiai
Penghulu turun tangan dengan memerintahkan untuk merobohkannya. K.H. Ahmad
Dahlan hampir putus asa karena peristiwa-peristiwa tersebut sehingga ia ingin
meninggalkan kota kelahirannya. Tetapi saudaranya menghalangi maksudnya dengan
membangunkan langgar yang lain dengan jaminan bahwa ia dapat mengajarkan
pengetahuan agama sesuai dengan apa yang diyakininya. Peristiwa demi peristiwa

10
tersebut rupanya menjadi cikal-bakal pergulatan antara pikiran-pikiran baru yang
dipelopori oleh K.H. Ahmad Dahlan dengan pikiran-pikiran yang sudah mentradisi.
2 Memang tidak mudah bagi K.H. Ahmad Dahlan untuk menyosialisasikan ide
pembaharuannya yang dibawa dari Timur Tengah. Di samping karena masyarakat
belum siap dengan sesuatu yang dianggap "berbeda" dari tradisi yang ada, juga karena
ia belum punya wadah untuk menyosialisasikan tersebut. Kegagalan Ahmad Dahlan
mengubah arah Kiblat, tidak menyurutkan nyalinya untuk tetap memperjuangkan apa
yang diyakini. Sesudah peristiwa itu, pada tahun 1903 M. atas biaya Sultan
Hamengkubuwono VII, K.H. Ahmad Dahlan. Dikirim ke Mekkah untuk mempelajari
masalah Kiblat lebih mendalam dan menunaikan ibadah haji yang ke dua kalinya. Di
sana ia menetap selama dua tahun. Bahkan ia pernah mengunjungi observatorium di
Lembang untuk menanyakan cara menetapkan Kiblat dan permulaan serta akhir bulan
Ramadhan. Perjuangannya ini cukup berhasil ketika pada tahun 1920-an masjid-
masjid di Jawa Barat banyak yang di bangun dengan arah Kiblat ke Barat laut. Dan
menurut catatan sejarah. Sultan sebagai pemegang otoritas tertinggi, menerima
penentuan jatuhnya hari Raya Idul Fitri, yang pada mulanya ditetapkan oleh
Kesultanan berdasarkan perhitungan (petungan) Aboge.
3 Terobosan dan Strategi Ahmad Dahlan
Ketika berusia empat puluh tahun, 1909, Ahmad Dahlan telah membuat terobosan dan
strategi dakwah: ia memasuki perkumpulan Budi Utomo. Melalui perkumpulan ini.
Dahlan berharap dapat memberikan pelajaran agama kepada para anggotanya. Lebih
dari itu, karena anggota-anggota Budi Utomo pada umumnya bekerja di sekolah-
sekolah dan kantor-kantor pemerintah, Ahmad Dahlan berharap dapat mengajarkan
pelajaran agama di sekolah-sekolah pemerintah. Rupanya, pelajaran dan cara
mengajar agama yang diberikan. Ahmad Dahlan dapat diterima baik oleh anggota-
anggota Budi Utomo. Terbukti, mereka menyarankan agar Ahmad Dahlan membuka
sendiri sekolah secara terpisah. Sekolah tersebut hendaknya didukung oleh suatu
organisasi yang bersifat permanen.
4 Gerakan Pembaruan Ahmad Dahlan
Gerakan pembaruan K. H Ahmad Dahlan, yang berbeda dengan masyarakat
zamannya mempunai landasan yang kuat, baik dari keilmuan maupun keyakinan
Qur'aniyyah guna meluruskan tatanan perilaku keagamaan yang berlandaskan pada
sumber aslinya, Al-Qur'an dengan penafsiran yang sesuai dengan akal sehat.
Berangkat dari semangat ini, ia menolak taqlid dan mulai tahun 1910 M.
penolakannya terhadap taqlid semakin jelas. Akan tetapi ia tidak menyalurkan ide-
idenya secara tertulis. Kemudian dia mengeliminasi upacara selametan karena
merupakan perbuatan bid'ah dan juga pengkeramatan kuburan Orang Suci dengan
meminta restu dari roh orang yang meninggal karena akan membawa kemusyrikan
(penyekutuan Tuhan). Mengenai tahlil dan talqin, menurutnya, hal itu merupakan
upacara mengada-ada (bid'ah). la juga menentang kepercavaan pada jimat yang sering
dipercaya oleh orang-orang Keraton maupun daerah pedesaan, yang menurutnya akan
mengakibatkan kemusyrikan.
Mendirikan Perserikatan Muhammadiyah Sebelum mendirikan Organisasi
Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan aktif di berbagai perkumpulan, seperti Al-Jami'at Al-
Khairiyyah (organisasi masyarakat Arab di Indonesia), Budi Utomo dan Sarekat Islam. Ia

11
termasuk salah seorang ulama yang mula-mula mengajar agama Islam di Sekolah Negeri,
seperti Sekolah Guru (Kweekschool) di Jetis Yogyakarta dan OSVIA di Magelang.
Selain berdagang pada hari-hari tertentu, dia memberikan pengajian agama kepada
beberapa kelompok orang, terutama pada kelompok murid Pendidikan Guru Pribumi di
Yogyakarta. Dia juga pernah mencoba mendirikan sebuah madrasah dengan pengantar bahasa
Arab di lingkungan Keraton, namun gagal.
Selanjutnya, pada tanggal | Desember 1911 M. Ahmad Dahlan mendirikan sebuah
Sekolah Dasar di lingkungan Keraton Yogyakarta. Di sekolah ini, pelajaran umum diberikan
oleh beberapa guru pribumi berdasarkan sistem pendidikan gubernemen. Sekolah ini
barangkali merupakan Sekolah Islam Swasta pertama yang memenuhi persyaratan untuk
mendapatkan subsidi pemerintah.
Sumbangan terbesarnya K.H. Ahmad Dahlan, yaitu pada tanggal 18 November 1912
M. mendirikan organisasi sosial keagamaan bersama temannya dari Kauman, seperti Haji
Sujak, Haji Fachruddin, haji Tamim, Haji Hisyam, Haji syarkawi, dan Haji Abdul Gani.
Tujuan Muhammadiyah terutama untuk mendalami agama Islam di kalangan anggotanya
sendiri dan menyebarkan agama Islam di luar anggota inti. Untuk mencapai tujuan ini,
organisasi itu bermaksud mendirikan Lembaga pendidikan, mengadakan rapat-rapat dan
tabligh yang membicarakan masalah-masalah Islam, mendirikan wakaf dan masjid- masjid
serta menerbitkan buku-buku, brosur-brosur, surat kabar dan majalah.
Sebagai jawaban terhadap kondisi pendidikan umat Islam yang tidak bisa merespon
tantangan zaman, K. H Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah melanjutkan model sekolah
yang digabungkan dengan sistem pendidikan gubernemen. Ini mengadopsi pendidikan model
Barat, karena sistemnya dipandang "yang terbaik" dan disempurnakan dengan penambahan
mata pelajaran agama. Dengan kata lain, ia berusaha untuk mengislamkan berbagai segi
kehidupan yang tidak Islami. Umat Islam tidak diarahkan kepada pemahaman "agama mistis"
melainkan menghadapi duni secara realistis.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada
Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru
dikabulkan pada tahun 1914, dengan surat ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus
1914. izin itu hanya berlaku untuk daerah Yokyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda
timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sbahnya kegiatannya dibatasi.
Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srakandan, Wonosari, dan
Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah di luar Yokyakarta
memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan. Ujung Pandang dengan nama Al-
Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq
Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah.
Bahkan dalam kota Yokyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan
untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-
perkumpulan dan jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang
diantaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci,
Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu
alal birri, Ta'ruf Bima kanu wal-Fajrı, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi.

12
Sementara itu, usaha-usaha Muhammadiyah bukan hanya bergerak pada bidang
pengajaran, tapi juga bidang-bidang lain, terutama sosial umat Islam. Sehubungan dengan itu,
Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan mempunyai ciri-ciri khas sebagai berikut:
 Muhammadiyah sebagai gerakan Islam. Muhammadiyah dalam melaksanakan dan
memperjuangkan keyakinan dan cita-cita organisasinya berasaskan Islam.
Menurut Muhammadiyah, bahwa dengan Islam bisa dijamin kebahagiaan yang
hakiki hidup di dunia dan akhirat, material dan spiritual.
 Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah. Untuk mewujudkan keyakinan dan cita-
cita Muhammadiyah yang berdasarkan Islam, yaitu amar ma'ruf dan nahi munkar.
Dakwah dilakukan menurut cara yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW.
Dakwah Islam dilakukan dengan hikmah, kebijaksanaan, nasehat, ajakan, dan jika
perlu dilakukan dengan berdialog
 Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid. Usaha-usaha yang dirintis dan
dilaksanakan menunjukkan bahwa Muhammadiyah selalu berusaha memperbarui
dan meningkatkan pemahaman Islam secara rasional sehingga Islam lebih mudah
diterima dan dihayati oleh segenap lapisan masyarakat.
 Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan, lengkaplah ketika pada tahun
1917 M. Membentuk bagian khusus wanita yaitu Aisyah. Bagian ini
menyelenggarakan tabligh khusus wanita, memberika kursus kewanitaan.
Pemeliharaan fakir miskin, serta memberi bantuan kepada orang sakit. Kegiatan
Muhammadiyah dengan "Aisyah ini berjalan baik, terutama karena banyak orang
Islam baik menjadi anggota maupun simpatisan memberikan zakatnya kepada
organisasi ini. Di samping Aisyiah, kegiatan lain dalam bentuk kelembagaan yang
berada di bawah organisasi Muhammadiyah ialah PKU (Penolong Kesengsaraan
Umum) yang bergerak dalam usaha membantu orang-orang miskin, yatim piatu,
korban bencana alam dan mendirikan klinik-klinik kesehatan, Hizbul Al-Wathan,
gerakan kepanduan Muhammadiyah yang dibentuk pada tahun 1917 M oleh K.
H Ahmad Dahlan, Majlis Tarjih, yang bertugas mengeluarkan fatwa terhadap
masalah-masalah yang terjadi di masyarakat.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
K.H Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868 dan wafat pada 23 Februari
1923. Ia berasal dari keluarga yang didaktis dan terkenal alim dalam ilmu agama. Pada tahun
1909, Ahmad Dahlan telah membuat strategi dakwah, ia memasuki perkumpulan Budi Utomo
sampai pada akhirnya dibentuklah organisasi Muhammadiyah pada tanggal 18 November
1912.
Secara umum pemikiran K.H Ahmad Dahlan diklasifikasikan menjadi 2 dimensi, yaitu:
1. Berusaha memurnikan ajaran islam dari khurafat, tahayul, dan bid'ah yang selama ini telah
bercampur dalam aqidah dan ibadah umat islam.
2. Mengajak umat islam untuk keluar dari jaring terhadap doktrin islam dalam rumusan dan
penjelasan yang dapat diterima oleh rasio.

Faktor subjektif berdirinya Muhammadiyah berupa kerisauan K.H. Ahmad Dahlan


terhadap permasalahan yang dihadapi umat Islam; keterbelakangan, kemiskinan, dan
kebodohan. Baginya ayat-ayat al-Quran harus diamalkan seperti terekspressi dalam surat al-
Maun. Dalam pandangan K.H. Ahmad Dahlan Surat al-Maun merupakan perintah terhadap
umat Islam untuk marealisasikan kepedulian sosial melalui tindakan-tindakan nyata.
Faktor Objektif berdirinya Muhammadiyah adalah lemahnya pemahaman umat Islam
dalam mempraktikkan ajaran Islam. Umat Islam masih sangat berpegang kuat pada tradisi-
tradisi peninggalan zaman purba, Hindu, dan Budha serta tidak berani melakukan
pembaharuan (ijtihad).
Berpikir jumud (konsevatif), sangat formilistik dalam beragama, siklus-siklus dalam
perjalanan kehidupan manusia; ketika masih dalam rahim sang ibu, lahir, khitan, nikah, dan
mati selalu ditandai dengan ritual-ritual keagamaan tradisional. Sedang kesemarakan
keagamaan lebih bersifat seremonal.
B. Saran
1. Mahasiswa diharapkan bisa mendalami kehidupan islami seorang pemimpin
Muhammadiyah melalui profil yang telah dijelaskan.
2. Mahasiswa diharapkan bisa menhetahui dan melaksanakan apa yang telah diajarkan
oleh K.H Ahmad Dahlan melalui pemikiran-pemikirannya tentang islam dan umatnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Kamal Pasha, Musthafa, dkk, 2005, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, Yogyakarta:
Pustaka SM
Wink, 2015, Biografi KH. Ahmad Dahlan – Pendiri Muhammadiyah, 3 Oktober 2015,
http://www.biografiku.com/2011/12/biografi-kh-ahmad- dahlan.html

15

Anda mungkin juga menyukai