Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KEMUHAMMADIYAHAN

DAKWAH ISLAM DI NUSANTARA DAN ASAL USUL


MUHAMMADIYAH

DISUSUN OLEH :
GILLANG BINTANG GEMILANG (232223192)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN


DAN REKREASI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
STIKP MUHAMMADIYAH KUNINGAN
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat Allah Ta’ala. atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, "DAKWAH ISLAM DI
NUSANTARA DAN ASAL USUL MUHAMMADIYAH” dapat saya selesaikan dengan baik. Begitu
pula atas limpahan kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada kami sehingga
makalah ini dapat kami susun melalui beberapa sumber yakni melalui kajian pustaka maupun
melalui media internet.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Kemuhammadiyahan selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan.
Demikian makalah ini saya buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau pun
adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, mohon maaf. Tim penulis
menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya makalah
yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii


BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG .................................................................................. 3
B. RUMUSAN MASALAH............................................................................. 4
C. TUJUAN ................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
A. ASAL-USUL KEMUHAMADIYAHAN ......................................................... 5
B. BAGAIMANA TEORI MASUKNYA ISLAM DI NUSANTARA ......................... 6
C. BAGAIMANA PROSES PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA ............. 8
D. CORAK ISLAM DI NUSANTARA ............................................................... 11
E. PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI INDONESIA PADA
MASA PENJAJAHAN BARAT .................................................................... 14

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN ......................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sejarah telah mencatat bahwa islam telah memberikan suatu kerangka bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban dunia. Sikap dan semangat ilmiah yang
telah di bentuk oleh dunia islam pada abad pertengahan, melahirkan figure ensiklopedik dari
berbagai ilmu pengetahuan. Peradaban dan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan yang telah
di capai Oleh kaum muslimin sebelumnya tidak nampak lagi bahkan kaum muslimin tampak
statis dalam lapangan pemikiran, termasuk bidang pemikiran keagamaan. Sejak itu kondisi
dunia islam dengan berbagi aspeknya menarik perhatian banyak kalangan. Dari pihak non
muslim yang bersimpati berpandangan agar kaum muslimin itu bisa menyesuiakan diri
dengan semangat kebudayaan modern. Bagaimana kaum muslimin dengan latar belakang
kebudayaan yang berbeda itu memahami ajaran islam untuk memecahkan persoalan-
persoalan kini. Bahkan sebagian dari kelompon non muslim yang lebih ekstrim mengatakan
bahwa kemungkinan yang ada untuk mengembalikan kejayaan islam adalah meninggalkan
warisan lama dan memasukkan kebudayaan barat ke dalam kehidupan kaum muslimin.
Kelompok ini mengganggap bahwa setiap apa yang di hasilkan barat identik kemajuan.
Dari kalangan kaum muslimin terdapat dua kelompok. Pertama, mereka yang menyadari
tentang keadaan kaum muslimin dan menilai kenyataan pemahaman dari praktek keagamaan
kini yang telah di anggap menyimpang dari ajaran islam yang benar. Mereka berpendapat jika
kaum muslimin kembali pada prinsip ajaran islam dan mengegerakkan semangat islam dan
mengegerakkan semangat ijtihad dalam setiap proses pemikiran, maka kaum muslimin akan
memperoleh kembali kemajuan sebagai mana yang telah di capainya pada waktu lampau.
Kedua, mereka yang berpegang teguh pada warisan tradisi abad pertengahan beranggapan
bahwa apa yang telah di capai oleh ulama islam di bidang pemikiran agama di nilai mutlak,
dan tidak mungkin ada pemikiran lain yang bisa menandinginya. Di Indonesia, proses
perubahan alam pikiran tentang islam, selain fakor kondisi intern umat islam terjadi setelah
terbukanya komunikasi yang luas dengan Negara timur tengah yang menjadi pusat islam.
Proses perubahan ini di lakukan oleh individu dalam kelompok masyarakat yang ingin
memperjuangkan identitas dan prinsip ajaran islam di tengah-tengah kehidupan bangsa
Indonesia. Usaha tersebut di realisir dengan mendirikan organisasi tertentu. Di antara
organisasi ini, muhammdiyah di pandang memiliki peranan yang sangat penting dalam
menyebarkan ide-ide pembaharuan islam dan memiliki perngaruh yang cukup kuat di
kalangan masyarakat menengah Indonesia. (Din Syamsuddin )

3
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas kami merumuskan beberapa masalah yaitu diantaranya:
1. Apa asal-usul kemuhamadiyahan ?
2. Bagaimana teori masuknya islam di nusantara?
3. Bagaimana proses perkembangan islam di nusantara?
4. Apakah corak islam di nusantara?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui asal-usul kemuhamadiyahan


2. Untuk mengetahui teori masuknya islam di nusantara
3. Untuk mengerti proses perkembangan islam di nusantara
4. Untuk mengetahui corak islam di nusantara

4
BAB II

A. Asal-Usul Kemuhamadiyahan

Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi
ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW. sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal
sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Persyarikatan
Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan
ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga
memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha.
Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah
lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan selanjutnya berganti nama
menjadi Kweek School Muhammadiyah (sekarang dikenal dengan Madrasah Mu’allimin
khusus laki-laki, yang bertempat di Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan dan Mu’allimaat
Muhammadiyah khusus Perempuan, di Suronatan Yogyakarta).
Muhammadiyah secara etimologis berarti pengikut nabi Muhammad, karena berasal dari
kata Muhammad, kemudian mendapatkan ya nisbiyah, sedangkan secara terminologi berarti
gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dan tajdid, bersumber pada al-Qur’an dan
as-Sunnah. Berkaitan dengan latar belakang berdirinya Muhammadiyah secara garis besar
faktor penyebabnya adalah pertama, faktor subyektif adalah hasil pendalaman KH. Ahmad
Dahlan terhadap al-Qur’an dalam menelaah, membahas dan mengkaji kandungan
isinya. Kedua, faktor obyektif di mana dapat dilihat secara internal dan eksternal. Secara
internal ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya al-Qur’an dan as-Sunnah
sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagiab besar umat Islam Indonesia.

Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi
munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah berpandangan
bahwa Agama Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlaq,
dan mu’amalat dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan
dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif. Dengan mengemban misi gerakan tersebut
Muhammadiyah dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan Agama Islam menjadi
rahmatan lil-‘alamin dalam kehidupan di muka bumi ini. Visi Muhammadiyah adalah sebagai
gerakan Islam yang berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah dengan watak tajdid yang
dimilikinya senantiasa istiqamah dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf
nahi mungkar di segala bidang, sehingga menjadi rahmatan li al-‘alamin bagi umat, bangsa
dan dunia kemanusiaan menuju terciptanya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang
diridhai Allah swt dalam kehidupan di dunia ini. Misi Muhammadiyah adalah:

5
1) Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah swt yang
dibawa oleh Rasulullah yang disyariatkan sejak Nabi Nuh hingga Nabi Muhammad
saw.
2) Memahami agama dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran
Islam untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan yang
bersifat duniawi.
3) Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur’an sebagai kitab Allah
yang terakhir untuk umat manusia sebagai penjelasannya.
4) Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan
masyarakat. Lihat Tanfidz Keputusan Musyawarah Wilayah ke-39 Muhammadiyah
Sumatera Barat tahun 2005 di Kota Sawahlunto

B. Bagaimana teori masuknya islam di nusantara?

1. Teori Masuknya islam di Nusantara berdasarkan Teori Gurajat


Menurut Teori Gurajat, islam masuk ke indonesia melalui wilayah-wilayah di anak benua
India seperti Gurajat, Bengali, dan Malabar. Pendapat ini didasarkan pada temuan nisan-nisan
kuburan di beberapa wilayah indonesia yang dibuat dan dibawa langsung dari kota Gurajat.
Pendapat tentang masuknya islam dari Gurajat, india didasarkan pada corak ajaran Islam yang
berkembang di Nusantara pada awalnya cenderung memiliki warna tasawuf yang kental. Hal
ini mirip dengan tradisi tasawuf yang berkembang di india.
Seperti diketahui bahwa setelah masa hancurnya Kesultanan Abbasiyah di bagdad, umat
islam menekuni jalan tassawuf. Utamanya di tanah india. Islam berkembang di tanah india
dengan kerajaan mugal dan kerajaan Deccan. Kedua kerajaan ini menjadi beberapa diantara
pusat Islam Asia Tengah dan Asia Tenggara. Pengaruh kedua kerajaan tersebut juga terdengar
hingga wilayah Nusantara. Salah satu pendukung utama teori ini adalah Snouck Hurgronje.
Ia seorang ilmuwan belanda yang diperintahkan untuk belajar agama Islam dan mencari
kelemahan umat islam di Nusantara Khususnya umat islam di Aceh. Dalam melaksanakan
tugasnya, shouck banyak mengeluarkan kesesatan yang bertujuan melemahkan mental dan
ajaran agama islam yang dipahami oleh umat islam.
2. Teori masuknya Islam di Nusantara Berdasarkan Teori Persia
Teori kedua masuknya islam di Nusantara bahwa islam masuk melalui persia. Hal ini
terjadi pada abad XII. Dasar pendapat ini adalah maraknya paham syiah pada awal-awal
masuknya islam di Nusantara. Paham syiah berkembang sangat luas dalam masyarakat persia.
Hal tersebut tidak lepas dari hadirnya salah satu istri Ali bin Abi Talilb yang berasal dari persia.
Keadaan ini membuat masyarakat persia merasa senasib dengan saudara mereka, yaitu
keluarga ali yang diburu oleh Pemerintahan Muawiyah. Maraknya syiah di wilayah Nusantara
terlihat dari tradisi upaca seperti mengarak tabut di jambi yang dilambangkan dengan
mengarak jasad Husein bin Ali yang terbunuh dalam peristiwa Karbala. Kuatnya tradisi Syiah
bahkan masih terasa hingga saat ini. Suku ini disinyalirkan merujuk pada orang-orang Leran
dan Jawi di persia. Suku yang disebut terakhir dikenal dengan tradisi penulisan arab jawa atau
aran pegon yang ditengarai sebagai cara penulisan adopsi sebagaima adopsi yang dilakukan

6
oleh masyarakat Persia dan tulisan arab. Hal ini diperkuat dengan berbagai istilah seperti
istilah Jer yang lazim digunakan oleh masyarakat Persia.
3. Teori Masuknya Islam di Nusantara berdasarkan Teori Arab
Teori ketiga adalah teori Arab. Berdasarkan teori arab, islam di Nusantara bukan berasal
dari Gurajat India atau Persia melainkan langsung dari Arab, yaitu mekah dan madinah pada
abad VII Masehi. Seperti diketahui bahwa jalur perdagangan dunia telah ada jatuh sebelum
masa kelahiran agama islam. Pada masa itu perdagangan dan nusantara telah lama berjalan.
Dengan demikian, kontak antara para pedagang Nusantara dan Arab sangat mungkin terjadi.
Menurut teori arab, Islam datang pada masa khulafaur Rasyidin atau bahkan pada masa nabi.
Hal ini terlihat dari adanya hubungan yang intensif antara Arab dan Nusantara. Bukti
dokumentasi yang tercatat adalah dokumen dari cina yang ditulis oleh Chu-Fan-Chi mengutip
catatan seorang ahli geografi, Chou Ku-Fei. Dia menyatakan adanya pelayaran dari wilayah
Arab di Timur Tengah yang makan waktu jauh lebih panjang untuk berlayar. Wilayah Tha-
Shih yang tercantum dalam dokumen tersebut adalah komunitas Arab yang berada di
pelabuhan kecil yang dikenal sebagai Bandar Khalifah di pantai Barus, Sumatera Barat.
Keberadaan Komunitas Muslim arab di pantai Barus tercatat dalam dokumen Kuno Cina
bahwa sekitar tahun 625 Masehi telah ada perkampungan Arab islam di pesisir sumatera.
Menilik angka tahun tersebut berarti hanya sembilan tahun dari saat Rasulullah SAW.
Memproklamasikan dakwah islam secara terbuka pada penduduk mekkah, beberapa sahabat
telah berlayar dan membentuk perkampungan islam di Sumatera. Hal inilah yang
menyebabkan sejarawan Ahmad Mansyur Suryanegara sangat yakin bahwa islam telah masuk
Ke Nusantara saat Rasullullah SAW masih hidup di mekkah dan madinah.
Bukti lain dari masuknya Islam pada abad VII adalah ditemukannya makam kuno di
kompleks pemakaman Mahligai, Barus yang pada batu nisannya tertulis nama Syekh
Rukunuddin yang wafat pada tahun 672 Masehi. Sebuah tim arkeologi dari Perancis, yaitu tim
dari ECOLO FRANCAISE D'EXTREME-ORIENT (EFEO) bekerja sama dengan pusat Penelitian
Arkeologi Nasional di Lobu Tua-Barus menemukan bahwa sekitar abaf IX-XII masehi, barus
telah menjadi sebuah menjadi sebuah wilayah pusat pelabuhan yang didiami oleh pemukim
dari berbagai suku bangsa seperti Arab, Aceh, Cina, Tamil, Jawa, Bugis, dan Bengkulu. Bukti
tersebut diperkuat dengan munculnya kerajaan islam pertama di Nusantara, yaitu kerajaan
Perlak atau Peurula sekita abad IX Masehi. Kerajaan inilah yang pertama kali menyebarkan
agama islam di sumatera hingga berkembang menjadi Kerajaan Samudera pasai. Selain itu,
juga hingga ke jawa dengan adanya makam Fatimah binti Maimun berangka tahun 1082
Masehi. Adanya sebuah kerajaan Islam Perlak abad IX membuktikan masuknya islam pada
masa sebelum itu.
Di antara ketiga teori ini, teori Arablah yang saat ini diterima oleh para ahli sejarah.
Meskipun demikian, bukan berarti masuknya islam di Nusantara hanya berasal dari tanah
arab. Kaum muslimin dari Wilayah yang juga telah memeluk agama islam juga ikut berperan
semisal para pedagang dari Gurajat atau Persia meskipun datang kemudian.

7
C. Perkembangan Islam di Indonesia

Sebagian ahli menyatakan bahwa agama Islam itu masuk ke Indonesia sejak abad ke-7
sampai dengan abad ke-8 Masehi. Pendapat itu didasarkan pada berita dari Cina zaman
Dinasti T’ang yang menyebutkan adanya orang-orang Ta Shih (Arab dan Persia) yang
mengurungkan niatnya untuk menyerang Ho Ling di bawah pemerintahan Ratu Sima (674).
Sebagian ahli yang lain menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia baru abad ke-13.
Pernyataan ini didasarkan pada masa runtuhnya Dinasti Abbassiah di Bagdad (1258). Hal itu
juga didasarkan pada berita dari Marco Polo (1292), berita dari Ibnu Batuttah (abad ke-14),
dan Nisan Kubur Sultan Malik al Saleh (1297) di Samudera Pasai. Pendapat itu diperkuat
dengan masa penyebaran ajaran tasawuf. Sebenarnya kita perlu memisahkan pengertian
proses masuk dengan berkembangnya agama Islam di Indonesia, seperti berikut:
1. masa kedatangan Islam (kemungkinan sudah terjadi sejak abad ke-7 sampai dengan
abad ke-8 Masehi);
2. masa penyebaran Islam (mulai abad ke-13 sampai dengan abad ke-16 Masehi, Islam
menyebar ke berbagai penjuru pulau di Nusantara);
3. masa perkembangan Islam (mulai abad ke-15 Masehi dan seterusnya melalui
kerajaan-kerajaan Islam).

Terdapat berbagai pendapat pula mengenai negeri asal pembawa agama serta
kebudayaan Islam ke Indonesia. Ada yang mengatakan bahwa kebudayaan dan agama Islam
datang dari Arab, Persia, dan India (Gujarat dan Benggala). Akan tetapi, para ahli
menitikberatkan bahwa golongan pembawa Islam ke Indonesia berasal dari Gujarat (India
Barat). Hal itu diperkuat dengan bukti-bukti sejarah berupa nisan makam, tata kehidupan
masyarakat, dan budaya Islam di Indonesia yang banyak memiliki persamaan dengan Islam di
Gujarat. Pembawanya adalah para pedagang, mubalig, dan golongan ahli tasawuf.
Ketika Islam masuk melalui jalur perdagangan, pusat-pusat perdagangan dan pelayaran di
sepanjang pantai dikuasai oleh raja-raja daerah, para bangsawan, dan penguasa lainnya,
misalnya raja atau adipati Aceh, Johor, Jambi, Surabaya, dan Gresik. Mereka berkuasa
mengatur lalu lintas perdagangan dan menentukan harga barang yang diperdagangkan.
Mereka itu yang mula-mula melakukan hubungan dagang dengan para pedagang muslim.
Lebih-lebih setelah suasana politik di pusat Kerajaan Majapahit mengalami kekacauan, raja-
raja daerah dan para adipati di pesisir ingin melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit. Oleh
karena itu, hubungan dan kerja sama dengan pedagang-pedagang muslim makin erat. Dalam
suasana demikian, banyak raja daerah dan adipati pesisir yang masuk Islam. Hal itu ditambah
dengan dukungan dari pedagang-pedagang Islam sehingga mampu melepaskan diri dari
kekuasaan Majapahit.Setelah raja-raja daerah, adipati pesisir, para bangsawan, dan penguasa
pelabuhan masuk Islam rakyat di daerah itu pun masuk Islam, contohnya Demak (abad ke-
15), Ternate (abad ke-15), Gowa (abad ke-16), dan Banjar (abad ke-16).

8
Proses masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Islam di Indonesia berlangsung
secara bertahap dan dilakukan secara damai sehingga tidak menimbulkan ketegangan sosial.
Cara penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Indonesia melalui berbagai saluran berikut
ini :
1. Saluran Perdagangan
Saluran yang digunakan dalam proses islamisasi di Indonesia pada awalnya melalui
perdagangan. Hal itu sesuai dengan perkembangan lalu lintas pelayaran dan perdagangan
dunia yang ramai mulai abad ke-7 sampai dengan abad ke- 16, antara Eropa, Timur Tengah,
India, Asia Tenggara, dan Cina.
Proses islamisasi melalui saluran perdagangan ini dipercepat oleh situasi politik beberapa
kerajaan Hindu pada saat itu, yaitu adipati-adipati pesisir berusaha melepaskan diri dari
kekuasaan pemerintah pusat di Majapahit. Pedagang-pedagang muslim itu banyak menetap
di kota-kota pelabuhan dan membentuk perkampungan muslim. Salah satu contohnya adalah
Pekojan.
2. Saluran Perkawinan

Kedudukan ekonomi dan sosial para pedagang yang sudah menetap makin baik. Para
pedagang itu menjadi kaya dan terhormat, tetapi keluarganya tidak dibawa serta. Para
pedagang itu kemudian menikahi gadis-gadis setempat dengan syarat mereka harus masuk
Islam. Cara itu pun tidak mengalami kesulitan. Saluran islamisasi lewat perkawinan ini lebih
menguntungkan lagi apabila para saudagar atau ulama Islam berhasil menikah dengan anak
raja atau adipati. Kalau raja atau adipati sudah masuk Islam, rakyatnya pun akan mudah diajak
masuk Islam.
Misalnya, perkawinan Maulana Iskhak dengan putri Raja Blambangan yang melahirkan
Sunan Giri; perkawinan Raden Rahmat (Sunan Ngampel) dengan Nyai Gede Manila, putri
Tumenggung Wilatikta; perkawinan putri Kawunganten dengan Sunan Gunung Jati di Cirebon;
perkawinan putri Adipati Tuban (R.A. Teja) dengan Syekh Ngabdurahman (muslim Arab) yang
melahirkan Syekh Jali (Jaleluddin).
3. Saluran Tasawuf
Tasawuf adalah ajaran ketuhanan yang telah bercampur dengan mistik dan hal-hal magis.
Oleh karena itu, para ahli tasawuf biasanya mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai
kekuatan menyembuhkan. Kedatangan ahli tasawuf ke Indonesia diperkirakan sejak abad ke-
13, yaitu masa perkembangan dan penyebaran ahli-ahli tasawuf dari Persia dan India yang
sudah beragama Islam.

Bersamaan dengan perkembangan tasawuf, para ulama dalam mengajarkan agama Islam
di Indonesia menyesuaikan dengan pola pikir masyarakat yang masih berorientasi pada
agama Hindu dan Buddha sehingga mudah dimengerti. Itulah sebabnya, orang Jawa begitu
mudah menerima agama Islam. Tokoh-tokoh tasawuf yang terkenal, antara lain Hamzah
Fansyuri, Syamsuddin as Sumatrani, Nur al Din al Raniri, Abdul al Rauf, Sunan Bonang, Syekh
Siti Jenar, dan Sunan Panggung.

9
4. Saluran Pendidikan
Lembaga pendidikan Islam yang paling tua adalah pesantren. Murid-muridnya (santri)
tinggal di dalam pondok atau asrama dalam jangka waktu tertentu menurut tingkatan
kelasnya. Pengajarnya adalah para guru agama (kiai atau ulama). Para santri itu jika sudah
tamat belajar, pulang ke daerah asal dan mempunyai kewajiban mengajarkan kembali
ilmunya kepada masyarakat di sekitar. Dengan cara itu, Islam terus berkembang memasuki
daerah-daerah terpencil.
Pesantren yang telah berdiri pada masa pertumbuhan Islam di Jawa, antara lain Pesantren
Sunan Ampel di Surabaya yang didirikan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Pesantren
Sunan Giri yang santrinya banyak berasal dari Maluku (daerah Hitu). Raja-raja dan
keluarganya serta kaum bangsawan biasanya mendatangkan kiai atau ulama untuk menjadi
guru dan penasihat agama. Misalnya, Kiai Ageng Selo adalah guru Jaka Tingkir; Kiai Dukuh
adalah guru Maulana Yusuf di Banten; Maulana Yusuf adalah penasihat agama Sultan Ageng
Tirtayasa.
5. Saluran Seni Budaya
Berkembangnya agama Islam dapat melalui seni budaya, misalnya seni bangunan (masjid),
seni pahat (ukir), seni tari, seni musik, dan seni sastra. Seni bangunan masjid, mimbar, dan
ukir-ukirannya masih menunjukkan seni tradisional bermotifkan budaya Indonesia–Hindu,
seperti yang terdapat pada candi-candi Hindu atau Buddha. Hal itu dapat dijumpai di Masjid
Agung Demak, Masjid Sendang Duwur Tuban, Masjid Agung Kasepuhan Cirebon, Masjid
Agung Banten, Masjid Baiturrahman Aceh, dan Masjid Ternate. Pintu gerbang pada kerajaan
Islam atau makam orang-orang yang dianggap keramat menunjukkan bentuk candi bentar
dan kori agung. Begitu pula, nisan-nisan makam kuno di Demak, Kudus, Cirebon, Tuban, dan
Madura menunjukkan budaya sebelum Islam. Hal itu dimaksudkan untuk menunjukkan
bahwa Islam tidak meninggalkan seni budaya masyarakat yang telah ada, tetapi justru ikut
memeliharanya. Seni budaya yang tetap dipelihara dalam rangka proses islamisasi itu banyak
sekali, antara lain perayaan Garebek Maulud (Sekaten) di Yogyakarta, Surakarta, dan
Cirebon.Islamisasi juga dilakukan melalui pertunjukkan wayang yang telah dipoles dengan
unsur-unsur Islam. Menurut cerita, Sunan Kalijaga juga pandai memainkan wayang. Islamisasi
melalui sastra ditempuh dengan cara menyadur buku-buku tasawuf, hikayat, dan babad ke
dalam bahasa pergaulan (Melayu).

6. Saluran Dakwah
Gerakan penyebaran Islam di Jawa tidak dapat dipisahkan dengan peranan Wali Songo.
Istilah wali adalah sebutan bagi orang-orang yang sudah mencapai tingkat pengetahuan dan
penghayatan agama Islam yang sangat dalam dan sanggup berjuang untuk kepentingan
agama tersebut. Oleh karena itu, para wali menjadi sangat dekat dengan Allah sehingga
mendapat gelar Waliullah (orang yang sangat dikasihi Allah). Sesuai dengan zamannya, wali-
wali itu juga memiliki kekuatan magis karena sebagian wali juga merupakan ahli tasawuf.

10
Para Wali Sanga yang berjuang dalam penyebaran agama Islam di berbagai daerah di Pulau
Jawa adalah sebagai berikut.
Maulana Malik Ibrahim
1) Sunan Ampel
2) Sunan Drajad
3) Sunan Bonang
4) Sunan Giri
5) Sunan Kalijaga
6) Sunan Kudus
7) Sunan Muria
8) Sunan Gunung Jati

D. Corak Islam di Nusantara


Kemunculan dan perkembangan Islam di kawasan Nusantara menimbulkan transformasi
kebudayaan (peradaban) lokal. Tranformasi melalui pergantian agama dimungkinkan karena
Islam selain menekankan keimanan yang benar, juga mementingkan tingkah laku dan
pengamalan yang baik, yang diwujudkan dalam berbagai aspek kehidupan. Terjadinya
transformasi kebudayaan (peradaban) dari sistem keagamaan lokal kepada sistem
keagamaan Islam bisa disebut revolusi agama. Transformasi masyarakat kepada Islam terjadi
berbarengan dengan “masa perdagangan,” masa ketika Asia Tenggara mengalami
peningkatan posisi dalam perdagangan Timur-Barat. Kota-kota wilayah pesisir muncul dan
berkembang menjadi pusat-pusat perdagangan, kekayaan dan kekuasaan. Masa ini
mengantarkan wilayah Nusantara ke dalam internasionalisasi perdagangan dan
kosmopolitanisme kebudayaan yang tidak pernah dialami masyarakat di kawasan ini pada
masa-masa sebelumnya.
Konversi massal masyarakat Nusantara kepada Islam pada masa perdagangan terjadi
karena beberapa sebab sebagai berikut:
1) Portabilitas (siap pakai) sistem keimanan Islam. Sebelum Islam datang, sistem
kepercayaan lokal berpusat kepada penyembahan arwah nenek moyang yang
tidak siap pakai. Oleh karena itu, sistem kepercayaan kepada Tuhan yang berada
di mana-mana dan siap memberikan perlindungan di manapun mereka berada,
mereka temukan di dalam Islam.
2) Asosiasi Islam dengan kekayaan. Ketika penduduk pribumi Nusantara bertemu dan
berinteraksi dengan pedagang Muslim yang kaya raya. Karena kekayaan dan
kekuatan ekonominya, mereka bisa memainkan peran penting dalam bidang
politik entitas lokal dan bidang diplomatik.
3) Kejayaan militer. Orang Muslim dipandang perkasa dan tangguh dalam
peperangan. Hal ini bisa dilihat dari beberapa pertempuran yang dialami dan
dimenangkan oleh kaum Muslim.
4) Memperkenalkan tulisan. Agama Islam memperkenalkan tulisan ke berbagai
wilayah Asia Tenggara (Nusantara) yang sebagian belum mengenal tulisan, dan

11
sebagian sudah mengenal tulisan sanskerta. Tulisan yang diperkenalkan adalah
tulisan Arab.
5) Mengajarkan penghapalan. Para penyebar Islam menyandarkan otoritas sakral.
Ajaran Islam yang mengandung kebenaran dirancang dalam bentuk –bentuk yang
mudah dipahami dan dihafalkan oleh penganut baru. Karena itulah, hafalan
menjadi sangat penting bagi para penganut baru yang semakin banyak jumlahnya.
6) Kepandaian dalam penyembuhan. Karena penyakit selalu dikaitkan dengan sebab-
sebab spiritual, maka agama dipandang mempunyai jawaban terhadap berbagai
penyakit dan ini menjadi jalan untuk pengembang sebuah agama yang baru
(Islam). Contohnya, Raja Patani menjadi muslim setelah disembuhkan penyakitnya
oleh seorang ulama dari Pasai.
7) Pengajaran tentang moral. Islam menawarkan keselamatan dari berbagai
kekuatan jahat. Ini terangkum dalam moral dunia yang diprediksi bahwa orang-
orang yang taat akan dilindungi Tuhan dari segala kekuatan jahat dan akan diberi
imbalan surga di akhirat.
Melalui sebab-sebab itu, Islam cepat mendapat pengikut yang banyak. Menurut Azra,
semua daya tarik tersebut mendorong terjadinya “Revolusi keagamaan”.
Adapun corak awal Islam dipengaruhi oleh tasawuf, antara lain terlihat dalam berbagai
aspek berikut:
a) Aspek Politik

Dengan cara perlahan dan bertahap, tanpa menolak dengan keras terhadap sosial kultural
masyarakat sekitar, Islam memperkenalkan toleransi dan persamaan derajat. Ditambah lagi
kalangan pedagang yang mempunyai orientasi kosmopolitan, panggilan Islam ini kemudian
menjadi dorongan untuk mengambil alih kekuasaan politik dari tangan penguasa yang masih
kafir. Menurut penulis, pengambil alihan kekuasaan dari penguasa yang masih kafir ini
merupakan konflik yang terjadi antara rakyat dengan penguasa. Karena, rakyat yang sudah
memeluk agama Islam, menginginkan kehidupan yang adil di bawah pimpinan yang adil pula.
Maka dalam hal ini, keadilan tersebut akan sangat mungkin didapatkan apabila pemimpin
sudah memeluk Islam dan melaksanakan ajarannya.
Islam semakin tersosialisasi dalam masyarakat Nusantara dengan mulai terbentuknya
pusat kekuasaan Islam. Kerajaan Samudera Pasai diyakini sebagai kerajaan Islam pertama di
Indonesia. Bukti paling kuat yang menjelaskan tentang itu adalah ditemukannya makam Malik
al-Shaleh yang terletak di kecamatan Samudera di Aceh Utara. Makam tersebut menyebutkan
bahwa, Malik al-Shaleh wafat pada bulan Ramadhan 696 H/ 1297 M. Dalam Hikayat Raja-Raja
Pasai dan Sejarah Melayu Malik, Malik al-Shaleh digambarkan sebagai penguasa pertama
kerajaan Samudera Pasai. Pada tahap-tahap selanjutnya, banyak kerajaan-kerajaan Islam
yang berdiri di wilayah Nusantara, seperti kerajaan Aceh, Demak, Pajang, Mataram, Ternate,
Tidore, dan sebagainya.

12
Menurut penulis, banyaknya kerajaan Islam yang berdiri di wilayah Nusantara tidak
terlepas dari adanya peran para ulama yang dekat dengan Raja. Dengan demikian, terjadi
kontak antara Raja dengan ulama, yang selanjutnya mengislamkan raja kemudian diikuti oleh
rakyatnya. Pada tahap berikutnya, raja yang muslimpun akan membantu penyebaran dan
pengembangan agama Islam ke wilayah-wilayah di Nusantara, dan diikuti dengan banyaknya
kerajaan Islam yang berdiri.

b) Aspek Hukum
Adanya sebuah kerajaan, akan melahirkan undang-undang untuk mengatur jalannya
kehidupan di sebuah kerajaan. Karena dengan undang-undang inilah masyarakat akan diatur.
Sebelum masuknya Nusantara, telah ada sistem hukum yang bersumber dari hukum Hindu
dan tradisi lokal (hukum adat). Berbagai perkara dalam masyarakat diselesaikan dengan
kedua hukum tersebut. Setelah agama Islam masuk, terjadi perubahan tata hukum. Hukum
Islam berhasil menggantikan hukum Hindu di samping berusaha memasukkan pengaruh ke
dalam masyarakat dengan mendesak hukum adat, meskipun dalam batas-batas tertentu
hukum adat masih tetap bertahan. Pengaruh hukum Islam tampak jelas dalam beberapa segi
kehidupan dan berhasil mengambil kedudukan yang tetap bagi penganutnya.
Berbagai kitab undang-undang yang ditulis pada masa-masa awal Islam di Nusantara yang
menjadi panduan hukum bagi negara dan masyarakat, memang bersumber dari kitab-kitab
karya ulama Sunni di berbagai pusat keilmuan dan kekuasaan Islam di Timur Tengah. Kitab
undang-undang Melayu menunjukkan ajaran-ajaran syari’ah sebagai bagian integral dalam
pembinaan tradisi politik di kawasan ini. Sebagai contoh, yaitu kitab Undang-Undang Melaka.
Kitab undang-undang ini menunjukkan kuatnya pengaruh unsur-unsur hukum Islam,
khususnya yang berasal dari Mazhab Syafi’i. Undang-Undang Melaka pada intinya meletakkan
beberapa prinsip pertemuan antara hukum Islam dan adat setempat. Pertama, gagasan
tentang kekuasaan dan dan sifat daulat ditentukan berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Kedua,
pemeliharaan ketertiban umum dan penyelesaian perkara hukum didasarkan pada
ketentuan-ketentuan Islam dan adat. Ketiga, hukum kekeluargaan pada umumnya didasarkan
pada ketentuan-ketentuan fiqh Islam. Keempat, hukum dagang dirumuskan berdasarkan
praktek perdagangan kaum Muslimin. Kelima, hukum yang berkaitan dengan kepemilikan
tanah umumnya berdasarkan adat.
Dengan demikian, dalam perkembangan tradisi politik Melayu di Nusantara, pembinaan
hukum dilakukan dengan mengambil prinsip-prinsip hukum Islam, dan mempertahankan
ketentuan-ketentuan adat yang dipandang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
c) Aspek Bahasa
Kedalaman pengaruh bahasa Arab dalam politik Islam di Asia Tenggara (nusantara) tidak
diragukan lagi banyak berkaitan dengan sifat penyebaran Islam di kawasan, khususnya pada
masa-masa awal. Hal ini berbeda dengan Islamisasi di wilayah Persia dan Turki yang
melibatkan penggunaan militer, Islamisasi di Nusantara pada umumnya berlangsung damai.
Konsekuensi dari sifat proses penyebaran itu sudah jelas. Wilayah Muslim Asia Tenggara
(Nusantara) menerima Islam secara berangsur-angsur. Dengan demikian, Muslim Melayu

13
tidak mengadopsi budaya Arab secara keseluruhan , bahkan warna lokal cukup menonjol
dalam perjalanan Islam di kawasan ini.
Walaupun kurang terarabisasi, bahasa Arab memainkan peran penting dalam kehidupan
sosial keagamaan kaum Muslim. Berbagai suku bangsa Melayu tidak hanya mengadopsi
peristilahan Arab, tetapi juga aksara Arab yang kemudian sedikit banyak disesuaikan dengan
kebutuhan lidah lokal. Dari aspek tersebut, kemunculan Islam dan penerimaan aksara Arab
merupakan langkah signifikan bagi sebagian penduduk di Nusantara untuk masuk ke dalam
kebudayaan tulisan. Selanjutnya, hal tersebut melahirkan tulisan yang dikenal dengan akasara
Arab Melayu atau aksara Arab Jawi. Ketiga aspek tersebut yang dipengaruhi oleh Islam, hal
tersebut menjadi corak Islam yang terus berkembang hingga abad ke 17. Hal ini menunjukkan
kehidupan beragama Islam sangat terasa pada masa tersebut.
E. Perkembangan Peradaban Islam di Indonesia pada Masa Penjajahan Barat

1. Masa Penjajahan Portugis


Perjalanan bangsa Portugis hingga benua Asia tidak terlepas dari watak sebagian besar
bangsa Eropa (beragama Kristen) yang membenci umat Islam. Seperti yang telah kita ketahui
bahwa pernah terjadi peperangan besar yang terjadi antara umat Islam dan Kristen yang
disebut “Perang Salib” (1096-1270 M). Penguasaan besar-besaran oleh umat Islam di daerah
Timur Tengah dan beberapa wilayah Eropa pada saat itu memancing umat Kristen di
sekitarnya untuk segera mengambil alih kedudukan itu. Walaupun perang Salib berhasil
dimenangkan oleh umat Islam, namun beda halnya dengan yang terjadi di belahan Dunia
Islam sebelah barat. Orang-orang Islam (Arab) yang telah berkuasa atas semenanjung Iberia
(Spanyol-Portugal) semenjak abad 6 Masehi mengalami pasang naik dan pasang surut. Karena
sebab-sebab perpecahan ke dalam, pertentangan politik, penonjolan rasa keakuan yang
melampaui batas, berebut kekuasaan dan kekayaan, tidak dapat membedakan yang mana
boleh dikerjakan sendiri-sendiri di antara golongan-golongan dan yang mana harus bersatu,
dan karena mengabaikan ajaran-ajaran Syara’ Islam, maka pada periode demi periode
mengalami kemunduran dan persengketaan. Akhirnya pada tahun-tahun memasuki abad ke-
15 M daerah-daerah yang mereka kuasai, propinsi demi propinsi direbut kembali oleh orang-
orang Spanyol-Portugis hingga akhirnya pecahlah Kerajaan Islam Spanyol yang jaya menjadi
berkeping-keping di Afrika Utara. Istilah “reconquistia” pun mulai didengung-dengungkan
sebagai lambang kemegahan orang Spanyol dan Portugis. Istilah ini dikemukakan oleh Dr. W.
B. Sijabat yang berarti “merebut kembali dari suatu yang pernah diambil pihak lain”.
Bersamaan dengan itu, orang-orang Portugis mengambil kesempatan untuk melakukan
apa yang mereka namakan “reconquistia”. Mereka bukan saja merebut miliknya yang pernah
hilang, akan tetapi lebih dari itu. Mereka menjadi bernafsu untuk merebut milik orang-orang
Islam di mana saja mereka berada baik di Barat maupun di Timur. Setiap orang yang beragama
Islam bagi mereka adalah orang Moro, orang yang harus diperangi. Mulailah orang-orang
portugis berlanglang buana atas nama “conquistador-conquistador” (jagoan penakluk) yang
direstui Sri Paus. Tujuannya berganda, membalas dendam, merebut tanah jajahan, kekuasaan
politik, mengangkut rempah-rempah dan harta kekayaan penduduk pribumi serta
menyebarkan agama Katholik. Portugis menetapkan diri mereka sebagai penguasa samudra

14
Hindia pada awal abad ke-16. Pada tahun 1509 mereka mengalahkan sebuah pasukan
gabungan Mesir dan India serta merebut Goa. Setelah menguasai Goa, bandar perdagangan
di pantai barat India, Portugis mengarahkan lirikan mata imperialismenya ke Timur, Malaka
(Malaysia). Pada tahun 1511 mereka menaklukkan Malaka di bawah pimpinan d’Albuquerque
, tahun 1515 menaklukkan Hormuz di teluk Persia, dan pada tahun 1522 mereka menaklukkan
Ternate sebagai sebuah upaya untuk menguasai perdagangan antara Cina, Jepang, Siam,
Molucca, Samudra India dan Eropa. Portugis diusir dari Ternate pada tahun 1575, tetapi
mereka tetap menguasai sejumlah kepulauan lainnya di Molucca. Tahun-tahun sekitar 1510
itu Kerajaan Islam Malaka memang sedang mengalami kemerosotan akibat pertentangan dan
perang saudara memperebutkan kekuasaan dan kekayaan. Agaknya penyakit inilah yang
sedang melanda umat Islam di mana-mana sejak dari Spanyol hingga ke Asia Tenggara.
Di Malaka, selain banyak sekali berdatangan para pedagang bangsa Arab (Islam) juga
tidak sedikit datang dan pergi para pedagang Muslimin bangsa Indonesia baik yang berasal
dari Sumatra (Pase dan Perlak) maupun yang datang dari Jawa (Demak). Hal itulah yang lebih
menarik perhatian Portugis. Pertama, orang-orang dari Jawa ini pemeluk agama Islam yang
taat dan menjadi sahabat Malaka. Kedua, karena pedagang dari Demak itu dagang dengan
membawa rempah-rempah yang amat mempesonakan Portugis. Ketiga, kapal-kapal dagang
Demak tidak dipersenjatai karena tujuan pelayarannya memang semata-mata untuk
berniaga. Mulailah Portugis melakukan provokasi-provokasi untuk memutuskan hubungan
Malaka-Demak dan sekaligus merampas rempah-rempah yang sangat harum di hidung orang
Eropa itu. Lama kelamaan gelagat buruk ini diketahui oleh Adipati Yunus yang ketika itu
menjadi sultan Demak. Mengusik dan merampas rempah orang Demak sama artinya dengan
mematahkan ekonomi Negara Demak dan menghalang-halangi dakwah Islam. Memang, di
kapal-kapal dagang orang Demak banyak pula berlayar para saudagar Islam bangsa Arab, akan
tetapi buat Demak banyak pula mereka adalah warga negaranya sendiri yang selain sedang
melakukan kegiatan berniaga sekaligus juga melakukan tugas dakwah yang dilindungi oleh
kedaulatan Demak. Sejak kerajaan Demak berdiri, maka kegiatan dakwah dan niaga dilakukan
secara serentak. Mubaligh-mubaligh dan saudagar-saudagar pribumi Demak berdampingan
bahu membahu dengan mubaligh-mubaligh dan saudagar-saudagar Arab. Mereka tidak saja
dalam hubungan antara murid dan guru tetapi telah menjadi satu saudara yang dipertalikan
oleh satu agama yaitu Islam di bawah daulat kerajaan Demak.

Perlawanan pun mulai digencarkan yaitu pada tahun 1513 dan 1521 yang langsung
dipimpin oleh Sultan Yunus. Namun sayangnya pertempuran ini masih bisa dihalau oleh
pasukan Portugis yang memiliki kemajuan teknik dan pengalaman di laut sambil berperang,
bahkan pertempuran ini menewaskan Sultan Yunus sebagai syuhada’. Peperangan tak
berhenti di sini, dengan kata lain perlawanan tetap berlanjut walau sering kali mengalami
kegagalan.Ternyata pertahanan yang dilakukan Demak ini membawa dampak negatif dalam
sisi internal. Pemerintahan pusat di Demak lebih mencurahkan kegiatannya pada masalah
politik terutama politik luar negeri. Penggarapan terhadap masalah-masalah sosial,
pendidikan, kemakmuran dan sebagainya tidak seimbang. Dan yang paling diabaikan adalah
masalah kaderisasi atau pembinaan generasi muda untuk calon-calon pengganti mereka di
masa datang. Yang terasa pula ialah bahwa jalannya dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar
tidak terorganisir seperti sedia kala. Padahal pelaksanaan politik yang lepas dari dakwah dan

15
amar ma’ruf nahi munkar dengan mudah akan menimbulkan penyelewengan-
penyelewengan politik, politik menjadi lepas dari norma-norma Taqwallah, maka akibatnya
menjurus kepada gejala “politik menghalalkan segala cara”. Kalau sudah demikian, pasti
goyahlah sendi-sendi kerajaan, jauhlah hubungan antara yang memerintah dan yang
diperintah, dan jurang itu akan semakin melebar jikalau tidak cepat dijembatani. Oleh karena
itulah, merenggangnya hubungan penguasa dengan para ulama juga bisa dijadikan sebagai
penyebab melemahnya kerajaan Demak. Pendek kata, Islam sebagai pedoman hidup harus
tetap dijaga, komunikasi yang baik antara para ulama dan para penguasa sangat penting
untuk diwujudkan.
Demak telah berakhir, namun Islam tidaklah berakhir.Intervensi Portugis secara tidak
langsung justru menyokong bagi penyebaran Islam. Dengan hancurnya kekuasaan Malaka,
para guru dan misionari Muslim berpindah ke Sumatra Utara, Jawa, Molucca, dan ke Borneo.
Setelah hancurnya kekuasaan Malaka, tiga pusat utama kehidupan politik dan kultural Muslim
tumbuh berkembang. Di Aceh, sultan Syah Ali Mughayat menyatukan lawan-lawan Portugis,
dan berhasil mengalahkan mereka pada perang di Pidie 1521 dan pada perang Pasai tahun
1524, menaklukkan wilayah pesisir utara kerajaan Aceh yang menjadi pusat persaingan utama
pihak Portugis. Antara tahun 1529-1587 Aceh melancarkan usaha-usaha secara
berkesinambungan untuk merebut kembali Malaka. Antara tahun 1618 dan 1620, kerajaan
Aceh merebut Pahang, Kedah, dan Perak. Puncak kekuasaan Aceh tercapai pada masa
pemerintahan Iskandar Muda (1607-1636), yang mengorganisir sebuah rezim yang efektif dan
memperkokoh dominasinya atas para penguasa lokal (uleebalang) dan berbagai kelompok
perkampungan. Ambisi Sultan Iskandar untuk menguasai seluruh wilayah semenanjung ini
dipatahkan oleh kekuatan pemerintahan Malaya lainnya pada tahun 1629.

Beberapa kesultanan Muslim didirikan di semenanjung Malaya pada abad 15 dan abad
16. Di antaranya yang paling besar adalah kesultanan Johor (1512-1812). Kesultanan Johor
tidak merupakan sebuah dinasti, melainkan sebuah wilayah kewenangan yang diperintah
oleh beberapa penguasa yang berbeda. Johor bertempur melawan Aceh dan Portugis untuk
memperebutkan kekuasaan atas Malaka.Jawa menjadi wilayah bagi pusat kekuasaan Muslim
ketiga. Antara tahun 1513 dan 1528, sebuah koalisi kerajaan Muslim mengalahkan kekuasaan
Majapahit, dan tumbuhlah dua negara baru di wilayah pusat Jawa, yaitu kerajaan Banten di
Jawa Tengah dan Jawa Barat (didirikan pada tahun 1568), dan kerajaan Mataram di wilayah
timur Jawa Tengah. Melanjutkan perjalanan Portugis, setelah berhasil mengacau
perdagangan di Malaka, mereka mulai menemukan pedagang Melayu yang melarikan diri ke
daerah lain seperti Demak dan Makasar. Mereka yang menyelamatkan diri ke Maluku, oleh
Portugis diikuti jejaknya seolah dijadikan “guide”, penunjuk jalan untuk menemukan
Maluku.Islamisasi di Maluku pada saat itu sudah berkembang, yaitu sejak pertengahan abad
ke limabelas. Hal itu ditandai dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam yang dipimpin oleh
penguasa-penguasa yang taat beribadah dan sangat memperhatikan dakwah Islam.

16
Keadaan seperti itulah yang tidak disukai Portugis. Mereka mulai menggunakan taktik
adu domba untuk kembali melakukan misi utamanya, yaitu menjajah bumi Nusantara dan
menghancurkan Islam. Karena usia Islam masih muda di Ternate, Portugis yang tiba di sana
pada tahun 1522 M berharap dapat menggantikannya dengan agama Kristen. Harapan itu
tidak terwujud. Usaha mereka hanya mendatangkan hasil yang sedikit. Hingga pada suatu
saat, seorang utusan dari Roma yang terkenal, Fransisco Xaverius, melakukan kristenisasi
besar-besaran sekitar tahun 1546 padahal ratusan tahun yang lalu Islam sudah memasuki
Maluku dan penduduk gugusan pulau-pulau yang padat itu telah memeluk agama Islam.
Menghadapi tantangan seperti itu maka tidak sedikit terjadi perlawanan terhadap pasukan-
pasukan Portugis yang membawa agama Katholiknya. Dakwah Islam itu mencapai puncaknya
ketika motivasinya didorong oleh unsur politik membela kepentingan bangsa dan tanah air
berhubung dengan perbuatan Portugis yang melukai sentimen nasional yang sangat kuat.
Akhirnya tindakan kristenisasi tersebut membangkitkan semangat juang di kalangan
kaum Muslimin Maluku. Sultan Ternate mengambil inisiatif utnuk mengadakan tindakan
timbal balik. Keras dihadapi dengan keras, sentimen dengan sentimen, ekspansi atau
perluasan daerah diimbangi dengan ekspansi pula. Itu sebabnya, di mata Gereja Katholik,
Sultan Ternate dipandang sebagai “orang keras paling dibenci”. Hal itulah yang oleh
pemimpin Gereja sendiri akhirnya diakui sebagai suatu fanatisme yang meluap-luap. Ya,
tetapi siapa mendahului siapa Sekali pun penyebaran Kristen demikian pesat di kepulauan
Maluku, namun dakwah Islam terus berkembang baik di kepulauan Maluku Utara, Tengah
maupun Selatan. Umat Islam di sana mempunyai potensi yang hidup dan sanggup berdiri di
atas kaki sendiri.Keadaan pada waktu sekarang tetaplah demikian dan semakin
memperlihatkan perkembangan Islam yang mantap dan maju. Hal itulah yang membuat
kesadaran di kalangan pemeluk agama Kristen tentang keadaan Islam yang sebenarnya di
Maluku.
2. Masa Penjajahan Belanda

Penindasan Belanda atas Islam justru menjadikan Islam mampu meletakkan dasar-dasar
identitas bangsa Indonesia. Selain itu Islam juga dijadikan lambang perlawanan bagi
imperialisme. Bagi para penguasa pribumi, memeluk agama Islam berarti memiliki dua
senjata. Pertama, mendapat dukungan dari rakyat, karena rakyat banyak dari kalangan petani
dan pedagang yang telah menjadikan Islam sebagai agamanya. Kedua, selain para penguasa
dengan memeluk agama Islam mendapatkan dukungan rakyat, juga dapat memiliki senjata
dalam melawan agresi agama dan perdagangan dari imperialis barat.
Kehadiran ulama dalam masyarakat telah diterima sebagai pelopor pembaharu dan
pengaruh ulama pun semakin mendalam setelah berhasil membina pesantren. Ternyata
pesantren itu tidak hanya merupakan lembaga pendidikan, tetapi juga merupakan lembaga
penyemaian kader-kader pemimpin rakyat, sekaligus berfungsi sebagai wahana merekrut
prajurit sukarela yang memiliki keberanian moral yang tinggi. Sepintas lalu ulama hanya
terlihat sekedar sebagai pembina pesantren. Akan tetapi, peranannya dalam sejarah cukup
militan. Diakui oleh Thomas Stanford Raffles bahwa ulama merupakan part nearship para
penguasa dalam melawan usaha perluasan kekuasaan asing di Indonesia. Dengan demikian,
ulama memegang peranan multifungsi, termasuk bidang politik dan militer.

17
Kelanjutan dari pengaruh ulama yang demikian luas tersebut tidak hanya terbatas
dibidang politik dan militer saja, melainkan meluas juga terhadap ekonomi yang telah
meninggalkan bekas-bekasnya atas the ecology of economic activities. Maka jelaslah Belanda
di Indonesia mendapatkan rintangan dari ulama terutama dibidang perdagangan. Belanda
melihat kegiatan umat Islam yang mempunyai dwifungsi sebagai pedlar missionaries (da’i dan
pedagang). Akibatnya, usaha perdagangan Belanda menghadapi ancaman dari umat Islam.

18
BABIII
PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Asal Usul Kemuhammadiyahan: Kemuhammadiyahan adalah gerakan Islam yang


bermula di Indonesia pada awal abad ke-20, didirikan oleh Ahmad Dahlan dengan
tujuan memurnikan ajaran Islam dan mengembangkan pendidikan Islam modern.

2. Teori Masuknya Islam di Nusantara: Islam masuk ke Nusantara melalui berbagai jalur,
termasuk perdagangan, misi, dan perkawinan campuran. Penyebaran Islam
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pedagang, misionaris, dan kerajaan Islam awal.

3. Proses Perkembangan Islam di Nusantara: Perkembangan Islam di Nusantara adalah


hasil dari interaksi antara Islam dan budaya lokal, yang menciptakan keragaman corak
Islam, dengan penekanan pada toleransi, budaya lokal, dan tradisi keagamaan.

4. Perkembangan Peradaban Islam di Indonesia pada Masa Penjajahan Barat: Selama


masa penjajahan Barat, seperti kolonialisme Belanda, Islam di Indonesia mengalami
dinamika kompleks, termasuk perlawanan terhadap kolonialisme, pendidikan dan
pembaruan Islam, serta integrasi dengan budaya lokal. Islam tetap menjadi faktor
penting dalam sejarah dan perkembangan sosial Indonesia di bawah pengaruh
kolonialisme Barat.

19
DAFTAR PUSTAKA

Mappanyompa, M. M., & Husnan, H. H. (2019). Pengaruh Pendidikan Kemuhammadiyahan


Terhadap Sikap Perilaku Siswa Di Sma Muhammadiyah Berau. Ibtida'iy: Jurnal Prodi
PGMI, 4(1), 17-29.
Faridi, F. (2010). Persepsi Mahasiswa Terhadap Mata Kuliah Al Islam Dan
Kemuhammadiyahan (AIK): Internalisasi Nilai-nilai Aik Bagi Mahasiswa. Progresiva,
4(1), 220737.
Nasution, F. (2020). Kedatangan dan Perkembangan Islam ke Indonesia. Mawa Izh Jurnal
Dakwah dan Pengembangan Sosial Kemanusiaan, 11(1), 26-46.
Aizid, U. R. (2016). Sejarah Islam Nusantara: Dari Analisis Historis hingga Arkeologis tentang
Penyebaran Islam di Nusantara. Diva Press.
Widiya, M., & Alimni, A. (2023). Sejarah Sosial Pedidikan Di Dunia Islam Proses Islamisasi
Dan Penyebaran Islam Di Nusantara. JPT: Jurnal Pendidikan Tematik, 4(1), 17-30.
qurnia Hayati, E. (2023). Islamisasi Ajaran Islam di Nusantara. AL-MANAR: Jurnal Komunikasi
dan Pendidikan Islam, 12(1), 69-78.

Azisi, A. M. (2020). Islam Nusantara: Corak Keislaman Indonesia Dan Perannya Dalam
Menghadapi Kelompok Puritan. Empirisma: Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam,
29(2), 123-136.
Rizal, A. S. (2011). Transformasi corak edukasi dalam sistem pendidikan pesantren, dari pola
tradisi ke pola modern. Jurnal pendidikan agama islam-ta’lim, 9(2), 95-112.

Saputra, F. (2021). Sejarah pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam di indonesia.


Al-Hikmah, 3(1), 98-108.
Hafizd, J. Z. (2021). Sejarah Hukum Islam di Indonesia: Dari Masa Kerajaan Islam Sampai
Indonesia Modern. Jurnal Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, 9(1).

20

Anda mungkin juga menyukai