Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SEJARAH KEMUHAMMADIYAHAN

Disusun Oleh:

Kelompok 3

1. AZKIYAH IMAAROTUL ILMI (2111010046)


2. WAFA ISTIAZAH (2111010069)
3. MYRANTI GAYUH RESPATI (2111010086)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN DIII

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH PURWOKERTO

2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Salawat dan salam semoga tercurahkan
kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, keluarga, sahabat, dan para
pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Alhamdulillah, berkat izin Allah yang Maha
Besar, makalah yang berjudul Sejarah Muhammadiyah ini telah selesai kami garap.

Di dalam makalah ini kami menjelaskan latar belakang berdirinya Muhammadiyah,


faktor yang melatar belakangi berdirinya Muhammadiyah, tujuan serta visi dan misi
Muhammadiyah, tokkoh - tokoh Muhammadiyah dan pemikiran K. H. A Dahlan tentang
pendidikan islam.

Kami menyadari, dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, yang
disebabkan keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca umumnya.

Purwokerto, 29 September 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB 1.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.................................................................................................................1

2.1 Latar Belakang............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................2

BAB II.......................................................................................................................................3

PEMBAHASAN....................................................................................................................3

2.1 Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah...........................................................3

2.2 Faktor-Faktor Sejarah Berdirinya Muhammadiyah..............................................4

2.3 Tujuan Serta Visi dan Misi Muhammadiyah...........................................................4

2.4 Tokoh – Tokoh Muhammadiyah...............................................................................5

2.5 Pemikiran Ahmad Dahlan Mengenai Pendidikan Islam......................................10

BAB III....................................................................................................................................11

PENUTUP...........................................................................................................................11

3.1 Kesimpulan................................................................................................................11

3.2 Saran..........................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................12

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang


Muhammadiyah adalah salah satu oraganisasi Islam besar di Indonesia. Nama
organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sehingga
Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi
Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8


Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis,
kemudian dikenal dengan Kiyai Haji Ahmad Dahlan. Beliau adalah pegawai kesultanan
Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat
Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang
bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam
yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist.

Berdasarkan itu kami ingin menggali lebih dalam tentang Muhammadiyah yang satu-
satunya menjadi organisasi masa islam yang modern tanpa mengesampingkan ajaran islam
itu sendiri.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang berdirinya Muhammadiyah?
2. Apa saja faktor yang melatar belakani berdirinya Muhammadiyah?
3. Apa Saja tujuan serta visi dan misi Muhammadiyah?
4. Siapa saja tokoh – tokoh Muhammdiyah?
5. Apa Saja Isi Pemikiran K.H.A Dahlan mengenai pendidikan islam ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mampu Menjelaskan Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah
2. Mampu Menjelaskan Faktor-Faktor Berdirinya Muhammadiyah
3. Mampu Menjelaskan tujuan serta visi misi Muhhammadiyah
4. Mampu Menyebutkan tokoh – tokoh Muhammadiyah
5. Mampu Menjelaskan isi Pemikiran K.H.A Dahlan mengenai pendidikan islam

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah


Muhammadiyah secara etimologis berarti pengikut nabi Muhammad, karena berasal dari kata
Muhammad, kemudian mendapatkan ya nisbiyah, sedangkan secara terminologi berarti
gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dan tajdid, bersumber pada al-Qur’an dan
as-Sunnah. Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November 1912 M)
merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah kelahiran sebuah gerakan
Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan perintisan atau kepeloporan
pemurnian sekaligus pembaruan Islam di negeri berpenduduk terbesar muslim di dunia.

Keinginan dari Kiyai Haji Akhmad Dahlan untuk mendirikan organisasi yang dapat dijadikan
sebagai alat perjuangan dan da’wah untuk nenegakan amar ma’ruf nahyi munkar yang
bersumber pada Al-Qur’an, surat Al-Imron:104 dan surat Al-ma’un sebagai sumber dari
gerakan sosial praktis untuk mewujudkan gerakan tauhid.

Ketidak murnian ajaran islam yang dipahami oleh sebagian umat islam Indonesia, sebagai
bentuk adaptasi tidak tuntas antara tradisi islam dan tradisi lokal nusantara dalam awal
bermuatan faham animisme dan dinamisme. Sehingga dalam prakteknya umat islam di
indonesia memperlihatkan hal-hal yang bertentangan dengan prinsif-prinsif ajaran islam,
terutama yang berhubuaan dengan prinsif akidah islam yag menolak segala bentuk
kemusyrikan, taqlid, bid’ah, dan khurafat. Sehingga pemurnian ajaran menjadi pilihan mutlak
bagi umat islam Indonesia. Keterbelakangan umat islam indonesia dalam segi kehidupan
menjadi sumber keprihatinan untuk mencarikan solusi agar dapat keluar menjadi
keterbelakangan.

Keterbelakangan umat islam dalam dunia pendidikan menjadi sumber utama keterbelakangan
dalam peradaban. Pesantren tidak bisa selamanya dianggap menjadi sumber lahirnya generasi
baru muda islam yang berpikir moderen. Kesejarteraan umat islam akan tetap berada dibawah
garis kemiskinan jika kebodohan masih melengkupi umat islam indonesia.

Maraknya kristenisasi di indonesia sebegai efek domino dari imperalisme Eropa ke dunia
timur yang mayoritas beragama islam. Proyek kristenisasi satu paket dengan proyek
imperialalisme dan modernisasi bangsa Eropa, selain keinginan untuk memperluas daerah
koloni untuk memasarkan produk-produk hasil refolusi industeri yang melada erofa.
3
Imperialisme Eropa tidak hanya membonceng gerilya gerejawan dan para penginjil untuk
menyampaikan ’ajaran jesus’ untuk menyapa umat manusia diseluruh dunia untuk
’mengikuti’ ajaran jesus. Tetapi juga membawa angin modernisasi yang sedang melanda
erofa. Modernisasi yang terhembus melalui model pendidikan barat (belanda) di indonesia
mengusung paham-paham yang melahirkan moernisasi erofa, seperti sekularisme,
individualisme, liberalisme dan rasionalisme. Jika penetrasi itu tidak dihentikan maka akan
terlahir generasi baru islam yang rasional tetapi liberal dan sekuler.

2.2 Faktor-Faktor Sejarah Berdirinya Muhammadiyah


a. Faktor subyektif

Faktor subyektif berdirinya muhamadiyah berupa kerisauan K.H.A Dahlan terhadap


permasalahan yang di hadapi umat islam; keterbelakangan,kemiskinan,dan kebodohan.
Baginya ayat-ayat al-qur`an harus di amalkan seperti terekspressi dalam surat al-
Ma`un.Dalam pandangan K.H.A Dahlan surat al-Ma`un merupakan perintah terhadap umat
islam untuk merealisasikan kepedulian sosial melalui tindakan-tindakan nyata.

b. Faktor Obyektif

Faktor obyektif berdirinya Muhammadiyah adalah lemahnya pemahaman umat islam dalam
mempraktikkan ajaran islam. Umat islam masih sangat berpegang kuat pada tradisi-tradisi
peninggalan zaman purba,hindu,dan budha serta tidak berani melakukan pembaharuan
(ijtikad). Berpikir jumud (konsevatif), sangat formilistik dalam beragama,siklus-siklus dalam
perjalanan kehidupan manusia;ketika masih dalam rahim sang ibu,lahir,khitan,nikah,dan mati
selalu ditandai dengan ritual-ritual keagamaan tradisional.sedang kesemarakan keagamaan
lebih bersifat seremonal.

2.3 Tujuan Serta Visi dan Misi Muhammadiyah


Visi Muhammadyah yaitu tertatanya manajemen organisasi dan jaringan agar mampu dan
efektif untuk menjadi gerakan islam yang maju, profesional, modern serta untuk meletakan
landasan yang kokoh bagi peningkatan kualitas persyarikatan dan amal usaha.

Untuk mewujudkan visinya, Muhammadiyah membentuk misi untuk terlaksananya ajaran-


ajaran Islam meliputi bidang - bidang akidah, akhlak, ibadah, dan muamalah duniawiyah

4
1. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala
kemusyrikan, bid’ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip - prinsip toleransi
menurut ajaran Islam
2. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman
kepada ajaran - ajaran Al Qur’an dan Sunnah Rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai
ciptaan manusia.
3. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah
Saw. tanpa tambahan dan perubahan dari manusia
4. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu’amalat duniawiyat (pengolahan
dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran agama serta menjadikan
semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah

Pada waktu pertama berdirinya Muhamadiyah memiliki maksud dan tujuan sebagi berikut:

1. Menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam


kepada penduduk bumi-putra, di dalam residensi Yogyakarta.
2. Memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya

Sejak pertama kali didirikan oleh Ahmad Dahlan sampai Muktamar Muhammadiyah ke-44 di
Jakarta tahun 2000. Rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah telah mengalami tujuh kali
perubahan redaksional, susunan bahasan dan istilah yang dipergunakan. Saat ini
Muhammadiyah menggunakan rumusan yang dihasilkan saat Muktamar ke-34 di Yogyakarta,
yaitu : “Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujudnya masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya.”

2.4 Tokoh – Tokoh Muhammadiyah


1) Kyai Haji Ahmad Dahlan

Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Nama kecil KH. Ahmad
Dahlan adalah Muhammad Darwis. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara
yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Pendiri Muhammadiyah
ini termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang
terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa.

Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin,
Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig

5
(Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas,
Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy
(Ahmad Dahlan).

Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini,
Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam,
seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang
kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun
1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat
berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari.
Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.

Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai
Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan
Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad
Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan,
Siti

Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah.
la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga
mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu)
Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman
Yogyakarta.

2) K.H. Ibrahim

Sebelum Kyai Haji Ahmad Dahlan wafat, ia berpesan kepada para sahabatnya agar tongkat
kepemimpinan Muhamadiyah sepeninggalnya diserahkan kepada Kiai Haji Ibrahim, adik ipar
KHA. Dahlan. Kepemimpinannya dalam Muhammadiyah dikukuhkan pada bulan Maret
1923 dalam Rapat Tahunan Anggota Muhammadiyah sebagai Voorzitter Hoofdbestuur
Moehammadijah Hindia Timur (Soedja‘, 1933: 232). K.H. Ibrahim lahir di Kauman
Yogyakarta pada tanggal 7 Mei 1874. Ia adalah putra K.H. Fadlil Rachmaningrat, seorang
Penghulu Hakim Kesultanan Yogyakarta pada zaman Sultan Hamengkubuwono ke VII
OGRE(Soedja‘. 1933: 227), dan ia merupakan adik kandung Nyai Ahmad Dahlan. Ibrahim
menikah dengan Siti Moechidah binti Abdulrahman alias Djojotaruno (Soeja‘, 1933:228)
pada tahun 1904. Pernikahannya dengan Siti Moechidah ini tidak berlangsung lama, karena
istrinya segera dipanggil menghadap Allah. Selang beberapa waktu kemudian Ibrahim

6
menikah dengan ibu Moesinah, putri ragil dari K.H. Abdulrahman (adik kandung dari ibu
Moechidah). Ibu Moesinah (Nyai Ibrahim yang ke-2) dikaruniai usia yang cukup panjang
yaitu sampai 108 tahun, dan baru meninggal pada 9 September 1998. Menurut penilaian para
sahabat dan saudaranya, Ibu Moesinah Ibrahim merupakan potret wanita zuhud, penyabar,
gemar sholat malam dan gemar silaturahmi. Karena kepribadiannya itulah maka Hj.
Moesinah sering dikatakan sebagai ibu teladan (Suara ‘Aisyiyah. No.1/1999: 20). Masa kecil
Ibrahim dilalui dalam asuhan orang tuanya dengan diajarkan mengkaji Al-Qur’an sejak usia 5
tahun. Ia juga dibimbing memperdalam ilmu agama oleh saudaranya sendiri (kakak tertua),
yaitu KH. M. Nur. Ia menunaikan ibadah haji pada usia 17 tahun, dan dilanjutkan pula
menuntut ilmu di Mekkah selama lebih kurang 7-8 tahun. Pada tahun 1902 ia pulang ke tanah
air karena ayahnya sudah lanjut usia.

3) Kyai Haji Hisyam

Kyai Haji Hisyam dipilih dan dikukuhkan sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah
dalam Kongres Muhammadiyah ke-23 di Yogyakarta tahun 1934. Ia adalah salah satu murid
langsung K.H. Ahmad Dahlan, yang juga adalah seorang abdi dalem ulama Kesultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat. K.H. Hisyam lahir di Kauman Yogyakarta, tanggal 10
November 1883 dan wafat 20 Mei 1945. Ia memimpin Muhamadiyah hanya selama tiga
tahun. Pertama kali ia dipilih dalam Kongres Muhammadiyah ke-23 di Yogyakarta tahun
1934, kemudian dipilih lagi dalam Kongres Muhammadiyah ke-24 di Banjarmasin pada
tahun 1935, dan berikutnya dipilih kembali dalam Kongres Muhammadiyah ke-25 di Batavia
(Jakarta) pada tahun 1936. Yang paling menonjol pada diri Hisyam adalah ketertiban
administrasi dan manajemen organisasi pada zamannya. Pada periode kepemimpinannya,
titik perhatian Muhammadiyah lebih banyak diarahkan pada masalah pendidikan dan
pengajaran, baik pendidikan agama maupun pendidikan umum. Pada periode kepemimpinan
Hisyam ini, Muhammadiyah telah membuka sekolah dasar tiga tahun (volkschool atau
sekolah desa) dengan menyamai persyaratan dan kurikulum sebagaimana volkschool
gubernemen. Setelah itu, dibuka pula vervolgschool Muhammadiyah sebagai lanjutannya.
Dengan demikian, maka bermunculan volkschool dan vervolgschool Muhammadiyah di
Indonesia, terutama di Jawa. Ketika pemerintah kolonial Belanda membuka standaardschool,
yaitu sekolah dasar enam tahun, Muhammadiyah pun mendirikan sekolah yang semacam
dengan itu. Bahkan, Muhammadiyah juga mendirikan Hollands Inlandsche School Met de
Qur’an Muhammadiyah untuk menyamai usaha masyarakat Katolik yang telah mendirikan
Hollands Inlandsche School Met de Bijbel. Dalam memajukan pendidikan Muhammadiyah

7
K.H. Hisyam mau bekerjasama dengan pemerintah kolonial dengan bersedia menerima
bantuan keuangan dari pemerintah kolonial, walaupun jumlahnya sangat sedikit dan tidak
seimbang dengan bantuan pemerintah kepada sekolah-sekolah Kristen saat itu. Berkat
perkembangan pendidikan Muhammadiyah yang pesat pada periode Hisyam, maka pada
akhir tahun 1932, Muhammadiyah sudah memiliki 103 Volkschool, 47 Standaardschool, 69
Hollands Inlandse School (HIS), dan 25 Schakelschool, yaitu sekolah lima tahun yang akan
menyambung ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, setingkat SMP saat ini) bagi
murid tamatan vervolgschool atau standaardschool kelas V. Berkat jasa-jasa K.H. Hisyam
dalam memajukan pendidikan untuk masyarakat, ia mendapatkan penghargaan dari
pemerintah kolonial Belanda saat itu berupa bintang tanda jasa, yaitu Ridder Orde van Oranje
Nassau. Ia dinilai telah berjasa kepada masyarakat dalam pendidikan Muhammadiyah yang
dilakukannya dengan mendirikan berbagai macam sekolah Muhammadiyah di berbagai
tempat di Indonesia.

4) KH Mas Mansyur

Mas Mansur lahir pada hari Kamis tanggal 25 Juni 1896 di Surabaya. Ibunya bernama
Raudhah, seorang wanita kaya yang berasal dari keluarga Pesantren Sidoresmo, Wonokromo,
Surabaya. Ayahnya bernama K.H. Mas Ahmad Marzuqi, seorang pioneer Islam, ahli agama
yang terkenal di Jawa Timur pada masanya. Dia berasal dari keturunan bangsawan Astatinggi
Sumenep, Madura. Dia dikenal sebagai imam tetap dan khatib di Masjid Agung Ampel
Surabaya, suatu jabatan terhormat pada saat itu. Masa kecilnya dilalui dengan belajar agama
pada ayahnya sendiri. Di samping itu, dia juga belajar di Pesantren Sidoresmo dengan Kiai
Muhammad Thaha sebagai gurunya. Pada tahun 1906, ketika Mas Mansur berusia sepuluh
tahun, dia dikirim oleh ayahnya ke Pondok Pesantren Demangan, Bangkalan, Madura. Di
sana, dia mengkaji Al-Qur‘an dan mendalami kitab Alfiyah ibn Malik kepada Kiai Khalil.
Belum lama dia belajar di sana, kurang lebih dua tahun, Kiai Khalil meninggal dunia,
sehingga Mas Mansur meninggalkan pesantren itu dan pulang ke Surabaya. Sepulang dari
Pesantren Demangan pada tahun 1908, oleh orang tuanya disarankan untuk menunaikan
ibadah haji dan belajar di Makkah pada Kiai Mahfudz yang berasal dari Pondok Pesantren
Termas, Jawa Tengah. Setelah kurang lebih empat tahun belajar di sana, situasi politik di
Saudi memaksanya pindah ke Mesir. Penguasa Arab Saudi, Sultan Syarif Hussen,
mengeluarkan instruksi bahwa orang asing harus meninggalkan Makkah supaya tidak terlibat
sengketa itu. Pada mulanya ayah Mas Mansur tidak mengizinkannya ke Mesir, karena citra
Mesir (Kairo) saat itu kurang baik di mata ayahnya, yaitu sebagai tempat bersenang-senang

8
dan maksiat. Meskipun demikian, Mas Mansur tetap melaksanakan keinginannya tanpa izin
orang tuanya. Kepahitan dan kesulitan hidup —karena tidak mendapatkan kiriman uang dari
orang tuanya untuk biaya sekolah dan biaya hidup— harus dijalaninya. Oleh karena itu, dia
sering berpuasa Senin dan Kamis dan mendapatkan uang dan makanan dari masjid-masjid.
Keadaan ini berlangsung kurang lebih satu tahun, dan setelah itu orang tuanya kembali
mengiriminya dana untuk belajar di Mesir. Di Mesir, dia belajar di Perguruan Tinggi Al-
Azhar pada Syaikh Ahmad Maskawih. Suasana Mesir pada saat itu sedang gencar-gencarnya
membangun dan menumbuhkan semangat kebangkitan nasionalisme dan pembaharuan.
Banyak tokoh memupuk semangat rakyat Mesir, baik melalui media massa maupun pidato.
Mas Mansur juga memanfaatkan kondisi ini dengan membaca tulisan-tulisan yang tersebar di
media massa dan mendengarkan pidato-pidatonya. Ia berada di Mesir selama kurang lebih
dua tahun. Sebelum pulang ke tanah air, terlebih dulu dia singgah kembali ke Makkah selama
satu tahun, dan pada tahun 1915 dia pulang ke Indonesia. Sepulang dari belajar di luar negeri
ia bergabung dalam Syarikat Islam. Peristiwa yang dia saksikan dan alami baik di Makkah,
yaitu terjadinya pergolakan politik, maupun di Mesir, yaitu munculnya gerakan nasionalisme
dan pembaharuan merupakan modal baginya untuk mengembangkan sayapnya dalam suatu
organisasi. Pada saat itu, SI dipimpin oleh HOS. Cokroaminoto, dan terkenal sebagai
organisasi yang radikal dan revolusioner. Ia dipercaya sebagai Penasehat Pengurus Besar SI.
Selain itu, Mas Mansur juga membentuk majelis diskusi bersama Abdul Wahab Hasbullah
yang diberi nama Taswir al-Afkar (Cakrawala Pemikiran). Terbentuknya majelis ini diilhami
oleh keadaan masyarakat Surabaya yang diselimuti kabut kekolotan. Masyarakat sulit diajak
maju, bahkan mereka sulit menerima pemikiran baru yang berbeda dengan tradisi yang
mereka pegang. Taswir al-Afkar merupakan tempat berkumpulnya para ulama Surabaya yang
sebelumnya mereka mengadakan kegiatan pengajian di rumah atau di surau masing-masing.
Masalah-masalah yang dibahas berkaitan dengan masalahmasalah yang bersifat keagamaan
murni sampai masalah politik perjuangan melawan penjajah. Aktivitas Taswir al-Afkar itu
mengilhami lahirnya berbagai aktivitas lain di berbagai kota, seperti Nahdhah al-Wathan
(Kebangkitan Tanah Air) yang menitikberatkan pada pendidikan. Sebagai kelanjutan
Nahdhah al-Wathan, Mas Mansur dan Abdul Wahab Hasbullah mendirikan madrasah yang
bernama Khitab al-Wathan (Mimbar Tanah Air), kemudian madrasah Ahl al-Wathan
(Keluarga Tanah Air) di Wonokromo, Far’u al-Wathan (Cabang Tanah Air) di Gresik dan
Hidayah al-Wathan (Petunjuk Tanah Air) di Jombang. Kalau diamati, dari nama yang
dimunculkan, yaitu wathan yang berarti tanah air, maka dapat diketahui bahwa kecintaan
mereka terhadap tanah air sangat besar. Mereka berusaha mencerdaskan bangsa Indonesia
9
dan berusaha mengajak mereka untuk membebaskan tanah air dari belenggu penjajah.
Pemerintahan sendiri tanpa campur tangan bangsa lain, itulah yang mereka harapkan.

2.5 Pemikiran Ahmad Dahlan Mengenai Pendidikan Islam


Sebagaimana diungkapkan oleh K.H. Ahmad Dahlan adalah bahwa pendidikan dalam
sekolah Islam tidak hanya bertugas membekali peserta didik dengan pengajaran agama saja,
namun juga sedapat mungkin harus diajarkan beberapa pengetahuan lain dalam sekolah-
sekolah lain. Menurutnya tujuan dari pendidikan adalah praktek langsung dalam kehidupan,
karena menurut beliau para pemimpin hanya mempunyai teori dan program muluk-muluk
tanpa ada aksi nyata dalam perbuatan, hal inilah yang menjadikan mereka semakin jauh dari
kebenaran. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan seharusnya menghasilkan aksi nyata
dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya berada dipengetahuan semata. Ini merupakan
konsep keilmuan yang benar. Bahwa ketika mendapatkan pengetahuan, maka bisa
dipraktekan dengan benar agar ia tetap dekat dengan kebenaran yang ada.

Adapun pendidikan menurut K.H. Ahmad Dahlan hendaknya diarahkan pada usaha
membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, luas pandangan dan paham masalah
ilmu keduniaan serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat. Dalam Qoidah
Pendidikan Dasar dan Menengah Bab 1 pasal 3 telah disebutkan : “pendidikan dasar dan
menengah Muhammadiyah bertujuan : membentuk manusia muslim yang beriman, bertaqwa,
berakhlak mulia, cakap, percaya diri, memajukan dan memperkembangkan ilmu pengetahuan
dan ketrampilan dan beramal menuju terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang
diridhai oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Muhammadiyah adalah salah satu oraganisasi Islam besar di Indonesia. Nama organisasi ini
diambil dari nama Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sehingga
Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi
Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman
Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang
bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan Kiyai Haji Ahmad Dahlan. Beliau
adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang.
Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan
amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali
kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Muhammadiyah
memiliki visi terwujudnya masyarakat islam yang sebenar benarnya. Adapun misi
Muhammadiyah yaitu untuk terlaksananya ajaran – ajaran islam meliputi bidang akidah,
akhlak, ibadah dan muamalah duniawiyah.

3.2 Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini, akan tetapi
pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini
dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis.

Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan
sebagai bahan evaluasi untuk ke depannya. Sehingga bisa terus menghasilkan penelitian dan
karya tulis yang bermanfaat bagi banyak orang.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, F. (2014). Pemikiran Ahmad Dahlan Tentang Pendidikan dan Implementasinya.

Isbakhi, F. (2020). Tokoh Muhammadiyah.

Makalah Sejarah Muhammadiyah. (2018, Desember 23). Retrieved from


http://maribelajarku.blogspot.com/2018/12/makalah-sejarah-muhammadiyah.html

Starlight, A. (2014, November 19). Sejarah Muhammadiyah. Retrieved from


https://alynstarlight.blogspot.com/2014/11/sejarah-muhammadiyah.html?m=1

Sukaca, A. (2020). Visi dan Misi Muhammadiyah. Yoyakarta: 9GH Publishing.

12

Anda mungkin juga menyukai