Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN SOSIAL

Disusun Oleh:

Kelompok 8

1. ZULFA WARDATUL HUSNIYYAH (2111010047)


2. NUR LUTHFIYAH (2111010084)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN DIII

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH PURWOKERTO

2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “MUHAMMADIYAH SEBAGAI
GERAKAN SOSIAL”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan
dalam mata kuliah Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen
kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca umumnya.

Purwokerto, 2 Oktober 2022

Penyusun

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii

BAB 1................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1

2.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 2

1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................... 2

BAB II.................................................................................................................................. 3

PEMBAHASAN............................................................................................................... 3

2.1 Nilai-Nilai dan Ajaran Sosial Kemanusiaan Muhammadiyah .. Error! Bookmark


not defined.

2.2 Gerakan Peduli Kepada Fakir Miskin dan Anak Yatim .... Error! Bookmark not
defined.

2.3 Bentuk dan Model Gerakan Sosial Kemanusiaan Muhammadiyah ........... Error!
Bookmark not defined.

2.4 Revitalisasi Gerakan Sosial Muhammadiyah ....... Error! Bookmark not defined.

BAB III .............................................................................................................................. 12

PENUTUP ...................................................................................................................... 12

3.1 Kesimpulan ............................................................. Error! Bookmark not defined.

3.2 Saran ....................................................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 12

ii

BAB 1
PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang


Muhammadiyah sebagai gerakan sosial (Social movement) maksudnya adalah segala
upaya yang dilakukan oleh Muhammadiyah bertujuan untuk mewujudkan kehidupan
masyarakat (islam) dalam rangka menegakkan ajaran-ajaran islam. Dalam konteks sosial,
Muhammadiyah telah dan akan terus memberikan kontribusi dalam segala bidang, politik,
pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan agama kepada bangsa dan hal ini telah di lakukan oleh
Muhammadiyah sejak Muhammadiyah di dirikan sampai saat ini. Misi Muhammadiyah
dalam bidang sosial diarahkan kepada terwujudnya manusia Indonesia yang berkualitas dan
mampu bersaing di dunia global. Dalam mewujudkan gerakan sosial tersebut,
Muhammadiyah mendorong etos kerja dan amanah bagi semua pengemban amal usaha
Muhammadiyah. Dengan etos semacam ini. Syafiq Mughni pernah menyatakan bahwa, ada
orang bilang Muhammadiyah itu seperti jam dinding, tidak kedengaran bunyinya tapi
bergerak terus. Di dalamnya terdapat onderdil yang beragam tapi membentuk suatu sistem.
Masing-masing menjalankan fungsinya dengan baik. Sekalipun kadang mengalami trouble, in
segera berjalan normal ketika ditangani dengan baik oleh ahlinya. Analog itu kedengarannya
berlebihan, tetapi itulah penilaian banyak orang. Muhammadiyah dikenal bukan karena suka
konflik. la dikenal karena mempunyai banyak amal usaha dan pikiran-pikiran pencerahannya.
Tidak sedikit orang penasaran, apa rahasia di halik performance (kinerja) seperti itu.
Sebagian dari jawabannya ialah karena kesadaran sejarah. Perjalanan Muhammadiyah masa
lampau dengan seluruh Dinamikanya adalah bahan baku bagi bangunan Muhammadiyah.
Orang tidak mungkin memahami jika tidak menghayati denyut nadinya. Sejarah perjalanan
sebuah organisasi sangat penting untuk kesehatannya, sebagaimana Medical record penting
bagi kesehatan seseorang.

1

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa arti muhammadiyah sebagai gerakan sosial?
2. Apa saja nilai-nilai ajaran sosial kemanusiaan kemuhammadiyahan?
3. Bagiamana gerakan sosial muhammadiyah itu?
4. Apa dampak dari gerakan sosial kemuhammadiyahan

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui arti muhammadiyah sebagai gerakan sosial
2. Mengetahui nilai-nilai ajaran sosial kemuhammadiyahan
3. Mengetahui tentang gerakan sosial muhammadiyah.
4. Memahami makna kehadiran muhammadiyah sebagai gerakan sosial.

2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Ayat yang menjadi landasan bagi gerakan-gerakan sosial dalam Islam, itulah Al-Ma'un.
Surah ini pendek, ayatnya tidak banyak, hanya sekitar tujuh ayat. Tapi maknanya yang
menggetarkan dada, tidak sekadar menjadi bacaan di kala shalat fardhu, melainkan juga
memberikan inspirasi-inspirasi untuk melahirkan sebuah kesadaran kolektif: kesadaran atas
realitas sosial yang timpang. Al-Maun dibuka dengan sebuah pertanyaan lebih tepatnya
“sindiran”: Tahukah engkau dengan para pendusta agama? Frase yang digunakan oleh Al-
Qur'an terasa sangat menohok: "pendusta agama". Kita tentu akan penasaran siapakah mereka
yang dihardik oleh Al-Qur'an dengan ungkapan "pendusta agama" itu?
Ayat kedua dan ketiga memberikan penjelasan. Pertama, orang yang menghardik anak
yatim (ayat 2). Kedua, menolak memberi makan orang miskin (ayat 3). Buya Hamka
memberi tafsir atas ayat ini dengan kata "menolakkan". Di dalam ayat kedua tertulis yadu'-
'u (dengan tasydid), artinya yang asal ialah menolak. Kata tersebut ditafsirkan orang lain
dengan "menghardik" atau sejenisnya, tetapi kata Hamka yang lebih tepat adalah
"menolakkan". Kata "menolak" itu bermakna membayangkan kebencian yang sangat.
Artinya, jika seseorang merasa benci dengan anak yatim karena keyatimannya, berarti ia
mendustakan agama. Sebabnya ialah rasa sombong dan rasa bakhil, menurut Hamka.
Membenci anak yatim berarti membenci keberasalan Nabi Muhammad. Sebab, Nabi adalah
anak yatim, yang dipinggirkan oleh keluarganya, hidup dengan menggembala, berkutat
dengan kemiskinan di masa kecilnya.
Islam adalah agama yang sangat menghargai kesetaraan egaliterisme. Islam menolak
stratifikasi sosial-ekonomis yang berarti meminggirkan orang miskin dan anak yatim dalam
sistem sosial yang bertingkat. Anak yatim adalah mereka yang malang, tak mampu mengelak
dari takdir bahwa kasih sayang yang ia terima akan jauh, disebabkan oleh ayah dan ibu
mereka yang telah tiada. Atau, tidak memberi porsi perhatian kasih-sayang pada kita.
Menghardik anak yatim adalah refleksi kesombongan diri, merasa diri lebih baik dan Allah
menolak kesombongan. Oleh sebab itu, mereka yang sombong dan bakhil seperti kata Hamka
dengan menghardik anak yatim sebagai simbolisasi, patut diucap sebagai "pendusta agama".
Dan ini menunjukkan pula bahwa Islam memiliki visi kemanusiaan. Dan visi
kemanusiaan ini harus diterjemahkan ke dalam amal nyata atau kehidupan sehari-hari.
Dengan memberi makan orang miskin yang memerlukan. Mengutamakan sifat individualis,
berarti seseorang telah melanggar visi kemanusiaan. Ialah "pendusta agama". Agama bukan
hanya bersifat vertikal, terkungkung dan terpenjara di mesjid. Agama ialah kemanusiaan
yang membebaskan dan mencerahkan.

3

Itulah potret-potret pendusta agama. Ayat berikutnya, dengan lebih lantang,
mengatakan pada kita: “Maka celakalah orang-orang yang salat! Bagaimana mungkin,
pengabdian transendental seorang muslim, melalui shalatnya kepada Allah, disebut sebagai
perbuatan yang tidak hanya sia-sia, tapi juga mencelakakan?”
Ada tiga parameter celakanya (wail) orang-orang yang shalat (ayat 4-7). Pertama,
mereka yang lalai dalam shalatnya (ayat 5). Kedua, mereka yang berbuat riya' (ayat 6).
Ketiga, mereka yang menolak memberi pertolongan. Buya Hamka menafsirkan bahwa "lalai"
berarti shalat tanpa diikuti oleh kesadaran sebagai hamba Allah. Kata Buya Hamka:
"Saahuun; asal arti katanya ialah lupa. Artinya dilupakannya apa maksud sembahyang itu,
tidak didasarkan atas pengabdian kepada Allah, walau ia mengerjakan ibadah. Ibadah tanpa
kesadaran, adalah sebuah kelalaian, begitu tafsir Buya Hamka. Kesadaran penting, manakala
kita melakukan purifikasi atas niat beribadah itu.
Mereka yang berbuat riya' berarti menodakan niat ikhlasnya pada sesuatu yang bukan
pada Allah. Menisbatkan sesuatu yang seharusnya dipersembahkan pada Allah misalnya:
shalat dan ibadah justru kepada benda ciptaan Allah. Shalat dalam kerangka ini hanya
membawa kecelakaan. Kata Buya Hamka, kadang-kadang dia menganjurkan memberi makan
fakir miskin, kadang-kadang kelihatan dia khusyu' sembahyang; tetapi semuanya itu
dikerjakannya karena ingin dilihat, dijadikan reklame. Dalam bahasa yang lebih moderen,
shalat hanya dijadikan citra untuk kekuasaan, untuk amal keduniaan.
Menolak memberi pertolongan adalah bentuk kezaliman yang lain lagi. Orang-orang
yang mendustakan agama selalu mengelakkan dari menolong. Sebab, kata Buya Hamka tidak
ada rasa cinta di dalam hatinya, yang ada ialah rasa benci. Memberi pertolongan adalah
wujud kemanusiaan. Dan menolak memberi pertolongan, membiarkan orang lain dalam
kesusahan, melawan hakikat kemanusiaan. Riya', kata Buya Hamka, adalah simbol
kebohongan dan kepalsuan, sementara menolak memberi bantuan adalah simbol
individualisme dan kezaliman. Dua-duanya, adalah refleksi pendusta-pendusta agama.
Sehingga, wajar jika Sayyid Quthb dalam tafsirnya menyebut bahwa Al-Ma'un
memperlambangkan pertemuan dimensi sosial dan ritual agama. Ini menunjukkan bahwa
agama pada hakikatnya bersifat transformatif, mewujud ke seluruh sel-sel kehidupan nyata.
Maksud mengamalkan surat al-Ma’un. Menurut beliau, mengamalkan bukan sekadar
menghafal atau membaca ayat tersebut. Namun, mengamalkan berarti mempraktikkan al-
Ma’un dalam bentuk amalan nyata. “Oleh karena itu", lanjut KH Ahmad Dahlan, “carilah
anak-anak yatim, bawa mereka pulang ke rumah, berikan sabun untuk mandi, pakaian yang
pantas, makan dan minum, serta berikan mereka tempat tinggal yang layak. Untuk itu
pelajaran ini kita tutup, dan laksanakan apa yang telah saya perintahkan kepada kalian". KH
Ahmad Dahlan lantas mengajak murid-muridnya mencari anak yatim, dan kemudian
melaksanakan apa yang sudah difirmankan Allah tersebut. Dari sana, lahirlah
Muhammadiyah dengan amal usahanya. Inilah teologi Al-Ma'un, landasan bagi gerakan

4

sosial Islam. Dan dimensinya yang universal menembus batas jama'ah, menembus batas
ormas, bahkan menembus batas-batas agama.

Istilah “fakir” dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai orang yang sangat
berkekurangan. Miskin diartikan sebagai tidak berharta benda, serba kekurangan
(berpenghasilan rendah). Dalam bahasa Arab, kata “miskin” berakar dari kata sa-ka-na yang
berarti diam atau tenang. Kenapa orang miskin disebut miskin, karena ia lebih banyak diam.
Seperti halnya, kenapa keluarga yang bahagia disebut keluarga sakinah, karena keduanya
merasa tentram atau tenang (diam) terhadap pasangannya; keduanya tidak kemana-mana.
Tentang kriteria kemiskinan, tidak dijelaskan di dalam al-Qur’an maupun al-Hadist. Itulah
sebabnya ulama berbeda pendapat tentang pengertian fakir dan miskin.Al-Qur’an memuji
kecukupan bahkan menganjurkan untuk meperoleh kelebihan (Syihab, t.th:451).

Gerakan peduli pada fakir miskin dan yatim piatu salah satunya adalah berzakat. Di
jelaskan dalam Surat At-Taubah : 60 tentang kelompok penerimaan zakat, fakir miskin dan
yatim piatu termasuk golongan yang wajib menerima zakat. Karena anak yatim dan yatim
piatu adalah anak yang ditinggal meninggal oleh orang tuanya baik ayahnya atau ibunya atau
keduanya dan belum dewasa serta belum dapat mencari nafkah sendiri. Sedangkan fakir
miskin adalah golongan yang tidak mendapati sesuatu yang mencukupi kebutuhan mereka.
Ada yang mencontohkan bahwa fakir itu pendapatan sehari-hari kurang dari separuh
kebutuhannya, sedangkan miskin pendapatannya kurang dari kebutuhannya tetapi
pendapatannya diatas 50% kebutuhannya namun masih kurang.
Muhammadiyah adalah institusi dan institusionalisasi teologi Al-Ma’un yang
diharapkan perduli pada kaum tersebut dalam mengikis problematika social. Muhammadiyah
dalam praktisi sosial dengan pemihakan terhadap kaum mustadl’afin, dhuafa, masakin, dan
anak yatim, mengilhami Muhammadiyah untuk mendirikan banyak lembaga pendidikan,
panti asuhan, rumah sakit, dan tempat layanan sosial lainnya. Pendirian tempat layanan sosial
adalah kepedulian Muhammadiyah kepada kaum miskin dan kepentingan umat.
Dalam realitas keseharian dapat disaksikan banyak orang kaya Islam khusyuk merata
dahi di atas sajadah, semantara di sekitarnya banyak tubuh layu kekurangan gizi dan di
grogoti penyakit. Banyak orang rajin beribadah padahal
kemiskinan,kebodohan,kelaparan,dan kesulitan mendera saudara-saudaranya. Fakta dan
realitas kemiskinan adalah wajah lain dehumanisasi. Kemiskinan terjadi akibat kemungkaran
sosial dan dosa sosial akut. Ia bukan masalah individu, tetapi masalah bersama yang harus di
cari jalan keluarnya. Dalam kontek ini muhammadiyah dapat memainkan peran strategis,
dengan member sumbangsi nyata terhadap masyarakat.
5

Muhammadiyah memahami bahwa tujuan yang hendak dicapai dan diturunkannya agama di
muka bumi ini adalah mengatur menyelamatkan, dan membimbing manusia ke tujuan yang
luhur (baldatun thayyibatun warabbun ghafur), mencerahkan kehidupan, membebaskan
manusia dari segala bentuk perbudakan. Tidak ada penghambaan kecuali hanya
menhambakan diri kepada Allah SWT. Dalam konteks kehidupan sekarang, manusia harus
dibebaskan paling tidak dari tiga bentuk cengkeraman yakni: kemiskinan, kebodohan, dan
keterbelakangan.

Salah satu problematika nasional, khususnya problem umat islam saat ini, adalah mengenai
pengurangan kemiskinan. Kemiskinan merupakan bentuk ketidak mampuan seseorang, satu
keluarga, atau satu kelompok masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya yang berupa
kebutuhan pangan, atau kebutuhan pendidikan dasar dan menengah, atau kebutuhan
kesehatan. Ketidak mampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar inilah yang biasa disebut
dengan kemiskinan absolut.

Gerakan peduli fakir miskin diserukan oleh Nabi Muhammad Saw, sebagaimana disinggung
dalam al-Qur’an. Tidak hanya memuat perintah untuk menyantuni fakir miskin, tetapi al-
Qur’an juga merkonstruksi perilaku masyarakat Qurays. Tidak jarang al-Qur’an mengecam
berbagai bentuk sikap mereka terkait dengan harta, anak yatim dan fakir miskin. Kecaman
tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:

Peringatan kepada orang yang suka menghimpin harta, suka bermewah-mewah atau serakah
(QS. Al-Takasur:1-2)

Mencintai harta secara berlebihan (QS. Al-Fajar:17-20)

Menghardik anak yatim, tidak member makan orang miskin (QS. Al-Fajar:17-20; al-Maun:1-
6).Dalam tafsir Bahr al-Ulum (t.th:juz.3,600)v disebutkan bahwa pengertian yukazzibu
biddin adalah orang-orang kafir; “Wahai Muhammad, inilah orang-orang kafir”. Jadi, orang
yang menghardik anak yatim adalah simbol dari orang kafir yang berkebalikan dengan orang-
orang yang menghargai dan mengasihi anak yatim sebagai orang yang beriman. Ayat ini
berbicara secara simbolis antara orang beriman dan orang kafir. Surat sebelumnya yakni QS.
Al-Quraisy menegaskan, “Tuhanlah yang yang meberi makan dan minum kepada kamu hai
manusia, baik yang kaya maupun yang miskin.” Lalu, pada surat sesudahnya, yakni surat al-
Kautsar disebutkan, “Sesungguhnya, Tuhanlah yang memberi nikmat kepada kamu,
berkorbanlah dengan harta yang kamu miliki.”

6

Terdapat riwayat yang menceritakan bahwa pembesar suku Quraisy setiap minggu
menyembelih seekor unta. Namun, ketika anak yatim datang meminta sedikit daging unta
yang disembelih itu, para pembesar Quraisy tidak member daging, bahkan mereka
menghardik dan mengusir anak yatim tersebut. Realitas sosial inilah yang menghidupkan
spirit al-Maun dan memperkenalkan ide setral tauhid dan kemanusiaan serta keadilan sosial
ekonomi. Spirit al-Maun itulah yang menggerakkan Muhammad Saw, dalam melakukan
transformasi sosio moral ekonomi masyarakat Arab (Rahman,2003:3).

Bahkan dalam al-Qur’an juga dieksplisitkan bahwa Allah memuji dan menyejajarkan ibadah
shalat dengan menginfaqkan sebagian harta. Hal ini terekam dalam al-Qur’an surat al-Maarij
ayat 19-25 yang menerangkan bahwa:

Artinya: “Sesungguhnya, manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia
ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir,
kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, mereka itu tetap mengerjakan shalatnya. Dan
orang-orang yang dalam hartanya trsedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta
dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)” (QS. Al-Maarij:19-25)

Ayat tersebut mempertentangkan antara orang kikir, keluh kesah disatu sisi dan disisi lain
orang shalat sekaligus dermawan, menyisihkan sebagian hartanya untuk kepentingan orang
yang membutuhkan. Dua macam sifat yang bertentangan tersebut merupakan dua kutub yang
saling berhadapan dan senatiasa hadir pada setiap komunitas sepanjang waktu.

Bidang-bidang yang terdapat dalam gerakan sosial muhammadiyah, diantaranya:


1. Bidang Pendidikan
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi sosial keagamaan yang
dikenal memiliki banyak unit-unit pendidikan. Bersama dengan unit pelayanan
sosial lainnya, semua itu disebut dengan amal usaha. Lembaga
pendidikan Muhammadiyah tersebar dari tingkat pendidikan dini hingga
pendidikan tinggi, dengan jumlah ribuan. Lembaga pendidikan Muhammadiyah
merujuk kepada lembaga pendidikan yang dikelola oleh Muhammadiyah,
meskipun tidak secara eksplisit menggunakan nama Muhammadiyah. Dalam
bidang pendidikan Muhammadiyah telah mendirikan:

7

a. Taman kanak-kanak,
b. Taman pendidikan Al-Qur’an,
c. Tekolah luar biasa,
d. Sekolah dasar,
e. Madrasahdiniyah/ibtidaiyah,
f. Sekolah lanjutan tingkat pertama (SMP dan MTs),
g. Sekolah lanjutan tingkat atas (SMA,MA),
h. Sekolah kejuruan,
i. Sualimin/mualimat,
j. Sekolah menengah farmasi,
k. Pondok pesantren,
l. Universitas,
m. Sekolah tinggi,
n. Akademi,
o. Serta politeknik

A. Pengertian

Revitalisasi merupakan salah satu jenis atau bentuk perubahan (transformasi) yang
mengandung proses penguatan, meliputi peneguhan terhadap aspek-aspek yang selama ini
dimiliki (proses potensial) maupun dengan melakukan pengembangan (proses aktual) menuju
pada keadaan yang lebih baik dan lebih maju dari kondisi sebelumnya. Revitaliasi sebagai
proses perubahan yang direncanakan meliputi tahapan-tahapan penataan, pemantapan,
peningkatan dan pengembangan yang dilakukan secara berkesinambungan.

Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah dapat dimaknai sebagai proses penguatan


Kembali paham dan jati diri sesuai dengan prinsip-prinsip ideal Gerakan menuju pada
tercapainya kekuatan Muhammadiyah sebagai Gerakan islam yang menjalankan fungsi
dakwah dan tajdid menuju terwujudnya masyarakat islam yang sebenar-benarnya.

3 Langkah-langkah revitalisasi gerakan muhammadiyah


Langkah-langkah revitalisasi Muhammadiyah yaitu melakukan penguatan seluruh
aspek gerakan dan menggerakkan segenap potensi Muhammadiyah dalam menjalankan
amanat Muktamar dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Memperluas peran Muhammadiyah dalam dinamika kehidupan masyarakat di daerah lokal,
nasional, dan global dengan menjalankan fungsi dakwah dan tajdid serta mengembangkan

8

ukhuwah dan kerjasama dengan semua pihak yang membawa pada pencerahan dan
kemaslahatan hidup.
2. Meneguhkan dan mewujudkan kehidupan Islami sesuai dengan paham agama dalam
Muhammadiyah yang mengedepankan uswah hasanah dan menjadi rahmat bagi kehidupan.
3. Mengembangkan pemikiran Islam sesuai dengan prinsip Manhaj Tarjih dan ijtihad yang
menjadi acuan/pedoman Muhammadiyah.
4. Pengembangan infrastruktur dan perbaikan sistem pengelolaan organisasi yang mampu
menjalankan fungsi-fungsi gerakan dan semakin mengarah pada pencapaian tujuan
Muhammadiyah.
5. Mendinamisasi kepemimpinan Persyarikatan di semua tingkatan (Wilayah, Daerah, Cabang,
dan Ranting).
6. Peningkatan kualitas dan memperluas jaringan amal usaha Muhammadiyah menuju tingkat
kompetisi dan kepentingan misi Persyarikatan yang tinggi, serta menjadikannya sebagai
pelaksana usaha yang terikat dan memiliki ketaatan pada kepemimpinan Persyarikatan.
7. Pengembangan model-model kegiatan/aksi yang lebih sensitif terhadap kepentingan-
kepentingan aktual/nyata umat, masyarakat, dan dunia kemanusiaan dengan pengelolaan
yang lebih konsisten.
8. Menggerakkan seluruh potensi angkatan muda dan organisasi otonom Muhammadiyah
sebagai basis kader dan pimpinan Persyarikatan.
9. Meningkatkan bimbingan, arahan, dan panduan kepada seluruh tingkatan pimpinan dan
warga Muhammadiyah.
10. Menggerakkan kembali Ranting dan jamaah sebagai basis gerakan Muhammadiyah.

A. Macam macam aspek revitalisasi gerakan yaitu:

1. Revitalisasi Teologis
Revitalisasi teologis menyangkut ikhtiar merekonstruksi atau menafsir ulang
pemikiran-pemikiran dasar kegamaan (keislaman) dalam muhammadiyah sebagaimana
prinsip-prinsipnya tentang agama islam, dunia, ibadah sabilullah dan ijtihad. Dalam
revitalisasi teologis ini dapat dikaji ulang dan dirumuskan epistemologi keislaman
Muhammadiyah seperti tentang kalam (falsafah) atau pandangan ke-Tuhanan, pandangan
tentang Fiqih, dan pemikiran-pemikiran keislaman lainnya.
2. Revitalisasi Ideologis
Revitalisasi ideologis menyangkut penyusunan ulang dan penguatan sistem paham
disertai langkah-langkah pelembagaannya yang menjadi landasan membangun kesadaran dan
ikatan kolektif dalam memperjuangkan gerakan muhammadiyah. Pemikiran dasar
Kyai Dahlan, 12 lagkah dari Kyai Mas Mansur, muqaddimah anggaran dasar, kepribadian
muhammadiyah, matan keyakinan dan cita-cita hidup muhammadiyah, khittah perjuangan

9

muhammadiyah, dan pedoman hidup islami warga muhammadiyah merupakan rujukan dasar
sekaligus perlu disistematisasi dalam konsep terpadu sehingga menjadi basis ideologi gerakan
muhammadiyah yang mengikat seluruh anggota muhammadiya dalam melaksanakan
gerakan. Ketika dirasakan adanya krisis kemuhammadiyahan, maka krisis tersebut harus
dibaca dalam konteks pelemahan ideologis di kalangan muhammadiyah karena tuntutan-
tuntutan dan pertimbangan-pertimbangan yang biasanya serba pragmatis.
3. Revitalisasi Pemikiran
Revitalisasi pemikiran menyangkut upaya mengembangkan wawasan pemikiran
seluruh anggota, termasuk kader dan pemimpin, baik mengenai format pemikiran
muhammadiyah sebagai gerakan islam yang bercorak dakwah dan tajdid, maupun dalam
memahami permasalahan-permasalahan dan perkembangan kehidupan tingkat lokal,
nasional, dan global. Dikotomi yang keras tentang pemikiran literal versus liberal, pemurnian
versus pembaruan atau pengembangan, ekslusif versus inklusif, organisasi versus alam
pikiran, structural versus cultural menggambarkan masih terperangkapnya sebagian kalangan
dalam muhammadiyah mengenai orientasi pemikiran pada wilayah orientasi atau paradigm
yang sempit atau terbatas. Sejauh menyangkut pemikiran perlu dijelaskan domain relativitas
setiap pemikiran agar tidak terjadi pengabsolutan setiap pemikiran, lebih-lebih jika klaim
pemikiran tertentu dijadikan alat pemukul dan saling menegaskan terhadap pemikiran yang
lain, sehingga yang terjadi ialah perebutan dominasi dan bukan sikap tasamuh.
4. Revitalisasi Organisasi
Revitalisasi organisasi berkaitan dengan perbaikan-perbaikan sistem pengelolaan
kelembagaan persyarikatan seperti menyangkut penataan struktur dan fungsi organisasi,
birokrasi, pengelolaan dan pelayanan administrasi, hingga pengembangan organisasi yang
mengarah pada peningkatan kualitas, efisiesnsi-efektivitas, dan menjadikan organisasi
sebagai instrument gerakan untuk kemajuan dan pencapaian tujuan Muhammadiyah.
5. Revitalisasi Kepemimpinan
Revitalisasi kepemimpinan merupakan langkah penguatan kualitas fungsi efektivitas
pimpinan persyarikatan diseluruh lini, termasuk di lingkungan organisasi otonom dan amal
usaha, yang secara langsung menjadi kekuatan dinamik dalam menggerakan muhammadiyah.
Kepemimpinan muhammadiyah juga tidak cukup dokonstruksi dengan idealis normative
semata seperti mengenai hak akhlaq dan standar-standar idela kepemimpinan, tetapi juga
harus disertai format aktualisasi Kepemimpinan yang nyata (bukan Kepemimpinan yang
berumah diatas angin tetapi harus membumi), karena kepemimpinan Muhammadiyah
merupakan kepemimpinan sistem dan bukan Kepemimpinan figure. Faktor figure pun tidak
dapat dikonstruksikan sekadar dari kejauhan sebagaimana konsep kepemimpinan pesona
Ratu adil. Kepemimpinan Muhammadiyah juga bukan sekadar domain diniyyah (aspek-aspek
kemampuan aktual dalam mengelola kehidupan yang di pimpin), sehingga dapat menjalankan
misi kerisalahan islam.

10

6. Revitalisasi Amal Usaha
Revitalisasi amal usaha menyangkut pengembangan kualitas amal usaha
Muhammadiyah diberbagai bidang yang dapat tumbuh diatas misi dan visi gerakan sekaligus
dapat memenuhi hajat hidup masyarakat. Amal usaha Muhammadiyah bukan ladang mencari
nafkah bagi para penghuninya, tetapi harus menjadi sarana atau media dakwah dan
perwujudan misi Persyarikatan.
7. Revitalisasi Aksi
Revitalisasi aksi menyangkut pengembangan model-model kegiatan atau aktivitas
gerakan Muhammadiyah yang secara langsung dapat memenuhi kepentingan masyarakat luas
dengan misi dakwah dan tajdid seperti dalam pemberdayaan ekonomi kaum miskin, advokasi
kaum marjinal dan tertindas, memperkuat, potensi dan peran masyarakat madani, advokasi
lingkungan hidup, resolusi konflik gerakan anti kekerasan, gerakan anti korupsi, kegiatan-
kegiatan pembinaan umat yang bercorak partisipatif, dan aktivitas sosial masyarakat lainnya
semangat etos Al-Maun.

B. Peneguhan Kembali Gerakan Muhammdiyah


Kita perlu melakukan peneguhan Kembali Gerakan Muhammadiyah dikarenakan
adanya masalah perserikatan yaitu:
 Longgarnya penjagaan identitas dan ideiologi Gerakan sehingga lemha dalam
ikatan organisasi dan kolektivitas.
 Lemahnya dinamika organisasi.
 Mulai dirasakan kekurangan kader potensi untuk memenuhi kebutugan
kepemimpinan.
 Terjadi perpindahan aktivitas warga kader persyarikatan ke jama’ah lain.
 Amal usaha cenderung jalan sendiri/lepas kenadli dari misi otoritas
persyarikatan.
 Beberapa amal usaha terutama Pendidikan keadaannya umat memprihatinkan.

C. Solusi dalam Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah


 Menggerakkan Kembali ranting dan jama’ah sebagai basis Gerakan
Muhammadiyah
 Menggerakkan Kembali pengajian persyarikatan yang terstruktur
(terprogram),kurikulum jelas dan tersedia naras umber yang kompeten.
 Optimalisasi masjid wakaf Muhammadiyah sebagai basis pembinaan warga
persyarikatan.
 Menggerakan seluruh potensi angkatan muda dan organisasi otonom
muhammadiyahsebagai basis kader dan pimpinan persyarikatan.
 Pendataan kebutuhan kader (termasuk kader pengelola) cross cek dengan
ketersediaan /potensi yang ada.
 Meningkatkan kuantitas dan kualitas kegitan pengkadersn formal.

11

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Muhammadiyah sendiri mengambil surat Al-Ma’un dalam Al-Qur’an sebagai dasar


untuk berjalan pada ranah sosial. Saat ini Muhammadiyah banyak mempunyai amal usaha,
mulai dari pondok anak yatim, sekolah/lembaga pendidikan, sampai rumah sakit. Revitalisasi
adalah salah satu bentuk perubahan yang mengandung proses penguatan, meliputi peneguhan
terhadap aspek-aspek yang selama ini dimiliki maupun dengan melakukan pengembangan
sehingga menjadi lebih baik dan lebih maju dari kondisi sebelumnya. Salah satu langkah
revitalisasi gerakan Muhammadiyah yaitu melakukan penguatan seluruh aspek gerakan
dan menggerakkan segenap potensi Muhammadiyah dalam menjalankan amanat Muktamar.

3.2 SARAN
Dengan adanya gerakan sosial muhammadiyah ini diharapkan islam menjadi lebih
maju,bersosialisasi kepada masyarakat dan lebih peduli kepada fakir miskin dan anak yatim
piatu. Tujuan dakwah Muhammadiyah adalah meningkatkan kualitas hidup manusia.
Seharusnya kita ikut berpartisipasi dalam dakwah tersebut. Karena dengan dakwah tersebut
menggerakkan dinamika kehidupan masyarakat Islam di bidang pendidikan, ekonomi, dan
sosial-budaya.

DAFTAR PUSTAKA

http://fitrafg.blogspot.in/2014/11/memahami-gerakan
http://munawarohblog.blogspot.com/2012/11/muhammadiyah-gerakan-sosial
http://www.artikelsiana.com
http://riadhariansari.blogspot.com
https://wahyutris13.blogspot.com/2016/04/muhammadiyah-sebagai-gerakan-sosial.html

12

Anda mungkin juga menyukai