Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN SOSIAL

Dosen Pengampu:
Risdiani, M.S.I.

Disusun Oleh:
Kelompok 8
1. Iski Yuli Aminah (18.1457.S)
2. Mandira Musliana (18.1472.S)
3. Riski Amalia (18.1496.S)

2A Semester 4

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “SEBAGAI GERAKAN
SOSIAL”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata
kuliah AIK di Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan (UMPP).
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan
saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-
pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang
telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
ini.

Pekalongan, 10 April 2020

Kelompok 8

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................2
BAB I..........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................................3
A. Latar Belakang.................................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................................3
C. Tujuan.............................................................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN........................................................................................................................................5
A. Nilai-Nilai Sosial Kemanusiaan (Teologi Al-Ma’un)................................................................5
B. Gerakan Peduli Kepada Fakir Miskin dan Anak Yatim.................................................................13
C. Bentuk dan Model Gerakan Sosial Kemanusiaan Muhammadiyah...............................................14
D. Revitalisasi Gerakan Sosial Muhammadiyah.................................................................................16
BAB III.....................................................................................................................................................20
PENUTUP................................................................................................................................................20
A. Kesimpulan....................................................................................................................................20
B. Saran..............................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................21

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Muhammadiyah sendiri mengambil surat Al-Ma’un dalam Al-Qur’an sebagai
dasar untuk berjalan pada ranah sosial. Pembahasan mengenai Teologi Al-Ma’un pun
sering digalakkan. Hal ini sebagai telaah kritis terhadap gerakan sosial yang dilakukan
Muhammadiyah. Dan bisa kita lihat, bahwa saat ini Muhammadiyah banyak mempunyai
amal usaha, mulai dari pondok anak yatim, sekolah/ lembaga pendidikan, sampai rumah
sakit pun ada. Ini sebagai pengejawantahan dari interpretasi terhadap surat Al-Ma’un.
Muhammadiyah mempunyai cita-cita sosial, yakni “kesejahteraan, dan
kemakmuran masyarakat yang diridhai Allah”. Dari sini kita ketahui bahwa
Muhammadiyah menghendaki terciptanya negara yang baik dan penuh akan ampunan
Allah. Inilah interpretasi dari ungkapan Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin.
Bagaimana kita lihat kemudian Muhammadiyah sejak didirikan oleh Kyai Dahlan,
sampai kepemimpinan yang sekarang masih berusaha untuk menjalin komunikasi yang
baik, dan memberikan pelayanan sosial terhadap masyarakat, fakir miskin dan yatim
piatu. Hal inilah yang menjadi penting dalam perkembangan Muhammadiyah.
Revitalisasi gerakan Muhammadiyah dapat dimaknai sebagai proses penguatan
kembali sistem paham dan jati diri sesuia dengan prinsip-prinsip ideal gerakan menuju
pada tercapainya kekuatan muhammadiyah sebagai gerakan islam yang menjalakan
fungsi dakwah dan tajdid menuju terwujudnya masyarakat islam yang sebenar-benarnya.
B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana nilai-nilai dan ajaran sosial kemanusiaan Muhammadiyah teologi al-
Maun?
2) Bagaimana gerakan Muhammadiyah dalam peduli kepada fakir miskin dan anak
yatim?
3) Bagaimana Bentuk dan model gerakan sosial kemanusiaan Muhammadiyah ?
4) Bagaimana Revitalisasi gerakan sosial Muhammadiyah?
C. Tujuan
1) Untuk mengetahui nilai-nilai dan ajaran sosial kemanusiaan Muhammadiyah teologi
al-Maun

3
2) Untuk mengetahui gerakan Muhammadiyah dalam peduli kepada fakir miskin dan
anak yatim
3) Untuk mengetahui Bentuk dan model gerakan sosial kemanusiaan Muhammadiyah
4) Untuk mengetahui Revitalisasi gerakan sosial Muhammadiyah

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Nilai-Nilai Sosial Kemanusiaan (Teologi Al-Ma’un)


1. Nilai Kemanusiaan
Dalam salah satu tulisannya, Abdul Munir Mulkhan (2010: 43) mengatakan, inti
visi kemanusiaan agama-agama adalah cinta kasih. Paus Johanes Paulus II dan
Benediktus XVI adalah tokoh agama yang dikenal sangat gigih memperjuangkan nilai
kemanusiaan. Tulisan Munir Mulkhan tersebut dapat dipahami bahwa KH. Ahmad
Dahlan tidak ketinggalan jika disbanding dengan Paus Johanes Paulus II dan
Benediktus XVI. KH.Ahmad Dahlan tampaknya menjadi tokoh pencari identitas
kebenaran etos kemanusiaan global. Berangkat dari gagasan mulia itu, lahirlah
berbagai rumah sakit, rumah bersalin, sekolah mulai dari taman kanak-kanak sampai
perguruan tinggi, dari diploma sampai  doktoral, panti asuhan yatim piatu, rumah
miskin dan kepanduan.
Selanjutnya, Munir Mulkhan (2010:80) mengutip hasil penelitian Alfian dan
Nakamura yang memiliki kesimpulan bahwa paham keislaman KH. Ahmad Dahlan
mengedepankan penafsiran pragmatis yang oleh Nakamura disebut sebagai bermuka
dua. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa amalan lahiriah adalah bekas dan hasil dari daya
ruh agama. Agama mengandung ajaran yang dapat menjadi dasar pembentukan nilai-
nilai sosial dan perilaku sosial. Menurut Muhammadiyah, gerakan sosial termasuk
dalam urusan Muamalah al-duniawiyah.
Manusia mempunyai nilai universal tanpa dibatasi oleh keyakinan, wilayah, etnis
dan jenis kelamin. Nilai itu adalah nilai kemuliaan yang disandang oleh setiap anak
cucu Adam. Di dalam Al-Qur’an surat al-israa’ ayat 70 secara deskriptif telah
dijelaskan bahwa:
Artinya : “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan
Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahluk
yang telah Kami ciptakan”  (QS. Al-Israa’:70)
Secara kultural, kemuliaan dapat diperoleh melalui banyak cara, diantaranya:
manusia dapat dianggap mulia karena ilmunya, itulah sebabnya orang yang berilmu

5
biasa disebut al-mukarram. Manusia dapat dianggap mulia karena hartanya itulah
sebabnya orang kaya dihormati. Manusia dapat dianggap mulia karena jabatannya,
itulah sebabnya pejabat biasa dihormati. Tetapi, kemiliaan tersebut bukanlah
kemuliaan yang dimaksudkan di dalam al-Qur’an. Kemuliaan tersebut dapat
membawa nilai apabila diikuti dengan sifat lain misalnya: ilmuwan mempunyai nilai
apabila ia mengajarkan dan mengamalkan ilmunya. Orang kaya dianggap mempunyai
nilai apabila ia menjadi dermawan. Pejabat dianggap mempunyai nilai apabila ia
menjalankan kepemimpinan dengan adil.
Secara subtansial, kemuliaan manusia itu melekat pada fitrah. Itulah sebabnya
pada ayat lain dalam al-Qur’an surat al-Hujarat ayat 13 disebutkan bahwa:
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbanga-bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya, orang yang paling mulia di
antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya, Allah maha mengetahui lagi maha mengenal”  (QS. Al-Hujuurat:
13).
Bentuk kemuliaan itu direspon dalam al-Qur’an dengan janji antara
lain: mudkhalan kariman (dimasukkan ke tempat yang mulia atau surga) (QS. An-
Nisa’: 31) maghfirah wa rizkun karim memperoleh maghfirah dan nikmat yang
mulia) (QS. Al al Anfal: 4), maqaam karim (tempat yang mulia) (QS. Asy-Syuara:
58). Potensi untuk meraih kemuliaan itu disebut sebagai sebaik-baik makhluk.
Dimana makhluk yang diberi potensi tersebut adalah manusia. Inilah yang disinggung
dlam al-Qur’an surat al-Thin ayat 4 bahwa:
Artinya: “Sesungguhnya, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya”  (QS. al-Tin: 4)
melihat deskripsi tersebut bahwa manusia merupakan makhluk yang sangat mulia,
indikator kemuliaan seseorang dapat dilihat dari lima aspek antara lain:
a. Hubungan dirinya dengan Tuhan
Hubungan manusia dengan Tuhan di atur dalam aqidah dan ibadah.
Aqidah menjadi inti kehidupan beragama. Jantung Islam adalah penyaksian
keesaan Allah, kemutlakan untuk tunduk pada kehendak Tuhan. Dua kalimat
syahadat merupakan suatu pernyataan pokok yang mengandung makna
pembebasan diri dari berbagai bentuk ikatan kecuali ikatan terhadap Allah SWT.
Pernyataan kehambaan menegaskan bahwa tidak ada tempat menghambakan diri

6
kecuali hanya kepada Allah SWT. Iman adalah percaya dengan penuh tanggung
jawab; kepercayaan kepada Tuhan merupakan masalah personal, berada dalam
hati. Orang bebas menentukan keyakinan dan kepercayaannya. Nabi Muhammad
Saw, bukan dalam kapasitas melaksanakan keimanan, sebagaimana disebtukan
dalam al_Qur’an bahwa: “Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas
mereka” (QS. Al-Ghasiyah:22). Pada ayat lain dikatakan juga, “Dan jikalau
Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumu
seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka
menjadi orang-orang yang beriman semuanya?” (QS. Yusuf:99)
b. Hubungan dirinya dengan alam
Tujuan utama diciptakan manusia adalah untuk menjadi khalifah yang
bertugas mengelola, merawat, menjaga, memakmurkan dan memelihara
kelestarian alam semesta dengan pengertian yang seluas-luasnya. Tugas tersebut
disebutkan dalam al-Qur’an, misalnya, “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah
di muka bumi” (QS. al-Baqarah:30)
Keseimbangan dan keramahan lingkungan kepada manusia tergantung
pada bagaimana manusia memperlakukan alam semesta. Al-Qur’an menyatakan
dengan tegas tentang bahaya dari ketidak ramahan manusia terhadap lingkungan.
Dalam al-Qur’an dikatakan, “Telah Nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar)” (QS. Ar-Rum:41)
c. Hubungan dirinya dengan masyarakat
Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, sebagai makhluk yang
cenderung hidup bermasyarakat, bersama, berkelompok-kelompok. Dan
berbangsa-bangsa Islam menekankan pada pentingnya menjaga akhlak dalam
kehidupan bermasyarakat, misalnya menghormati tetangga atau menghormati
sejawat. Sebagaimana disebutkan misalnya dalam surat an-Nisa ayat 36 bahwa:
Artinya: Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatu pun, dan berbuat baiklah kepada dua orang tua ibu-bapak, karib-
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga
yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya,

7
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan
diri” (QS. An-Nisa:36)
Dalam surat yang lain, yaitu al-Qur’an surat Lukman ayat 18-19, juga
dijelaskan bahwa:
Artinya: :”Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (Karen
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri. Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakanlah
suaramu. Sesungguhnya seburu-buruk suara ialah suara keledai” (QS.
Lukman:18-19)
Dua ayat tersebut menjelaskan secara eksplisit bahwa sifat sombong itu
dicela, dikecam dalam al-Qur’an. Sombong merupakan ungkapan, simbol dari
sikap individualism, sikap menang sendiri, sikap merendahkan orang lain.
Merendahkan orang termasuk salah satu penyakit masyarakat.
d. Hubungan dirinya dengan keluarga
Dalam melaksanakan hubungan dengan keluarga, perinsip yang harus
dijaga adalah saling menghormati, perinsip ta’awun (tolong menolong), perinsip
saling menasehati dan perinsip musyawarah.
e. Hubungan dengan dirinya sendiri
Menjaga diri dari hal-hal yang bisa merusak harkat dan martabat atau bisa
mengurangi derajat kemuliaan. Sebaliknya, harus memelihara diri dari sifat-sifat
yang wajib dimiliki seperti: ikhlas, sabar, jujur, istiqomah. Perlakukan terhadap
diri sendiri menjadi acuan untuk memperlakukan orang lain. Perlakuan orang lain
kepada diri merupakan refleksi dari perlakuan diri kepada orang lain.
2. Ajaran Sosial Kemanusiaan dalam Muhammadiyah
`Islam menetapkan dua pola hubungan yang permanen dalam kehidupan
beragama yakni: hubungan dengan Allah SWT, yang lazim disebut hablun
minallah dan hubungan dengan sesama manusia atau lazim disebut hablun
minannas. Hubungan dengan Allah dalam bentuk ibadah dibahas dalam ilmu fiqih,
sedangkan hubungan dengan sesame manusia dibahas dalam ilmu akhlak. Baik yang
berhubungan dengan ibadah maupun yang berhubungan dengan akhlak, apabila
disebutkan secara jelas dan tegas di dalam al-Qur’an atau al-Hadist, itu disebut
ajaran. Jadi, konsep ajaran Islam adalah ajaran yang terdapat di dalam al-Qur’an atau
al-Hadist. Berdasarkan konsep tersebut, dapat dinyatakan bahwa: menyantuni anak

8
yatim adalah ajaran Islam, memberi makan orang miskin adalah ajaran Islam,
mebantu kaum duafa adalah ajaran Islam, seperti halnya shalat adalah ajaran Islam,
dan zakat adalah ajaran Islam. Tiga bentuk ajaran Islam yang awal disebut merupakan
wajib kifayah dalam pandangan ulama fiqih, sedangkan dua ajaran yang terakhir
disebut termasuk kewajiban ‘ain (fardhu ‘ain). Dalam pandangan Muhammadiyah,
kedua kewajiban t6ersebut sama nilainya dan sama pentingnya. Tiga bentuk ajaran
tersebut digolongkan dalam kategori hablun minannas, sementara dua bentuk yang
disebut terakhir digolongkan dalam kategori hablun minallah.
Muhammadiyah menjadi pelopor gerakan filantropi atau pembelaan pada
kaum mustad’afin di Indonesia, sebuah entitas yang tetap menjadi ruh perjalanan
gerakan sepanjang masa. Dikisahkan bahwa pendiri Muhammadiyah KH. Ahmad
Dahlan membina sebuah pengajian. “Materi pengajiannya, sudah beberapa bulan
membahas surat yang sama yaitu al-Maun. Sampai pada suatu hari, salah seorang
murid bertanya kepada Kiai Dahlan. “Pak Kiai, pengajiannya kok membahas al-Maun
terus, kapan mengaji surat lain?” Lantas, Kiai Dahlan pun balik bertanya. “Sudahkah
kamu mengamalkan surat ini?” Si murid menjawab. “Sudah. Kiai, saya sudah
menggunakan surat ini dalam shalat saya dan suka membacanya berulang-ulang di
rumah. “Bukan begitu ….,” kata Sang Kiai. “Sudahkah kamu mengamalkan
kandungan surat ini? “Sudahkah kamu peduli pada anak yatim di sekitarmu?
Sudahkah kamu memberi santunan terhadap orang miskin di sekitarmu? Kalau
belum, berarti kamu benar-benar mengamalkan surat ini. “Akhirnya, setelah itu, Sang
Kiai dan para muridnya berbondong-bondong mendatangi tempat-tempat dimana
banyak orang-orang miskin dan anak-anak yatim. Mereka kemudian membawa kaum
duafa tersebut ke suraunya, member mereka makan, memberi pakaian dan member
pendidikan.
Cerita terkenal tentang pengajaran surat al-Maun oleh KH. Ahmad Dahlan kepada
murid-muridnya menjadi landasan kuat akan berkembangnya  perinsip “beramal
ilmiah, berilmu amaliah” dalam menjalankan gerak pesyarikatan Muhammadiyah.
Tidak cukup hanya dengan mengaji dan mengkaji saja tentang ajaran agama Islam,
namun juga harus melakukan tindakan nyata di lapangan. Harus beramal nyata,
beramal yang dilandasi ilmu, dan ilmu yang mesti diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari. Dari perinsip inilah kemudian lahir dan bertebaran lembaga pendidikan,
rumah sakit, panti asuhan, lembaga social, dan sekian jumlah amal usaha
Muhammadiyah di berbagai pelosok negeri (Febriansyah, dkk., 2013:20-21).

9
Atas dasar spirit surat al-Maun, KH. Ahmad Dahlan memberi isyarat bahwa Islam
adalah agama yang menekankan bukan hanya aspek ritual dan mengabaikan aspek
sosial. Akan tetapi, seorang muslim dikatakan salih dalam menjalankan ibadah ritual,
apabila melahirkan akhlakul karimah dan kepekaan sosial terhadap lingkungan
sekitarnya. Bahkan, orang yang melupakan tidak perduli pada nasib anak yatim dan
orang miskin digolongkan sebagai pendusta agama.
Ajaran sosial kemanusiaan yang dipopulerkan dengan istilah teologi al-Maun ini
mengandung empat nilai, yakni:
1. Nilai religi atau nilai iman
Iman adalah sesusuatu yang menjadi ruh semangat keberagamaan, sesuatu
yang menjadi sumber dan sekaligus motivasi atau penggerak amaliah. Dalam
pandangan Muhammadiyah, iman bukanlah barang yang pasif melainkan aktif.
Iman bukan sesuatu yang absolute dan tidak dapat diamati, tidak dapat diukur,
melainkan iman dapat diamati, diukur dan terlihat dalam interaksi sosial.
Di dalam al-Qur’an, banyak disinggung tentang iman dan amal social.
Keduanya harus aktif secara bersamaan. Iman disejajarkan dengan memberikan
harta yang dicintai sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat
177 bahwa:
Artinya: “Bukanlah menghadap wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab,  nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musyafir
(yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang
sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang
bertakwa”  (QS. Al-Baqarah:177)
Ayat ini menyebutkan tujuh syarat perbuatan yang disejajarkan nilainya
dan menjadi syarat takwa, yakni: Beriman, Memberikan harta yang dicintainya,
Memerdekakan hamba sahaya, Mendirikan shalat, Menunaikan zakat, Menepati
janji, dan sabar. Tujuh item dari pesan ayat tersebut dapat diidentifikasi jadi dua
bagian. Bagian pertama terkait dengan hubungan kepada Tuhan: beriman dan
mendirikan shalat; bagian kedua menyangkut hubungan dengan sesama manusia:

10
memberikan harta yang dicintainya, memerdekakan hamba sahaya, menunaikan
zakat, menpati janji dan sabar. Hal ini berarti tanda-tanda taqwa lebih banyak
berdimensi kemanusiaan.
2. Nilai belas kasih atau nilai al-rahmah
Nilai al-Rahmah atau cinta kasih atau belas kasihan merupakan ajaran
dasar yang sangat prinsipil. Berbagai sifat yang berlawanan dengan sifat al-
Rahmah adalah pemarah, sombong, dengki, dendam. Semua itu dikecam dalam
al-Qur’an Dalam hadist nabi disebutkan bahwa cinta kasih merupakan indikator
iman seseorang sebagaimana dijelaskan dalam hadist dari Annas bin Malik,
Artinya; Dari anas Ibn Malik ra, dari Nabi Saw bersabda, “Tidak beriman
seseorang diantar kamu sebelum ia mencintai saudaranya atau tetangganya,
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”  (HR. Muslim juz 1:49)
Rahmah adalah bagian dalam atau bagian dari aspek kejiwaan (psikologi)
yang menjadi dasar dari perasaan setiap orang. Perasaan tersebut menjadi
identitas diri kemanusiaan. Apabila perasaan tersebut hilang, identitas
kemanusiaan juga dapat dikatakan telah hilang. Istilah yang lebih ekstrim adalah
perasaan telah mati. Inilah yang dimaksud jiwa yang meninggal sementara jasad
masih hidup. Untuk memahami makna al-Rahmah berikut sebuah riwayat yang
menceriterakan bahwa suatu ketika Nabi menggendong seorang anak yang sedang
menhadapi sakratulmaut, nafasnya tersenggal-senggal, menyaksikan situasi
tersebut air mata nabi Muhammad Saw menetes membasahi pipinya. Sahabat
yang hadir pada waktu termasuk Thalhah merasa heran dan bertanya, ada apa
gterangan ya Rasulullah, Beliau menunjukkan kepada air mata yang ada di
pipinya sambil menjawab, “hadzihi al-rahmah” (ini adalah rahmah). Jadi, orang
menangis mengeluarkan air mata karena kesedihan atau perasaan belas kasihan
itulah yang disebut al-rahmah.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa suatu ketika Nabi Saw, diminta
untuk mendoakan orang musyrik agar dilaknat oleh Allah SWT. Lalu, Nabi
menjawab sebagaimana disebutkan vdalam hadist dar Abi Hurairah bahwa:
Artinya; “Dari Abi Hurairah, berkata, ya Rasulullah do’akan orang musyrik
supaya dilaknat, lalu Nabi menjawab, saya diutus bukan untuk melaknat
melainkan sebagai rahmat”  (HR. Muslim juz 8:24)
Al-Rahmah adalah bagian dari cinta kasih sebagaimana disinggung pada
awal tulisan dan merupakan landasan atau basis pendirian amal usaha di bidang

11
social yang dibina oleh Muhammadiyah. Amal usaha itu merupakan focus
gerakan Muhammadiyah. Menurut Amin Rais (1998:44-48), terdapat empat
doktrin Muhammadiyah, yakni: Pertama, doktrin pencerahan umat, sehingga amal
usaha yang pertama-tama dirintis oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah adalah
mrndirikan sekolah. Kedua, doktrin amal shalih; dalam Anggaran Rumah Tangga
Muhammadiyah telah ditetapkan bahwa syarat berdirinya suatu ranting adalah
wajib memiliki amal usaha minimal mendirikan taman kanak-
kanak. Ketiga, doktrin kerjasama untuk kebajikan; doktrin ini berlandaskan pada
QS. Al-Maidah 2, dan kempat, doktrin tidak berpolitik.
3. Nilai syukur
Syukur adalah bentuk pernyataan terima kasih atas nikmat yang telah
diperoleh. Allah akan memberi balasan kepada hambanya yang suka bersyukur
(QS. Al-Qamar:35). Bentuk syukur yang diimplementasikan oleh Muhammadiyah
adalah kerja keras. Muhammadiyah memahami bahwa bekerja secara sungguh-
sungguh dalam mengelola lembaga pendidikan merupakan perwujudan bentuk
syukur (tafsir syukur). Pintu untuk meraih kebahagiaan adalah kerja keras
(syukur). Allah tidak akan membiarkan hambaNya dalam keadaan termarjinal,
dalam keadaan tertinggal untuk keluar dari kesulitan apabila si hamba beriman
dan bekerja keras (bersyukur) (QS. An-Nisa:147) Lebih tegas, dinyatakan bahwa
Allah pasti membalas orang-orang yang bekerja keras (syukur). Sebagaimana
yang telah disebutkan dalam al-Qur’an surat Ibrahim ayat tujuh bahwa:
Artinya: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;”Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat) kepadamu, dan jika
kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat
pedih” (QS. Ibrahim:7)
Pada ayat tersebut, terdapat dua istilah yang berlawanan, yakni
term”syukur/syakartum” dengan “kufr/kafartum”. Syukur adalah simbol dari
orang yang tahu berterima kasih kepada Tuhan, sedangkan kufr adalah symbol
dari orang yang tidak tahu berterima kasih. Bekerja keras untuk mengatasi
masalah kemiskinan atau bekerja keras untuk mengurusi anak yatim adalah sikap
dan perilaku orang yang tahu bersyukur.
4. Nilai tolong-menolong

12
Tolong-menolong merupakan perinsip ajaran Islam dalam kehidupan
bermasyarakat. Tolong-menolong disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Maidah
ayat 2 bahwa:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-
syi’ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan
(mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan
jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang
mereka mencari karunia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah
menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu, dan janganlah sekali-kali
kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu
dari  Mesjidil haram, medorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”  (QS. Al-Maidah:2)
Muhammadiyah menganut doktrin bahwa: hidip harus bermasyarakat. Di
dalamnya terkandung pengertian kerja sama, saling menghargai, dan juga saling
mengakui perbedaan. Idea tau cita-cita social Muhammadiyah berkisar pada:
ukhuwah, hurriyah, musawah, dan ‘adalah(persaudaraan, kemerdekaan,
persamaan dan keadilan) (Rais,1998:17). Hidup bermuhammadiyah berarti
memperbanyak kawan, dan berarti kita harus memelihara kesetiakawanan. Hidup
bermuhammadiyah berarti menghargai orang lain, menghargai organisasi lain,
dan menghargai agama lain.
B. Gerakan Peduli Kepada Fakir Miskin dan Anak Yatim
Gerakan peduli pada fakir miskin dan yatim piatu salah satunya adalah
berzakat. Di jelaskan dalam Surat At-Taubah : 60 tentang kelompok penerimaan zakat,
fakir miskin dan yatim piatu termasuk golongan yang wajib menerima zakat. Karena
anak yatim dan yatim piatu adalah anak yang ditinggal meninggal oleh orang tuanya baik
ayahnya atau ibunya atau keduanya dan belum dewasa serta belum dapat mencari nafkah
sendiri. Sedangkan fakir miskin adalah golongan yang tidak mendapati sesuatu yang
mencukupi kebutuhan mereka. Ada yang mencontohkan bahwa fakir itu pendapatan
sehari-hari kurang dari separuh kebutuhannya, sedangkan miskin pendapatannya kurang
dari kebutuhannya tetapi pendapatannya diatas 50% kebutuhannya namun masih kurang.
Muhammadiyah adalah institusi dan  institusionalisasi teologi Al-Ma’un yang
diharapkan perduli pada kaum tersebut dalam mengikis problematika social.

13
Muhammadiyah dalam praktisi sosial dengan pemihakan terhadap kaum mustadl’afin,
dhuafa, masakin, dan anak yatim, mengilhami Muhammadiyah untuk mendirikan banyak
lembaga pendidikan, panti asuhan, rumah sakit, dan tempat layanan sosial lainnya.
Pendirian tempat layanan sosial adalah kepedulian Muhammadiyah kepada kaum miskin
dan kepentingan umat.
Dalam realitas keseharian dapat  disaksikan banyak orang kaya Islam khusyuk
merata dahi di atas sajadah, semantara di sekitarnya banyak tubuh layu kekurangan gizi
dan di grogoti penyakit. Banyak orang rajin beribadah padahal
kemiskinan,kebodohan,kelaparan,dan kesulitan mendera saudara-saudaranya. Fakta dan
realitas kemiskinan adalah wajah lain dehumanisasi. Kemiskinan terjadi akibat
kemungkaran sosial dan dosa sosial akut. Ia bukan masalah individu, tetapi masalah
bersama yang harus di cari jalan keluarnya. Dalam kontek ini muhammadiyah dapat
memainkan peran strategis, dengan member sumbangsi nyata terhadap masyarakat.
C. Bentuk dan Model Gerakan Sosial Kemanusiaan Muhammadiyah
Ahmad Dahlan menerjemahkan teks-teks al-Qur’an kedalam kegiatan praksis
social, amaliah, atau tindakan. Inilah yang menjadi pembeda dengan tokoh-tokoh yang
lain. Ia lebih menonjolkan aksi, bukan menonjolkan pemikiran, tetapi tidak berarti
Muhammadiyah mengabaikan pemikiran keagamaan. Konsistensi di bidang gerakan
social ini menjadi cirri khas, dan kemudian dikenal istilah metode tafsir sosial dalam
Muhammadiyah.
Teologi al-Ma’un diterjemahkan kedalam tiga pilar kerja atau tiga bentuk
pelayanan yakni; pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial. Tiga
pilar tersebut secara praktis dapat dideskripsikan sebagai berikut:
1. Pelayanan Pendidikan
Seperti disebutkan pada uraian terdahulu, doktrin Muhammadiyah adalah pencerahan
dan doktrin amal salih. Konsekwensi dari doktrin ini adalah Muhammadiyah
mencurahkan segala kemampuannya untuk mendirikan sekolah-sekolah, mulai dari
Taman Kanak-Kanak atau Pendidikan Usia Dini sampai ke Perguruan Tinggi. Besarnya
apresiasi sejarah terhadap organisasi Muhammadiyah tidak bias dilepaskan dari peranan
Muhammadiyah dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Tidak dapat dimungkiri
bahwa salah satu factor yang mendorong KH. Ahmad Dahlan mendirikan
cMuhammadiyah adalah keterbelakangan bangsa Indonesia dari segi pendidikan. Tentu
vproblem tersebut sekaligus mrnjadi problem umat Islam (Hanzah,1985;120).

14
Dewasa ini, Muhammadiyah mengelola lembaga pendidikan sebanyak 1132 Sekolah
Dasr, 1769 Madrasah Ibtidayah, 1184 Sekolah Menengah Pertama, 534 Madrasah
Tsanawiyah, 511 Sekolah Menengah Atas, 263 Sekolah Menengah Kejuruan, 172
Madrasah Aliyah, 67 Pondok Posantren, 55 Akademi, 4 Politeknik, 70 Sekolah Tinggi,
dan 36 Universitas yang tersebar di seluruh Indonesia (Profil Muhammadiyah, 2005).
Namun sepuluh tahun kemudian, yakni pada tahun 2015, data tentang lembaga
pendidikan yang dikelola Muhammadiyah sebagai berikut: TK/TPQ: 4.623, SD/MI:
2.604, SMP/MTs: 1.772, SMA/SMK/MA: 1.143, Pondok Posantren: 67,  dan Perguruan
Tinggi: 172 (Profil Muhammadiyah, 2015).
Data tersebut menunjukkan bahwa Muhammadiyah telah bekerja keras dalam
melayani masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dalam bidang pendidikan. Usaha
kerja keras tersebut dimaknai sebagai ibadah yang nilainya tidak kalah mulia daripada
ibadah mahdha.
2. Pelayanan Kesehatan
Tahun 1918 telah berdiri Penolong Kesengsaraan Umum (PKU) yang pada tahun
1921 menjadi bagian khusus dalam Muhammadiyah. Pada tahun 1926, berdirilah klinik
di Surabaya, malang dan Surakarta atau Solo, selain klinik yang ada di Jokyakarta.
Sekarang ini masalah pelayanan kesehatan diurus oleh suatu majelis yang diberi nama
Majelis Pembinaan kesehatan Umum. Dalam mewujudkan visi muhammadiyah tahun
2025, salah satu usahanya adalah meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat. Sekarang, Muhammadiyah mengelola Rumah Sakit, Rumah Bersalin, BKIA,
BP dan lain sebagainya yang secara keseluruhan telah berjumlah 457 buah (lihat profil
Muhammadiyah, 2015). Semangat warga Muhammadiyah mendirikan amal usaha dalam
bidang kesehatan semakin tumbuh. Hal ini mungkin disebabkan oleh banyaknya putra-
putri Muhammadiyah yang kuliah di Fakultas Kedokteran (Syamsuddin, 2014:63)
3. Pelayanan Sosial
Dalam mewujudkan visi Muhammadiyah tahun 2025, usaha lainnya adalah
memajukan perekonomian dan kewirausahaan kea rah perbaikan hidup yang berkualitas.
Selain masalah pendidikan yang menjadi alas an utama KH. Ahmad Dahlan mendirikan
muhammadiyah, masalah ekonomi umat juga menjadi factor dominan pendorong
lahirnya persyarikatan muhammadiyah. Jika usaha pendidikan berusaha untuk mengubah
situasi umat yang bodoh menjadi umat yang cerdas, maka bidang ekonomi digarap dalam
rangka mengubah keadaan masyarakat yang miskin menjadi masyarakat yanga kaya atau
paling tidak menjadi masyarakat yang berkecukupan.

15
Amal usaha dalam bidang kesejahteraan/kesehatan meliputi pembinaan anak
yatim dan anak fakir miskin, pembinaan daerah kumuh, daerah tertinggal, anak jalanan,
pekerja anak, rumah sakit, rumah bersalin, balai kesehatan masyarakat (Keputusan
muktamar Muhammadiyah 43:162), Pemberdayaan masyarakat, pendampingan usaha
masyarakat tani dan nelayan.
Sampai tahun 2015, vamal usaha Muhammadiyah dalam bidang social meliputi:
Panti Asuhan, santunan, asuhan keluarga dan lain sebagainya sebanyak318, panti jompo:
54, rehabilitasi cacat: 82, SLB: 71, Mesjid: 6.118. Majelis-majelis yang terkait dengan
urusan social adalah: Majelis Pelayanan Sosial, Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan,
Majelis Pemberdayaan masyarakat. Lembaga-lembaga yang terkait adalah: Lembaga
Penanganan Bencana dan Lembaga Zakat Infak dan Sedekah.
Muhammadiyah melalui MPM melaksanakan program pemberdayaan petani,
pendapingan kelompok-kelompok usaha micro, dan pemberdayaan masyarakat miskin,
yang dilakukan dalam berbagai usaha dan bentuk kegiatan, antara lain:
1) Pemberdayaan petani, yaitu pembinaan tata cara tanam yang menggunakan pupuk
organic, pelatihan dan penyediaan fasilitator pemberdayaan serta penyadaran fungsi
penting pupuk organic, dan lain-lain.
2) Pemberdayaan kelompok usaha mikro: MPM melakukan pendampingan terhadap
kelompok usaha mikro, misalnya; kelompok perempuan petani kakao, kelompok
petani di Tasikmalaya dan kelompok industry rumah tangga dan lain-lain.
3) Pemberdayaan kelompok miskin kota: MPM membuat pilot proyek pemberdayaan
pengemudi becak, dan lain-lain.
Dalam gerakan peduli pada anak yatim, Muhammadiyah aktif mendirikan panti asuhan di
berbagai daerah dan mervitalisasi panti asuhan dan lembaga-lembaga lainnya guna
meningkatkan pelayanan dan kepedulian pada anak yatim. Kelahiran panti asuhan adalah
buah pengamalan atas pemahaman KH. Ahmad Dahlan mengenai pentingnya
memperhatikan dan mrnyantuni anak-anak yatim serta fakir miskin dan anak-anak
terlantar, sebagaimana terkandung dalam al-Qur’ansurat al-Ma’un tersebut (Febriansyah,
dkk.,2013:54-56-144).
D. Revitalisasi Gerakan Sosial Muhammadiyah
Revitalisasi merupakan salah satu jenis atau bentuk perubahan (transformasi)
yang mengandung proses penguatan, meliputi peneguhan terhadap aspek-aspek yang
selama ini dimiliki (proses potensial) maupun dengan melakukan pengembangan (proses
aktual) menuju pada keadaan yang lebih baik dan lebih maju dari kondisi sebelumnya.

16
Revitaliasi sebagai proses perubahan yang direncanakan meliputi tahapan-tahapan
penataan, pemantapan, peningkatan dan pengembangan yang dilakukan secara
berkesinambungan.
Langkah-langkah revitalisasi gerakan muhammadiyah yaitu melakukan penguatan
seluruh aspek gerakan dan menggerakkan segenap potensi Muhammadiyah dalam
menjalankan amanat Muktamar dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Memperluas peran Muhammadiyah dalam dinamika kehidupan masyarakat
di daerah lokal, nasional, dan global dengan menjalankan fungsi dakwah dan tajdid
serta mengembangkan ukhuwah dan kerjasama dengan semua pihak yang membawa
pada pencerahan dan kemaslahatan hidup.
2) Meneguhkan dan mewujudkan kehidupan Islami sesuai dengan paham agama dalam
Muhammadiyah yang mengedepankan uswah hasanah dan menjadi rahmat bagi
kehidupan.
3) Mengembangkan pemikiran Islam sesuai dengan prinsip Manhaj Tarjih dan ijtihad
yang menjadi acuan/pedoman Muhammadiyah.
4) Pengembangan infrastruktur dan perbaikan sistem pengelolaan organisasi yang
mampu menjalankan fungsi-fungsi gerakan dan semakin mengarah pada pencapaian
tujuan Muhammadiyah.
5) Mendinamisasi kepemimpinan Persyarikatan di semua tingkatan (Wilayah, Daerah,
Cabang, dan Ranting).
6) Peningkatan kualitas dan memperluas jaringan amal usaha Muhammadiyah menuju
tingkat kompetisi dan kepentingan misi Persyarikatan yang tinggi, serta
menjadikannya sebagai pelaksana usaha yang terikat dan memiliki ketaatan pada
kepemimpinan Persyarikatan.
7) Pengembangan model-model kegiatan/aksi yang lebih sensitif terhadap kepentingan-
kepentingan aktual/nyata umat, masyarakat, dan dunia kemanusiaan dengan
pengelolaan yang lebih konsisten.
8) Menggerakkan seluruh potensi angkatan muda dan organisasi otonom
Muhammadiyah sebagai basis kader dan pimpinan Persyarikatan.
9) Meningkatkan bimbingan, arahan, dan panduan kepada seluruh tingkatan pimpinan
dan warga Muhammadiyah.
10) Menggerakkan kembali Ranting dan jamaah sebagai basis gerakan Muhammadiyah.
Macam macam aspek revitalisasi gerakan yaitu:
1. Revitalisasi Teologis

17
Revitalisasi teologis menyangkut ikhtiar merekonstruksi atau menafsir ulang
pemikiran-pemikiran dasar kegamaan (keislaman) dalam muhammadiyah
sebagaimana prinsip-prinsipnya tentang agama islam, dunia, ibadah sabilullah dan
ijtihad. Dalam revitalisasi teologis ini dapat dikaji ulang dan dirumuskan
epistemologi keislaman Muhammadiyah seperti tentang kalam (falsafah) atau
pandangan ke-Tuhanan, pandangan tentang Fiqih, dan pemikiran-pemikiran
keislaman lainnya.
2. Revitalisasi Ideologis
Revitalisasi ideologis menyangkut penyusunan ulang dan penguatan sistem
paham disertai langkah-langkah pelembagaannya yang menjadi landasan membangun
kesadaran dan ikatan kolektif dalam memperjuangkan gerakan muhammadiyah.
Pemikiran dasar Kyai Dahlan, 12 lagkah dari Kyai Mas Mansur, muqaddimah
anggaran dasar, kepribadian muhammadiyah, matan keyakinan dan cita-cita hidup
muhammadiyah, khittah perjuangan muhammadiyah, dan pedoman hidup islami
warga muhammadiyah merupakan rujukan dasar sekaligus perlu disistematisasi
dalam konsep terpadu sehingga menjadi basis ideologi gerakan muhammadiyah yang
mengikat seluruh anggota muhammadiya dalam melaksanakan gerakan. Ketika
dirasakan adanya krisis kemuhammadiyahan, maka krisis tersebut harus dibaca dalam
konteks pelemahan ideologis di kalangan muhammadiyah karena tuntutan-tuntutan
dan pertimbangan-pertimbangan yang biasanya serba pragmatis.
3. Revitalisasi Pemikiran
Revitalisasi pemikiran menyangkut upaya mengembangkan wawasan pemikiran
seluruh anggota, termasuk kader dan pemimpin, baik mengenai format pemikiran
muhammadiyah sebagai gerakan islam yang bercorak dakwah dan tajdid, maupun
dalam memahami permasalahan-permasalahan dan perkembangan kehidupan tingkat
lokal, nasional, dan global. Dikotomi yang keras tentang pemikiran literal versus
liberal, pemurnian versus pembaruan atau pengembangan, ekslusif versus inklusif,
organisasi versus alam pikiran, structural versus cultural menggambarkan masih
terperangkapnya sebagian kalangan dalam muhammadiyah mengenai orientasi
pemikiran pada wilayah orientasi atau paradigm yang sempit atau terbatas. Sejauh
menyangkut pemikiran perlu dijelaskan domain relativitas setiap pemikiran agar
tidak terjadi pengabsolutan setiap pemikiran, lebih-lebih jika klaim pemikiran tertentu
dijadikan alat pemukul dan saling menegaskan terhadap pemikiran yang lain,
sehingga yang terjadi ialah perebutan dominasi dan bukan sikap tasamuh.

18
4.  Revitalisasi Organisasi
Revitalisasi organisasi berkaitan dengan perbaikan-perbaikan sistem pengelolaan
kelembagaan persyarikatan seperti menyangkut penataan struktur dan fungsi
organisasi, birokrasi, pengelolaan dan pelayanan administrasi, hingga pengembangan
organisasi yang mengarah pada peningkatan kualitas, efisiesnsi-efektivitas, dan
menjadikan organisasi sebagai instrument gerakan untuk kemajuan dan pencapaian
tujuan Muhammadiyah.
5.  Revitalisasi Kepemimpinan
Revitalisasi kepemimpinan merupakan langkah penguatan kualitas fungsi
efektivitas pimpinan persyarikatan diseluruh lini, termasuk di lingkungan organisasi
otonom dan amal usaha, yang secara langsung menjadi kekuatan dinamik dalam
menggerakan muhammadiyah. Kepemimpinan muhammadiyah juga tidak cukup
dokonstruksi dengan idealis normative semata seperti mengenai hak akhlaq dan
standar-standar idela kepemimpinan, tetapi juga harus disertai format aktualisasi
Kepemimpinan yang nyata (bukan Kepemimpinan yang berumah diatas angin tetapi
harus membumi), karena kepemimpinan Muhammadiyah merupakan kepemimpinan
sistem dan bukan Kepemimpinan figure. Faktor figure pun tidak dapat
dikonstruksikan sekadar dari kejauhan sebagaimana konsep kepemimpinan pesona
Ratu adil. Kepemimpinan Muhammadiyah juga bukan sekadar domain diniyyah
(aspek-aspek kemampuan aktual dalam mengelola kehidupan yang di pimpin),
sehingga dapat menjalankan misi kerisalahan islam.
6. Revitalisasi Amal Usaha
Revitalisasi amal usaha menyangkut pengembangan kualitas amal usaha
Muhammadiyah diberbagai bidang yang dapat tumbuh diatas misi dan visi gerakan
sekaligus dapat memenuhi hajat hidup masyarakat. Amal usaha Muhammadiyah
bukan ladang mencari nafkah bagi para penghuninya, tetapi harus menjadi sarana
atau media dakwah dan perwujudan misi Persyarikatan.
7. Revitalisasi Aksi
Revitalisasi aksi menyangkut pengembangan model-model kegiatan atau aktivitas
gerakan Muhammadiyah yang secara langsung dapat memenuhi kepentingan
masyarakat luas dengan misi dakwah dan tajdid seperti dalam pemberdayaan
ekonomi kaum miskin, advokasi kaum marjinal dan tertindas, memperkuat, potensi
dan peran masyarakat madani, advokasi lingkungan hidup, resolusi konflik gerakan

19
anti kekerasan, gerakan anti korupsi, kegiatan-kegiatan pembinaan umat yang
bercorak partisipatif, dan aktivitas sosial masyarakat lainnya semangat etos Al-Maun.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Muhammadiyah sendiri mengambil surat Al-Ma’un dalam Al-Qur’an sebagai
dasar untuk berjalan pada ranah sosial. Saat ini Muhammadiyah banyak mempunyai amal
usaha, mulai dari pondok anak yatim, sekolah/ lembaga pendidikan, sampai rumah sakit.
Revitalisasi adalah  salah satu bentuk perubahan yang mengandung proses penguatan,
meliputi peneguhan terhadap aspek-aspek yang selama ini dimiliki maupun dengan
melakukan pengembangan sehingga menjadi lebih baik dan lebih maju dari kondisi
sebelumnya. Salah satu langkah revitalisasi gerakan Muhammadiyah yaitu melakukan
penguatan seluruh aspek gerakan dan menggerakkan segenap potensi Muhammadiyah
dalam menjalankan amanat Muktamar.
B. Saran
Tujuan dakwah Muhammadiyah adalah meningkatkan kualitas hidup manusia.
Seharusnya kita ikut berpartisipasi dalam dakwah tersebut. Karena dengan dakwah
tersebut menggerakkan dinamika kehidupan masyarakat Islam di bidang pendidikan,
ekonomi, dan sosial-budaya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Darban, Adaby A., & Pasha, Mustafa K. (2000). Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (dalam
perspektif Historis dan Ideologis). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
http://munawarohblog.blogspot.com/2012/11/muhammadiyah-gerakan-sosial

22

Anda mungkin juga menyukai