DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
AGAMA ISLAM II
Alhamduillahi Rabbil ‘Alamin Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT.
atas rahmat dan karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah “Islam dan
kesejahteraan umat” ini.
Penulisan makalah ini merupakan tugas kelompok yang diberikan oleh Pak Warissudin
Soleh, M.A., dosen pengampu mata kuliah Agama Islam II R-003 program studi pendidikan
matematika. Dalam penyusunan makalah ini kami mengambil dari beberapa buku sumber.
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada para dosen yang telah
merekomendasikan buku-buku tersebut, para penulis buku yang menjadi referensi kami serta
semua orang disekitar yang telah mendukung kami sehingga kami dapat mengikuti kegiatan
pembelajaran ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................5
C. Tujuan...................................................................................................................................5
BAB II.............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..............................................................................................................................6
A. Konsep Masyarakat Madani.................................................................................................6
B. Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani...............................................9
C. Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat..................................................................10
BAB III..........................................................................................................................................15
PENUTUPAN................................................................................................................................15
A. Kesimpulan.........................................................................................................................15
B. Kritik dan Saran..................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................17
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua orang mendambakan kehidupan yang aman, damai dan sejahtera sebagaimana
yang dicita-citakan masyarakat Indonesia, yaitu adil dan makmur bagi seluruh lapisan
masyarakat. Untuk mencapainya berbagai sistem kenegaraan muncul, seperti demokrasi.
Cita-cita suatu masyarakat tidak mungkin dicapai tanpa mengoptimalkan kualitas sumber
daya manusia. Hal ini terlaksana apabila semua bidang pembangunan bergerak secara terpadu
yang menjadikan manusia sebagai subjek. Pengembangan masyarakat sebagai sebuah kajian
keilmuan dapat menyentuh keberadaan manusia yang berperadaban. Pengembangan masyarakat
merupakan sebuah proses yang dapat merubah watak, sikap dan perilaku masyarakat ke arah
pembangunan yang dicita-citakan. Indikator dalam menentukan kemakmuran suatu bangsa
sangat tergantung pada situasi dan kondisi serta kebutuhan masyarakatnya.
Munculnya istilah masyarakat madani pada era reformasi ini, tidak terlepas dari kondisi
politik negara yang berlangsung selama ini. Sejak Indonesia merdeka, masyarakat belum
merasakan makna kemerdekaan yang sesungguhnya. Pemerintah atau penguasa belum banyak
memberi kesempatan bagi semua lapisan masyarakat mengembangkan potensinya secara
maksimal. Bangsa Indonesia belum terlambat mewujudkan masyarakat madani, asalkan semua
potensi sumber daya manusia mendapat kesempatan berkembang dan dikembangkan.
Mewujudkan masyarakat madani banyak tantangan yang harus dilalui. Untuk itu perlu
adanya strategi peningkatan peran dan fungsi masyarakat dalam mengangkat martabat manusia
menuju masyarakat madani itu sendiri. Akhir-akhir ini sering muncul ungkapan dari sebahagian
pejabat pemerintah. politisi, cendekiawan, dan tokoh-tokoh masyarakat tentang masyarakat
madani (sebagai terjemahan dari kata civil society). Tampaknya, semua potensi bangsa Indonesia
dipersiapkan dan diberdayakan untuk menuju masyarakat madani yang merupakan cita-cita dari
bangsa ini. Masyarakat madani diprediski sebagai masyarakat yang berkembang sesuai dengan
potensi budaya, adat istiadat, dan agama. Demikian pula, bangsa Indonesia pada era reformasi ini
diarahkan untuk menuju masyarakat madani, untuk itu kehidupan manusia Indonesia akan
mengalami perubahan yang fundamental yang tentu akan berbeda dengan kehidupan masyarakat
pada era orde baru. Kenapa, karena dalam masyarakat madani yang dicita-citakan dikatakan akan
memungkinkan "terwujudnya kemandirian masyarakat, terwujudnya nilai- nilai tertentu dalam
4
kehidupan masyarakat, terutama keadilan, persamaan, kebebasan dan kemajemukan
[pluralisme]", serta taqwa, jujur, dan taat hukum.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep Masyarakat Madani?
2. Bagaimana Peran Umat Islam dalam Mewujudkan masyarakat madani?
3. Bagaimana Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat?
C. Tujuan
1. Mengetahui konsep Masyarakat Madani
2. Mengetahui Peran Umat Islam dalam Mewujudkan masyarakat madani
3. Mengetahui Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
5. Menurut Cohen dan Arato, CS atau MM adalah suatu wilayah interaksi sosial
diantara wilayah ekonomi, politik dan negara yang didalamnya mencakup semua
kelompok-kelompok sosial yang bekerjasama membangun ikatan-ikatan sosial
diluar lembaga resmi, menggalang solidaritas kemanusiaan, dan mengejar
kebaikan bersama (public good).
6. Menurut Muhammad AS Hikam, CS atau MM adalah wilayah-wilayah
kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan
(voluntary), keswasembadaan (self-generating), keswadayaan (self-supporing),
dan kemandirian yang tinggi berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan
norma-norma dan nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya.
7. Menurut M. Ryaas Rasyid, CS atau MM adalah suatu gagasan masyarakat yang
mandiri yang dikonsepsikan sebagai jaringan-jaringan yang produktif dari
kelompok-kelompok sosial yang mandiri, perkumpulan-perkumpulan, serta
lembaga-lembaga yang saling berhadapan dengan negara.
Dalam Pandangan islam pada kata masyarakat madani terdapat kata kunci pada
konsep masyarakat madani (civil society), yakni kata “ummah” dan “madinah”. Dua
kata kunci yang memiliki eksistensi kualitatif inilah yang menjadi nilai-nilai dasar bagi
terbentuknya masyarakat madani. Kata “ummah” misalnya, yang biasanya dirangkaikan
dengan sifat dan kualitas tertentu, seperti dalam istilah-istilah ummah Islamiyah,
ummah Muhammadiyah, khaira ummah dan lain-lain, merupakan pranata sosial utama
yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW segera setalah hijrah di Madinah.“Ummah”
dalam bahasa arab menunjukan pengertian komunitas keagamaan tertentu, yaitu
komunitas yang mempunyai keyakinan keagamaan yang sama. Secara umum, seperti
disyaratkan al-Qur’an, “ummah” menunjukan suatu komunitas yang mempunyai basis
solidaritas tertentu atas dasar komitmen keagamaan, etnis, dan moralitas.
Kata “hukumah” yang diartikan pemerintah juga tidak terdapat dalam al-Qur’an.
Al-Qur’an memang banyak menyebut bentuk-bentuk dari akar kata “hukumah”yaitu
“hukama”, tapi dalam pengertian dan konteks yang berbeda. Ayat-ayat al-Qur’an yang
dipakai untuk menunjukan adanya pemerintahan Islam, seperti yang terdapat dalam
teori “hakamiyan” (pemerintahan ilahi).Namun, perlu dicatat bahwa pengertian kata-
kata “yahkumu” dalam ayat-ayat tersebut tidak menunjukan konsep pemerintahan.
7
dengan civil society, karena secara sosio-kultural mengandung substansi keadaban atau
civility.
Selain itu, masyarakat pada saat itu terbagi ke dalam beberapa kelompok yang
didasarkan atas ikatan keimanan, yaitu: mu'minun, munafiqun, kuffar, musyrikun, dan
Yahudi. Dengan kata lain, masyarakat Madinah pada saat itu merupakan bagian dari
komunitas masyarakat yang majemuk atau plural.
Berikut ini ada pendapat mengenai karakteristik yang harus dimiliki masyarakat
yang dapat dikatakan bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat madani,
diantaranya:
8
Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat madani
adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak
dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-
kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya
bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di
wilayahnya. Namun demikian, masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali
jadi, yang hampa udara, taken for granted. Masyarakat madani adalah konsep yang cair
yang dibentuk dari poses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus. Bila
kita kaji, masyarakat di negara-negara maju yang sudah dapat dikatakan sebagai
masyarakat madani, maka ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi
masyarakat madani, yakni adanya democratic governance (pemerintahan demokratis)
yang dipilih dan berkuasa secara demokratis dan democratic civilian (masyarakat sipil
yang sanggup menjunjung nilai-nilai civil security; civil responsibility dan civil
resilience).
9
1. Umat Islam harus mempunyai pandangan tentang integrasi nasional dan politik.
Pandangan ini menyatakan bahwa sistem demokrasi tidak mungkin berlangsung
dalam kenyataan hidup sehari-hari dalam masyarakat yang belum memiliki
kesadaran dalam hidup berbangsa dan bernegara.
2. Umat Islam harus mereformasi sistem politik demokrasi, yakni pandangan
yangbmenekankan bahwa untuk membangun demokrasi perlu ditekankan pada
usaha demokratisasi yang memberikan impak pada kesejahteraan ekonomi.
Revitalisasi bidang politik mesti sejajar dengan perbaikan ekonomi masyarakat.
3. Umat Islam harus mempunyai paradigma membangun Masyarakat Madani yang
lebih menekankan proses pendidikan dan penyadaran politik warga negara,
khususnya kalangan kelas menengah (middle class) yang terdiri para akademisi,
intelektual, budayawan, para pengusaha, dan para mahasiswa sebagai kelompok
kritis).
Dalam hal ini, Robert Hefner (1998: 1) menyatakan bahwa Masyarakat Madani
adalah sebuah impian (dream) suatu komunitas tertentu. Oleh karena itu, Hefner
meragukan upaya bangsa Indonesia dalam mewujudkan Masyarakat Madani yang
diharapkannya, karena formatnya pun belum jelas. Pendapat Hefner tersebut,
memberikan dugaan bahwa Indonesia masih akan jauh dari pembentukan Masyarakat
Madani.
1. Posisi Umat Islam yang berjumlah 85% tapi kondisinya SDM nya tangat rendah,
karena pendidikan yang belum merata.
2. Sistem ekonomi dan kesejahteraan umat. Di dalam ajaran Islam terdapat dua
prinsip utama, yakni pertama, tidak seorangpun atau sekelompok orangpun yang
berhak mengeksploitasi orang lain dan kedua, komitmen Islam yang khas dan
mendalam terhadap persaudaraan, keadilan ekonomi dan sosial, maka
ketidakadilan dalam pendapatan dan kekayaan bertentangan dengan Islam.
3. Management Zakat dan Wakaf yang belum professional.
4. Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat.
5. Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter.
6. Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang
terbatas.
7. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar dan
Penanganan TKI yang masih belum maksimal.
8. Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca reformasi.
9. Pemerintah yang belum bebas dari KKN.
10. Demokrasi pendidikan belum berjalan dengan lancar.
10
C. Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat
Sistem ekonomi Islam didasarkan pada 3 pondasi utama yaitu tauhid, syariah
dan akhlak. Pengamalan syariah dan akhlak merupakan refleksi dari tauhid. Landasan
tauhid
yang tidak kokoh akan mengakibatkan implementasi syariah dan akhlak terganggu.
Dasar syariah adalah membimbing aktivitas ekonomi sehingga sesuai dengan kaidah-
kaidah syariah. Sedangkan akhlak membimbing aktivitas ekonomi manusia agar
senantiasa mengedepankan moralitas dan etika untuk mencapai tujuan. Akhlak yang
terpancar dari iman akan membentuk integritas yang membentuk good corporate
governance dan market disciplin yang baik. Dari pondasi ini muncul 6 prinsip ekonomi
Islam.
1. Tauhid
a. Harta benda yang kita miliki adalah sebagai amanah dari Allah sebagai
pemilik hakiki. Kita harus memperoleh dan mengelolanya dengan baik
(at-thayyibat) dan mencari karunia Allah (ibtighamin fadhlillah).
b. Manusia dapat berhubungan langsung dengan Allah. Ekonomi Islam
adalah ekonomi yang berdasarkan ketuhanan. Sistem ini bertitik tolak
dari Allah, bertujuan akhir kepada Allah, dan menggunakan sarana yang
tidak lepas dari syari’at Allah.
2. Keadilan
Prinsip keadilan merupakan pilar penting dalam ekonomi Islam,
penegakkan keadilan telah ditekankan oleh Al-Qur’an sebagai misi utama para
nabi yang diutusoleh Allah. Tujuan keadilan sosiol ekonomi dan pemerataan
pendapatan.
3. Kebebasan dan tanggung jawab
Islam menjunjung tinggi hak-hak individu, namun tidak dalam
pengertian yang sebebas-bebasnya. Kebebasan individu diatur oleh syariat islam,
dimana ia memiliki batasan-batasan yang harus ditaati. Kebebasan individu akan
ditempatkan dalam kerangka harmoni sosial, dan inilah salah satu dari
pengertian keadilan. Kebebasan yang diberikan Allah kepada manusia akan
dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Jadi, kebebasan membawa
implikasi kepada pertanggungjawaban.
Pertanggungjawaban meliputi beragam aspek, yakni:
pertanggungjawaban antara individu dengan individu (mas’uliyah al-afrad),
pertanggungjawaban dengan masyarakat (mas’uliyah al-mujtama’). Manusia
dalam masyarakat diwajibkan melaksanakan kewajibannya demi terciptanya
11
kesejahteraan anggota masyarakat secara keseluruhan serta tanggung jawab
pemerintah (mas’uliyah ad-daulah). Tanggung jawab ini berkaitan dengan baitul
mal.
4. Maslahah
Maslahah adalah tujuan syariah Islam dan menjadi inti utama syariah
Islam itu sendiri. Secara umum maslahah diartikan sebagai kebaikan
(kesejahtraan) dunia dan akhirat.
Para ahli ushul fiqh mendefinisikannya sebagai segala sesuatu yang
mengandung manfaat, kegunaan, kebaikan dan menghindarkan mudharat,
kerusakan dan mafsadah. Imam Al-Ghazali menyimpukan bahwa maslahah
adalah upaya mewujudkan dan memelihara lima kebutuhan dasar, yakni agama
(hifdzu ad-ddin), jiwa (hifdzu an-nafs), akal (hifdzu al-aql), keturunan (hifdzu
an-nasl) dan harta (hifdzu al-mal). Maslahah sebagai salah satu model
pendekatan dalam ijtihad menjadi sangat vital dalam pengembangan ekonomi
Islam dan kebijakan ekonomi. Maslahah adalah tujuan yang ingin diwujudkan
oleh syariat. Maslahah merupakan esensi dari kebijakan-kebijakan syariah dalam
merespon dinamika sosial, politik, dan ekonomi. Maslahah al-`ammah
(kemaslahatan umum) merupakan landasan muamalah, yaitu kemaslahatan yang
dibingkai secara syar’i, bukan semata-mata profit oriented dan material
rentability sebagaimana dalam ekonomi konvensional. kesejahteraan, dianggap
sebagai bagian tak terpisahkan dari moral Islam.
5. Keseimbangan (Al-Wasathiyyah)
Syariat Islam mengakui hak pribadi dengan batas-batas tertentu. Syari’at
menentukan keseimbangan kepentingan individu dan kepentingan masyarakat.
Hal ini tampak dari beberapa firman Allah:
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan
janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan
menyesal” (Qs. Alisra’: 29)
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan
syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (Qs.Al-Isra>’: 27)
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya,
zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya).
Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya);
dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan” (Qs.Al-An’a>m: 141)
6. Kejujuran dan kebenaran.
Prinsip ini merupakan sendi akhlakul karimah.
a. Prinsip transaksi yang meragukan dilarang, akad transaksi harus
tegas, jelas dan pasti. Baik benda yang menjadi objek akad,
maupun harga barang yang diakadkan itu.
12
b. Prinsip transaksi yang merugikan dilarang. Setiap transaksi yang
merugikan diri sendiri maupun pihak kedua dan pihak ketiga
dilarang. Sebagaimana sabda nabi Saw:“Tidak boleh
membahayakan (merugikan) diri sendiri dan tidak boleh
membahayakan (merugikan) pihak lain.
c. Prinsip mengutamakan kepentingan sosial. Prinsip ini
menekankan pentingnya kepentingan bersama yang harus
didahulukan tanpa menyebabkan kerugian individu.
d. Prinsip manfaat. Objek transaksi harus memiliki manfaat,
transaksi terhadap objek yang tidak bermanfaat menurut syariat
dilarang.
e. Prinsip transaksi yang mengandung riba dilarang.
f. Prinsip suka sama suka atau saling rela (‘an -taradhin). Prinsip ini
berlandaskan pada firman Allah Swt “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu..” (Qs.An-Nisaa’:
29).
g. Prinsip kepemilikan yang jelas (milkiyyah)
h. Prinsip kebebasan (tiada paksaan). Setiap orang memiliki
kehendak yang bebas dalam menetapkan akad, tanpa tunduk
kepada paksaan transaksi apapun, kecuali hal yang diharuskan
oleh norma keadilan dan kemaslahatan masyarakat.
Makna Kesejahteraan
13
sosial yang mengantarkan pada status sosial yang sama terhadap sesama warga
lainnya.
Menurut pengertian Hak Asasi Manusia (HAM), bahwa setiap laki laki ataupun
perempuan, pemuda dan anak kecil memiliki hak untuk hidup layak baik dari
segi kesehatan, makanan, minuman, perumahan, dan jasa sosial, jika tidak maka
hal tersebut telah melanggar HAM.
c. Kesejahteraan dalam perspektif Islam
Istilah umum yang digunakan dalam mendeskripsikan kehidupan yang sejahtera
secara material-spiritual pada kehidupan dunia dan akhirat dalam ajaran Islam
adalah falah. Konsepsi falah mengacu pada tujuan syariat Islam yang juga tujuan
ekonomi Islam yaitu terealisir dan terjaganya 5 prinsip dasar yang terkandung
dalam al-maqoshid as-syari’ah (agama, harta jiwa, akal dan keturunan) dari
segala sesuatu yang merusak sehingga tercapai kehidupan yang baik dan
terhormat (hayaatan toyyibah) dunia dan akhirat.
Sistem ekonomi Islam dan kesejahteraan dalam tulisan ini hadir mencari celah
kemungkinan untuk mewujudkan kembali kesejahteraan masyarakat dengan
pengaplikasian sistem ekonomi Islam dengan optimalisasi instrumen ekonomi Islam.
Kita akan segera mengetahui bagaimana kesejahteraan masyarakat dapat meningkat,
kesenjangan serta kecemburuan sosial dapat diredam. Sistem ekonomi Islam akan
14
membimbing masyarakat dan dunia menuju kemakmuran (hayatan toyyibah) dunia dan
akhirat.
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Masyarakat madani lebih kurang dapat dipahami sebagai sebuah tatanan
masyarakat yang ideal, adil,makmur dan berketuhanan. Oleh karena itu banyak pihak
yang menaruh harapan dan cita cita yang besar bagi terbentuknya kehidupan masyarakat
seperti ini. Masyarakat Madani berarti masyarakat yang beradab. Masyarakat madani
atau civil society juga dapat diartikan sebagai suatu corak kehidupan masyarakat yang
terorganisir, mempunyai sifat kesukarelaan, keswadayaan, kemandirian, namun
mempunyai kesadaran hukum yang tinggi. Selain itu, masyarakat pada saat itu terbagi
ke dalam beberapa kelompok yang didasarkan atas ikatan keimanan, yaitu: mu'minun,
munafiqun, kuffar, musyrikin, dan Yahudi. Dengan kata lain, masyarakat Madinah pada
saat itu merupakan bagian dari komunitas masyarakat yang majemuk atau plural.
Ada pendapat mengenai karakteristik yang harus dimiliki masyarakat yang dapat
dikatakan bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat madani, diantaranya:
15
Sistem ekonomi Islam didasarkan pada 3 pondasi utama yaitu tauhid, syariah
dan akhlak. Pengamalan syariah dan akhlak merupakan refleksi dari tauhid. Landasan
tauhid yang tidak kokoh akan mengakibatkan implementasi syariah dan akhlak
terganggu. Dasar syariah adalah membimbing aktivitas ekonomi sehingga sesuai dengan
kaidah-kaidah syariah. Sedangkan akhlak membimbing aktivitas ekonomi manusia agar
senantiasa mengedepankan moralitas dan etika untuk mencapai tujuan.
Makna Kesejahteraan:
16
DAFTAR PUSTAKA
Suito, Deny. 2006. Membangun Masyarakat Madani Centre For Moderate Muslim
Indonesia: Jakarta.
17