Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMAT

OLEH :

1) AIRU ANGINI USMAN_B021221085


2) ERMA_B021221046
3) A. MUH. AWAL SYAN RAHMATULLAH_B021221065

PROGRAM STUDI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

limpahan rahmat dan hidayah-Nya, makalah yang berjudul “Masyarakat Madani

Dan Kesejahteraan Ummat” dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.

Sesuai dengan judul dari makalah ini, penulis harapkan makalah ini dapat

memberikan tambahan pengetahuan bagi mahasiswa/mahasiswa. Seperti lazimnya

sebuah makalah, tentunya makalah ini tidak luput dari kekurangan. Kami

mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca untuk

kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 4 September 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat madani merupakan konsep yang mengalami proses yang sangat panjang.
Masyarakat madani muncul bersamaan dengan adanya proses modernisasi, terutama pada saat
transformasi menuju masyarakat modern. Dalam mendefinisikan masyarakat madani ini sangat
bergantung pada kondisi sosio-kultural suatu bangsa. Dalam Islam masyarakat yang ideal adalah
masyarakat yang taat pada aturan Allah SWT, hidup dengan damai dan tentram, dan yang
tercukupi kebutuhan hidupnya.

Perujukan terhadap masyarakat Madinah sebagai tipikal masyarakat ideal bukan pada
peniruan struktur masyarakatnya, tapi pada sifat-sifat yang menghiasi masyarakat ideal ini.
Seperti, pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar yang sejalan dengan petunjuk Ilahi, maupun
persatuan dan kesatuan. Adapun cara pelaksanaan amar ma’ruf nahi mungkar yang direstui Ilahi
adalah dengan hikmah, nasehat, dan tutur kata yang baik. Dalam rangka membangun “masyarakat
madani modern”, meneladani Nabi bukan hanya penampilan fisik belaka, tapi sikap yang beliau
peragakan saat berhubungan dengan sesama umat Islam ataupun dengan umat lain, seperti
menjaga persatuan umat Islam, menghormati dan tidak meremehkan kelompok lain, berlaku adil
kepada siapa saja, tidak melakukan pemaksaan agama, dan sifat-sifat luhur lainnya.

Bangsa Indonesia belum terlambat mewujudkan masyarakat madani asalkan semua


potensi sumber daya manusia mendapat kesempatan berkembang dan dikembangkan.
Mewujudkan masyarakat madani banyak tantangan yang harus dilalui. Untuk itu perlu adanya
strategi peningkatan peran dan fungsi masyarakat dalam mengangkat martabat manusia menuju
masyarakat madani itu sendiri. Kita juga harus meneladani sikap kaum Muslim awal yang tidak
mendikotomikan antara kehidupan dunia dan akhirat. Mereka tidak meninggalkan dunia untuk
akhiratnya dan tidak meninggalkan akhirat untuk dunianya. Mereka bersikap seimbang
(tawassuth) dalam mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika sikap yang melekat pada
masyarakat Madinah mampu diteladani umat Islam saat ini, maka kebangkitan Islam hanya
menunggu waktu saja.

Berangkat dari hal di atas, maka penulis memutuskan untuk menyusun karya ilmiah yang
berjudul “Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Umat.”
1.2 Rumusan Masalah

1. Pengertian masyarakat madani?


2. Bagaimana karakteristik masyarakat madani?
3. Bagaimana sejarah dan perkembangan masyarakat madani?
4. Bagaimanakah peran umat Islam dalam mewujudkan masyarakat madani?
5. Bagaimanakah sistem ekonomi Islam dan kesejahteraan umat?
6. Bagaimanakah konsep kesejahteraan umat di dalam ekonomi Islam?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian masyarakat madani


2. Mengetahui karakteristik masyarakat madani
3. Memahami sejarah dan perkembangan masyarakat madani
4. Mengetahui peran umat Islam dalam mewujudkan masyarakat madani
5. Mengetahui sistem ekonomi Islam dan kesejahteraan umat
6. Mengetahui konsep kesejahteraan umat menurut ekonomi Islam
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Masyarakat Madani

Madani, merupakan istilah dari bahasa arab “mudun”,atau “madaniyah”, yang


mengandung arti peradaban. Dalam bahasa inggris istilah tersebut mempunyai padanan makna
dengan kata civilization. Secara terminologis masyarakat madani menurut An-Naquib Al-Attas
adalah “mujtama’ madani” atau masyarakat kota. Secara etimologi mempunyai dua arti, Pertama,
‘masyarakat kota karena madani berasal dari kata bahasa arab madinah yang berarti kota, dan
kedua “masyarakat berperadaban” karena madani berasal dari kata
arab tamaddun atau madinah yang berarti peradaban, dengan demikian masyrakat madani
mengacu pada masyarakat yang beradab. Istilah masyarakat madani selain mengacu pada konsep
civil society juga berdasarkan pada konsep negara mzadinah yang dibangun Nabi Muhammad
saw pada tahun 622M.

Istilah masyarakat madani sering diartikan sebagai terjemahan dari civil society, tetapi
jika dilacak secara empirik istilah civil society adalah terjemahan dari istilah latin, civilis societas,
yang mula-mula dipakai oleh Cicero (seorang orator dan pujangga dari Roma), pengertiannya
mengacu kepada gejala budaya perorangan dan masyarakat. Masyarakat sipil disebutnya sebagai
sebuah masyarakat politik (Political Society) yang memiliki kode hukum sebagai dasar hidup.

2.2 Karakteristik Masyarakat Madani

Masyarakat yang demikian kerap disebut masyarakat sipil (Civil Society), namun beberapa
cendikiawan Muslim di Asia Tenggara lebih suka menggunakan istilah masyarakat madani
sebagai gantinya. Dan ada beberapa karakteristik mengenai masyarakat madani yaitu :

1. Masyarakat egaliter, masyarakat egaliter atau masyarakat yang mengemban nilai


egalitarianisme yaitu masyarakat yang mengakui adanya kesetaraan dalam posisi di masyarakat
dari sisi hak dan kewajiban tanpa memandang suku, keturunan, ras, agama, dan sebagainya.
2. Penghargaan, bahwa dalam masyarakat madani adanya penghargaan kepada orang berdasarkan
prestise, bukan kesukuan, keturunan, ras, dan sebagainya.
3. Keterbukaan (partisipasi seluru anggota masyarakat aktif), sebagai ciri masyarakat madani
adalah kerendahan hati untuk tidak merasa selalu benar, kemudian kesediaan untuk
mendengarkan pendapat orang lain untuk diambil dan diikuti mana yang terbaik.
4. Penegakkan hukum dan keadilan, hukum ditegakkan pada siapapun dan kapanpun, walupun
terhadap keluarga sendiri, karena manusia sama didepan hukum.
5. Toleransi dan pluralisme, tak lain adalah wujud civility yaitu sikap kewajiban pribadi dan
sosial yang bersedia melihat diri sendiri tidak selalu benar, karena pluralism dan toleransi
merupakan wujud dari “ikatan keadaban’ ( Bond of civility), dalam arti masing-masing pribadi
dan kelompok dalam lingkunga yang lebih luas, memandang yang lain dengan penghargaaN,
betapapun perbedaan yang ada tanpa saling memaksakan kehendak, pendapat atau pandangan
sendiri.
6. Musyawarah dan demokrasi, merupakan unsur asasi pembentukan masyarakat madani. Nur
cholis madjid menyatakan, maasyarakat madani merupakan masyarakat demokratis yang
terbangun dengan menegakkan musyawarah, karena musywarah merupakan interpretasi positif
berbagai individu dalam masyarakat yang saling memberikan hak untuk menyatakan pendapat,
dan mengakui adanya kewajiban mendengar pendapat orang lain.

2.3 Sejarah dan Perkembangan Masyarakat Madani

Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi pada
masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti
ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya.
Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia
lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.

Antara lain dari sudut ini pulalah, kita dapat mengaitkan antara Islam dengan masyarakat
madani. Ungkapan apresiatif atau yang bersifat menghargai ini berasal dari kalangan ilmuan
nonmuslim atau barat, yang mengatakan bahwa ada kesesuaian antara Islam dan konsep
masyarakat madani, bahkan kenyataan itu pernah ada dalam kehidupan nyata masyarakat Islam,
barang kali orang akan menilai bahwa ini merupakan suatu penilaian yang objektif. Sosiolog
terkemuka dar Amerika Serikat, Robert N. Bellah misalnya mengatakan, bahwa sesungguhnya
bangunan politik yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad Saw.

Ketika berada di Madinah, adalah bersifat sangat modern. Memang bukan organisasi atau
lembaga di luar negara yang berkembang pada waktu itu, tetapi dimensi-dimensi lain yang ada
dalam bangunan konsep masyarakat madani. Hal itu tercermin dengan jelas dalam mitsaq Al-
madinah (perjanjian madinah), yang oleh para ilmuwan politik, dianggap sebagai konstitusi
pertama sebagai negara.
Dalam hal ini, sejumlah persyaratan pokok tumbuhnya kehidupan masyarakat madani
yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad adalah prinsip kesamaan, keadilan, dan partisipasi.
Dalam konstitusi itu disebutkan, bahwa pluralitas suku yang diikatkan dalam suatu kesepakatan,
bersama, dan dianggap sebagai umat. Tentu, umat disini bukan dalam arti agama tetapi warga
negara. Karenanya, dengan enak bani aus yahudi itu juga disebut dengan umat Madinah. Adanya
aturan-aturan yang tegas ini, yang dituangkan secara tertulis dalam perjanjian madinah, yang
mengakui diterapkannya prinsip-prinsip keadilan, persamaan, dan musyawarah merupakan ciri-ciri
awal terbentuknya kehidupan politik modern, yang antara lain ditandai dengan munculnya
semangat masyarakat madani. Disitu, yang ingin dikembangankan adalah nilai-nilai kehidupan
berbangsa dan bernegara yang sebanding dengan kehidupan politik demokratis meskipun masih
dalam bentuk dan strukturnya yang sederhana.

Faktor pendorong perubahan masyarakat sehingga menjadi masyarakat madani adalah


agama Islam, karena sejak muncul dan berlembangnya Islam disana meskipun dalam tahap awal
transformasi atau perubahan masayarakat secara besar-besaran terjadi disana, baik dilihat dari
sudut pandang keagamaan (lebih rasional) maupun kehidupan sosial budaya, ekonomi, dan politik
(lebih berperadaban). Dalam bahasa agama proses perubahan dari situasi jahiliyah ke
berperadaban ditegaskan oleh al-Qur’an, bahwa salah satu fungsi Islam adalah membawa atau
mengeluarkan masayarakat dari alam kegelapan menuju alam terang. Dalam kehadiran Islam
adalah mengeluarkan umat manusia dari kegelapan ke terang benderang. Sebanding dengan itu,
yang lebih popular adalah kehadiran Islam adalah rahmat bagi alam semesta.

2.4 Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani

Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi
pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan
seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang
lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar
dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.

1.    Kualitas SDM Umat Islam


Firman Allah SWT dalam QS. Ali Imran ayat 110 yang artinya: “Kamu adalah umat
yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari
yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang yang
fasik.”
Dari ayat di atas sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam adalah umat
yang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek kebaikan umat
Islam itu adalah keunggulan kualitas SDM-nya dibanding umat non Islam. Keunggulan kualitas
umat Islam yang dimaksud dalam Al-Qur’an itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil.

2.    Posisi Umat Islam


SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang unggul. Karena itu
dalam percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi, militer, dan ilmu pengetahuan dan
teknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang signifikan. Di Indonesia jumlah umat
Islam ±85% tetapi karena kualitas SDM-nya masih rendah, juga belum mampu memberikan
peran yang proporsional. Hukum positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum Islam. Sistem
sosial politik dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam
belum mencerminkan akhlak Islam.

2.5 Sistem Ekonomi Islam Dan Kesejahteraan Umat

Menurut ajaran Islam, semua kegiatan manusia termasuk kegiatan sosial dan ekonomi
haruslah berlandaskan tauhid (keesaan Allah). Dengan demikian realitas dari adanya hak milik
mutlak tidak dapat diterima dalam Islam melainkan hanya milik Allah saja, sedangkan manusia
hanyalah memiliki hak milik nisbi atau relatif. Pernyataan dan batas-batas hak milik dalam Islam
sesuai dengan sistem keadilan hak-hak semua pihak yang terlibat di dalamnya.

Islam mempunyai dua prinsip utama, yakni pertama, tidak seorangpun yang berhak
mengeksploitasi orang lain; dan kedua, tidak ada sekelompok orangpun boleh memisahkan diri
dari orang lain dengan tujuan untuk membatasi kegiatan sosial ekonomi di kalangan mereka saja.
Sebagaimana dalam QS. al-Syu’ara ayat 183, artinya: “Janganlah kamu merugikan manusia pada
hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.”

Dalam komitmen Islam yang khas dan mendalam terhadap persaudaraan, keadilan
ekonomi dan sosial. Akan tetapi, konsep Islam dalam distribusi pendapatan dan kekayaan serta
konsepsinya tentang keadilan sosial tidaklah menuntut bahwa semua orang harus mendapat upah
yang sama tanpa memandang kontribusinya kepada masyarakat. Islam mentoleransi
ketidaksamaan pendapatan sampai tingkat tertentu, karena setiap orang tidaklah sama sifat,
kemampuan, dan pelayanannya dalam masyarakat. Dalam Q.S. An-Nahl ayat 71 disebutkan, yang
artinya: “Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi
orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-
budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka Mengapa mereka
mengingkari nikmat Allah.”

Dalam ukuran tauhid, seseorang boleh menikmati penghasilannya sesuai dengan


kebutuhannya. Kelebihan penghasilan atau kekayaannya harus dibelanjakan sebagai sedekah
karena Alah. Sebagaimana Firman Allah dalam QS. An-nisa ayat 114, yang artinya: “ Tidak ada
kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang
menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di
antara manusia. dan barangsiapa yang berbuat demikian Karena mencari keredhaan Allah,
Maka kelak kami memberi kepadanya pahala yang besar.”

Dalam ajaran Islam ada dua dimensi utama hubungan yang harus dipelihara, yaitu
hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat.
Dengan melaksanakan kedua hubungan itu dengan baik, maka hidup manusia akan sejahtrera baik
di dunia maupun di akhirat kelak.

3.5 Konsep Islam Tentang Kesejahteraan Umat

Pada intinya, kesejahteraan sosial menuntut terpenuhinya kebutuhan manusia


yang meliputi kebutuhan primer (primary needs), sekunder (secondary needs) dan
kebutuhan tersier. Kebutuhan primer meliputi: pangan (makanan) sandang (pakaian),
papan (tempat tinggal), kesehatan dan keamanan yang layak. Kebutuhan sekunder
seperti: pengadaan sarana transportasi (sepeda, sepeda motor, mobil, dsb.), informasi dan
telekomunikasi (radio, televisi, telepon, HP, internet, dan lain sebagainya). Kebutuhan
tersier seperti sarana rekereasi, hiburan. Kategori kebutuhan di atas bersifat materil
sehingga kesejahteraan yang tercipta pun bersifat materil.

Kesejahteraan sosial yang didambakan al-Quran menurut Qurasih Shihab


tercermin di Surga yang dihuni oleh Adam dan isterinya sesaat sebelum mereka turun
melaksanakan tugas kekhalifahan di bumi. Seperti diketahui, sebelum Adam dan isterinya
diperintahkan turun ke bumi, mereka terlebih dahulu ditempatkan di Surga. Surga
diharapkan menjadi arah pengabdian Adam dan Hawa, sehingga bayang-bayang surga itu
bisa diwujudkan di bumi dan kelak dihuni secara hakiki di akhirat. Masyarakat yang
mewujudkan bayang-bayang surga itu adalah masyarakat yang berkesejahteraan.
Kesejahteraan surgawi ini dilukiskan antara lain dalam QS. Thâhâ/20:117-119, yang
berbunyi : “Hai adam, sesungguhnya ini (Iblis ) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu,
maka sekali-kali jangan sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari Surga, yang akibatnya
engkau akan bersusah payah. Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di sini (surga),
tidak pula akan telanjang, dan sesungguhnya engkau tidak akan merasakan dahaga
maupun kepanasan”.

Dari ayat menurut ini jelas bahwa pangan, sandang, dan papan yang diistilahkan
dengan tidak lapar, dahaga, telanjang, dan kepanasan semuanya telah terpenuhi di sana.
Terpenuhinya kebutuhan ini merupakan unsur pertama dan utama kesejahteraan sosial.
Lebih lanjut dalam Undang-undang Kesejahteraan Sosial, kriteria masalah sosial yang
perlu diatasi meliputi kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial
dan penyimpangan perilaku, korban bencana, korban tindak kekerasan, eksploitasi dan
diskriminasi.

Dalam islam dijelaskan bagaimana cara agar terbentuk suatu masyarakat yang
madani dan tumbuh toleransi antara satu dengan yang lainnya agar kehidupan
bermasyarakat dapat berjalan dengan baik dan tidak ada masalah antara satu individu
dengan individu lain atau suatu kelompok dengan kelompok lain. Masih banyak disekitar
kita tauran pelajar, tauran antar komplek, tauran antar desa dan perang terselubung antar
agama, hal ini dikarenakan lemahnya iman masyarakat da kurangnya pemahaman
mengenai masyarakat madani dan belum mengerti bagaimana pandangan islam mengenai
kehidupan bermasyarakat agar tetap rukun dan damai.
PENUTUP

Kesimpulan

Membangun kesejahteraan umat memang tidaklah mudah, tidak semudah membalik telapak
tangan. Kesejahteraan diindikasikan dengan sejahtera umat di berbagai bidang.

Sejahtera secara hukum diukur dengan kesadaran umat dalam mematuhi tatanan-tatanan
hukum syar’i yang telah ditetapkan oleh Tuhannya melalui agama islam, bertindak semata beribadah
dan mengharap ampunan serta keridhaan-Nya.
DAFTAR PUSTAKA

https://moehs.wordpress.com/2013/11/08/konsep-kesejahteraan-dalam-islam-tafsir-tahlily/

http://fixguy.wordpress.com/makalah-masyarakat-madani/ (16 November 2011)

Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hlm. 92

Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hlm. 94

Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hlm. 99

Ramadhan, Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Umat, Institut Teknologi Sepuluh November,
Surabaya, 2015

(99+) MAKALAH MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMAT | Ardi Ardiansyah - Academia.edu

Anda mungkin juga menyukai