Anda di halaman 1dari 15

MASYARAKAT MADANI

Makalah Ini Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“Pendidikan Kewarganegaraan”

Kelompok 11:
Nuril Idha Puspitaningtyas (207190105)
Yessyka Maharani (207190085)

Dosen Pengampu:
Nur Aini Syah, S.S., M.Hum.

JURUSAN TADRIS ILMU PENGETAHUAN ALAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2020

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia nikmatnya sehingga kami
dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah yang berjudul
“Masyarakat Madani” disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang diampu oleh Ibu Nur Aini Syah, S.S.,
M.Hum..
Makalah ini berisi tentang pengertian masyarakat madani, konsep masyarakat
madani, sejarah masyarakat madani, karakteristik masyarakat madani, masyarakat
madani di Indonesia, ciri-ciri masyarakat madani, dan proses demokrasi menuju
masyarakat madani. Dalam penyusunan makalah ini melibatkan berbagai pihak,
baik dari dalam maupun luar kampus. Oleh sebab itu, kami mengucapkan banyak
terimakasih atas segala kontribusinya dalam membantu penyusunan makalah ini.
Kami juga mengharapkan saran dan kritik pembaca sekalian.
Besar harapan kami makalah ini dapat menjadi sarana untuk membantu pembaca
dalam memahami tentang Masyarakat Madani.
Demikian apa yang bisa kami sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil
manfaat dari makalah ini.

Ponorogo, 23 April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

JUDUL …………………………………………………………………………... i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………... iii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………. 1
A. Latar Belakang …………………………………………………………... 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………….. 1
C. Tujuan …………………………………………………………………… 1

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………….. 2


A. Pengertian Masyarakat Madani ………………………………………….. 2
B. Konsep Masyarakat Madani ……………………………………………... 2
C. Sejarah Masyarakat Madani ……………………………………………... 3
D. Karakteristik Masyarakat Madani ……………………………………….. 6
E. Masyarakat Madani di Indonesia ………………………………………... 6
F. Ciri-Ciri Masyarakat Madani …………………………………………… 7
G. Peran Sebagai Bangsa Indonesia agar Terwujudnya Masyarakat Madani.. 9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan …………………………………………………………….. 11
B. Saran ……………………………………………………………………. 11

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat madani di prediksi yang berkembang di berbagai potensi
seperti budaya, adat istiadat, dan agama. Demikian pula, bangsa Indonesia di
era reformasi ini diarahkan untuk menuju masyarakat madani, untuk itu
kehidupan manusia Indonesia akan mendasarkan fundamental yang mana
akan berbeda dengan kehidupan masyarakat yang di era orde baru ini. Kenapa,
karena dalam masyarakat madani yang dicita – citakan dikatakan akan
memungkinkan “terwujudnya kemandirian masyarakat, nilai – nilai tertentu
dalam kehidupan, terutama keadilan, persamaan, kebebasan dan
kemajemukan (plularisme)” serta takwa, jujur, dan taat hukum. Masyarakat
madani mempunyai konsep yang mana tuntunan baru yang memerlukan
terobosan didalam bepikir, penyusupan konsep baru, serta tindakan yang akan
di ambil untuk kedepannya. Dengan kata lain persiapan perubahan zaman
masyarakat yang mana pradigma akan diperlukan sebagai tuntutan, ini adalah
kata filsuf Kuhn.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu masyarakat madani?
2. Bagaimana konsep masyarakat madani?
3. Bagaimana sejarah munculnya masyarakat madani?
4. Seperti apa karakteristik masyarakat madani?
5. Apa ciri-ciri masyarakat madani?
6. Bagaimana peran sebagai bangsa Indonesia agar terwujutnya masyarakat
madani?

C. Tujuan
1. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan masyarakat madani.
2. Untuk mengetahui konsep dari masyarakat madani.
3. Untuk mengetahui sejarah masyarakat madani.
4. Untuk mengetahui karakteristik masyarakat madani.
5. Untuk mengetahui ciri-ciri masyarakat madani.
6. Untuk mengetahui demokrasi menuju masyarakat madani itu seperti apa.

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat madani berasal dari Bahasa inggris yaitu civil society. Dari
kata civil akhirnya membentuk menjadi kata civilization yang berarti
peradaban. Oleh karena itu, kata civil society dapat diartikan sebagai
komunitas masyarakat kota, yakni masyarakat yang telah peradaban maju.
Setiap anggota masyarakat madani tidak bisa ditekan, ditakut-takuti,
diganggu kebebasannya, dan sejenisnya.
Dalam kata lain, masyarakat madani dapat diartikan sebagai sebuah
masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan
kewajiban dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-
kepentingannya.
Terdapat beberapa pendapat tentang masyarakat madani menurut para ahli
itu sendiri, yang mana kata civil society memiliki dua kalimat yang berbeda
sementara, menurut mereka dua kalimat ini mempunyai arti yang sama. Jadi
disini lebih cenderung kepada pendapat yang menyatakan bahwa masyarakat
madani memiliki makna yang sama dengan civil society.
1. Lary Diamond (2013) menyatakan bahwa “masyarakat sipil atau civil
society memiliki kehidupan sosial terorganisasi yang terbuka, sukarela,
lahir secara mandiri, setidaknya berswadaya secara parsial, otonom dari
negara, dan terikat dalam tatanan legal atau seperangkat nilai bersama.
2. Anwar Ibrahim menyerukan bahwa masyarakat madani adalah sistem
sosial yang subur yang mana diasaskan kepada prinsip moral yang
menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan
ketablitisan masyarakat.
3. Alexis De Torcqueville, masyarakat madani atau civil society adalah
masyarakat yang menempatkan kemandirian dan pluralitas sebagai
asasnya yang utama, dan tidak mengabaikan peran negara.
4. Thomas Paine berpendapat bahwa civil society adalah suatu ruangan
dimana warga negara dapat mengembangkan kepribadiannya dan berikan
peluang untuk memuaskan kepentingannya secara bebas dan tanpa
paksaan.

B. Konsep Masyarakat Madani


Konsep “masyarakat madani” merupakan penerjemahan atau pengislaman
konsep “civil society”. Orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini
adalah Anwar Ibrahim dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish
Madjid. Pemaknaan civil society sebagai masyarakat madani merujuk pada
konsep dan bentuk masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad.
Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi historis ketidakbersalahan
pembentukan civil society dalam masyarakat muslim modern.
Makna Civil Society “Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil
society. Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan
masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan kata
“societies civilis” dalam filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali

2
dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah civil society berakar
dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang
ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan
otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja.1
Antara Masyarakat Madani dan Civil Society sebagaimana yang telah
dikemukakan di atas, masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk
menerjemahkan konsep di luar menjadi “Islami”. Menilik dari subtansi civil
society lalu membandingkannya dengan tatanan masyarakat Madinah yang
dijadikan pembenaran atas pembentukan civil society di masyarakat Muslim
modern akan ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara keduanya.
Perbedaan lain antara civil society dan masyarakat madani adalah civil
society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari
gerakan Renaisans; gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan.
Sehingga civil society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena
meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam buaian
dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Maarif mendefinisikan
masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan
toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari
wahyu Allah.2
Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki
banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk
kepada Bahasa Inggris, ia berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil,
sebuah kontraposisi dari masyarakat militer. Menurut Blakeley dan Suggate
(1997), masyarakat madani sering digunakan untuk menjelaskan “the sphere
of voluntary activity which takes place outside of government and the market.”
Merujuk pada Bahmueller (1997).

C. Sejarah Masyarakat Madani


Sejarah Civil Society Tidak terlepas dari filsuf yunani Aris Toteles (384-
322 SM) yang mengandung konsep Civil Society sebagai sistem kenegaraan
atau identik dengan negara itu sendiri. Pada masa sekarang konsep Civil
Society dikenal dengan Istilah “Koinonia Politeke” yaitu sebuah koonitas
politik tempat warga negara dapat terlibat lansung dalam peraturan ekonomi-
politik dalam mengambil keputusan. Istilah Koinonia Politeke dikeukakan
Aris Toteles untuk menggambarkan sebuah masyarakat politis dan etis
dimana warga negara didalamnya berkedudukan sama didepan hukum. Yang
kemudian mengalami perubahan dengan pengertain Civil Society yaitu
masyarakat sipil diluar dan penyeimbang warga negara.
Seorang negarawan Romawi bernama Marcus Tullius Cicero (106-43 SM)
memiliki pandangan yang berbeda dengan Aris Toteles. Ia mengistilahkan
Masyarakat Sipil dengan societies cvilies yaitu sebuah komonitas yang
mendominasi komonitas yang lain dengan radisi politik kota sebagai
komponen utamanya. Istilah ini lebih menekankan pada konsep negara kota
(City-state) yaitu menggambarkan kerajaan, kota, dan bentuk korporasi lainya
yang menjelma menjadi entitas dan teorganisir.

1
Larry Diamond, 2003: 278
2
A. Syafii Maarif, 2004: 84

3
Kemudian Rumusan Civil Society dikembangkan oleh Thomas Hobbes
(1588-1679 M) dan Jhon Locke (1632-1704) yang memandang
perkembangan civil society sebagai lanjutan dari evaluasi masyarakat yang
berlansung secara alamiah. Menurut Hobbes entitas negara civil society
mempunyai peranan untuk meredam konflik dalam masyarakat sehingga ia
harus memiliki kekuasaan mutlak untuk mengontrol dan mengawasi secara
ketat pola-pola interaksi setiap warga negara.
Namun Menurut Jhon Locke, kehadiran civil society untuk melindungi
kebebasan dan hak milik warga negara. Mengingat sifatnya seperti itu civil
society tidak absolut dan tidak membatasi perananya pada wilayah yang tidak
dapat dikelola warga negara untuk memperoleh haknya secara adil dan
profesional.
Pada tahun 1767, Adam ferguson mengkontektualisasikan civil society
dengan konteks sosial dan politik di Skotlandia dengan perkembangan
kapitalisme yang berdampak pada krisis sosial. Berbeda dengan pndangan
sebelumnya ia lebih menekankan visi etis pada civil society dalam kehidupan
sosial. Menurutnya ketimpangan sosial akibat kapitalisme harus dihilangkan.
Ia yakin bahwa publik secara alamiah memiliki spirit solidaritas sosial dan
sntimen moral yang menghalangi munculnya kembali despotisme.
Kekhawatiran ia semakin menguatnya sistem individualistis dan
berkurangnya tanggung jawab sosial mayarakat mewarnai pandangan tentang
civil society waktu itu.
Pada 29 januari 1737- 8 juni 1809 aktivis politik Asal Inggris-Amerika
yang bernama Thomas Paine, civil society sebagai suatu yang berlawanan
dengan lembaga negara bahkan ia dianggap sebagai antitetis negara.
Berdasarkan paradigma ini peran negara sudah saatnya untuk dibatasi.
menurut paradigma ini negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk belaka.
Konsep negara yang absah menurut pemikiran ini adalah perwujudan dari
delegasi kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat demi terciptanya
kesejahteraan bersama. Dengan demikian menurutnya civil society adalah
ruang dimana warga negara dapat mengembangkan kepribadian dan memberi
peluang bagi pemuasan kepentinganya secara bebas dan tanpa paksaan. 3
Kemudian pada tahun 1770-1831 G.W.F. Hegel, Karl Max (1818-1883),
dan Antonio Gramsci (1891-1837) mengembangkan Istilah civil society ialah
elemen ideologis kelas dominan. Pemahaman ini merupakan reaksi atas
pandangan Paine yang memisahkan civil society dari negara. Berbeda dengan
pandangan Paine, Hegel memandang civil society sebagai kelompok
subordinatif terhadap negara. Menurut Ryaas Rasyid seorang pakar politik
indonesia, menurutnya pandangan ini erat kaitanya dengan perkembangan
sosial masyarakat borjuasi eropa yang ditandai dengan pelepasan diri dari
cengkraman dominasi negara.
Selanjutnya Hegel menjelaskan bahwa struktur sosial civil society terdapat
tiga entitas sosial : keluarga, masyarakat sipil, dan negara. Keluarga
merupakan ruang sosialisasi pribadi anggota masyarakat yang bercirikan
keharmonisan. Sedangkan masyarakat sipil merupakan tempat berlansungya
percaturan sebagai kepentingan pribadi dan golongan terutama kepentingan

3
Azra, Azyumardi, 1999.

4
ekonomi. Menurutnya negara merupaka ide universal yang bertugas
melindungi kepentingan politik warganya dan mempunyai hak penuh untuk
intervensi terhadap civil society.
Berbeda dengan hegel, karl max memandang civil society sebagai
masyarakat borjuis. Dalam konteks hubungan produksi kapitalis. Keberadaan
civil society merupakan kendala besar bagi upaya pembebasan manusia dari
penindasan kelas pemiik modal. Oleh karena itu civil society harus
dilenyapkan demi terwujudnya tatanan masyarakat tanpa kelas.
Berbeda dengan max. Antonio Gramsci tidak memandang masyarakat sipil
dalam konteks relasi produksi tetapi lebih pada sisi idiologis. Gramsci
meletakan masyaraakat madani pada struktur berdampingan degan negara
yang disebut sebagai Political society. Menurutnya civil society merupakan
tempat perebutan posisi hegemoni untuk membentuk konsensus dalam
masyarakat. Ia memberiakan pandangan penting kepada kaum cendikiawan
sebagai aktor dalam proses utama perubahan sosial dan politik.
Selanjutnya wacana civil society sebagai reaksi terhadap mazhab hegelian
dikembangkan oleh Alexis de Tocqueville (1805-1859 M) yang bersumber
dari pengalamanya mengamati budaya demokrasi america. Menurutnya
Tocqueville kekuatan politik dalam masyarakat sipil merupakan kekuatan
utama yang menjadikan demokrasi amerika mempunyai daya tahan yang kuat.
Berkaca pada budaya amerika yang berciri Plural, Mandiri, dan kedewasaan
berpolitik warga negara manapun mampu mengimbangi dan mengontrol
kekuatan negara.
Berbeda dengan hegelian, pemikiran Tocqueville lebih menempatkan
masyarakat sipil sebagai suatu yang tidak apriori maupun tersubordinasi
lembaga negara. Sebaliknya civil society bersifat otnom dan memiliki
kepastian politik cukip tinggi sehingga mampu menjadikan kekuatan
penyeimbang terhadap kecenderungan intervensi negara atas warga negara.
Dari sekian banyak pandangan mengenai civil society, Mazhab
Gramscian dan Tocquevillian telah menjadi inspirasi gerakan prodemokrasi
di eropa timur dan eropa tengah pada dasawarsa 80-an. Pengalaman kawasan
ini hidup dibawah dominasi negara terbukti telah melumpuhkan kehidupan
masyarakat sipil.
Tidak hanya di eropa timur dan eropa tengah , muzhab pemikiran civil
society tocquelville juga dikembangkan oleh cendikiawan muslim indonesia
Dawam Rahardjo dengan konsep masyarakat madaninya, rahardjo
mengilustrasikan bahwa peranan pasar sangat menenukan unsur-unsur dalam
masyarakat madani sedangkan menurut Wutnow dalam hubungan anrata
unsur-unsur pokok masyarakat madani faktor Valuntary sangat menentukan
pola interaksi antara negara dan pasar.
Didalam tatanan pemerintahan yang demokratis komponen rakyat disebut
masyarakat madani (Civil Society) yang harus memperoleh peranan utama.
Dalam sistem demokrasi kekuasaan tidak hanya ditangan penguasa melainkan
ditangan rakyat. Jadi peran sektor swasta sangat mendukung terciptanya
proses keseimbangan kekuasaan dalam koridor pemerintahan yang baik,
seketika peran swasta bisa berada diatas ini terjadi jika pembuatan kebijakan

5
publik berkolusi dan tergoda untuk memberikan akses yang longgar pada
konglomerat ataupun usahawan. 4

D. Karakteristik Masyarakat Madani


1. Free Public Share (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat
mempunyai akses penuh terhadap setiap kegiatan publik.
2. Democracy, persyaratan mutlak lainnya bagi keberadaan civil society
yang murni. Ini juga termasuk proses menerapkan prinsip-prinsip
sehingga terwujudnya masyarakat yang demokratis.
3. Tolerance sikap saling menghormati, menghargai perbedaan pendapat.
Toleransi bukan saja menghargai atas perbedaan pandangan sosial, dan
politik, tapi juga menjadi bagian terpenting pelaksanaan ajaran moral.
4. Pluralisme (kemajemukan) sikap yang menerima kenyataan masyarakat
yang majemuk disertai dengan sikap tulus, ini termasuk nilai positif dalam
kehidupan.
5. Social justice (keadilan sosial) adanya keseimbangan dan pembagian
secara proposional atas hak dan kewajiban warga negara yang mencakup
segala aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik,pengetahuan,
perlengkapan, dan tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.
6. Societies participation yang mana masyarakat benar-benar bersih dari
intimidasi atau penguasa pihak lain.
7. Supremasi hukum adalah upaya untuk memberikan jaminan terciptanya
keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral yang mana setiap orang
harus memiliki kedudukan yang sama.

E. Masyarakat Madani di Indonesia


Indonesia memiliki tradisi kuat civil society, jauh sebelum bangsa
indonesia berdiri, masyarakat sipil telah berkembang pesat yang diwakili oleh
kiprah beragam organisasi sosial keagamaan dan penggerakan nasional dalam
merebut kemerdekaan. Selain berperan sebagai organisasi peejuang penegak
HAM dan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial. Organisasi berbasis Islam
seperti Syariakat Islam (SI), Nahdatul Ulama (NU), dan muhammdadiyah
telah menunjukan kiprahnya sebagai komponen civil society yang penting
dalam perkembangan masyarakata sipil indonesia.
Terdapat strategi yang ditawarkan kalangan ahli tentang bagaimana
seharusnya bangunan masyarakat madani yang bisa tterwujud di indonessia :
1. Pandangan integrasi nasional dan politik. Menyatakan bahwa sistem
demokrasi tidak mungkin berlansung dalam kenyataan hidup sehari-hari
dalam masyarakat sebelum memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara
yang kuat. Bagi pengikut pandangan ini praktik demokrasi ala barat hanya
akan berakibat konflik antara sesama warga bangsa.
2. Pandangan Reformasi Sistem Politik Demokrasi merupakan pandangan
yang menekankan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah terlalu
bergantung pada kepentingan ekonomi. Pembangunan institusi demokratis
lebih diutamakan oleh warga negara dibanding pembangunan ekonomi.

4
Mifthah Thoha, 2000

6
3. Paradigma pembangunan masyarakat madani sebagai basis utama
pembangunan demokrasi. Ini merupakan alternatif diantara dua
pandangan yang pertama yang dianggap gagal dalam
pembangunan demokrasi. Pandangan ini lebih menekankan proses
pendidikan dan penyadaran poitik warga negara, khusus kalangan kelas
menengah. Hal itu mengingatkan demokrasi membutuhkan topangan
kultural sselain mendukung struktural.
Bersandar dari tiga paradigma diatas pengembangan demokrasi
masyarakat madani selayaknya tidak hanya tergantung pada salah satu
pandangan tersebut. Sebaliknya untuk mewujudkan masyarakat madani yang
seimbang dengan kekuatan negara dibutuhkan gabungan strategi dan
paradigma. Tiga paradigma diatas dapat dijadikan acuan dalam
pengembangan demokrasi dimasa transisi sekarang melalui :
1. Memperluas golongan menengah melalui pemberian kesempatan bagi
kelas menegah untuk berkembang menjadi kelompok masyaraat madani
yang mandiri secara politik dan ekonomi.
2. Mereformasikan sistem politik demokratis melalui pemberdayaan
lembaga-lembaga demokrasi yang ada berjalan sesuai prinsip-prinsip
demokrasi.
3. Penyelenggaraan pendidikan politik (pendidikan demokrasi) bagi warga
negara secara keseluruhan.
Menurut Rahardjo masyarakat madani indonesia masih merupakan
sisitem-siste yang dihasilkan oleh sister politik represif. Ciri kritisnya lebih
menonjol dibandingkan ciri struktifnya. Menurutnya lebih banyak melakukan
protes daripada mengajukan solus, lebih banyak menuntut daripada memberi
sumbangan terhadap pemecahan masalah.
Mahasiswa merupakan salah satu komponen strategis bangsa indonesia
dalam pembanguunan demokrasi dan masyarakat madani. Peran startegis
mahasiswa dalam proses perjuangan demokrasi menumbangkan rezim
otorier seharusnya ditindak lanjuti dengan keterlibatan mahasiswa dalam
proses demokrasi bangsa dan pembangunan masyarakat demokrasi madani
indonesia. Karenaa mahasiswa merupakan bagian dari kelas menengah, ia
memiliki tanggung jawab terhadap nasib masa depan demokrasi dan
masyarakat madani indonesia.
Sikap demokratis diekspressikan melalui peran aktif mahasiswa dalam
proses pendemokrasian masyarakat melalui cara analogis, santun, dan
bermartabat. Adapun sikap kritis mahasiswa dapat dilakukan dengan
mengaamati, mengkritik, mengontrol pelaksanaan kebijakan pemerintah atau
lembaga publik terkait, khususnya pada kebijakan yang menyangkut dengan
masa depan bangsa.
F. Ciri Ciri masyarakat madani
1. Menjunjung tinggi nilai
Menjunjung tinggi nilai, norma, dan hukum yang ditopang dengan iman,
ilmu, dan tekhnologi. Itu artinya masyarakat madani hidup berdasarkan
aturan-aturan yang berlaku, seperti nilai, norma, dan hukum. Ketaatan
tersebut dilandaskan pada ilmu dan tekhnologi yang telah dipelajari dan

7
dikembangkannya beserta kekuatan iman atau keyakinannya kepada Sang
Maha Pencipta.
2. Memiliki perabadan yang tinggi
Sebagai makhluk yang memiliki keyakinan atau iman kepada Sang
Maha Pencipta, masyarakat madani telah membuktikan bahwa mereka
merupakan manusia yang memiliki peradaban, yaitu beradab atau bertata
krama. Selain bertata krama terhadap Tuhan, tentunya juga bertata krama
pada sesama manusia.
3. Mengedepankan kesederajatan dan transparansi
Ciri masyarakat madani dalam hal ini adalah mereka menganggap
bahwa status mereka sama, baik pria atau perempuan. Transparansi atau
keterbukaan berarti mereka menjalankan hidupnya harus dengan sikap
jujur dan tidak perlu ada hal-hal yang harus ditutupi sehingga
menumbuhkan rasa saling percaya antar satu sama lain. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam masyarakat madani terdapat nuansa demokrasi,
di mana demokratisasi dapat diwujudkan dengan adanya fungsi Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), pers yang bebas, supremasi atau kekuasaan
tertinggi dalam hukum, partai politik, perguruan tinggi, dan toleransi.
4. Ruang publik yang bebas
Ruang public yang bebas atau dikenal dengan istilah free public sphere
merupakan wilayah yang memungkinkan masyarakat sebagai warga
negara untuk memiliki hak dan kewajiban warga negara melalui akses
penuh terhadap kegiatan politik, menyampaikan pendapat dengan status
orang yang merdeka (yang berarti bebas), berserikat atau bekerjasama,
berkumpul serta mempublikasikan pendapat dan informasi kepada publik
atau masyarakat luas.
5. Supremasi hokum
Supremasi hukum atau dalam KBBI diartikan sebagai kekuasaan
tertinggi dalam hukum memiliki arti bahwa terdapat jaminan terciptanya
keadilan yang bisa dicapai bila menempatkan hukum sebagai kekuasaan
tertinggi dalam sebuah negara. Tentu keadilan tersebut akan tercipta
apabila hukum diberlakukan secara netral, dalam artian tidak adanya
pengecualian untuk memperoleh suatu kebenaran atas nama hukum.
6. Keadilan social
Keadilan sosial atau social justice merupakan suatu keseimbangan dan
pembagian yang proporsional atau sesuai antara hak dan kewajiban antar
warga dan negara yang meliputi seluruh aspek kehidupan. Artinya seorang
warga negara memiliki hak dan kewajiban terhadap negaranya. Begitupula
pula sebuah negara juga memiliki hak dan kewajiban atas warganya. Yang
mana hak dan kewajiban tersebut memiliki porsi atau ukuran yang sama
sehingga berimbang.
7. Partisipasi social
Berpatisipasi dalam lingkungan sosial merupakan salah satu cara untuk
menjalin hubungan dan kerjasama antar individu maupun kelompok untuk
mencapai sebuah tujuan tertentu. Partisipasi sosial yang bersih tanpa
rekayasa merupakan awal yang baik untuk menciptakan masyarakat
madani. Hal ini bisa saja terjadi apabila terdapat nuansa yang
memungkinkan otonomi (hak dan kewajiban) individu terjaga dengan baik.

8
Artinya dalam masyarakat madani harus seimbang antara hak dan
kewajibannya sesama individu. Sedemikian sehingga tercipta keadilan
sosial atau social justice sebagaimana telah disebutkan sebelumnya pada
poin kedelapan.

G. Demokrasi Menuju Masyarakat Madani


Secara esensi dibutuhkan pemberdayaan dan penguatan masyarakat secara
komprehensif agar memiliki wawasan dan kesadaran demokrasi yang baik
serta mampu menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia. Untuk itu,
maka diperlukan pengembangan masyarakat madani dengan menerapkan
strategi pemberdayaan untuk mencapai hasil secara optimal. Dalam hal ini
Dawam Rahardjo mengemukakan tiga strategi yang salah satunya dapat
digunakan sebagai strategi pemberdayaan masyarakat madani Indonesia.
 Strategi yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik
Strategi ini berpandangan bahwa sistem demokrasi tidak mungkin
berlangsung dalam masyarakat yang belum memiliki kesadaran berbangsa
dan bernegara yang kuat. Bagi penganut paham ini, pelaksanaan
demokrasi liberal hanya akan menimbulkan konflik sehingga menjadi
sumber instabilitas politik. Saat ini yang diperlukan adalah stabilitas
politik sebagai landasan pembangunan, karena pembangunan
membutuhkan resiko politik yang minim. Dengan demikian, persatuan dan
kesatuan bangsa lebih diutamakan daripada demokrasi.
 Strategi yang lebih mengutamakan reformasi sistem politik demokrasi
Strategi ini berpandangan bahwa pembangunan demokrasi tidak perlu
menunggu rampungnya tahap pembangunan ekonomi. Sejak awal dan
secara bersama-sama diperlukan proses demokratisasi yang pada esensinya
adalah memperkuat partisipasi politik. Jika kerangka kelembagaan ini
diciptakan, akan dengan sendirinya timbul civil society yang mampu
mengontrol terhadap negara.
 Strategi yang memilih pembangunan masyarakat madani sebagai
basis yang kuat ke arah demokratisasi.
Strategi ini muncul akibat kekecewaan terhadap realisasi dan strategi
pertama dan kedua. Dengan begitu, strategi ini lebih mengutamakan
pendidikan dan penyadaran politik, terutama pada golongan menengah
yang makin luas.
Ketiga model strategi pemberdayaan civil society (masyarakat madani)
tersebut dipertegas oleh Hikam bahwa pada era transisi lebih mementingkan
prioritas pemberdayaan dengan cara memahami target yang paling strategis
serta penciptaan pendekatan yang tepat di dalam proses tersebut. Untuk
keperluan itu, keterlibatan kaum cendekiawan, LSM, ormas sosial dan
keagamaan, serta mahasiswa adalah mutlak adanya karena mereka
mempunyai kemampuan dan sekaligus tokoh utama pemberdayaan tersebut.
Sedangkan menurut Ryas Rasyid, sebuah masyarakat madani (civil society)
haruslah mandiri, tidak begitu terntung pada peran pemerintah atau negara.
Barangkali, diantara organisasi sosial dan politik yang patut dicatat dan
meiliki kemandirian cukup tinggi adalah organisasi yang termasuk dalam

9
kelompok lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau Non-Governmental
Organization (NGO) yang di Indoneisa jumlahnya mencapai ratusan.
Perubahan paradigma yang berorientasi kepada perwujudan masyarakat
madani perlu dilakukan sebagai koreksi terhadap kekeliruan yang secara
umum berpangkal pada kurangnya konsistensi dalam memelihara dan
menegakkan prinsip serta semangat yang telah disepakati bersama. Dengan
demikian, dapat melahirkan ketidakseimbangan antara posisi serta peran
pemerintah dan masyarakat dalam penyelenggaraan negara juga
pembangunan. Ketidakseimbangan posisi serta peran pemerintah dan
masyarakat disebabkan oleh beberapa hal berikut ini.
a. Sistem politik, budaya, dan perilaku politik yang tenggelam dalam
kehidupan demokrasi semu.
b. Ditandai dengan matinya oposisi
c. Sikap tabu terhadap perbedaan pendapat
d. Tidak terdapat kontrol social
e. Pelaksanaan fungsi legislatif yang tidak bermakna
f. Penegakan hukum yang lemah

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masyarakat madani adalah masyarakat yang bermoral yang menjamin
keseimbangan antara kebebasan individu dan stabilitas masyarakat, dimana
masyarakat memiliki motivasi dan inisiatif individual. Masyarakat madani
merupakan suatu masyarakat ideal yang di dalamnya hidup manusia –
manusia partisipan yang masing – masing di akui sebagai warga dengan
kedudukan yang serba serta dan sama dengan soal pembagian hak dan
kewajiban. Istilah madani dapat diartikan sebagai adab atau beradab jadi
masyarakat madani harus dapat menjadikan sebuah motivasi terbaru untuk
dapat membangun keterturan masyarakat yang sesuai dengan tujuan hidup
negara Indonesia.
Untuk mewujudkan masyarakat madani dan agar terciptanya kesejahteraan
umat maka kita sebagai generasi penerus dapat mengubah suatu perubahan
yang signifikan. Selain itu juga kita harus dapat menyesuaikan diri dengan
apa yang terjadi di masyarakat sekarang ini. Agar di kehidupan
bermasyarakat ini kita tidak ketinggalan berita. Adapun beberapa kesimpulan
di bab II ialah mewujudkan peran kita sebagai bangsa Indonesia di
masyarakat madani dengan landasan ilmu pengetahuan civil social ini dan
juga berpacu dengan Al quran dan Sunnah. Sebelumnya kita harus
mengetahui apa yang dimaksud dengan masyarakat madani itu, bagaimana
cara mengatasi solusi yang terjadi di masyarakat madani di Indonesia, dan
masih banyak lagi.
B. SARAN
Setelah pemaparan penulisan tentang masyarakat madani tersebut,
disarankan kepada pembaca untuk mengambil ilmu dari pembuatan makalah
ini, agar dapat membantu memberikan nuansa keilmuan dan memperolah
wawasan yang luas.

11
DAFTAR PUSTAKA
Sentrisna, Etno. 2013, http://etnosentrisna.blogspot.co.id/2013/09/multikultural-
membangun-masyarakat.html, diakses pada tanggal 27 September 2016.
Azra, Azyumardi. 1999. Menuju Masyarakat Madani. Cetakan ke-1. Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya

Azizi, A Qodri Abdillah. 2000. Masyarakat madani Antara Cita dan Fakta:
Kajian Historis-Normatif. Dalam Ismail SM dan Abdullah Mukti,
Pendidikan Islam, Demokratisasi dan Masyarakat Madani. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
http://guruppkn.com/ciri-ciri-masyarakat-madani
http://zainurexist.wordpress.com
http://qnet234.blogspot.co.id/2012/10/makalah-masyarakat-madani.html

https://id.scribd.com/doc/102326597/MAKALAH-MASYARAKAT-MADANI

12

Anda mungkin juga menyukai