Anda di halaman 1dari 2

KEBENARAN ILMIAH

Definisi Kebenaran
Kebenaran dapat dipahami berdasarkan tiga hal yakni, kualitas pengetahuan, sifat/
karakteristik dari bagaimana cara atau dengan alat apakah seseorang membangun
pengetahuan itu, dan nilai kebenaran pengetahuan yang dikaitkan atas ketergantungan
terjadinya pengetahuan itu. Kualitas kebenaran dapat dibagi menjadi 4 macam, yaitu:

 Pengetahuan biasa: sifatnya subjektif, artinya amat terikat pada subjek yang
mengenal, memiliki sifat selalu benar, seajauh sarana untuk memperoleh pengetahuan
bersifat normal atau tidak ada penyimpangan.
 Pengetahuan ilmiah: bersifat relative, artinya kandungan kebenaran ini selalu
mendapatkan revisi atau diperkarya oleh hasil penemuan yang paling mutakhir.
 Pengetahuan filsafat: bersifat absolut-intersubjektif, artinya selalu merupakan
pendapat yang selalu melekat pada pandangan filsafat seorang pemikir filsafat itu
serta selalu mendapat pembenaran dari filsuf kemudian yang menggunakan
metodologi pemikiran yang sama pula.
 Pengetahuan agama: bersifat dogmatis, artinya pernyataan dalam agama selalu
dihampiri oleh keyakinan yang telah tertentu sehingga pernyataan-pernyataan dalam
kitab-kitab suci agama memiliki nilai kebenaran sesuai keyakinan yang digunakan
untuk memahaminya itu.

Teori-Teori Kebenaran
1. Teori Kebenaran Korespondensi
Menurut teori ini, kebenaran adalah soal kesesuaian antara apa yang diklaim sebagai
diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya (Keraf dan Dua M, 2001: 66). Suatu
pernyataan dapat dikatakan benar jika mengandung pernyataan yang sesuai dengan
kenyataan yang ada. Dengan kata lain, kebenaran korespondensi terletak pada
kesesuaian antara subjek dan objek. Teori kebenaran korespondensi ini adalah teori
yang dapat diterima secara luas oleh kaum realis karena pernyataan yang ada selalu
berkait dengan realita. Misalnya sebagai contoh, gunung dapat berjalan. Untuk
membuktikan kebenaran pernyataan ini harus diteliti dengan keilmuan yang lain yaitu
ilmu tentang gunung (geologi), ternyata gunung mempunyai kaki (lempeng bumi)
yang bisa bergerak sehingga menimbulkan gempa bumi dan tsunami. Dengan
demikian sebuah pertanyaan tidak hanya diyakini kebenarannya, tetapi harus
diragukan dahulu untuk diteliti, sehingga mendapatkan suatu kebenaran hakiki.

2. Teori Kebenaran Koherensi


Kebenaran ditemukan dalam relasi antara proporsi baru dengan proporsi yang sudah
ada. Suatu pengetahuan, teori, pernyataan, proporsi atau hipotesis dianggap benar
kalau sejalan dengan pengetahuan, teori, proporsi atau hipotesis lainnya, yaitu kalau
proporsi sebelumnya yang dianggap benar (Keraf dan Dua M, 2001: 88). Dengan kata
lain pernyataan dianggap benar jika peryataan itu bersifat konsisten dengan
pernyataan lain yang telah diterima kebenaranya, yaitu yang koheren menurut logika.
Misalnya sebagai contoh, pernyataan “semua manusia pasti akan mati” adalah
pernyataan yang benar, maka jika ada pernyataan bahwa “saya pasti akan mati”
adalah pernyataan benar karena saya adalah manusia.

3. Teori Kebenaran Pragmatis


Teori pragmatis dicetuskan oleh filsuf pragmatis dari Amerika Serikat, Charles S.
Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul
“How to Make Our Ideals Clear”. Teori ini kemudian dikembangkan oleh beberapa
ahli filsafat. Bagi kaum pragmatis kebenaran adalah sama artinya dengan kegunaan.
Ide,konsep, pengetahuan, atau hipotesis yang benar adalah ide yang berguna. Ide yang
benar adalah ide yang paling mampu memungkinkan seseorang (berdasarkan ide itu)
melakukan sesuatu secara paling benar dan tepat guna. Berhasil dan berguna adalah
kriteria utama untuk menentukan apakah suatu ide itu benar atau tidak. Misalnya,
mengenai pernyataan wujud Tuhan yang Esa. Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah 163-
164, Allah menjelaskan tentang wujud-Nya yang Esa serta menjelaskan tentang
penjelasan praktis terhadap pertanyaan tersebut.

4. Teori Kebenaran Nondeskripsi


Teori kebenaran non-deskripsi dikembangkan oleh penganut filsafat fungsionalisme.
Suatu pernyataan dianggap benar tergantung peran dan fungsi pernyataan itu sendiri.
Pengetahuan akan memiliki nilai kebenaran sejauh pernyataan itu memiliki fungsi
yang amat praktis dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, petani menanam jagung
(sebenarnya yang ditanam adalah bibit jagung lalu diharapkan akan menjadi jagung
nantinya).

5. Teori Kebenaran Performatif


Teori performatif menjelaskan, suatu pernyataan dianggap benar jika ia menciptakan
realitas. Jadi pernyataan yang benar bukanlah pernyataan yang mengungkapkan
realitas, tetapi justeru dengan pernyataan itu tercipta realitas sebagaimana yang
diungkapkan dalam pernyataan itu. Teori ini disebut juga “tindak bahasa” mengaitkan
kebenaran satu tindakan yang dihubungkan dengan satu pernyataan. Misalnya,
“Dengan ini saya mengangkat anda sebagai manager perusahaan “Species S3”.
Dengan pernyataan itu tercipta sebuah realitas baru yaitu anda sebagai manager
perusahaan “Species S3”, tentunya setelah SKnya turun. Di sini ada perbuatan yang
dilakukan bersamaan dengan pengucapan kata-kata itu. Dengan pernyataan itu suatu
penampilan atau perbuatan (performance) dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai