Anda di halaman 1dari 17

ANEMIA (KEKURANGAN GIZI BESI)

Makalah Ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah

“Ilmu Gizi”

Disusun Oleh
Kelompok 3/ IPA D:

1. M. Galih Al-Furqon (207190101)


2. Nova Oktavia Saputri (207190103)
3. Nuril Idha Puspitaningtyas (207190105)
4. Segar Villa Daryanti (207190111)

Dosen Pengampu:
Titah Sayekti, S.Pd., M.Sc.

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.


Alhamdulillah, Segala Puji Syukur senantiasa tercurahkan kepada Allah SWT atas
rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan segala kesalahan
dan kekurangannya, guna memenuhi tugas mata kuliah “Ilmu Gizi”. Sholawat serta salam
tidak lupa kita haturkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, dan semoga kita semua
termasuk umatnya yang kelak mendapatkan syafa’atnya kelak di hari qiamat. Aminn
Makalah ini telah kami susun semaksimal mungkin dan kami juga mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Meskipun kami sebagai penyusun berharap isi dari makalah ini bebas dari kesalahan
dan kekurangan. Namun, tentunya kami menyadari bahwa kami hanyalah manusia biasa yang
tidak luput dari kesalahan dan kekurangan dan kesempurnaan itu hanya milik Allah semata.
Oleh karena itu, kami sebagai penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi sempurnanya lapoaran ini diwaktu mendatang. Semoga Allah SWT
memberkahi makalah ini, sehingga dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Aminn
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

Pacitan, 23 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 2
C. Tujuan................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 3
A. Pengertian Anemia............................................................................. 3
B. Penyebab Terjadinya Anemia............................................................. 4
C. Akibat Anemia.................................................................................... 5
D. Anemia di Indonesia...........................................................................6
E. Anemia di Lingkungan Sekitar...........................................................7
BAB III PENUTUP...................................................................................... 16
Kesimpulan............................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anemia masih menjadi salah satu masalah gizi di Indonesia, terutama pada kelompok
rentan seperti pada anak berusia di bawah lima tahun. Riset Kesehatan Dasar 2007
menunjukkan bahwa 27,7 persen anak usia 1-4 tahun dan 9,4 persen anak usia 5-14 tahun
menderita anemia. Temuan ini tidak jauh berbeda dengan penelitian lain yang dilakukan
di DKI Jakarta, anak berusia 2-4 tahun yang menderita anemia sebesar 26,8 persen . Hal
ini menunjukkan bahwa masalah anemia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
di Indonesia. Menurut WHO anemia dinyatakan sebagai masalah kesehatan masyarakat,
bila prevalensi lebih dari 5 persen. Penyebab anemia di Indonesia terbesar adalah
kekurangan zat besi. Dampak anemia kurang besi sangat luas di antaranya gangguan
perkembangan psikomotor, gangguan fungsi kognitif dan gangguan pertumbuhan. Oleh
karena itu dalam makalah ini akan kami bahas mengenai anemia dan upaya
menanggulanginya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Anemia?
2. Apa Penyebab terjadinya anemia?
3. Apa akibat yang ditimbulkan dari anemia?
4. Bagaimana permasalahan anemia di Indonesia?
5. Bagaimana anemia di lingkungan sekitar?
6. Bagaimana Anemia di Pandemi Covid-19?
7. Upaya apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi anemia dan mencegah anemia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahuai dan memahami apa itu anemia
2. Untuk Mengetahui dan memahami penyebab dari anemia
3. Untuk mengetahui dan memahami akibat yang ditimbulkan dari anemia
4. Untuk mengatahui dan memahami permasalahan anemia di Indonesia
5. Untuk mengetahui dan memahami anemia di lingkungan sekitar.
6. Untuk mengetahui dan memahami kondisi anemia di masa pandemi
7. Unuk mengetahui dan memahami upaya pencegahan anemia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Anemia (Kurang Gizi Besi)


Anemia dalam bahasa Yunani berarti Tanpa darah. Sedangkan menurut istilah anemia
adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa
oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Sel darah merah mengandung
hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-paru dan
mengantarkannya ke seluruh bagain tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah
sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah sehingga darah tidak
dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh.
Sedangkan menurut beberapa ahli anemia diartikan sebagai gejala dn kondisi yang
mendasari, seperti kehiangan komponen darah, kurang nutrisi yang dibutuhkan untuk
pembentukan se drh merah yag mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen
darah1. Anemia dapat juga diartikan adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin
(Hb) dalam darah kurang dari normal.2
Anemia Defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam
darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya
pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah. Jika
simpanan zat besi dalam tubuh seseorang sudah sangat rendah berarti orang tersebut
mendekati anemia walaupun belum ditemukan gejala-gejala fisiologis. Simpanan zat besi
yang sangat rendah lambat laun tidak akan cukup untuk membentuk selsel darah merah
di dalam sumsum tulang sehingga kadar hemoglobin terus menurun di bawah batas
normal, keadaan inilah yang disebut anemia gizi besi.
Menurut Evatt, anemia Defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh
berkurangnya cadangan besi tubuh. Keadaan ini ditandai dengan menurunnya saturasi
transferin, berkurangnya kadar feritin serum atau hemosiderin sumsum tulang. Secara
morfologis keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai
penurunan kuantitatif pada sintesis hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab
utama anemia. Wanita usia subur sering mengalami anemia, karena kehilangan darah
sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi sewaktu hamil. Nilai Hb Normal

1
Marilyn E, Doenges. 2001. Rencana Asuhan Keperatawan.( Jakarta: EGC)
2
Amalia, Ajeng, dkk. 2016. Diagnosis dan Tata laksana Anemia Defisiensi Besi. MAJORITY. Vol 5 (5).
untuk pria adalah 13,8-17,2 gram/dl. Sedangkan wanita 12,1-15,1 gram/dl. Sedangka
nilai Hb anemia untuk pria <13,8-17,2 gram/dl dan wanita <12,1-15,1 gram/dl.
Secara morfologis, anemia dapat diklasifikasikan menurut ukuran sel dan hemoglobin
yang dikandungnya yaitu:

1. Makrositik yaitu ukuran sel darah merah bertambah besar dan jumlah hemoglobin
tiap sel juga bertambah. Ada dua jenis anemia makrositik yaitu :
 Anemia Megaloblastik adalah kekurangan vitamin B12, asam folat dan
gangguan sintesis DNA.
 Anemia Non Megaloblastik adalah eritropolesis yang dipercepat dan
peningkatan luas permukaan membran.

2. Mikrositik yaitu Mengecilnya ukuran sel darah merah yang disebabkan oleh
defisiensi besi, gangguan sintesis globin, porfirin dan heme serta gangguan
metabolisme besi lainnya.
3. Normositik Pada anemia normositik ukuran sel darah merah tidak berubah, ini
disebabkan kehilangan darah yang parah, meningkatnya volume plasma secara
berlebihan, penyakit-penyakit hemolitik, gangguan endokrin, ginjal, dan hati.

B. Penyebab Terjadinya Anemia (Kurang Gizi Besi)


Faktor-faktor penyebab anemia gizi besi adalah status gizi yang dipengaruhi oleh pola
makanan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan dan status kesehatan. 3 Khumaidi (1989)
mengemukakan bahwa faktor-faktor yang melatarbelakangi tingginya prevalensi anemia
gizi besi di negara berkembang adalah keadaan sosial ekonomi rendah meliputi
pendidikan orang tua dan penghasilan yang rendah serta kesehatan pribadi di lingkungan
yang buruk. Meskipun anemia disebabkan oleh berbagai faktor, namun lebih dari 50 %
kasus anemia yang terbanyak diseluruh dunia secara langsung disebabkan oleh
kurangnya masukan zat gizi besi.
Selain itu penyebab anemia dipengaruhi oleh kebutuhan tubuh yang meningkat, akibat
mengidap penyakit kronis dan kehilangan darah karena menstruasi dan infeksi parasit
(cacing). Di negara berkembang seperti Indonesia penyakit kecacingan masih merupakan
masalah yang besar untuk kasus anemia gizi besi, karena diperkirakan cacing menghisap
darah 2-100 cc setaip harinya. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau
hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak. Kekurangan kadar Hb
3
Schwart E. Iron Deficiency Anemia. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Penyunting. Nelson
Textbook of Pediatrics. Edisi ke-16. Philadelphia ; Saunders, 2000 : 1469-71
dalam darah dapat menimbulkan gejala lesu, lemah, letih, lelah dan cepat lupa.
Akibatnya dapat menurunkan prestasi belajar, olah raga dan produktifitas kerja. Selain
itu anemia gizi besi akan menurunkan daya tahan tubuh dan mengakibatkan mudah
terkena infeksi.
Berdasarkan etimologi penyebab anemia yaitu

a) Asupan zat besi


Rendahnya asupan zat besi sering terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi
bahan makananan yang kurang beragam dengan menu makanan yang terdiri dari
nasi, kacang-kacangan dan sedikit daging, unggas, ikan yang merupakan sumber zat
besi. Gangguan defisiensi besi sering terjadi karena susunan makanan yang salah
baik jumlah maupun kualitasnya yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan
pangan, distribusi makanan yang kurang baik, kebiasaan makan yang salah,
kemiskinan dan ketidaktahuan.
b) Penyerapan zat besi
Diet yang kaya zat besi tidaklah menjamin ketersediaan zat besi dalam tubuh karena
banyaknya zat besi yang diserap sangat tergantung dari jenis zat besi dan bahan
makanan yang dapat menghambat dan meningkatkan penyerapan besi.
c) Kebutuhan meningkat
Kebutuhan akan zat besi akan meningkat pada masa pertumbuhan seperti pada bayi,
anakanak, remaja, kehamilan dan menyusui. Kebutuhan zat besi juga meningkat
pada kasus-kasus pendarahan kronis yang disebabkan oleh parasit.
d) Kehilangan zat besi
Kehilangan zat besi melalui saluran pencernaan, kulit dan urin disebut kehilangan
zat besi basal. Pada wanita selain kehilangan zat besi basal juga kehilangan zat besi
melalui menstruasi. Di samping itu kehilangan zat besi disebabkan pendarahan oleh
infeksi cacing di dalam usus.

Selain itu anemia juga terjadi karena menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan
bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas
pengikatan besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi,
berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah
menjadi heme, dan akan diikuti dengan menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya
terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rb.4
4
Khaidir, M. (2007). Anemia defisiensi besi. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 2(1), 140-145
Ada juga yang disebabkan perdarahan. Kehilangan darah akibat perdarahan
merupakan penyebab penting terjadinya ADB. Kehilangan darah akan mempengaruhi
keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi
0,5 mg, sehingga darah 3-4 ml/hari (1,5 – 2 mg) dapat mengakibatkan keseimbangan
negatif besi. Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, milk induced
enteropathy, ulkus peptikum, karena obat-obatan (asam asetil salisilat, kortikosteroid,
indometasin, obat anti inflamasi non steroid) dan infeksi cacing (Ancylostoma duodenale
dan Necator americanus) yang menyerang usus halus bagian proksimal dan menghisap
darah dari pembuluh darah submukosa usus.
Transfusi feto-maternal juga menajdi penyebab kekurangan besi ang negakibaktkan
anemia. Kebocoran darah yang kronis kedalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB
pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonatus. Hemoglobinuria juga menyebabkan
kekurangan besi Keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memiliki katup jantung
buatan. Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melaui urin
rata-rata 1,8 – 7,8 mg/hari. 6. Iatrogenic blood loss Pada anak yang banyak bisa diambil
darah vena untuk pemeriksaan laboratorium berisiko untuk menderita ADB. Idiopathic
pulmonary hemosiderosis, penyakit ini jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan
perdarahan paru yang hebat dan berulang serta adanya infiltrat pada paru yang hilang
timbul. Keadaan ini dapat menyebabkan kadar Hb menurun drastis hingga 1,5 – 3 g/dl
dalam 24 jam. Dan yang terakhir adalah Latihan yang berlebihan. Pada atlit yang
berolaraga berat seperti olahraga lintas alam, sekitar 40% remaja perempuan dan 17%
remaja laki-laki kadar feritin serumnya < 10 ug/dl. Perdarahan saluran cerna yang tidak
tampak sebagai akibat iskemia yang hilang timbul pada usus selama latihan berat terjadi
pada 50% pelari.5

C. Akibat Dari Anemia


Akibat yang merugikan kesehatan pada individu yang menderita anemia gizi besi
adalah

1) Bagi bayi dan anak (0-9 tahun)


a. Gangguan perkembangan motorik dan koordinasi.
b. Gangguan perkembangan dan kemampuan belajar.
5
Fitriany, J., & Saputri, A. I. (2018). Anemia Defisiensi Besi. AVERROUS: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Malikussaleh, 4(2), 1-14
c. Gangguan pada psikologis dan perilaku
2) Remaja (10-19 tahun)
a. Gangguan kemampuan belajar
b. Penurunan kemampuan bekerja dan aktivitas fisik
c. Dampak negatif terhadap sistem pertahanan tubuh dalam melawan penyakit
infeksi
3) Orang dewasa pria dan wanita
a. Penurunan kerja fisik dan pendapatan.
b. Penurunan daya tahan terhadap keletihan
4) Wanita hamil
a. Peningkatan angka kesakitan dan kematian ibu
b. Peningkatan angka kesakitan dan kematian janin
c. Peningkatan resiko janin dengan berat badan lahir rendah

D. Anemia di Indonesia
Anemia masih menjadi salah satu masalah gizi di Indonesia, terutama pada kelompok
rentan seperti pada anak berusia di bawah lima tahun. Riset Kesehatan Dasar 2007
menunjukkan bahwa 27,7 persen anak usia 1-4 tahun dan 9,4 persen anak usia 5-14 tahun
menderita anemia. Temuan ini tidak jauh berbeda dengan penelitian lain yang dilakukan
di DKI Jakarta, anak berusia 2-4 tahun yang menderita anemia sebesar 26,8 persen
Penyebab anemia di Indonesia terbesar adalah kekurangan zat besi. Dampak anemia
kurang besi sangat luas di antaranya gangguan perkembangan psikomotor, gangguan
fungsi kognitif dan gangguan pertumbuhan.
Berdasarkan penelitian SEANUTS (South East Asian Nutrition Survey)
menunjukkan prevalensi anemia tertinggi pada kelompok anak usia muda dibandingkan
kelompok anak usia lebih tua. Prevalensi anemia pada kelompok usia muda (0,5-0,9
tahun) sebesar 54,7 persen di perkotaan dan 61,9 persen di perdesaan. 6 Temuan ini,
hampir sama dengan temuan di Bangladesh dan laporan Mc Lean Erin et al. (2007)
prevalensi anemia di Asia, yaitu masing-masing 60 dan 58 persen, namun lebih tinggi
bila dibandingkan dengan prevalensi anemia di Turki yaitu 40 persen. Temuan lain dari
penelitian ini adalah prevalensi anemia pada kelompok usia lebih tua (9,0-12,9 tahun)
yaitu hanya 5,0 persen di perkotaan dan 11,4 persen di perdesaan. Prevalensi ini jauh
lebih rendah dibandingkan prevalensi anemia kelompok usia lebih tua.
6
Ernawati, F., & Soekatri, M. (2013). Status vitamin A dan zat besi anak Indonesia. Gizi Indonesia, 36(2), 123-
130
Keadaan ini menunjukkan bahwa masalah anemia lebih berat pada kelompok yang
lebih muda. Hal ini disebabkan anak-anak yang lebih tua sudah dapat makan lebih
beragam dari pada kelompok anak usia muda. Besarnya proporsi anemia yang lebih
besar pada kelompok usia muda dibandingkan pada kelompok lebih tua, juga dapat
disebabkan ibu hamil menderita anemia, sehingga anak yang dilahirkan juga menderita
anemia. Temuan ini diperkuat dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa anak
yang lahir dari ibu anemia berisiko lahir dengan Hb rendah, karena prevalensi anemia ibu
hamil di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 40,1 persen dan 24,5 persen. Hal ini
diperkuat lagi dari data (Susenas dan Survei Depkes-Unicef) bahwa dari sekitar 4 juta
ibu hamil, separuhnya mengalami anemia gizi dan satu juta lainnya mengalami
kekurangan energi kronis.7
Bila dilihat dari kelompok jenis kelamin, proporsi anemia dan anemia kurang besi
pada kelompok usia muda (1,0-2,9 tahun) tidak jauh berbeda antara anak perempuan
dengan laki-laki, namun pada kelompok usia lebih tua (9,0- 12,9 tahun) proporsi anemia
dan anemia kurang besi ditemukan lebih besar pada anak perempuan dibandingkan anak
laki-laki. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sebagian anak perempuan usia 9,0-12
sudah mendapat menstruasi sehingga mengalami kehilangan darah. Di negara sedang
berkembang seperti di Indonesia, pada umumnya penyebab terbesar kejadian anemia
adalah kekurangan zat besi akibat asupan zat besi yang rendah. Sementara itu, masa
pertumbuhan cepat terjadi pada kelompok umur 9,0-12 tahun, sehingga tubuh
memerlukan banyak zat besi untuk pertumbuhan.
Hal ini menunjukkan bahwa masalah anemia masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. Menurut WHO anemia dinyatakan sebagai masalah kesehatan
masyarakat, bila prevalensi lebih dari 5 persen.

E. Anemia di Lingkungan Sekitar


Disekitar lingkungan rumah salah satu kelompok kami terdapat tetangga yang
menderita anemia yaitu remaja putri berusia 16 tahun dan orang tua yang berusia 45
tahun. Bahkan salah satu dari anggota kelompok kami juga ada yang menderita anemia.
Dari keterangan penderita di lingkungan kami tersebut serta anggota kelompok kami
7
Susiloningtyas, I. (2021). Pemberian zat besi (Fe) dalam Kehamilan. Majalah Ilmiah Sultan Agung, 50(128),
73-99
mereka mengalami anemia ketika berusia 14 tahun dimana awal mengalami mentruasi.
Dimana kita ketahuai bahwa menstruasi setiap bulan merupakan salah satu faktor
penyebab kebanyakan wanita mudah terkena anemia defisiensi besi. Selain itu
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, kurangnya mengkonsumsi sumber makanan
hewani sebagai salah satu sumber zat besi yang mudah diserap (heme iron), sedangkan
bahan makanan nabati (non-heme iron) merupakan sumber zat besi yang tinggi tetapi
sulit diserap sehingga dibutuhkan porsi yang besar untuk mencukupi kebutuhan zat besi
dalam seharinya. Bisa juga disebabkan karena kekurangan zat gizi yang berperan dalam
penyerapan zat besi seperti, protein dan vitamin C. Konsumsi makanan tinggi serat,
tannin dan phytat dapat menghambat penyerapan zat besi.
Hal ini juga didukung dari Penelitian di Sulawesi, dimana dalam penelitan ini
menunjukkan ada hubungan status gizi dengan kejadian anemia pada remaja putri. Hal
ini dikarenakan remaja putri mempunyai kebiasaan kurang mengkonsumsi makanan
sumber zat besi dan rata-rata mempunyai orang tua dengan tingkat pendidikan yang
rendah sehingga pengetahuan dalam pemenuhan asupan zat gizi yang seimbang menjadi
kurang.
Berdasarkan penelitian di Meksiko diketahui bahwa defisiensi besi juga dapat terjadi
2-4 kali pada wanita dan anak-anak obesitas. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan
produksi hepcidin yang dapat menghambat penyerapan zat besi, sementara di Amerika
Serikat (USA) menunjukkan prevalensi kekurangan zat besi lebih tinggi terjadi pada
sampel remaja putra dan remaja putri yang memiliki kelebihan berat badan (9,1%)
dibanding dengan sampel yang memiliki berat badan normal (3,1%).
Usia 12-14 tahun termasuk dalam masa peralihan dari remaja awal ke remaja akhir
yang merupakan masa pencarian identitas dan remaja cepat sekali terpengaruh oleh
lingkungan. Kecemasan akan bentuk tubuh membuat remaja sengaja tidak makan atau
memilih makan di luar. Kebiasaan ini dapat mengakibatkan remaja mengalami
kerawanan pangan yang berhubungan dengan asupan zat gizi yang rendah dan berisiko
pada kesehatannya termasuk anemia. Berdasarkan Riskesdas tahun 2007 prevalensi
anemia remaja usia ≤14 tahun di Indonesia sebanyak 12,8%.
Berdasarkan keterangan dari penderita anemia dan kondisi yang terlihat tersebut
dampak dari anemia bagi penderita anemia adalah lemah, lesu, letih, dan gampang lupa
sehingga hal ini menyebabkan bagi remaja putri mengalami penurunan prestasi belajar.

F. Anemia di Masa Pandemi Covid-19


Pandemi Covid-19 memberikan dampak yang signifikan pada kehidupan sebagian
besar keluarga di Indonesia. Sekitar 3 juta orang kehilangan pekerjaan mereka, sebagian
keluarga kesusahan untuk membeli makanan sehari-hari, dan anak-anak sekolah tidak
dapat mengakses program pemberian makanan bergizi. Pemberlakuan Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) juga mengakibatkan perubahan pola konsumsi masyarakat
dimana keberagaman konsumsi pangan berkurang, terjadi peningkatan konsumsi
makanan siap saji, dan pengurangan konsumsi makanan bergizi, termasuk buah dan
sayuran segar. Padahal, pemenuhan gizi seimbang dan aman menjadi hal penting dalam
meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan mengurangi risiko penyakit kronis atau
penyakit infeksi.8
Gizi seimbang artinya makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan
jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan memerhatikan prinsip
keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan (BB) ideal.
Konsumsi sayur dan buah sangat disarankan untuk menjaga daya tahan tubuh.
Kandungan antioksidan dari sayur dan buah dapat membantu melawan radikal bebas,
kandungan vitamin dapat menjaga fungsi tubuh, dan kandungan mineral dapat menjaga
kinerja tubuh dan organ.9
Selain itu, masalah gizi yang cukup tinggi di Indonesia adalah anemia. Anemia yang
menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia adalah Anemia Gizi Besi (AGB).
AGB akibat kekurangan mikronutrien zat besi (Fe) dan kurangnya asupan protein.
Berdasarkan Riskesdas tahun 2018, sebanyak 32% atau 3 – 4 dari 10 remaja di Indonesia
mengalami anemia. Anemia dapat mengakibatkan rasa letih, sesak napas, kesulitan
berkonsentrasi, dan penurunan kinerja kognitif. Remaja putri lebih rentan terhadap
anemia karena mengalami menstruasi tiap bulannya. Jika dibiarkan berkelanjutan hingga
dewasa, mereka lebih berisiko mengalami komplikasi kehamilan dan persalinan, seperti
perdarahan pasca-persalinan, melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR), bayi lahir prematur, atau kelahiran mati. Selain itu, anak-anak yang dilahirkan
dari ibu yang anemia berisiko lebih tinggi untuk mengalami stunting.
Pencegahan anemia dapat dilakukan dengan suplementasi Tablet Tambah Darah
(TTD) pada remaja putri. Karena besarnya masalah anemia, maka penanggulangan
anemia pada remaja putri menggunakan pendekatan blanket approach, artinya semua
8
United Nations Indonesia. 2020. Pernyatan Bersama tentang Ketahanan Pangan dan Gizi dalam Konteks
Pandemi COVID-19 di Indonesia.
9
Indartanti, D., & Kartini, A. (2014). Hubungan status gizi dengan kejadian anemia pada remaja putri. Journal
of nutrition college, 3(2), 310-316
remaja putri sejak usia mendapatkan haid pertama disarankan untuk mengonsumsi 1
butir TTD per minggu, tanpa melihat status anemianya. Pencegahan anemia juga tidak
cukup hanya dengan suplementasi Fe dan folat, tetapi harus diiringi dengan konsumsi
protein yang cukup sehingga pola makan juga perlu diperbaiki. Sejak tahun 2016,
pemerintah Indonesia melakukan program pemberian TTD berbasis sekolah. Dengan
kebijakan belajar di rumah selama pandemi Covid-19, pemberian TTD dimodifikasi
sesuai kebijakan masing-masing daerah. Beberapa daerah mengaplikasikan kebijakan
pemberian TTD melalui Peer Group, masing-masing Ketua Peer Group dapat
mengambil TTD secara langsung ke Puskesmas atau melalui Guru UKS. Hal ini
dilakukan sebagai bentuk investasi pemerintah untuk mempersiapkan calon Ibu yang
sehat agar dapat melahirkan generasi penerus bangsa yang berkualitas.
Menurut survei daring yang dilakukan UNICEF terhadap lebih dari 6.000 remaja
Indonesia menunjukkan bahwa hampir 90% remaja putri berhenti mengonsumsi TTD
selama pandemi. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya kesadaran akan pentingnya 
mengonsumsi TTD bagi remaja putri. Khususnya di era pandemi, peran keluarga
terutama orang tua menjadi faktor terpenting dalam memastikan dan memotivasi anak
perempuannya untuk rutin mengonsumsi TTD sebanyak 1 kali dalam seminggu. Remaja
di Indonesia perlu dipersiapkan sebagai investasi terciptanya generasi penerus bangsa
yang unggul. Indonesia membutuhkan remaja yang sehat, terbebas dari tiga beban
masalah gizi, produktif, kreatif, serta kritis demi Indonesia yang lebih kuat. Remaja akan
menjadi SDM yang berkualitas jika terpenuhi kebutuhan gizinya. Oleh karena itu,
dibutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak untuk memastikan perbaikan status gizi
remaja Indonesia, terutama di masa pandemi Covid-19.

G. Upaya Pencegahan Anemia


Upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan penanggulangan anemia adalah dapat
dilakukan antara lain dengan cara:

1) Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan


Mengkonsumsi pangan hewani dalam jumlah cukup. Namun karena harganya
cukup tinggi sehingga masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu diperlukan
alternatif yang lain untuk mencegah anemia gizi besi. Memakan beraneka ragam
makanan yang memiliki zat gizi saling melengkapi termasuk vitamin yang dapat
meningkatkan penyerapan zat besi, seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi
vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat
besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali. Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C,
namun dalam proses pemasakan 50 - 80 % vitamin C akan rusak. Mengurangi
konsumsi makanan yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti: fitat, fosfat,
tannin. 10
2) Suplementasi zat besi
Dalam upaya mencegah dan menanggulangi anemia adalah dengan mengkonsumsi
tablet tambah darah. Telah terbukti dari berbagai penelitian bahwa suplementasi,
zat besi dapat meningkatkan kadar Hemoglobin. Pemberian suplemen besi
menguntungkan karena dapat memperbaiki status hemoglobin dalam waktu yang
relatif singkat. Di Indonesia pil besi yang umum digunakan dalam suplementasi zat
besi adalah frrous sulfat.
3) Pemberantasan cacing dan fortifikasi besi
Pemberantasan cacing dan fortifikasi besi dilakukan karena cacing bisa
menyebabkan pendarahan pada saluran pencernaan. Apabila terjadi pendarahan
maka tubuh akan kehilangan zat besi yang bisa mengakibatkan anemia, sehingga
perlu dilakukan pemberantasan cacing dan fortifikasi besi.
4) Menerapkan pola hidup sehat dan upaya-upaya pengendalian penyebab dan
predisposisi terjadinya anemia
Penerapan pola hidup yang sehat dan melakukan upaya pengendalian dan
predisposisi penyebab terjadinya anemia bisa dilakukan dengan penyuluhan
kesehatan, memenuhi kebutuhan zat besi pada masa pertumbuhan cepat.

10
Khaidir, M. (2007). Anemia defisiensi besi. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 2(1), 140-145.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Anemia adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein


pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Sel darah merah
mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-
paru dan mengantarkannya ke seluruh bagain tubuh. anemia disebabkan oleh berbagai
faktor, namun lebih dari 50 % kasus anemia yang terbanyak diseluruh dunia secara
langsung disebabkan oleh kurangnya masukan zat gizi besi. Anemia dipengaruhi oleh
kebutuhan tubuh yang meningkat, akibat mengidap penyakit kronis dan kehilangan darah
karena menstruasi dan infeksi parasit (cacing). Di negara berkembang seperti Indonesia
penyakit kecacingan masih merupakan masalah yang besar untuk kasus anemia gizi besi,
karena diperkirakan cacing menghisap darah 2-100 cc setaip harinya. Kekurangan zat
besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh
maupun sel otak. Kekurangan kadar Hb dalam darah dapat menimbulkan gejala lesu,
lemah, letih, lelah dan cepat lupa. Akibatnya dapat menurunkan prestasi belajar, olah
raga dan produktifitas kerja. Selain itu anemia gizi besi akan menurunkan daya tahan
tubuh dan mengakibatkan mudah terkena infeksi.

Anemia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, hal ini


dikarenakan preverensi masalah anemia di Indonesia hampir mencapai 5 persen.
Menurut survei daring yang dilakukan UNICEF terhadap lebih dari 6.000 remaja
Indonesia menunjukkan bahwa hampir 90% remaja putri berhenti mengonsumsi TTD
selama pandemi. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya kesadaran akan pentingnya 
mengonsumsi TTD bagi remaja putri. Khususnya di era pandemi, peran keluarga
terutama orang tua menjadi faktor terpenting dalam memastikan dan memotivasi anak
perempuannya untuk rutin mengonsumsi TTD sebanyak 1 kali dalam seminggu. upaya
yang dilakukan dalam pencegahan dan penanggulangan anemia adalah dapat dilakukan
antara lain dengan cara meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan, suplementasi zat
besi (pemberian suplemen besi menguntungkan karena dapat memperbaiki status
hemoglobin dalam waktu yang relatif singkat), penurunan kehilangan besi dengan
pemberantasan cacing, dan pengobatan anemia defisiensi besi.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Ajeng, dkk. (2016). Diagnosis dan Tata laksana Anemia Defisiensi Besi.
MAJORITY, 5 (5), 166-169

Ernawati, F., & Soekatri, M. (2013). Status vitamin A dan zat besi anak Indonesia. Gizi
Indonesia, 36(2), 123-130

Fitriany, J., & Saputri, A. I. (2018). Anemia Defisiensi Besi. AVERROUS: Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh, 4(2), 1-14.

Indartanti, D., & Kartini, A. (2014). Hubungan status gizi dengan kejadian anemia pada
remaja putri. Journal of nutrition college, 3(2), 310-316

Khaidir, M. (2007). Anemia defisiensi besi. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 2(1),
140-145

Marilyn E, Doenges. (2001). Rencana Asuhan Keperatawan.( Jakarta: EGC)

Schwart E. (2000). Iron Deficiency Anemia. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson
HB, Penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-16. Philadelphia ;
Saunders, 1469-71

Susiloningtyas, I. (2021). Pemberian zat besi (Fe) dalam Kehamilan. Majalah Ilmiah Sultan
Agung, 50(128), 73-99

United Nations Indonesia. 2020. Pernyatan Bersama tentang Ketahanan Pangan dan Gizi
dalam Konteks Pandemi COVID-19 di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai