Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTTION

SEJARAH DAN RUANG LINGKUP ALTERNATIVE DISPUTE


RESOLUTION

Dosen Pengampu Mata Kuliah : Ahmad Musadad, S. H.I., M.S.I.

Disusun Oleh :

1. Wiwin Musdiyanti 180711100007


2. Mia Efita 180711100046
3. Yogi Briliant Islamay Pasha 180711100052
4. Fitrotul Khoiriyah 180711100073
5. Vika Anjana 180711100111

PROGRAM STUDI HUKUM BISNIS SYARIAH


FAKULTAS KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2021

2
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas
izin rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah dengan judul “Sejarah Dan Ruang Lingkup Alternative Dispute
Resoluttion” ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi tugas semester enam
untuk mata kuliahAlternative Dispute Resolution. Melalui makalah ini, kami
berharap agar kami dan pembaca mampu mengenal lebih jauh mengenai Sejarah
Alternative Dispute Resolution dan perkembangannya. Kami mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak dan narasumber yang telah membantu khususnya
kepada dosen pengampu mata kuliah Alterntaive Dispute Resolution yaitu bapak
Ahmad Musadad, S.H.I., M.S.I sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Dan semoga makalah ini memberi informasi bagi teman-teman semua dan
masyarakat yang membaca, dan juga bermanfaat untuk pengembangan wawasan
dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

3
BAB I
PENFAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelesaian sengketa dikenal melalui dua jalur yaitu melalui jalur litigasi
(lembaga peradilan) ataupun non litigasi (di luar pengadilan). Penyelesaian
sengketa melalui jalur litigasi yaitu penyelesaian sengketa diantara para pihak
yang dilakukan melalui pemeriksaan di hadapan hakim dalam sebuah lembaga
peradilan. Litigasi adalah metode penyelesaian sengketa paling lama dan lazim
digunakan dalam menyelesaikan sengketa, baik sengketa yang bersifat publik
maupun yang bersifat privat. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan
zaman,kebutuhan masyarakat akan keadilan dan kesejahteraan semakin besar,
maka penyelesaian sengketa melalui litigasi lambat laun dirasakan kurang
efektif lagi. Penyelesaian sengketa melalui litigasi dirasakan terlalu lama dan
memakan biaya yang cukup besar. Kondisi demikian menyebabkan pencari
keadilan mencari alternatif lain yaitu penyelesaian segketa diluar proses
peradilan formal,1 yang biasa dikenal dengan penyelesaian sengketa non
litigasi. Penyelesaian sengketa non litigasi merupakan mekanisme penyelesaian
sengketa diluar pengadilan dan tidak menggunakan pendekatan hukum formal.
Penyelesaian sengketa non litigasi juga dikenal dengan istilah ADR
(Alternative Dispute Resolution) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau
yang lebih dikenal dengan Alternative Dispute yang meliputi mediasi,
negoisasi, konsiliasi, dsb. Perkembangan ADR ini sudah dikenal dunia bahkan
terdapat negara yang dalam sistemnya ADR ini digunakan alterntaif pertama
yang harus di tempuh para pihak yang sedng bersengketa. Sehingga alam
makalah ini akan dibahas secara mnyeluruh mengenai sejarah pekembangan
Alternative Dispute Resolution dari berbagai negara.

4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asas-asas Alternativ Dispute Resolution ?
2. Bagaimana sejarah perkembangan Alternativ Dispute Resolution ?
3. Apakah Dispute Resolutaion melalui jalur litigasi dan non litigasi itu?
4. Apa saja kekurangan dan kelebihan jalur litigasi dan litigasi?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui asas-asas Alternativ Dispute Resolution
2. Mengetahui sejarah perkembangan Alternativ Dispute Resolution
3. Memahami Dispute Resolutaion melalui jalur litigasi dan non litigasi
4. Memahami kekurangan dan kelebihan jalur litigasi dan litigasi

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Asas-asas Altenative Dispute Resolutaion


Asas-asas umum yang berlaku dalam Alternative Dispute Resolution terbagi
menjadi lima asas yaitu asas iktikad baik, asas kontraktual, asas mengikat, asas
kebebasan berkontrak, asas kerahasiaan. Asas-asas tersebut sebagai berikut ;
1. Asas Iktikad Baik yaitu asas keinginan dari para pihak untuk menentukan
penyelesaian sengeketa yang akan atau sedang di hadapi.
2. Asas Kontraktual yaitu adanya kesepakatan yang dituangkan dalam bentuk
tertulis mengenai penyelesaian sengketa.
3. Asas Mengikat yaitu semua pihak yang wajib menaati apa yang telah
disepakati.
4. Asas Kebebasan Berkontrak yaitu setiap pihak yang dapat menentukan
dengan bebas apa saja yang di hendak diatur oleh para pihak dalam perjanjian
tersebut.
5. Asas Kerahasian yaitu penyelesaian sengketa tidak dapat disaksikan orang
lain karena hanya pihak yang bersengketa yang dapat menghadiri jalanya
pemeriksaan.1
B. Sejarah Perkembangan Alternatif Dispute Resulation
1. Sejarah Alternative Dispute Resolutaion Di Dunia
Sejarah munculnya ADR dimulai pada tahun 1976 ketika ketua Mahkamah
Agung Amerika Serikat Warren Burger mempelopori ide ini pada suatu
Konferensi di Saint Paul, Minnesota Amerika Serikat. Hal ini di latar
belakangi oleh berbagai factor Gerakan reformasi pada awal tahun 1970 an,
dimana saat ini banyak pengamat dalam bidang hukum dan masyarakat
akademisi mulai merasakan adanya keprihatinan yang serius mengenai efek
negative yang semakin meningkat dari litigasi di pengadilan. Alternative
1
Ahmad Musadad, Alternative Dispute Resolution, 2020, Malang: Literasi Nusantara, 33.

6
Dispute Resolution (ADR) merupakan suatu istilah asing yang perlu dicarikan
padanannya dalam Bahasa Indonesia telah diperkenalkan pada berbagai forum
oleh berbagai pihak seperti : pilihan penyelesaian sengketa (MAPS), Pilihan
penyelesaian sengketa di Luar Pengadilan dan Mekanisme penyelesaian
secara kooperatif. Selain itu, ADR diartikan dengan ‘pengelolaan konflik
secara kooperatif’ (cooperation conflict management). Dengan demkian,
dilihat dari beberapa peristilahan di atas, sesungguhnya ADR merupakan
penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dilakukan secara damai.
Bila menyimak sejarah perkembangan Alternative Dispute Resolution
(ADR) di amerika serikat pengembangan Alternative Dispute Resolution
(ADR) dilatar belakangi oleh kebutuhan berikut ;
a. Mengurangi kemacetan di pengadilan banyaknya kasus yang diajukan di
pengadilan, menyebabkan proses pengadilan sering kali berkepanjangan
sehingga memakan biaya yang tinggi dan sering memberikan hasil yang
kurang memuaskan.
b. Meningkatkan ketertiban masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa.
c. Memperlancar serta memperluas akses pengadilan.
d. Memberikan kesempatan bagi tercapainya penyelesaian sengketa untuk
menghasilkan keputusan yang dapat diterima dan memuaskan semua
pihak2.

ADR mempunyai potensi yang sangat besar untuk berkembang di


Indonesia karena ala an-alasan sebagai berikut :

a. Faktor Ekonimis
ADR memiliki potensi sebagai sarana penyelesaian sengketa yang lebih
ekonomis baik dari sudut pandang biaya maupun waktu.
b. Faktor Ruang Lingkup yang Dibahas

2
Ibid, 37.

7
ADR memiliki kemampuan untuk membahas agenda permasalahan secara
lebih luas, komprehensif dan fleksibel. Hal ini dapat terjadi karena aturan
main dikembangkan dan ditentukan oleh para pihak yang bersengketa
sesuai dengan kepentingan dan kebutuhannya.
c. Faktor Pembinaan Hubungan Baik
ADR yang mengandalkan cara-cara penyelesaian kooperatif sangat
cocok bagi mereka yang menekankan pentingnya pembinaan hubungan
baik antar manusia yang telah berlangsung maupun yang akan datang.
2. Perkembangan Alternative Dispute Resolution (ADR)
Alternative Dispute Resolutaion sebagai penyelesaian sengketa bisnis yang
beripe domtik dan internasional berkembang di berbagai negara.
Perkembangan Alternative Dispute Resolutaion sebagai berikut;
a. Amerika
Masyarakat Amerika setelah mencari penyelesaian sengketa melalui
litigasi, namun merek merasa tidak puas dengan sistem peradilan yang
yang bertolak dari kenyataan sehingga Alternative Disute Resolutaion
menjadi pilihan dimana Alternative Disute Resolutaion sebagai upaya
utama sedangkan litigasi sebagai upaya akhir. Bentuk-bentuk Alternative
Disute Resolutaion yang berlaku di Amerika sebagai berikut;
1) Arbitrase Institusional
Pusat arbitrase internasinal yang ada di amerika adalah American
Arbitrase Association (AAA) lembaga ini bersifat nonprofit dan non-
government yang penyelesaiannya berdasarkan klausal arbitrase dan
keputusanya brsifat mengikat.
2) Compulsory Arbitrase System
Penyelesaian sengketa yang menyatu secara koneksitas antara arbitrase
dan pengadilan. Keputusan arbitrase akan di kukuhkan di pengadilan
jika para pihak menerima, namun jika masih tidak puas dengan
keputusan arbitrase maka sengketa di bawa ke pengadilan.

8
3) Mediation
Penyelesaian sengketa dengan jalur perundingan yang melibatkan
mediator sebgai penengah.
4) Conciliation
Sistem tahap awal proses mediasi dengan acuan penerapan “ apabila
seorang diajukan kepda proses mediasi dan tuntutan yang diajukan
claim dapat diterima dala keduduakanya dalam respondent
5) Mini trial
Mini trial atau persidangan yaitu bentuk Alternative Dispute Resolation
yang popular di masyarakat Amerika prose penyelesaian yang terdiri
dari lim tahap yaitu persutujuan mini trial, persiapan kasus,
mendengarkan keterangan, advisor memberi pendapat, dan
mendisksikan penyelesaian.
6) Summary Jury Trial proses yang penunjukan beberapa orang dalam
suatu grup yang akan bertindak sebgai juri oleh para pihak yang
bersengketa.
7) Settlement Conference proses acara peradilan yang mengarah kepada
mixed arbitration dengan cara hakim lebih dulu memanggil para pihak
dalam proses pretrial conference (konferensi pendahuluan pemeriksaan
perkara)
b. Australia
Perkembangan Alternative Dispute Resolution sampai tahap konsolidasi
dan berada dalam wadah yang disebut Center For Dispute Resolutaion.
ADR di Australia di dukung dengan beberaa langkah sebgai berikut;
1) Mengadakan berbagai bentuk training dan kursus
2) Membuka program strata master of dispute resolution
3) Memperluas jangkauan bidang sengketa yang di tangani
4) Mengembangkan lebih banyak bentuk ADR di autralia
Bentuk ADR di Australia sebagai berikut;

9
1) Arbitrase
Peran dan fungsinya dirasakan hampir sama dengan pengadilan karens
terjadi tendensi bahwa arbitrase cenderung berubah pola dan meniru
sistem litigasi yang formalistik dan arbitrator yang cenderung
menampilkan diri sebgai hakim pribadi dan peoses penyelesaian
semakin lambat ditambah biaya mahal.
2) Assisted Negoitation
Sistem yang meminta atau menunjuk pihak ketiga yang kaan bertindak
sebgai coache yaitu wakil dalam negoisasi dngan ketentuan bantuan
yang diberikan tidak diikat dala bentuk formal.Coache sebgai partisan
untuk menyalurkan pandangan pihak yang menunjuknya terutama
sebgai asisten negoisasi dalam suatu sengketa.
3) Coart Connected to Arbitration
Sistem yang hampir sama dengan partial settlement dimana sengketa
yang diajukan ke pengadilan lebih dulu di limpahkan ke arbitrase untuk
penyelesaian sengketanya. Dalam fungsi yang demikian,maka
putusanya bersifat mandatory and the non-binding.
4) Concilition
Di Australia, konsiliasi lebih dikaitkan dengan dengan fungsi badan
administrasi dimana konsiliator tidak harus mengadakan pertemuan dan
pebicaraan dengan kedua belah pihak dalam suatu pertemuan tetapi
shuttle negotiation dan putusan yang diambil menjadi resolusi yang
dapat dipaksakan kepda kedua belah pihak.
5) Direct Negotiation
Para ihak yang bersengketa mengadakan negosiasi tanpa ada campur
tangan pihak ketiga dan pelaksanaan peruningan tanpa aturan formal.3
6) Expert Determination

3
Ibid, 37-40.

10
Penyelesaian yang dilaksankan secara koneksitas dengan mediasi . Para
pihak yang bersengketa menunjuk ahli independen yang memiliki fungsi
dan kewenangan memiliki investugasi sengketa, membuat laporan
tertulis yang berisi nasihat penyelesaian kepada para pihak. Apabila para
pihak dapat menerima nasihat tersebut, mereka dapat menyelesaikan
sengketa tersebut melalui mediasi atau menyerahkan penyelesaian
sengketa kepada ahli sehingga penyelsaian yang di ambil mengkat
kepada para pihak.
7) Fast Track Arbitration
Disebut proses penyelesaian sengketa cepat, dalam klausal arbitrase,
para pihak sepakat mengadakan pembatsa waktu penyelsaian serta di
sepakati untuk tidak menuruti pembuktian yang formal dan teknis, tahap
cpengajuan claim dan statement of calin di persingkat sehingga
Arbitrator cukup mendasarkan putusan pada fakta dan putusan diambil
setelh proses hearing.
8) Independent Expert Apprasual
Ahli independent mengajukan pemeriksaan dan pertanyaan kepada
kedua belah pihak yang sengketa karen sebelumnya para pihak
menunjuknya.
9) Mediation
Australia mengatur sistem mediasi yang memiliki koneksi dengan
pengadilan (mediation connected to the court)
10) Mediation-Arbitration
Bentuk penggabungan sistem mediasi dan arbitrase yang di lakukan
secra bertahap di coba untuk menyelesaikan melalui cara mediasi. Jika
selesai proses selesai dn hasil kompromi menjadi putusan arbitrase.
c. China
Mediasi sudah menjadi mode penyelesaian sengketa selama berabad-abad.
Mediasi yaitu metode penyelesaian sengketa yang telah diterima secra

11
tradisional dan sosial. Litigasi yaitu alterntaif dan merupakan pengecualian.
Bansa china disebut sebagai the most heavily nation on earth
d. Korea selatan
ADR yang menonjol dan popular adalah arbitrase yang berpusat di The
Korean Commercial Arbitrase Board dimana sistem penyelesaiannya
adalah koneksitas antara mediasi, konsiliasi, dan arbitrase dan tipe
penyelesaian bersifat domestic dan internasional.
e. Jepang
Perkembangan ADR diawali degan munculnya lembag-lembaga arbitrase
yang kemudian dikoneksikan dengan bentuk penyelesaian sengketa lainya.
1) Arbitrase, munculnya pusat arbitrase institusional berada di The Japan
Commercial Arbitration Association (JCAA) dan (UNCITRAL)
Arbitration Rule yang bersifat domestik dan internasional. Selain itu
berdirinya Labour Commision, The Commisition For Adjustment Of
Contruction Work Dispute, The Environmental Dispute Coordination
Commission, Arbitrase Center Of Local Bar Assosiation, dan The
Center Of Handling Traffic Dispute.
2) Konsiliasi, bentuk ADR konsiliasi yaitu terkoneksi langsung denga
arbitrase.
3) Mediasi, cukup popular namun sistemnya bersifat koneksitas dengan
konsiliasi dan arbitrase. Apabila mediasi gagal proses sengketa tidak
langsung di hentikan tetapi dilanjutkan dengan konsiliasi dan mediator
yang bertindak sebagai konsiliator.4
f. Hongkong
ADR yang berkembang dalam mencari penyelesaian sengketa bisnis adalah
arbitrase, mediasi, dan adjudikasi. Ajudikasi khusus menyelesaikan
sengketa di bidang kontrksi dengan cara mengangkat seorang adjudicaror
professional di bidang kontruksi lapangan terbang
4
Ibid, 40-42.

12
g. Singapura
Sejak 1966 Singapura telah merubah konsepsi penyelsaian sengketa
nonlitigasi. Bahwa para pihak terlebih dahalu arus menempuh jalan
penyelesaian antarpihak sebelum membawa sengketa ke pengadilan.
Singapura memiliki Court Mediation Center, sedangkan proses ADR
dilaksanakan di Subordinate Court Singapura.
3. Sejarah Alternative Dispute Resolutaion Di Indonesia
Praktik penyelesaian di luar pengadilan telah di praktikkan di Indonesia,
baik yang didasarkan atas hukum adat dengan keberagamannya maupun
perundang-undangan yang berlaku pada masa pemerintahan kolonial Belanda.
Dalam pasal 1 tentang aturan peralihan undang-undang dasar negara Republik
Indonesia 1945 menyatakan bahwa, “Segala peraturan perundang-undangan
yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut
Undang-undang dasar ini.” Atas dasar inilah peraturan yang berlaku pada masa
pemerintahan kolonial Belanda tetap berlaku sampai dibentuk peraturan
perundang-undangan nasional yang baru untuk menggantikan aturan lama
tersebut.
Selama UU No.30 1999 disahkan, ketentuan tentang arbitrase sebagai
salah satu bentuk pilihan penyelesaian sengketa tercantum dalam pasal 615
sampai pasal 651 Reglament op de Rechtcvordering (Rv) yang merupakan
Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata (KUHPerdata) untuk penduduk
Indonesia yang berasal dari golongan Eropa atau yang disamakan dengan
mereka. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda terdapat pembagian tiga
kelompok penduduk dengan sistem hukum dan lingkungan peradilan yang
berbeda. Pertama, untuk golongan bumi putra (pribumi) berlaku hukum adat
dengan pengadilan Landread dan hukum acara Reglemen Indonesia yang
diperbarui (Het Herziene Indonesich Reglement (HIR). Kedua, untuk
golongan Timur Asing dan Eropa berlaku Burgelijke Wetboek atau BW

13
(KUHPerdata). Ketiga, Wetbok van Koophandel atau WvK (Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang) dengan hukum acaranya Rv.11
Ketentuan arbitrase secara implisit terdapat dalam pasal 377 HIR dan
pasal 705 Reglamen Acara untuk daerah luar jawa dan Madura ata
Rechtsreglement Buitengewesten yang disingkat (RBg). Dalam pasal 377 HIR
dan pasal 705 RBg disebutkan bahwa, “Jika orang Indonesia atau orang Timur
Asing menghendaki perselisihan mereka diputus oleh juru pisah maka mereka
wajib memenuhi peraturan pengadilan yang berlaku bagi orang Eropa.” Pasal
377 HIR dan pasal 705 RBg pada prinsipnya mengatur bahwa para pihak yang
bersangketa berhak menyelesaikan sengketa melalui melalui juru pisah atau
arbitrase. Juru pisah atau arbitrase diberi kewenangan hukum untuk
menjatuhkan putusan atas perselisihan (sengketa) yang timbul, dan arbiter serta
para pihak memiliki kewajiban untuk menggunakan ketentuan pengadilan bagi
golongan Eropa.5
Pasal 377 HIR dan 705 RBg memberi peluang bagi para pihak
membawa sengketa mereka di luar pengadilan untuk diselesaikan. HIR dan
RBg tidak mengatur arbitrase secara lebih detail sehingga pasal 377 HIR dan
705 RBg menunjuk ketentuan-ketentuan dalam Rv yang berlaku bagi golongan
Eropa dengan tujuan untuk menghindari recht vacum (kekosongan hukum).
Peraturan pengadilan yang berlaku bagi orang Eropa sebagai mana dalam
pasal-pasal tersebut yang membahas ketentuan acara perdata yang diatur dalam
Rv, yaitu dalam buku ketiga bab I, pasal 615 s.d. pasal 651 mengaturhal-hal
berikut.
a. Perjanjian arbitrase dan pengangkatan para arbiter (Pasal 615 s.d. 623 Rv).
b. Pemeriksaan di muka arbitrase (Pasal 624 s.d. 630 Rv).
c. Putusan arbitrase (Pasal 631 s.d. 640 Rv)
d. Upaya-upaya atas putusan arbitrase (Pasal 641 s.d. 647 Rv)
e. Berakhirnya acara aritrase (Pasal 648 s.d. 651 Rv)
5
Ibid, 42-44

14
Pesatnya perkembangan dunia usahadan lalu lintas perdagangan
nasional dan interasional serta perkembangan hukum pada umumnya,
ketentuan yang terdapat dalam Rv sebagai pedoman arbitrase dinilai tidak
sesuai, contohnya perjanjian arbitrase tidak harus tertulis (Pasal 615 ayat 3),
diizinkan banding ke Mahkamah Agung atas putusan arbitrase (Pasal 615 ayat
1), dan larangan bagi wanita untuk menjadi arbiter (Pasal 617 ayat 2). Dengan
memperhakitan aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis sebagai negara yang
telah lama merdeka sudah sewajarnya Indonesia meninggalkan produk hukum
kolonial dan membentuk hukum nasional. Dalam hal ini adalah perangkat
hukum yang mengatur secara khusus mengenai pilihan penyelesaian sengketa
di luar pengadilan.
Pengakuan arbitrase sebagai salah satu ADR sebelum disahkannya UU
No. 30 1999 juga terdapat dalam Pejelasan Undang-Undang Nomor 14 1970
tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa di
samping Peradilan Negara tidak diperkenankan lagi adanya peradilan-
peradilan yang dilakukan selain dari Badan Peradilan Negara. Penyelesaian
perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit
(arbitrage) tetap diperbolehkan. Akan tetapi, putusan arbiter hanya
mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh ijin atau perintah untk
dieksekusi dari pengadilan.6
Berkaitan dengan peraturan arbitrase internasional, pemerintah telah
meratafikasi dua konvensi.
a. Konvensi New York (Convention of the Reugnition and Enforcement of
Foreign Arbital Award) melalui Keputusan Presiden Nomor 34 1981
tentang Pengesahan Convention of the Reugnition and Enforcement of
Foreign Arbital Award telah ditandatangani di New York pada 10 Juni
1958 dan telah diberlakukan pada 7 Juni 1959. Segala putusan arbitrase
internasional yang diputuskan oleh lembaga rbitrase internasional di luar
6
Ibid, 44-45.

15
wilayah yurisdiksi Indonesia dapat diakui dan dilaksanakan eksekusinya
dengan memperhatikan asas resiprositas (asas timbal balik).
b. Konvensi tentang penyelesaian antar negara dan warga negara asing
mengenai Penanaman Modal (Convention in the Settelement of
Investment Dispute Between State and National of Order StateICSID)
yang telah diratifikasi pada 1968 melalui Undang-Undang Nomor 5 1968
tentang Penyelesaian Perselisihan antara Negara dan Warga Negara Asing
Mengenai Penanaman Modal.
Di Indonesia perkembangan ADR yang paling menonjol adalah
arbitrase. Terdapat dua badan arbitrase di Indonesia, yaitu BANI (Badan
Arbitrase Nasional Indonesia) dan BAMUI (Badan Arbitrase Muamalat
Indoenesia). Setiap badan arbitrase memiliki sejarah dan karakterisitik yang
berbeda. Di Indonesia, istilah ADR (Alternative Despute Resolution)baru saja
dikenal, tetapi penyelesaian sengketa secara konsensus telah lama dilakukan
oleh masyarakat yang intinya menekankan pada upaya musyawarah mufakat,
kekeluargaan, perdamaian, dan sebagainya. ADR mempunyai daya tarik
khusus di Indonesia karena keserasiannya dengan sistem sosial budaya
tradisional berdasarkan musyawarah mufakat. Sehubungan dengan itu, istilah
ADR perlu dicari padanannya di Indonesia. Berikut beberapa istilah ADR.
a. Pilihan penyelesaian Sengketa (PPS).
b. Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa (MAPS).
c. Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan.
d. Mekanisme Penyeleseaian Sengketa Secara Kooperatif.7

C. Dispute Resolution Melalui Jalur Litigasi Dan Nonlitigasi


Penyelesaian sengketa dalam kajian hukum dapat dilihat dua sudut pandang
1. Dari sudut pandang pembuat keputusan

7
Ibid, 45

16
a. Adjudikatif mekanisme merupakan penyelesian sengketa yang ditandai
dimana kewenangan pengambilan keputusan pengambilan dilakukan oleh
pihak ketiga dalam sengketa antar para pihak
b. Konsensual antara kompromi merupakan cara penyelesaian sengketa
yang secara koperatif atau kompromi untuk mencapai win-win solutaion.
c. Quasi Adjudikatif merupakan kombinasi antara unsur konsensual dan
adjudikatif
2. Dari sudut pandang prosesnya terbagi menjadi dua, yaitu litigasi dan
nonlitigasi.
a. Penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi
Penyelesaian sengketa dilaksanakan melalui pengadilan atau litigasi
dengam proses beracara di pengadilan dimana dimana kewenangan untuk
mengatur dan memutuskanya dilakukan oleh hakim. Semua pihak yang
bersengketa saling berhadapan satu sama lain untuk mempertahankan hak-
haknya di muka pengadilan. Hasil akhir dari suatu penyelesaian sengketa
melalui litigasi adalah putusan yang menyatakan win-lose solution.
Prosedur dalam jalur litigasi bersifat formal dan teknis yang menghasilkan
kesepakatan yang bersifat menang atau kalah dan cenderung menyebabkan
masalah baru. selain membutuhkan biaya yang mahal , penyelesaian jalur
litigasi ini tidak responsif dan menimbulkan permusuhan diantara para
pihak yang bersengketa. Sehingga hal ini menyebabkan masyarakat
mencari altrrnatif lain yaitu penyelesaian sengketa di luar proses peradilan
formal atau disebut Alternatif Dispute Resulation8.
Karakteristik Hukum litigasi sebagai berikut:
1) Aturan prosedurnya formal dan terstruktural
2) Semua pihak harus hadir dan berpartisipasi
3) Masing-masing pihak memiliki kesempatan untuk mempresentasikan
bukti dan alasan di pengadilan
8
Ibid, 46-47

17
4) Keputusan yang dikeluarkan berdasarkan hukum dan bersifat mengikat
5) Diberlakukanya upaya hukum bagi pihak yang kalah.9
b. Penyelesaian sengketa melalui jalur nonlitigasi
Alternatif Dispute Resulation adalah suatu pranata penyelesaian sengketa
di luar pengadilan berdasarkan kesepakatan para pihak dengan
mengesampingkan penyelesaian sengketa secara litigasi di pengadilan
hingga saat ini terdapa beberapa alternative penyelesaian sengketa
sengketa sebagai berikut;
1) Arbitrase
Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menjelaskan bahwa Arbitase yaitu
cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadlan umum berdsarkan
perjanian arbitrase yang di buat secra tertulis oleh para pihakyang
bersengketa.
2) Negoisasi
Menurut Ficher dan Ury negoisasi yaitu komunikai dua arah yang
dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak
memiliki berbagai kepentingan yang sama atau berbeda.
3) Mediasi
Hakikatnya mediasi itu negoisasi yang melibatkan pihak ketiga yang
memiliki keahlian mengenai prosedur mediai yang efektif dapat
membantu dalam situasi konflik untuk mengkoordinasikan aktivitas
sehingga dapat lebih efektif dalam proses tawar menawar.
4) Konsiliasi
Yang merupakan kelanjutan dari mediasi . dimana konsiliator lebih aktif
dala mencaru bentuk-bentuk penyelesaian sengketa dalam
menawarkanya kepada para pihak. Jika para pihak menyetujui solusi

9
https://ninoicecompanies.blogspot.com diakses pada 19 Maret 2021 pukul 13.14

18
yang di buat konsiliator akan menjadi resolution dan kesepakatan
bersifat final dan mengikat para pihak.
5) Penilaian ahli
Cara penyelesaian sengketa oleh para pihak dengan meminta pendapat
atau ahli terhadap perselisihan yang sedang terjadi.
6) Pencari fakta (Fact Finding)
Cara penyelesaian sengketa oleh para pihak denga meminta bantuan tim
yang terdiri atas para ahli dengan jumlah ganjil yang menjalankan
fungsi penyeledikan atau penemuan fakta-fakta.10

D. Kelebihan Dan Kekurangan Jalur litigasi Dan Jalur Nonlitigasi


Setiap orang dalam meghadapi masalah hukum dihadapkan oleh dua pilihan,
apakah akan diselesaikan oleh jalur litigasi dan jalur nonlitigasi yang diantara
jalur penyelesian tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan.
Kelebihan jalur litigasi sebagai berikut:
1. Proses beracara lebih jelas karena diatur secara rigid dalam hukum acara
2. Putusan menentukan siapa yang benar dan salah menurut hukum
3. Putusan dibuat oleh hakim dan tidak melibatkan kedua belah piak berdasar
pada bukti-bukti yang sah dan valid
4. Putusan bersifat eksekutorial, dapat dieksekusi atau dijalankan secara paksa
5. Berorientasi pada fakta-fakta hukum dan bukti-bukti
6. Proses persidangan dilakukan secra terbuka dan dalam waktu singkat
7. Keputusan yang di buat bersifat final dan memaksa
8. Litigasi dapat dijadikan sebagai shock terapy untuk pihak lawan
9. Bagi sebagian advokat penyelesian lewat jalur litigasi pendongkrak
popularitas, semakin sering dilakukan sidang maka semakin popular.

10
Ahmad Musadad, Alternative Dispute…47-49.

19
10. Semua jenis sengketa dapat diperiksa melalui peradilan yaitu melalui
peradilan umum, peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan
peradilan tata usaha negara.
Kelamahan jalur litigasi sebagai berikut:
1. Proses yang berlarut-larut untuk mendapatkan putusan
2. Biaya yang dibutuhkan relatif mahal, berdasarkan frekuensi jadwal sidang
tentu akan memakan biaya yang cukup banyak
3. Peradilan sering tidak tanggap terhadap kepentingan umum dan sering tidak
adil terhadap ordinary citizen (kepentingan masyarakat warga negara)
4. Kemampuanpara hakim bercorak generalis, kecenderungan hakim memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang seraga dalam memberikan keputusan.
5. Hakim yang tidak berpengalaman dan para pihak harus menerima siapapun
hakim yang ditunjuk ketua pengadilan untuk memimpin sidang
6. Kepastian hukum yang tidak stabil dengan adanya tiga jenjang pengadilan
yaitu pengadilan negeri atau pengadilan tingkat pertama, pengadilan tingkat
tinggi, dan mahkamah agung. Jika keputusan pengadian negeri dianggap
kurang memuaskan
7. Pihak yang kalah dapat mengajukan banding dan kasasi.
8. Menimbulkan ketegangan atau rasa permusuhan karena persidangan lebih
menonjolkan pembuktian kesalahan daripada mencari jalan tengah atau
win-win solution antar para pihak yang bersengketa.
9. Putusan pengadilan terkadang tidak rasional dalm penyelesaian ganti rugi
yang merujuk kepada tuntutan jaksa sedangkan tuntutan jaksa dipengaruhi
oleh permintaan pihak penggugat dengan dalih bukti-bukti yang diajukan
10. Tidak dapat dirahasiakan karena sidang pengadilan bersifat terbuka11

Penyelesaian sengketa secara non litigasi merupakan jalur penyelesaian


sengketa yang banyak dipilih para pihak dalam menyelesaikan perkaranya

11
Ibid, 49-50.

20
terutama perkara perdata dan bisnis. Hal ini tidak terlepas dari keuntungan dan
kelebihan yang terdapat dalam system nonlitigasi sebagai berikut:

Kelebihan Jalur Non Litigasi sebagai berikut;

1. Sifat kesukarelaan dalam proses. Artinya, kesukarelaan dalam


menyelesaikan sengketa yang dilakukan sesuai dengan perjanjian yang
dibuat oleh para pihak, baik menyangkut substansi maupun prosesnya. Jika
proses beracara di pengadilan maka prosedur di pengadilan telah dilakukan
secara pasti.
2. Prosedur yang cepat. Sifatnya yang informal membuat proses APS jauh lebih
sederhana dibandingkan dengan di pengadilan. Beban-beban pembuktian
tidak terlalu procedural dan kaku yang dapat membebani para pihak. Apabila
para pihak memiliki kesungguhan dan beriktikad baik menyelesaikan
sengketanya maka sengketa dapat berakhir paling lama 14 hari.
3. Putusan bersifat non yudisial. Berbeda dengan litigasi dan arbitrase dimana
sengketa diputus oleh pihak ketiga yaitu, hakim atau arbiter. Keputusan yang
dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak yang bersengketa, baik dengan
atau tanpa pihak ke-tiga yang netral. Putusan yang dihasilakan tidak bersifat
kalah menang (win-loss) sebagai mana putusan pengadilan dan arbitrase,
akan tetapi bersifat saling menenangkan.
4. Bersifat rahasia (confidential). Proses dan putusan penyelesaian melalui APS
bersifat rahasia. Hal ini berbeda dengan proses dan putusan melalui lembaga
peradilan yang menganut asas terbuka untuk umum sehingga setiap orang
dapat melihat.
Kelebihan Jalur Non Litigasi sebagai berikut;
1. Tidak memperjuangkan hak-hak minoritas
2. No Insentive yaitu keaktifan alternative penyelsaian sengketa di
pertanyakan karen tidak adanya insentif bagi para pihak yang bersengketa

21
3. No Panacea pills yaitu tidak semua kasus dapat atau cocok diselesaikan
melalui alternative penyelesaian sengketa khususnya mediasi.
4. Penyelesaian sengketa masih sering mengalami jalan buntu karena
masing-masing pohak masih tetap bertahan pada pendapatnya.12

12
Ibid 51-53.

22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Alternative Dispute Resolution memiliki Asas-asas umum yang terbagi
menjadi lima asas yaitu asas iktikad baik, asas kontraktual, asas mengikat, asas
kebebasan berkontrak, asas kerahasiaan. Sejarah ADR dimulai pada tahun 1976
ketika ketua Mahkamah Agung Amerika Serikat Warren Burger mempelopori
ide ini pada suatu Konferensi di Saint Paul, Minnesota Amerika Serikat. ADR
menjadi pilihan penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang mekanisme
penyelesaian secara kooperatif atau pengelolaan konflik secara kooperatif’
(cooperation conflict management). Namun dalam pelaksanaanya penyelesaian
sengketa diluar pengadilan maupun melalui pengadilan memiliki kekurangan
dan kelebihan. Jalur pengadilan misalnya dalam prosesnya cukup lama dan
memakan banyak biaya namun hasl keputusanya bersifat final. mengikat dan
proses beracara juga jelas sedangkan jalur di luar pengadilan selain prosesnya
cukup cepat juga atas kesukarelaan atau tidak pasti.
B. Saran
Makalah Sejarah perkembangan Alternative Dispute Resolution ini masih jauh
dari kata sempurna. Maka diharapkan pembaca mengembangkan makalah ini.
Dan diharapkan makalah ini dapat menjadi masukan dan bahan tambahan
dalam memahami Sejarah perkembangan Alternative Dispute Resolution.

23

Anda mungkin juga menyukai