Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap permasalahan pasti ada cara penyelesaian yang sudah
dijelaskan pada alternatif penyelesaian sengketa yaitu konsultasi,
negosiasi, mediasi, konsiliasi, penilaian ahli, penyelesaian melalui
arbitrase dan penyelesaian masalah melalui pola tradisi lokal. Namun
seperti yang ketahui ada alternatif penyelesaian sengketa ini memiliki
beberapa keuntungan antara lain cepat, murah, fleksibel, rahasia dan
mendapatkan solusi yang menguntungkan kedua belah pihak. Mediasi
termasuk dalam salah satunya, dimana pengertian dari mediasi tersebut
menurut Gary Goodpaster menyatakan bahwa mediasi adalah proses
negosiasi penyelsaian masalah (sengketa) dimana suatu pihak luar, tidak
memihak (netral), tidak bekerja dengan pihak yang bersengketa,
membantu mereka mencapai suatu kesepakatan hasil negosiasi yang
memuaskan. Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang mediasi
yang ada dipengadilan dan mediasi yang ada diluar pengadilan dimana
sangat banyak adanya perbedaan dan persamaan dari kedua hal tersebut.
Selain itu juga penulis akan membahas juga tentang dasar hukum dari
mediasi yang ada baik diluar maupun didalam pengadilan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian mediasi ?
2. Apa tujuan dan manfaat mediasi ?
3. Bagaimana prosedur dalam bermediasi ?
4. Apa saja model model dalam mediasi ?
C. Tujuan
1. Memahami pengertian mediasi
2. Mengetahui tujuan dan manfaat mediasi
3. Mampu mempraktekkan prosedur mediasi
4. Mengetahui model model mediasi
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian
Mediasi pada dasarnya adalah negosiasi yang melibatkan pihak ketiga
yang memiliki keahlian mengenai prosedur mediasi yang efektif, dapat
membantu dalam situasi konflik untuk mengordinasikan aktivitas tawar-
menawar. Bila tidak ada negosiasi, tidak ada mediasi.1
Menurut Syahrizal (2009) dalam bukunya, penjelasan mediasi dari sisi
kebahasaan (etimologi) lebih menekankan pada keberadaan pihak ketiga yang
menjembatani para pihak bersengketa untuk menyelesaikan perselisihannya.
Penjelasan ini sangat penting guna membedakan dengan bentuk alternatif
penyelesaian sengketa lainnya.2
Penjelasan mengenai mediasi di peradilan terdapat dalam Peraturan
Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2016 tentang mediasi yang
menyebutkan bahwa mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui
proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan
dibantu oleh mediator.
Secara terminologi, pengertian cukup luas disampaikan oleh Gary
Goodpaster yang mengatakan bahwa mediasi adalah proses negosiasi
pemecahan masalah di mana pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan
netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka
memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan. Berbeda dengan
hakim atau arbiter, mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan
sengketa para pihak. Namun, dalam hal ini para pihak menguasakan kepada
mediator untuk membantu mereka menyelesaikan persoalan-persoalan di
antara mereka. Asumsinya bahwa pihak ketiga akan mampu mengubah
kekuatan dan dinamika sosial hubungan konflik dengan cara mempengaruhi
kepercayaan dan tingkah laku pribadi para pihak, dengan memberikan

1
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, Cet II,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), 28.
2
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional,
(Jakarta: Kencana, 2009), 3.
pengetahuan dan informasi, atau dengan menggunakan proses negosiasi yang
lebih efektif, dan dengan demikian membantu para peserta untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang dipersengketakan.3

B. Tujuan dan Mediasi


1. Menghasilkan suatu rencana (kesepakatan) kedepan yang dapat diterima
dan dijalankan oleh para pihak yang bersengketa.
2. Mempersiapkan para pihak yang bersengketa untuk menerima
konsekuensi dari hasil mediasi yang mereka sepakati
3. Mengurangi ketegangan dan konflik antara para pihak
yang bersengketa dengan cara membantu mengatasi kendala psikologis
dan teknis untuk menyelesaikan sengketa secara konsensus.
4. Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa secara cepat dan relatif
murah dibandingkan dengan membawa perselisihan tersebut ke pengadilan
atau ke lembaga arbitrase.
5. Mediasi akan memfokuskan perhatian para pihak pada kepentingan
merekan secara nyata dan pada kebutuhan emosi atau psikologis mereka,
sehingga mediasi bukan hanya tertuju pada hak-hak hukumnya.
6. Mediasi memberikan kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara
langsung dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan mereka.
7. Mediasi memberikan para pihak kemampuan untuk melakukan kontrol
terhadap proses dan hasilnya.
8. Mediasi dapat mengubah hasil, yang dalam litigasi dan arbitrase sulit
diprediksi, dengan suatu kepastian melalui konsensus.
9. Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu menciptakan
saling pengertian yang lebih baik di antara para pihak yang bersengketa
karena mereka sendiri yang memutuskannya.

3
Muhammad Syaifullah, Mediasi Dalam Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia,
(Semarang: Walisongo Press, 2009), 76.
10. Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir
selalu mengiringi setiap putusan yang bersifat memaksa yang dijatuhkan
oleh hakim di pengadilan atau arbiter pada lembaga arbitrase.

C. Model model mediasi


Lawrence Boulle membagi mediasi dalam sejumlah model yang
tujuannya. untuk menemukan peran mediator dalam melihat posisi
sengketa dan peran pra pihak dalam upaya penyelesaian sengketa.Boulle
menyebutkan ada empat model mediasi, yaitu settlement mediation,
facilitative mediation, transformative mediation, evaluative mediation.
Settlement mediation dikenal sebagai mediasi kompromi
merupakan mediasi yang tujuan utamanya adalah untuk mendorong
terwujudnya kompromi dari tuntutan kedua belah pihak yang sedang
bertikai. Dalam mediasi model ini, tipe mediator yang dikehendaki adalah
yang berstatus tinggi, sekalipun tidak terlalu ahli dalam proses dan teknik
mediasi. Adapun peran yang dapat dimainkan oleh mediator adalah
menentukan “bottom lines” dari disputan dan secara persuasif mendorong
kedua belah pihak yang bertikai untuk sama-sama menurunkan posisi
mereka ke titik kompromi.
Facilitative mediation, yang juga disebut sebagai mediasi yang
berbasis kepentingan (interest-based) dan problem solving yang bertujuan
untuk menghindarkan para pihak yang bersengketa dari posisi mereka dan
menegosiasikan kebutuhan dan kepentingan para pihak dari hak-hak legal
mereka secara kaku. Dalam model ini mediator harus ahli dalam proses
mediasi dan menguasai teknik-teknik mediasi, meskipun penguasaan
materi tentang hal-hal yang dipersengketakan tidak terlalu penting.
Mediator harus dapat memimpin prosses mediasi dan mengupayakan
dialog yang konstruktif di antara para pihak yang bersengketa, serta
meningkatkan upaya-upaya negosiasi dan upaya kesepakatan.
Transformative mediation, dikenal sebagai mediasi terapi dan
rekonsiliasi. Mediasi model ini menekankan untuk mencari penyebab yang
mendasari munculnya permasalahan diantara para pihak yang bersengketa,
dengan pertimbangan untuk meningkatkan hubungan di antara mereka
melalui pengakuan dan pemberdayaan sebagai dasar resolusi konflik dari
pertikaian yang ada. Dalam model ini mediator harus dapat menggunakan
terapi dan teknik professional sebelum dan selama proses mediasi seta
mengangkat isu relasi/hubungan melalui pemberdayaan dan pengakuan.
Evaluative mediation, dikenal sebagai mediasi normatif.
Merupakan model mediasi yang bertujuan untuk mencari kesepakatan
berdasarkan hak-hak legal dari para pihak yang bersengketa dalam wilayah
yang diantisipasi oleh pengadilan. Peran yang bisa dijalankan oleh
mediator dalam hal ini adalah memberi informasi dan saran serta persuasi
kepada para disputans dan memberikan prediksi tentang hasil-hasil yang
akan didapatkan.4
Selain empat model mediasi diatas, sebenarnya ada beberapa
model mediasi lain yang berkembang. Salah satunya model mediasi yang
berkembang di Kanada adalah mediasi unity-based. Mediasi unity-based
memulai dengan asumsi dasar dimana proses resolusi konflik berlapis
lapis. Mediasi unity-based ingin menuju kepada resolusi konflik secara
substansi.Mediasi tidak hanya dipahami sekedar cara untuk menyelesaikan
konflik secara efektif atau untuk memuaskan kebutuhan dasar
(kepentingan kelompok yang berselisih), tetapi lebih dari itu dipahami
sebagai cara mentransformasikan manusia ke tingkat kesadaran dan
hubungan yang lebih tinggi.5

D. Syarat, Kewenangan dan Peran Mediator


Mediator merupakan profesi yang mulia dan berat. Ia harus mampu
bersikap bijak, arif, netral dan tidak memihak salah satu pihak yang

4
Ahwan Fanani, Pengantar Mediasi (Fasilitatif), Prinsip, Metode, dan Teknik, Semarang: Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2012, hlm. 31
5
Syahrizal abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional,
Jakarta: Kencana, 2009, hlm. 3
bersengketa. Dalam menyelesaikan sengketa, mediator harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1. Disetujui oleh pihak yang bersengketa;
2. Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah/semenda sampai derajat
kedua dengan salah satu pihak yang bersengketa.
3. Tidak memiliki hubungan kerja dengan salah satu pihak yang
bersengketa;
4. Tidak mempunyai kepentingan secara finansial atau kepentingan lain
terhadap kesepakatan para pihak;
5. Tidak mempunyai kepentingan terhadap proses perundingan yang
berlangsung maupun hasilnya.6

Mediator juga memiliki beberapa kewenangan sebagai berikut yaitu:

1. Mengontrol proses dan menegakkan aturan dasar. Mediator berwenang


mengontrol proses mediasi sejak awal sampai akhir. Pada dasarnya,
mediator hanyalah mendorong para pihak untuk lebih proaktif
memikirkan penyelesaian sengketa mereka. Mediator mengawasi
sejumlah kegiatan tersebut melalui penegakan aturan mediasi yang telah
disepakati bersama. Kewenangan mediator mengontrol dan menjaga
tegaknya aturan, akan membuat mediasi lebih efektif dan efisien dalam
mencapai sasaran penyelesaian sengketa.
2. Mempertahankan struktur dan momentum dalam negosiasi. Mediator
berwenang menjaga dan mempertahankan struktur dan momentum dalam
negosiasi. Esensi mediasi terletak pada negosiasi, di mana para pihak
diberikan kesempatan melakukan pembicaraan dan tawar-menawar dalam
menyelesaikan sengketa. Dalam hal ini mediator menjaga dan
mempertahankan struktur negosiasi yang dibangun tersebut.
3. Mengakhiri proses bilamana mediasi tidak produktif lagi. Dalam proses
mediasi sering ditemukan para pihak sangat sulit berdiskusi secara
terbuka. Mereka mempertahankan prinsip secara ketat dan kaku, terutama

6
Syaifullah, Mediasi Dalam Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia, 77.
pada saat negosiasi. Ketika mediator melihat para pihak tidak mungkin
lagi diajak kompromi dalam negosiasi, maka mediator berwenang
menghentikan proses mediasi. Mediator dapat menghentikan proses
mediasi untuk sementara waktu atau penghentian untuk selamanya
(mediasi gagal). 7
Adapun yang menjadi peran seorang mediator adalah8:
1. Melakukan diagnostik konflik. Mediator dapat mendiagnosis sengketa
sejak pramediasi, yang bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk
persengketaan, latar belakang penyebabnya dan akibat dari persengketaan
bagi para pihak.
2. Mengidentifikasi masalah serta kepentingan-kepentingan kritis para pihak.
Dalam praktiknya, para pihak tidak menyampaikan secara sistematis dan
runtut pokok sengketa dan kepentingan masing-masing. Oleh karena itu,
mediator bertugas mengidentifikasi dan menyusun secara sistematis pokok
persengketaan dan kepentingan masing-masing pihak.
3. Menyusun agenda. Tugas ini bagi mediator cukup penting karena agenda
memperlihatkan langkah-langkah yang akan ditempuh oleh kedua belah
pihak dalam menjalankan mediasi.
4. Memperlancar dan mengendalikan komunikasi. Mediator bertugas
membantu komunikasi bagi pihak yang terkadang malu atau segan untuk
mengungkapkan persoalan dan kepentingan mereka. Sebaliknya, mediator
harus mampu mengendalikan komunikasi bagi pihak yang terlalu berani
dalam menyampaikan sehingga mediasi lancar dan tidak menimbulkan
gangguan perasaan bagi pihak lain yang akan menghambat proses
mediasi.
5. Mediator harus menyusun dan merangkaikan kembali tuntutan (positional
claim) para pihak, menjadi kepentingan sesungguhnya dari para pihak.
6. Mediator bertugas mengubah pandangan egosentris masing-masing pihak
menjadi pandangan yang mewakili semua pihak.

7
Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, 83.
8
Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, 86.
7. Mediator bertugas dan berusaha mengubah pandangan parsial (berkutat
definisi tertentu) para pihak mengenai suatu permasalahan ke pandangan
yang lebih universal (umum), sehingga dapat diterima oleh kedua belah
pihak.
8. Memasukkan kepentingan kedua belah pihak dalam pendefinisian
permasalahan.
9. Mediator bertugas menyusun proposisi mengenai permasalahan para pihak
dalam bahasa dan kalimat yang tidak menonjolkan unsur emosional.
10. Mediator bertugas menjaga pernyataan para pihak agar tetap berada dalam
kepentingan yang sesungguhnya (underlain interest) dan tidak berubah
menjadi suatu tuntutan (claim) yang kaku, sehingga pembahasan dan
negosiasi dapat dilakukan dalam kerangka yang saling menguntungkan
para pihak.

E. Prosedur Mediasi
Untuk prosedur mediasi non peradilan dimuat dalam UU No. 30 tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Namun UU ini
tidak mengatur secara rinci prosedur mediasi. Secara umum pranata APS,
proses mediasinya diatur dalam Pasal 6 ayat (2) yang berbunyi “Penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui alternatif penyelesaian sengketa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselesaikan dalam pertemuan
langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan
hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis”. Selanjutnya ayat (3)
berbunyi “Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para
pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau
lebih penasihat ahli maupun melalui seorang mediator”.9

9
Syaifullah, Mediasi Dalam Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia, 87.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah di mana pihak
luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang
bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian
dengan memuaskan. Mediasi dapat dilakukan didalam/diluar pengadilan
baik itu pidana maupun perdata. Salah satu sebutannya ialah
ADR(Alternative Dispute Resolution) atau alternatif penyelesaian sengketa.
Mediasi memiliki kelebihan dan kekurangan tertentu.
Mediasi diatur dalam peraturan di Indonesia yakni UU No.30 Tahun
1999 dan mengalami perkembangan yang signifikan sebagai penyelesaian
perkara pertama yang akan dicoba pihak bersengketa.
B. Saran
Kritik dan Saran yang membangun penulis sangat harapkan guna
membuat makalah ini menjadi lebih baik dan lebih dapat bermanfaat bagi
para pembaca sekalian atas informasi yang ada pada makalah ini. Dan
semoga makalah ini dapat mencapai harapan yang diinginkan dari berbagai
pihak.
DAFTAR PUSTAKA

Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di


Pengadilan, Cet II, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012).

Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan
Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2009).

Muhammad Syaifullah, Mediasi Dalam Tinjauan Hukum Islam dan Hukum


Positif di Indonesia, (Semarang: Walisongo Press, 2009).

Ahwan Fanani, Pengantar Mediasi (Fasilitatif), Prinsip, Metode, dan Teknik,


(Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2012)

Anda mungkin juga menyukai