Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH MASYARAKAT MADANI DAN

KESEJAHTERAAN UMAT
Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Pendidikan Agama Islam

Disusun oleh :

1.Afdal Muhammad Gafur (A0423002)


2.Muhamammad Yusril (A0423001)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN
UNIVERSITAS SULAWESI BARAT
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan hidayah-Nya,
shalawat serta salam selalu kita ucapkan kepada junjungan Nabi Muhammad
SAW, yang telah menjadi suri tauladan bagi semua orang, sehingga pada
kesempatan ini penyusun dapat menyeleaikan tugas Makalah Pendidikan Agama
Islam ini dengan baik.
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pendidika Agama Islam dan untuk melatih mahasiswa dalam mengerjakan
serta menerapkan ilmu ini sebagai acuan atau pegangan dalam dunia kerja, khusus
dalam hal ini berkaitan dengan Pendidikan Agama dan Akidah.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan serta masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat penyusun harapkan.
Penyusun berharap lapran ini dapat bermanfaat dan berguna bagi tim
penyusun lain dan orang lain khususnya bagi mahasiswa pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Majene,21 November 2023

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Semua orang mendambakan kehidupan yang aman, damai dan sejahtera
sebagaimana yang dicita-citakan masyarakat Indonesia, yaitu adil dan makmur
bagi seluruh lapisan masyarakat. Untuk mencapainya berbagai sistem kenegaraan
muncul, seperti demokrasi. Cita-cita suatu masyarakat tidak mungkin dicapai
tanpa mengoptimalkan kualitas sumber daya manusia. Namun masih banyak
permasalahan bagi bangsa Indonesia, permasalahan yang timbul tersebut
mengakibatkan banyaknya konflik ataupun kekacauan yang terjadi dimasyarakat.
Permaalahan ini tidak bisa dibiarkan lebih lanjut karena akan sangat berakibat
buruk bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Masih adanya budaya
KKN dan budaya malas mungkin menjadi masalah yang utama di negeri ini.

Bangsa Indonesia belum terlambat mewujudkan masyarakat madani


asalkan semua potensi sumber daya manusia mendapat kesempatan berkembang
dan dikembangkan. Mewujudkan masyarakat madani banyak tantangan yang
harus dilalui. Untuk itu perlu adanya strategi peningkatan peran dan fungsi
masyarakat dalam mengangkat martabat manusia menuju masyarakat madani itu
sendiri.
BAB II
PERMASALAHAN

Permasalahan sosial merupakan sebuah gejala atau fenomena yang muncul


dalam realitas kehidupan bermasyarakat. Dalam mengidentifikasi permasalahan
sosial yang ada di masyarakat berbeda-beda antara tokoh satu dengan lainnya.
Dalam kehdiupan sehari – hari kita selalu disuguhkan dengan permasalahan –
permasalahan di lingkungan masyarakat antara lain seperti pencurian, bentrok
antar warga dan lain – lain, hal hal tersebut tidak akan terjadi apabila masyarakat
memiliki adab dan toleransi antar satu dengan yang lainnya, dan masalah yang
dibahas pada makalah ini antara lain :

1. Apa pengertian Masyarakat Madani menurut Istilah dan Bahasa?


2. Bagaimana karakteristik Masyarakat Madani?
3. Bagaimanakah peran umat islam dalam mewujudkan masyarakat madani?
4. Apa yang dimaksud dengan sistem ekonomi islam?
5. Bagaimana konsep islam tentang kesejahteraan umat?
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Masyarakat Madani


Madani, merupakan istilah dari bahasa arab “mudun”,atau “madaniyah”,
yang mengandung arti peradaban. Dalam bahasa inggris istilah tersebut
mempunyai padanan makna dengan kata civilization. Secara terminologis
masyarakat madani menurut An-Naquib Al-Attas adalah “mujtama’ madani”
atau masyarakat kota. Secara etimologi mempunyai dua arti, Pertama,
‘masyarakat kota karena madani berasal dari kata bahasa arab madinah yang
berarti kota, dan kedua “masyarakat berperadaban” karena madani berasal dari
kata arab tamaddun atau madinah yang berarti peradaban, dengan demikian
masyrakat madani mengacu pada masyarakat yang beradab. Istilah masyarakat
madani selain mengacu pada konsep civil society juga berdasarkan pada konsep
negara mzadinah yang dibangun Nabi Muhammad saw pada tahun 622M.

Istilah masyarakat madani sering diartikan sebagai terjemahan dari civil


society, tetapi jika dilacak secara empirik istilah civil society adalah terjemahan
dari istilah latin, civilis societas, yang mula-mula dipakai oleh Cicero (seorang
orator dan pujangga dari Roma), pengertiannya mengacu kepada gejala budaya
perorangan dan masyarakat. Masyarakat sipil disebutnya sebagai sebuah
masyarakat politik (Political Society) yang memiliki kode hukum sebagai dasar
hidup.

3.2 Karakteristik Masyarakat Madani

‫َو اْلُم ْؤ ِم ُنوَن َو اْلُم ْؤ ِم َناُت َبْعُضُهْم َأْو ِلَياُء َبْع ٍض َيْأُم ُروَن ِباْلَم ْعُروِف َو َيْنَهْو َن َع ِن اْلُم ْنَك ِر َو ُيِقيُم وَن الَّص اَل َة َو ُيْؤ ُت وَن الَّز َك اَة‬
]71 :‫َو ُيِط يُعوَن َهَّللا َو َر ُسوَلُه ُأوَلِئَك َسَيْر َح ُم ُهُم ُهَّللا ِإَّن َهَّللا َع ِزيٌز َح ِكيٌم [التوبة‬

“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka


menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang
makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan
zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh
Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (at-Taubah: 71)
Masyarakat modern mendambakan sebuah sistem kehidupan dimana elemen-
eleman dalam masyarakat mempunyai peranan yang dominan dalam menata
kehidupan yang mereka inginkan. Masyarakat yang demikian kerap disebut
masyarakat sipil (Civil Society), namun beberapa cendikiawan Muslim di Asia
Tenggara lebih suka menggunakan istilah masyarakat madani sebagai gantinya.
Dan ada beberapa karakteristik mengenai masyarakat madani yaitu :

1. Masyarakat egaliter, masyarakat egaliter atau masyarakat yang


mengemban nilai egalitarianisme yaitu masyarakat yang mengakui adanya
kesetaraan dalam posisi di masyarakat dari sisi hak dan kewajiban tanpa
memandang suku, keturunan, ras, agama, dan sebagainya.
2. Penghargaan, bahwa dalam masyarakat madani adanya penghargaan
kepada orang berdasarkan prestise, bukan kesukuan, keturunan, ras, dan
sebagainya.
3. Keterbukaan (partisipasi seluru anggota masyarakat aktif), sebagai ciri
masyarakat madani adalah kerendahan hati untuk tidak merasa selalu
benar, kemudian kesediaan untuk mendengarkan pendapat orang lain
untuk diambil dan diikuti mana yang terbaik.
4. Penegakkan hukum dan keadilan, hukum ditegakkan pada siapapun dan
kapanpun, walupun terhadap keluarga sendiri, karena manusia sama
didepan hukum.
5. Toleransi dan pluralisme, tak lain adalah wujud civility yaitu sikap
kewajiban pribadi dan sosial yang bersedia melihat diri sendiri tidak selalu
benar, karena pluralism dan toleransi merupakan wujud dari “ikatan
keadaban’ ( Bond of civility), dalam arti masing-masing pribadi dan
kelompok dalam lingkunga yang lebih luas, memandang yang lain dengan
penghargaaN, betapapun perbedaan yang ada tanpa saling memaksakan
kehendak, pendapat atau pandangan sendiri.
6. Musyawarah dan demokrasi, merupakan unsur asasi pembentukan
masyarakat madani. Nur cholis madjid menyatakan, maasyarakat madani
merupakan masyarakat demokratis yang terbangun dengan menegakkan
musyawarah, karena musywarah merupakan interpretasi positif berbagai
individu dalam masyarakat yang saling memberikan hak untuk
menyatakan pendapat, dan mengakui adanya kewajiban mendengar
pendapat orang lain.

3.3 Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani


Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat
Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan
kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer,
ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi
kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir
pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.

1. Kualitas SDM Umat Islam


Firman Allah SWT dalam QS. Ali Imran ayat 110 yang artinya: “Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya
ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada
yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang yang fasik.”
Dari ayat di atas sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam
adalah umat yang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di
antara aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas SDM-nya
dibanding umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam
Al-Qur’an itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil.

2. Posisi Umat Islam


SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang
unggul. Karena itu dalam percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi,
militer, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan
perannya yang signifikan. Di Indonesia jumlah umat Islam ±85% tetapi karena
kualitas SDM-nya masih rendah, juga belum mampu memberikan peran yang
proporsional. Hukum positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum Islam.
Sistem sosial politik dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam,
bahkan tokoh-tokoh Islam belum mencerminkan akhlak Islam.
3.4 Sistem Ekonomi Islam
Menurut ajaran Islam, semua kegiatan manusia termasuk kegiatan sosial
dan ekonomi haruslah berlandaskan tauhid (keesaan Allah). Dengan demikian
realitas dari adanya hak milik mutlak tidak dapat diterima dalam Islam melainkan
hanya milik Allah saja, sedangkan manusia hanyalah memiliki hak milik nisbi
atau relatif. Pernyataan dan batas-batas hak milik dalam Islam sesuai dengan
sistem keadilan hak-hak semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Islam mempunyai dua prinsip utama, yakni pertama, tidak seorangpun
yang berhak mengeksploitasi orang lain; dan kedua, tidak ada sekelompok
orangpun boleh memisahkan diri dari orang lain dengan tujuan untuk membatasi
kegiatan sosial ekonomi di kalangan mereka saja. Sebagaimana dalam QS. al-
Syu’ara ayat 183, artinya: “Janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya
dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.”

Dalam komitmen Islam yang khas dan mendalam terhadap persaudaraan,


keadilan ekonomi dan sosial. Akan tetapi, konsep Islam dalam distribusi
pendapatan dan kekayaan serta konsepsinya tentang keadilan sosial tidaklah
menuntut bahwa semua orang harus mendapat upah yang sama tanpa memandang
kontribusinya kepada masyarakat. Islam mentoleransi ketidaksamaan pendapatan
sampai tingkat tertentu, karena setiap orang tidaklah sama sifat, kemampuan, dan
pelayanannya dalam masyarakat. Dalam Q.S. An-Nahl ayat 71 disebutkan, yang
artinya: “Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam
hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau
memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka
sama (merasakan) rezki itu. Maka Mengapa mereka mengingkari nikmat Allah.”

Dalam ukuran tauhid, seseorang boleh menikmati penghasilannya sesuai


dengan kebutuhannya. Kelebihan penghasilan atau kekayaannya harus
dibelanjakan sebagai sedekah karena Alah. Sebagaimana Firman Allah dalam QS.
An-nisa ayat 114, yang artinya: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-
bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia)
memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara
manusia. dan barangsiapa yang berbuat demikian Karena mencari keredhaan
Allah, Maka kelak kami memberi kepadanya pahala yang besar.”

Dalam ajaran Islam ada dua dimensi utama hubungan yang harus
dipelihara, yaitu hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan
manusia dalam masyarakat. Dengan melaksanakan kedua hubungan itu dengan
baik, maka hidup manusia akan sejahtrera baik di dunia maupun di akhirat kelak.

3.5 Konsep Islam Tentang Kesejahteraan Umat


Pada intinya, kesejahteraan sosial menuntut terpenuhinya kebutuhan
manusia yang meliputi kebutuhan primer (primary needs), sekunder (secondary
needs) dan kebutuhan tersier. Kebutuhan primer meliputi: pangan (makanan)
sandang (pakaian), papan (tempat tinggal), kesehatan dan keamanan yang layak.
Kebutuhan sekunder seperti: pengadaan sarana transportasi (sepeda, sepeda
motor, mobil, dsb.), informasi dan telekomunikasi (radio, televisi, telepon, HP,
internet, dan lain sebagainya). Kebutuhan tersier seperti sarana rekereasi, hiburan.
Kategori kebutuhan di atas bersifat materil sehingga kesejahteraan yang tercipta
pun bersifat materil.
Kesejahteraan sosial yang didambakan al-Quran menurut Qurasih Shihab
tercermin di Surga yang dihuni oleh Adam dan isterinya sesaat sebelum mereka
turun melaksanakan tugas kekhalifahan di bumi. Seperti diketahui, sebelum Adam
dan isterinya diperintahkan turun ke bumi, mereka terlebih dahulu ditempatkan di
Surga. Surga diharapkan menjadi arah pengabdian Adam dan Hawa, sehingga
bayang-bayang surga itu bisa diwujudkan di bumi dan kelak dihuni secara hakiki
di akhirat. Masyarakat yang mewujudkan bayang-bayang surga itu adalah
masyarakat yang berkesejahteraan. Kesejahteraan surgawi ini dilukiskan antara
lain dalam QS. Thâhâ/20:117-119, yang berbunyi : “Hai adam, sesungguhnya ini
(Iblis ) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, maka sekali-kali jangan sampai ia
mengeluarkan kamu berdua dari Surga, yang akibatnya engkau akan bersusah
payah. Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di sini (surga), tidak pula akan
telanjang, dan sesungguhnya engkau tidak akan merasakan dahaga maupun
kepanasan”. Dari ayat menurut ini jelas bahwa pangan, sandang, dan papan yang
diistilahkan dengan tidak lapar, dahaga, telanjang, dan kepanasan semuanya telah
terpenuhi di sana. Terpenuhinya kebutuhan ini merupakan unsur pertama dan
utama kesejahteraan sosial. Lebih lanjut dalam Undang-undang Kesejahteraan
Sosial, kriteria masalah sosial yang perlu diatasi meliputi kemiskinan,
ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan
perilaku, korban bencana, korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.
Dalam islam dijelaskan bagaimana cara agar terbentuk suatu masyarakat
yang madani dan tumbuh toleransi antara satu dengan yang lainnya agar
kehidupan bermasyarakat dapat berjalan dengan baik dan tidak ada masalah antara
satu individu dengan individu lain atau suatu kelompok dengan kelompok lain.
Masih banyak disekitar kita tauran pelajar, tauran antar komplek, tauran antar desa
dan perang terselubung antar agama, hal ini dikarenakan lemahnya iman
masyarakat da kurangnya pemahaman mengenai masyarakat madani dan belum
mengerti bagaimana pandangan islam mengenai kehidupan bermasyarakat agar
tetap rukun dan damai.
DAFTAR PUSTAKA
1. Al – Quran : QS. Thâhâ/20:117-119, An-nisa ayat 114, Q.S. An-Nahl ayat 71,
QS. al-Syu’ara ayat 183, QS. Ali Imran ayat 110, at-Taubah: 71
2. https://moehs.wordpress.com/2013/11/08/konsep-kesejahteraan-dalam-islam-
tafsir-tahlily/
3. Buku

Anda mungkin juga menyukai