Anda di halaman 1dari 19

Makalah

MASYARAKAT MADANI
DI S U S U N OLEH:

MATA KULIAH UMUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH 2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Makalah ini dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Makalah ini berjudul Masyrakat Madani, merupakan tugas dari Matakuliah Bidang Studi Pendidikan Agama Islam membahas secara detail yang berhubungan dengan Masyarakat Madani, Ciri Ciri Masyarakat Madani, dan lain-lainnya yang tercakup dalam makalah ini. Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan karena dari kekhilafan kami. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari kawan-kawan maupun Dosen Pengasuh yang bersifat pembelajaran dan perbaikan agar kita dimasa akan datang mendapat pengertian mengenai masyarakat madani.

Banda Aceh, 19 Mei 2011 Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. DAFTAR ISI................................................................................................ BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ A. Latar Belakang .................................................................................. B. Rumusan Masalah ............................................................................. BAB II PEMBAHASAN MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMAT ...... A. Pengertian Masyarakat Madani ......................................................... B. Ciri-Ciri Masyarakat Madani ............................................................ C. Karakteristik Masyarakat Madani ..................................................... D. Masyarakat Madani dalam Sejarah ................................................... E. Masyarakat Madani dalam Islam ...................................................... F. Masyarakat Madani di Indonesia ...................................................... G. Peran Umat Islam dalam Mewujudkan Masyarakat Madani ............ H. Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat .............................. BAB III PENUTUP ..................................................................................... A. Kesimpulan ....................................................................................... B. Saran ................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

i ii 1 1 2

3 3 3 4 6 6 8 10 11 14 14 15 16

ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masyarakat madani, konsep ini merupakan penerjemahan istilah dari konsep civil society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada simposium Nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival istiqlal, 26 September 1995 di Jakarta. Konsep yang diajukan oleh Anwar Ibrahim ini hendak menunjukkan bahwa masyarakat yang ideal adalah kelompok masyarakat yang memiliki peradaban maju. Lebih jelas Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat. Menurut Quraish Shibab, masyarakat Muslim awal disebut umat terbaik karena sifat-sifat yang menghiasi diri mereka, yaitu tidak bosan-bosan menyeru kepada hal-hal yang dianggap baik oleh masyarakat selama sejalan dengan nilai-nilai Allah (al-maruf) dan mencegah kemunkaran. Selanjutnya Shihab menjelaskan, kaum Muslim awal menjadi khairu ummah karena mereka menjalankan amar maruf sejalan dengan tuntunan Allah dan rasulNya. (Quraish Shihab, 2000, vol.2: 185). Perujukan terhadap masyarakat Madinah sebagai tipikal masyarakat ideal bukan pada peniruan struktur masyarakatnya, tapi pada sifat-sifat yang menghiasi masyarakat ideal ini. Seperti, pelaksanaan amar maruf nahi munkar yang sejalan dengan petunjuk Ilahi, maupun persatuan yang kesatuan yang ditunjuk oleh ayat sebelumnya (lihat, QS. Ali Imran [3]: 105). Adapun cara pelaksanaan amar maruf nahi mungkar yang direstui Ilahi adalah dengan hikmah, nasehat, dan tutur kata yang baik sebagaimana yang tercermin dalam QS an-Nahl [16]: 125. Dalam rangka membangun masyarakat madani modern, meneladani Nabi bukan hanya penampilan fisik belaka, tapi sikap yang beliau peragakan saat berhubungan dengan sesama umat Islam ataupun

dengan umat lain, seperti menjaga persatuan umat Islam, menghormati dan tidak meremehkan kelompok lain, berlaku adil kepada siapa saja, tidak melakukan pemaksaan agama, dan sifat-sifat luhur lainnya. Kita juga harus meneladani sikap kaum Muslim awal yang tidak mendikotomikan antara kehidupan dunia dan akhirat. Mereka tidak meninggalkan dunia untuk akhiratnya dan tidak meninggalkan akhirat untuk dunianya. Mereka bersikap seimbang (tawassuth) dalam mengejar

kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika sikap yang melekat pada masyarakat Madinah mampu diteladani umat Islam saat ini, maka kebangkitan Islam hanya menunggu waktu saja.

B. Rumusan Masalah 1. Pengertian Masyarakat Madani 2. Ciri-Ciri Masyarakat Madani 3. Karakteristik Masyarakat Madani 4. Masyarakat Madani dalam Sejarah 5. Masyarakat Madani dalam Islam 6. Masyarakat Madani di Indonesia 7. Peran Umat Islam dalam Mewujudkan Masyarakat Madani 8. Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat

BAB II PEMBAHASAN MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMAT

A. Pengertian Masyarakat Madani Makna Civil Society Masyarakat sipil adalah terjemahan dari civil society. Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan kata societies civilis dalam filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah civil society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja (Larry Diamond, 2003: 278). Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu

pengetahuan, dan teknologi. Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman-Nya dalam Q.S. Saba ayat 15: Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): Makanlah olehmu dari rezki yang

(dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun.

B. Ciri-ciri Masyarakat Madani Ada beberapa ciri-ciri utama dalam civil society, (1) adanya kemandirian yang cukup tinggi dari individu-individu dan kelompokkelompok dalam masyarakat, utamanya ketika berhadapan dengan negara; (2) adanya ruang publik bebas sebagai wahana bagi keterlibatan politik secara

aktif dari warga negara melalui wacana dan praksis yang berkaitan dengan kepentingan publik, dan (3) adanya kemampuan membatasi kuasa negara agar ia tidak intervensionis.

C. Karakteristik Masyarakat Madani Ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya: 1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial. 2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang

mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif. 3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat. 4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukanmasukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah. 5. Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejimrejim totaliter. 6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individuindividu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri. 7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif. 8. Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial. 9. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun secara kelompok menghormati pihak lain secara adil. 10. Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat mengurangi kebebasannya.

11. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah diberikan oleh Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh aktivitas pihak lain yang berbeda tersebut. 12. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial. 13. Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk umat manusia. 14. Berakhlak mulia. Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya

memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya. Masyarakat madani sejatinya bukanlah konsep yang ekslusif dan dipandang sebagai dokumen usang. Ia merupakan konsep yang senantiasa hidup dan dapat berkembang dalam setiap ruang dan waktu. Mengingat landasan dan motivasi utama dalam masyarakat madani adalah Alquran. Meski Alquran tidak menyebutkan secara langsung bentuk masyarakat yang ideal namun tetap memberikan arahan atau petunjuk mengenai prinsipprinsip dasar dan pilar-pilar yang terkandung dalam sebuah masyarakat yang baik. Secara faktual, sebagai cerminan masyarakat yang ideal kita dapat meneladani perjuangan rasulullah mendirikan dan menumbuhkembangkan konsep masyarakat madani di Madinah. Prinsip terciptanya masyarakat madani bermula sejak hijrahnya Nabi Muhammad Saw. beserta para pengikutnya dari Makah ke Yatsrib. Hal tersebut terlihat dari tujuan hijrah sebagai sebuah refleksi gerakan penyelamatan akidah dan sebuah sikap optimisme dalam mewujudkan citacita membentuk yang madaniyyah (beradab).

Adapun yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia diantaranya: 1. Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata. 2. Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat. 3. Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter. 4. Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas. 5. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar.

D. Masyarakat Madani Dalam Sejarah Ada dua masyarakat madani dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai masyarakat madani, yaitu: 1. Masyarakat Saba, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman. 2. Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjjian Madinah antara Rasullullah SAW beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj. Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Al-Quran sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah SAW sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-

keputusannya, dan memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

E. Masyarakat Madani Dalam Islam Membangun masyarakat dalam kacamata Islam adalah tugas jamaah, kewajiban bagi setiap muslim. Islam memiliki landasan kuat untuk

melahirkan masyarakat yang beradab, komitmen pada kontrak sosial (baiat pada kepemimpinan Islam) dan norma yang telah disepakati bersama (syariah). Bangunan sosial masyarakat muslim itu ciri dasarnya: taawun

(tolong-menolong), takaful (saling menanggung), dan tadhomun (memiliki solidaritas). Masyarakat ideal kerap disebut masyarakat madani yang kadang disamakan dengan masyarakat sipil (civil society), adalah masyarakat dengan tatanan sosial yang baik, berazas pada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara hak dan kewajiban individu dengan hak dan kewajiban sosial. Pelaksanaannya antara lain dengan terbentuknya pemerintahan yang tunduk pada aturan dan undang-undang dengan sistem yang transparan.Dalam konteks ini, kita memilih mengartikan masyarakat madani sebagai terjemahan dari kosa kata bahasa Arab mujtama madani. Kata ini secara etimologis mempunyai dua arti, pertama, masyarakat kota, karena kata madani berasal dari kata madinah yang berarti kota, yang menunjukkan banyaknya aktivitas, dinamis, dan penuh dengan kreativitas; kedua, masyarakat peradaban, karena kata madani juga merupakan turunan dari kata tamaddun yang berarti peradaban. Masyarakat madani adalah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai peradaban. Adalah Nabi Muhammad Rasulullah sendiri yang memberi teladan kepada umat manusia ke arah pembentukan masyarakat peradaban. Setelah belasan tahun berjuang di kota Mekkah tanpa hasil yang terlalu menggembirakan, Allah memberikan petunjuk untuk hijrak ke Yastrib, kota wahah atau oase yang subur sekitar 400 km sebelah utara Mekkah. Sesampai di Yastrib, setelah perjalanan berhari-hari yang amat melelahkan dan penuh kerahasiaan, Nabi disambut oleh penduduk kota itu, dan para gadisnya menyanyikan lagu Thalaa al-badru alaina (Bulan Purnama telah

menyingsing di atas kita), untaian syair dan lagu yang kelak menjadi amat terkenal di seluruh dunia. Kemudian setelah mapan dalam kota hijrah itu, Nabi mengubah nama Yastrib menjadi al-Madinat al-nabiy (kota nabi). Secara konvensional, perkataan madinah memang diartikan sebagai kota. Tetapi secara ilmu kebahasaan, perkataan itu mengandung makna peradaban. Dalam bahasa Arab, peradaban memang dinyatakan dalam kata-kata madaniyah atau tamaddun, selain dalam kata-kata hadharah.

Karena itu tindakan Nabi mengubah nama Yastrib menjadi Madinah, pada hakikatnya adalah sebuah pernyataan niat, atau proklamasi, bahwa beliau bersama para pendukungnya yang terdiri dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar hendak mendirikan dan membangun mansyarakat beradab.

F. Masyarakat Madani Di Indonesia Tantangan masa depan demokrasi di negeri kita ialah bagaimana mendorong berlangsungnya proses-proses yang diperlukan untuk mewujudkan nilai-nilai peradaban dan kemanusiaan universal. Kita semua harus bahu membahu agar jiwa dan semangat kemanusiaan universal itu merasuk ke dalam jiwa setiap anak bangsa sehingga nyata dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, menurut Nurcholish Madjid, terdapat beberapa pokok pikiran penting dalam pandangan hidup demokrasi, yaitu: (1) pentingnya kesadaran kemajemukan atau pluralisme, (2) makna dan semangat musyawarah menghendaki atau mengharuskan adanya keinsyafan dan kedewasaan untuk dengan tulus menerima kemungkinan kompromi atau bahkan kalah suara, (3) mengurangi dominasi kepemimpinan sehingga terbiasa membuat keputusan sendiri dan mampu melihat serta memanfaatkan alternatif-alternatif, (4) menjunjung tinggi moral dalam berdemokrasi (5) pemufakatan yang jujur dan sehat adalah hasil akhir musyawarah yang juga jujur dan sehat, (6) terpenuhinya kebutuhan pokok; sandang, pangan, dan papan, dan (7) menjalin kerjasama dan sikap yang baik antar warga masyarakat yang saling mempercayai iktikad baik masing-masing. Pemberdayaan masyarakat madani ini menurut penulis harus di motori oleh dua ormas besar yaitu NU dan Muhammadiyah. Dua organisasi Islam ini usia lebih tua dari republik. Oleh karena itu, ia harus lebih dewasa dalam segala hal. Wibawa, komitmen dan integritas para pemimpin serta manajemen kepemimpinannya harus bisa seimbang dengan para pejabat negara, bahkan ia harus bisa memberi contoh baik bagi mereka. Ayat yang disebutkan di awal itu mengisyarakat bahwa perubahan akan terjadi jika kita bergerak untuk berubah.

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan bila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya. Dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia,(QS Ar-Rad [13]: 11). Masyarakat madani memiliki peran signifikan dalam memelopori dan mendorong masyarakat. Pembangunan sumberdaya manusia bisa ia rintis melalui penyelenggaraan program pendidikan, peningkatan perekonomian rakyat bisa ditempuh melalui koperasi dan pemberian modal kepada pengusaha dan menengah. Dua hal ini, dari banyak hal, yang menurut penulis sangat kongkrit dan mendesak untuk digarap oleh elemen-elemen masyarakat madani, khususnya ormas-ormas, guna memelopori dan mendorong perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik. Untuk membangun masyarakat yang maju dan berbudaya, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilandasi dengan iman dan takwa, paling tidak harus ada tiga syarat: menciptakan inovasi dan kreasi, mencegah kerusakan-kerusakan sumber daya, dan pemantapan spiritualitas. Masyarakat madani itu hendaknya kreatif terhadap hal-hal baru, antisipatif dan preventif terhadap segala kemungkinan buruk, serta berketuhanan Yang Maha Esa. Jika syarat-syarat dan komponen-komponen masyakarat madani berdaya secara maksimal, maka tata kehidupan yang demokratis akan terwujud. Selain ikut membangun dan memberdayakan masyarakat, masyarakat madani juga ikut mengontrol kebijakan-kebijakan negara. Dalam pelaksanaannya, mereka bisa memberikan saran dan kritik terhadap negara. Saran dan kritik itu akan objektif, jika ia tetap independen. Setiap warga negara berada dalam posisi yang sama, memilik kesempatan yang sama, bebas menentukan arah hidupnya, tidak merasa tertekan oleh dominasi negara, adanya kesadaran hukum, toleran, dan memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Masyarakat madani sukar tumbuh dan berkembang pada rezim Orde Baru karena adanya sentralisasi kekuasaan melalui korporatisme dan birokratisasi di hampir seluruh aspek kehidupan, terutama

terbentuknya organisasi-organisasi kemasyarakatan dan profesi dalam wadah tunggal, seperti MUI, KNPI, PWI, SPSI, HKTI, dan sebagainya. Organisasiorganisasi tersebut tidak memiliki kemandirian dalam pemilihan pemimpin maupun penyusunan program-programnya, sehingga mereka tidak memiliki kekuatan kontrol terhadap jalannya roda pemerintahan.

G. Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain. 1. Kualitas SDM Umat Islam Dalam Q.S. Ali Imran ayat 110 Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang maruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas SDMnyadibanding umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam Al-Quran itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil. 2. Posisi Umat Islam SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang unggul. Karena itu dalam percaturan global, baik dalam bidang politik,

10

ekonomi, militer, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang signifikan. Di Indonesia, jumlah umat Islam lebih dari 85%, tetapi karena kualitas SDM nya masih rendah, juga belum mampu memberikan peran yang proporsional. Hukum positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum Islam. Sistem sosial politik dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam belum mencerminkan akhlak Islam.

H. Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat Menurut ajaran Islam, semua kegiatan manusia termasuk kegiatan sosial dan ekonomi haruslah berlandaskan tauhid (keesaan Allah). Setiap ikatan atau hubungan antara seseorang dengan orang lain dan penghasilannya yang tidak sesuai dengan ajaran tauhid adalah ikatan atau hubungan yang tidak Islami. Dengan demikian realitas dari adanya hak milik mutlak tidak dapat diterima dalam Islam, sebab hal ini berarti mengingkari tauhid. Manurut ajaran Islam hak milik mutlak hanya ada pada Allah saja. Hal ini berarti hak milik yang ada pada manusia hanyalah hak milik nisbi atau relatif. Islam mengakui setiap individu sebagai pemilik apa yang diperolehnya melalui bekerja dalam pengertian yang seluas-luasnya, dan manusia berhak untuk mempertukarkan haknya itu dalam batas-batas yang telah ditentukan secara khusus dalam hukum Islam. Pernyataan-pernyataan dan batas-batas hak milik dalam Islam sesuai dengan kodrat manusia itu sendiri, yaitu dengan sistem keadilan dan sesuai dengan hak-hak semua pihak yang terlibat di dalamnya. Di dalam ajaran Islam terdapat dua prinsip utama, yakni pertama, tidak seorangpun atau sekelompok orangpun yang berhak mengeksploitasi orang lain; dan kedua, tidak ada sekelompok orangpun boleh memisahkan diri dari orang lain dengan tujuan untuk membatasi kegiatan sosial ekonomi di kalangan mereka saja. Islam memandang umat manusia sebagai satu keluarga, maka setiap manusia adalah sama derajatnya di mata Allah dan di depan hukum yang diwahyukannya. Konsep persaudaraan dan perlakuan yang sama terhadap seluruh anggota masyarakat di muka hukum tidaklah ada artinya

11

kalau tidak disertai dengan keadilan ekonomi yang memungkinkan setiap orang memperoleh hak atas sumbangan terhadap masyarakat. Allah melarang hak orang lain, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. alSyuara ayat 183: Artinya: Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan; Dalam komitmen Islam yang khas dan mendalam terhadap persaudaraan, keadilan ekonomi dan sosial, maka ketidakadilan dalam pendapatan dan kekayaan bertentangan dengan Islam. Akan tetapi, konsep Islam dalam distribusi pendapatan dan kekayaan serta konsepsinya tentang keadilan sosial tidaklah menuntut bahwa semua orang harus mendapat upah yang sama tanpa memandang kontribusinya kepada masyarakat. Islam mentoleransi ketidaksamaan pendapatan sampai tingkat tertentu, akrena setiap orang tidaklah sama sifat, kemampuan, dan pelayanannya dalam masyarakat. Dalam Q.S. An-Nahl ayat 71 disebutkan: Artinya: Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka Mengapa mereka mengingkari nikmat Allah. Dalam ukuran tauhid, seseorang boleh menikmati penghasilannya sesuai dengan kebutuhannya. Kelebihan penghasilan atau kekayaannya. Kelebihan penghasilan atau kekayaannya harus dibelanjakan sebagai sedekah karena Alah.

12

Banyak ayat-ayat Allah yang mendorong manusia untuk mengamalkan sedekah, antara lain Q.S. An-nisa ayat 114: Artinya: Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikanbisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat maruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. dan barangsiapa yang berbuat demikian Karena mencari keredhaan Allah, Maka kelak kami memberi kepadanya pahala yang besar. Dalam ajaran Islam ada dua dimensi utama hubungan yang harus dipelihara, yaitu hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat. Kedua hubungan itu harus berjalan dengan serentak. Dengan melaksanakan kedua hungan itu hidup manusia akan sejahtrera baik di dunia maupun di akhirat kelak.

13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Untuk mewujudkan masyarakat madani dan agar terciptanya kesejahteraan umat maka kita sebagai generasi penerus supaya dapat membuat suatu perubahan yang signifikan. Selain itu, kita juga harus dapat menyesuaikan diri dengan apa yang sedang terjadi di masyarakat sekarang ini. Agar di dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak ketinggalan berita. Adapun beberapa kesimpulan yang dapat saya ambil dari pembahasan materi yang ada di bab II ialah bahwa di dalam mewujudkan masyarakat madani dan kesejahteraan umat haruslah berpacu pada Al-Quran dan As-Sunnah yang diamanatkan oleh Rasullullah kepada kita sebagai umat akhir zaman. Sebelumnya kita harus mengetahui dulu apa yang dimaksud dengan masyarakat madani itu dan bagaimana cara menciptakan suasana pada masyarakat madani tersebut, serta ciri-ciri apa saja yang terdapat pada masyarakat madani sebelum kita yakni pada zaman Rasullullah. Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga harus melihat pada potensi manusia yang ada di masyarakat, khususnya di Indonesia. Potensi yang ada di dalam diri manusia sangat mendukung kita untuk mewujudkan masyarakat madani. Karena semakin besar potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam membangun agama Islam maka akan semakin baik pula hasilnya. Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki potensi yang kurang di dalam membangun agamanya maka hasilnya pun tidak akan memuaskan. Oleh karena itu, marilah kita berlomba-lomba dalam

meningkatkan potensi diri melalui latihan-latihan spiritual dan praktek-praktek di masyarakat.

14

B. Saran Maka diharapkan kepada kita semua baik yang tua maupun yang muda agar dapat mewujudkan masyarakat madani di negeri kita yang tercinta ini yaitu Indonesia. Yakni melalui peningkatan kualiatas sumber daya manusia, potensi, perbaikan sistem ekonomi, serta menerapkan budaya zakat, infak, dan sedekah. Insya Allah dengan menjalankan syariat Islam dengan baik dan teratur kita dapat memperbaiki kehidupan bangsa ini secara perlahan. Demikianlah makalah rangkuman materi yang dapat kami sampaikan pada kesempatan kali ini semoga di dalam penulisan ini dapat dimengerti katakatanya sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman di masa yang akan datang. Wassalamualaiku wr.wrb.

15

DAFTAR PUSTAKA

Funnys,

tahun

2008,

http://makalah85.blogspot.com/2008/12/masyarakat-

madani.html. Di akses pada tanggal 18 Mei 2011. Suito, Deny. 2006. Membangun Masyarakat Madani. Centre For Moderate Muslim Indonesia: Jakarta. Sosrosoediro, Endang Rudiatin. 2007. Dari Civil Society Ke Civil Religion. MUI: Jakarta. Sutianto, Anen. 2004. Reaktualisasi Masyarakat Madani Dalam Kehidupan. Pikiran Rakyat: Bandung.

16

Anda mungkin juga menyukai