Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Adanya beberapa kasus penindasan terhadap rakyat di Indonesia yang terjadi pada saat
ini menjadi hal yang sangat menyedihkan dan menimbulkan dampak serta masalah yang
besar di kalangan masyarakat. Kasus Ambon, Kupang, Poso, dan lainnya masih menyisakan
masalah ibarat api dalam sekam yang sewaktu-waktu siap membara dan memanaskan
suasana di sekelilingnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pemahaman masyarakat tentang
kerukunan antarumat beragama perlu ditinjau ulang.
Banyaknya konflik yang melibatkan agama sebagai pemicunya menuntut adanya
perhatian yang serius untuk mengambil langkah-langkah yang antisipatif demi damainya
kehidupan umat beragama di Indonesia pada masa mendatang. Jika hal ini diabaikan,
dikhawatirkan akan muncul masalah yang lebih berat dalam rangka pembangunan bangsa
dan negara di bidang politik, ekonomi, keamanan, budaya, dan bidang-bidang lainnya.
Untuk mengatasi hal-hal seperti itu, Islam memiliki ajaran yang konkrit untuk
menciptakan masyarakat yang damai dan penuh kerukunan. Kita dapat merujuk kepada
masyarakat Madinah sebagai tipikal masyarakat ideal bukan pada peniruan struktur
masyarakatnya, tapi pada sifat-sifat yang menghiasi masyarakat ideal ini. Seperti,
pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar yang sejalan dengan petunjuk Ilahi, maupun persatuan
dan kesatuan. Adapun cara pelaksanaan amar ma’ruf nahi mungkar yang direstui Ilahi adalah
dengan hikmah, nasehat, dan tutur kata yang baik. Dalam rangka membangun “masyarakat
madani modern”, meneladani Nabi bukan hanya penampilan fisik belaka, tapi sikap yang
beliau peragakan saat berhubungan dengan sesama umat Islam ataupun dengan umat lain,
seperti menjaga persatuan umat Islam, menghormati dan tidak meremehkan kelompok lain,
berlaku adil kepada siapa saja, tidak melakukan pemaksaan agama, dan sifat-sifat luhur
lainnya.
Konsep masyarakat madani sebenarnya berasal dari konsep politik Islam yang secara
historis pernah dipraktekkan pada masa awal pemerintahan Islam di bawah kendali Nabi
Muhammad SAW. Realitas politik pada masyarakat awal Islam (masa al-salaf al-shalih)
memiliki bangunan kenyataan politik yang demokratis dan partisipatoris yang menghormati
dan menghargai ruang publik, seperti kebebasan hak asasi, partisipasi, keadilan sosial, dan
lain sebagainya.
Wujud historis dari sistem sosial politik yang kemudian dikenal sebagai Piagam Madinah
ini merupakan prinsip-prinsip rumusan kesepakatan mengenai kehidupan bersama secara
sosial-politik antara sesama kaum Muslim dan antara kaum Muslim dengan kelompok-
kelompok lain di kota Madinah di bawah pimpinan Nabi Muhammad SAW.
Nilai-nilai Islam yang universal dan inklusif akan dapat menopang bangunan politik
umat Islam di bumi Nusantara ini yang dapat dinikmati oleh semua masyarakat Indonesia dari
berbagai pemeluk agama. Politik Islam yang sangat menekankan demokrasi, persamaan,
menghormati hak asasi manusia, dan berkeadilan sosial serta menjunjung tinggi etika dan
moralitas sangat cocok untuk diterapkan di negara ini.
1.2. Rumusan Masalah
1. Konsep, pengertian, dan karakteristik dari masyarakat madani?
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Masyarakat Madani
Pembentukan masyarakat dalam Islam diawali dengan pembentukan keluarga dengan
pembentukan keluarga mengemukakan konsep pernikahan. Pembentukan keluarga sakinah
mawadah warahmah, merupakan cikal bakal pembentukan masyarakat ideal, yang hidup
dalam sebuah tatanan kemasyarakatan sesuai dengan aturan Allah.
Perwujudan sebuah masyarakat ideal yang hidup aman dan tentram, juga tergambar
dalam tatanan kemasyarakatan yang dibangun oleh Muhammad, dengan mendirikan sebuah
kota yang dikenal dengan nama Madinah, didukung oleh sebuah konstitusi tertulis, konstitusi
inilah yang kita kenal dengan nama Piagam Madinah dan merupakan konstitusi tertulis
pertama yang pernah ada di dunia.

2.1.1 Pengertian Masyarakat Madani


Masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri
secara mandiri dihadapan penguasa dan Negara, memiliki ruang public dalam mengemukakan
pendapat, serta adanya lembaga-lembaga yang mandiri dan dapat menyalurkan aspirasi dan
kepentingan publik. Sehingga masyarakat madani sangatlah beradab, menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan, maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu dalam
sejarah filsafat, sejak filsafat Yunani sampai filsafat Islam juga dikenal istilah Madinah atau
polis, yang berarti kota, yaitu masyarakat yang maju dan berperadaban. Masyarakat madani
menjadi simbol idealisme yang diharapkan oleh setiap masyarakat.
Masyarakat madani merupakan ideliasisasi tentang suatu masyarakat yang mandiri
secara politik, sosial dan ekonomi. Masyarakat madani adalah suatu lingkungan interaksi
sosial yang berada di luar pengaruh negara yang tersusun dari lingkungan masyarakat paling
akrab seperti keluarga, asosiasi-asosiasi sukarela, dan gerakan kemasyarakatan lainnya serta
berbagai bentuk lingkungan di mana di dalamnya masyarakat menciptakan kreatifitas,
mengatur dan memobilisasi diri mereka sendiri tanpa keterlibatan negara. Di samping itu,
cita-cita masyarakat madani adalah menciptakan bangunan masyarakat yang tidak didasarkan
pada interaksi yang bersifat kelas/strata. Masyarakat madani hanya dapat berkembang jika
tidak disubordinasikan kepada negara. Artinya masyarakat bisa memperoleh dan
mempertahankan hak-hak mereka dan memperjuangkan kepentingan mereka yang sah
sehingga tidak dimanipulasi negara.
Masyarakat madani merupakan konsep tentang masyarakat yang mampu memajukan
dirinya melalui aktifitas mandiri dalam suatu ruang gerak yang tidak mungkin Negara
melakukan intervensi terhadapnya. Hal ini terkait erat dengan konsep masyarakat madani
dengan konsep demokrasi dan demokratisasi, karena demokrasi hanya mungkin tumbuh pada
masyarakat madani dan masyarakat madani hanya berkembang pada lingkungan yang
demokratis.

2.2 Masyarakat Madani dalam Sejarah


2.2.1 Masyarakat Saba’
Sebuah masyarakat yang digambarkan dalam surat Saba’(34) ayat 15 yaitu
masyarakat yang hidup dalam wilayah yang tanahnya subur dan negerinya
makmur lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya,
sehingga Allah memerintahkan mereka untuk menikmatinya sebagai rezeki. yang
telah dianugerahkan untuk hambaNya. Kehidupan masyarakat seperti inilah yang
digambarkan dengan sebutan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur (sebuah
negeri yang subur dan makmur, adil dan aman. Dimana yang berhak akan
mendapat haknya, yang berkewajiban akan melaksanakan kewajibannya dan yang
yang berbuat baik akan mendapat anugerah sebesar kebaikannya. Tidak ada lagi
kezaliman.

Artinya:
“(Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha
Pengampun)”. (Saba’ : 15).

2.2.2 Masyarakat Madinah


Hijrahnya Nabi Muhammad S.A.W kekota Yasrib lalu menggantinya dengan
Madinah membuka peluang bagi tebentuknya masyarakat yang memiliki tatanan
etika, moral, dan akhlak sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Mereka hidup
dengan rukun, saling membantu, taat hukum dan menunjukkan kepercayaan
penuh terhadap pemimpinnya. Al-Qur’anmenjadi kosntitusi untuk menyelesaikan
berbagai persoalan hidup yang terjadi di antara penduduk Madinah.
Beberapa pilar yang melandasi proses pembentukan masyarakat Madinah
saat itu:
1. Mempersaudarakan pengungsi dari Mekkah dengan penduduk asli
Madinah.
2. Menganut tata kehidupan individu maupun dalam menjalankan
kehidupan bermasyarakat. (Mu’amalah)
3. Mengukuhkan kedudukan Muhammad bukan saja sebagai seorang rasul,
tetapi sebagai pemimpin masyarakat.
4. Menjalin perjanjian perdamaian dengan semua kekuatan sosial yang ada
dalam sebuah konstitusi tertulis yang dikenal dengan Piagam Madinah.
5. Menegakkan hukum yang telah disepakati bersama. (supremasi hukum)
6. Memberikan keteladanan yang sangat tinggi dalam tatanan kehidupan
sosial.

2.2.3 Perkembangan Masyarakat Madani di Indonesia


Secara historis kelembagaan civil society muncul ketika proses tranformasi
akibat modernisasi terjadi dan menghasilkan pembentukan sosial baru yang
berbeda dengan masyarakat tradisional. Hal ini dapat ditelaah ulang ketika terjadi
perubahan sosial pada masa kolonial, utamanya ketika kapitalisme mulai di
kenalkan oleh Belanda. Hal itu telah mendorong terjadinya pembentukan sosial
lewat proses industrialisasi, urbanisasi dan pendidikan modern. Pada akhirnya
muncul kesadaran dikalangan kaum elit pribumi yang kemudian mendorong
terbentuknya organisasi sosial modern di awal abad ke-XX, gejala ini menandai
mulai berseminya masyarakat madani.
Pada awal ini gerakan-gerakan organisasi melibatkan pekerja dan intelektual
yang masih muda dan ditandai juga dengan timbulnya kesadaran para buruh
tentang kebutuhan mereka untuk berorganisasi dalam rangka menuju ke-arah
yang lebih baik. Sebenarnya pekerja Eropa yang memperkenalkan semangat
persyarikatan kepada para pekerja Indonesia, dan pada bulan Oktober 1905
pertama kali didirikan serikat buruh oleh pekerja Eropa diperumka Bandung.
Pada tahun 1980-an terjadi perubahan politik yang cukup signifikan yang
dipandang sebagai proses demokratisasi dan perkembangan masyarakat madani
di Indonesia. Kalangan muslim yang sebelumnya berada dimargin politik mulai
berani masuk ketengah kekuasaan dan pada saat yang sama proses demokratisasi
menemukan hal yang baru dan katup yang membendung proses demokratisasi
mulai terbuka terbukti dengan maraknya gerakan prodemokrasi. Turunnya rezim
Soeharto dan munculnya orde baru menunjukkan proses rekonstruksi politik,
ekonomi, sosial dan membawa dampak bagi perkembangan masyarakat madani
di Indonesia. Pada tataran sosial ekonomi akselerasi pembangunan melalui
industrialisasi telah berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang belum
pernah terjadi sebelumnya dan mendorong terjadinya perubahan struktur sosial
masyarakat Indonesia yang diandai dengan bergesernya pola-pola kehidupan
masyarakat agraris.
Berakhirnya rezim orde baru dibawah pimpinan Soeharto yang memerintah
dengan memperkuat posisi negara disegala bidang yang menyebabkan
merosotnya kemandirian dan partisipasi masyarakat sehingga menyebabkan
kondisi dan pertumbuhan masyarakat madani menampilkan beberapa produk.
Misalnya dengan semakin berkembangnya kelas menengah seharusnya semakin
mandiri sebagai keseimbangan kekuatan negara sebagaimana yang terdapat
dinegara kapatalis Barat, tetapi kenyataannya kelas menengah yang tumbuh
masih bergantung kepada negara. Tumbangnya pemerintahan Soeharto dengan
cepat dan dramatis pada Mei 1998 dan diikuti dengan perubahan-perubahan
sosial dan politik sangat penting dan potensial bagi terciptanya masyarakat
madani. Secara umum politik represi (menekan) yang menandai pemerintahan
Soeharto berakhir dan digantikan dengan politik yang lebih bebas dan
demokratis. Berakhirnya era 3 parpol yaitu PPP, PDI, dan GOLKAR dengan
pemberian kebebasan kepada masyarakat untuk mendirikan partai-partai,
sehingga pada akhirnya terdapat lebih dari 100 partai, namun setelah melalui
seleksi tim 11 hanya ada 48 partai yang dinyatakan berhak mengikuti pemilu serta
berakhirnya era asas tunggal Pancasila dan memberikan kebebasan memilih asas
lain termasuk asas agama.
Pemerintahan orde baru yang telah menghilangkan kekuatan kebhinekaan
dan mencoba menggusur suatu masyarakat yang uniform sehingga terciptalah
suatu struktur kekuasaan yang sangat sentralistik dan birokratik yang
menyebabkan disintegrasi bangsa Indonesia karena dalam usaha menekan
persatuan yang mengesampingkan perbedaan melalui cara-cara represif yang
berakibat mematikan inisiatif dan kebebasan berfikir serta bertindak dalam
pembangunan bangsa. Maka era reformasi yang mempunyai cita-cita pengakuan
kebhinekaan sebagai modal bangsa Indonesia dalam rangka untuk menciptakan
masyarakat madani yang menghargai perbedaan sebagai kekuatan dan sebagai
identitas bangsa yang secara kultural dinilai sangat kaya dan bervariasi. Gerakan
untuk membentuk masyarakat madani berkaitan dengan proses demokratisasi
merupakan tujuan era reformasi untuk membina suatu masyarakat Indonesia
yang baru dalam rangka mewujudkan proklamasi tahun 1945 yaitu membangun
masyarakat Indonesia yang demokratis atau masyarakat madani Indonesia
merupakan misi dari gerakan reformsi dan misi dari reformasi sistem pendidikan
nasional.

2.3 Karakteristik Masyarakat Madani


Secara umum masyarakat madani dapat diartikan sebagai suatu masyarakat atau
institusi yang mempunyai ciri-ciri antara lain, kemandirian, toleransi, keswadayaan, kerelaan
menolong satu sama lain dan menjujung tinggi norma dan etika yang telah disepakati
bersama-sama.
Secara historis upaya untuk merintis institusi tersebut sudah muncul sejak masyarakat
Indonesia mulai mengenal pendidikan modern dan sisitem kapitlisme global serta
modernisasi yang memunculkan kesadaran untuk mendirikan orgnisasi-orgnisasi modern
seperti Budi Utomo (1908), Syarikat Dagang Islam (1911), Muhammadiyah (1912) dan lain-
lain. Jika merujuk kepada tatanan masyarakat yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW
setelah hijrah dari Mekkah ke Yastrib dan menggantikan nama kota tersebut menjadi
Madinah, di sana ditemui sebuah masyarakat dengan tatanan etik dan moral sesuai ajaran
Islam. Piagam Madinah sebagai sebuah konstitusi tertulis yang disepakati untuk diterapkan
dalam kehidupan masyarakat, mencirikan karakter dari masyarakat tersebut yang antara lain
ialah:
1. Bertuhan, artinya bahwa masyaraket tersebut adalah masyarakat yang
beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempat-kan hukum Tuhan
sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial. Manusia secara universal
mempunyai posisi yang sama menurut fitrah kebebasan dalam hidupnya.
Sehingga komitmen terhadap kehidupan sosial juga dilandasi oleh relativitas
manusia di hadapan Tuhan. Landasan hukum Tuhan dalam kehidupan sosial itu
lebih objektif dan adil, karena tidak ada kepentingan kelompok tertentu yang
diutamakan dan tidak ada kelompok lain yang diabaikan.
2. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun
secara kelompok menghormati pihak lain secara adil. Kelompok sosial mayoritas
hidup berdampingan dengan kelompok minoritas sehingga tidak muncul
kecemburuan sosial. Kelompok yang kuat tidak menganiaya kelompok yang
lemah, sehingga tirani kelompok minoritas dan anarki mayoritas dapat
dihindarkan.
3. Tolong-menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat
mengurangi kebebasannya. Prinsip tolong-menolong antar anggota masyarakt
didasarkan pada aspek kemanusiaan karena kesulitan hidup yang dihadapi oleh
sebagian anggota masyarakat tertentu, sedangkan pihak lain memiliki
kemampuan membantu untuk meringankan kesulitan hidup tersebut.
4. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah diberikan
oleh Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh aktivitas
orang lain yang berbeda tersebut. Masalah yang menonjol dari sikap toleran ini
adalah sikap keagamaan, di mana setiap manusia memiliki kebabasan dalam
beragama dan tidak ada hak bagi orang lain yang berbeda agama untuk
mencampurinya. Keyakinan beragama tidak dapat dipaksakan. Akal dan
pengalaman hidup keagamaan manusia mampu menentukan sendiri agama yang
dianggap benar.
5. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial. Setiap anggota masyarakat
memilik kewajiban yang seimbang untuk menciptakan kedamaian, kesejahteraan
dan keutuhan masyarakat sesuai dengan kondisi masing-masing. Keseimbangan
hak dan kewajiban itu berlaku pada seluruh aspek kehidupan sosial, sehingga
tidak ada kelompok sosial tertentu yang diistimewakan dan kelompok sosial yang
lain sekedar karena ia mayoritas.
6. Berperaadaban tinggi, artinya masyarakat tersebut memiliki kecintaan terhadap
ilmu pengetahuan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk
kemaslahatan hidup manusia. ilmu pengetahuan mempunyai peranan yang
sangat penting dalam kehidupan umat manusia. ilmu pengetahuan memberi
kemudahan dan meningkatkan harkat dan martabat manusia, di samping
memberikan kesadaran akan posisinya sebagai khalifah Allah. Namun di sisi lain,
ilmu pengetahuan juga bisa menjadi ancaman yang membahayakan kehidupan
manusia, bahkan membahayakan lingkungan hidup bila pemanfaatannya tidak
disertai dengan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan.
7. Berakahlak mulia. Sekalipun pembentukan akhlak masyarakat dapat dilakukan
berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan semata, tetapi relativitas manusia dapat
menyebabkan terjebaknya konsep akhlak yang realatif. Sifat subjektif manusia
sering sukar dihindarkan. Oleh karena itu, konsep akhlak tidak boleh dipisahkan
dengan nilai-nilai ketuhanan, sehingga substansi dan aplikasinya tidak terjadi
penyimpangan. Aspek ketuhanan dalam aplikasi akhlak memotivasi manusia
untuk berbuat tanpa menggantungkan reaksi serupa dan pihak lain.

2.4 Peranan Umat Islam dalam Membangun Masyarakat Madani


Membangun masyarakat madani, sebagai sebuah masyarakat ideal secara yang
berperadaban tinggi sebagaimana yang dicita-citakan setiap bangsa tidaklah mudah. Jumlah
atau kuantitas saja tidak dapat menjamin, tanpa didukung oleh beberapa faktor, seperti
sumber daya manusia yang berkualitas, sistem politik yang tangguh, perekonomian yang kuat,
kehidupan sosial kemasyarakatan secara teratur yang dibangun dalam masyarakat tersebut.
Melihat kondisi umat islam saat ini, secara kuantitas tidak diragukan lagi, namun
secara kualitas sumber daya manusianya masih perlu ditingkatkan, mengingat masih
banyakya jumlah umat Islam yang hidup dibawah garis kemiskinan dan tidak tersentuh
pendidikan, khususnya umat Islam di Indonesia. Begitu juga kalau kita lihat dari segi sistem
politiknya, masih diperlukan kekuatan untuk membangun masyarakat Islam yang ideal.
Peranan umat Islam dalam segala bidang dituntut untuk lebih maksimal. Umat Islam harus
bertekad meningkatkan kualitas sumber daya manusianya dengan megejar ketertinggalannya
terutama dalam bidang pendidikan, sehingga memiliki kompetensi penguasaan IPTEK.
Kita harus mampu keluar dari persoalan-persoalan yang sedang dihadapi umat Islam.
Kebodohan dan kemiskinan merupakan persoalan utama yang sedang kita alami, untuk itu
upaya mencerdaskan bangsa melalui peningkatan mutu pendidikan merupakan program
utama yang harus diproriotaskan. Budaya membaca, meneliti, dan bagaimana menghasilkan
karya dengan membangkitkan dan memberdayakan potensi yang dimilikinya harus dibina
sedini mungkin.
Dalam rangka mengentaskan kemiskinan, perencanaan dan pengembangan bidang
ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan umat, perlu ditingkatkan manajemen
pengelolaan sumber daya dan lembaga ekonomi Islam secara profesional, serta harus
menjadi tonggak pembangunan ekonomi umat. Kesadaran untuk membayar zakat dan
memberdayakan harta wakaf, serta mengembangkan sikap kerjasama baik sesama umat
Islam maupun di luar Islam perlu dipupuk dengan subur. Memperkokoh kekuatan dalam
pembentukan Ukhuwah Islamiyah ataupun hubungan dengan masyarakat di luar Islam
(Ukhuwah Insaniyah) perlu dibina dengan baik.

2.5 Misi Perdamaian dan Kerahmatan Islam Bagi Seluruh Alam


2.5.1 Misi Perdamaian Islam Bagi Seluruh Alam
Kata islam berarti damai, selamat, sejahtera, penyerahan diri, taat, dan patuh.
Perdamaian merupakan hal yang esensial dalam kehidupan manusia, karena dalam
kedamaian itu terciptanya dinamika yang sehat, harmonis, dan humanis dalam setiap
interaksi antar sesama.
Ada beberapa ajaran Islam yang berorientasi kepada pembentukan perdamaian di
tengah umat manusia, sehingga mereka dapat hidup sejahtera dan harmonis, diantaranya:
1. Larangan melakukan kedzaliman
2. Adanya persamaan derajat
3. Menjunjung tinggi keadilan
4. Memberikan kebebasan
5. Menyeru hidup rukun dan saling tolong menolong
6. Menganjurkan toleransi
7. Menningkatkan solidaritas sosial
Aksi terorisme yang kerap terjadi di belahan dunia telah menciptakan ketakutan yang
menghantui setiap orang, semuanya hidup dalam kecemasan, saling mencurigai bahkan
menuduh dan menuding atas aksi tersebut. Islam sebagai agama cinta kasih yang menjunjung
tinggi perdamaian sangat mengutuk aksi terorisme itu. Oleh karenanya sangat naïf sekali jika
Islam “didakwa” sebagai sumber tindakan biadab tersebut yang telah banyak menelan korban
jiwa. Perlu diingat bahwa perdamaian adalah suatu anugerah yang harus dipertahankan oleh
setiap muslim.
2.5.2 Kerahmatan Islam Bagi Seluruh Alam
Rahmat artinya kelembutan yang berpadu dengan rasa iba, atau dengan kata
lain rahmat dapat diartikan dengan kasih sayang. Bentuk-bentuk kerahmatan Allah
pada ajaran Islam tersebut adalah:
1. Islam member petunjuk manusia jalan hidup yang benar
2. Islam memberikan kebebasan kepada manusia untuk menggunakan
potensi yang diberikan Allah secara bertanggung jawab (Q.S Al-
Baqarah: 256)
3. Islam menghargai dan menghormati semua manusia sebagai hamba
Allah, baik muslim maupun non muslim (Al-Furqan: 19)
4. Islam mengatur pemanfaatan alam secara baik dan proporsional
5. Islam menghormati kondisi spesifik individu dan memberikan
perlakuan yang spesifik pula

Anda mungkin juga menyukai