Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PEMICU 2

“ ULKUS DI LIDAH YANG TAK SEMBUH ”

BLOK 9 – DIAGNOSIS DAN INTERVENSI TERAPI PADA TINGKAT SEL DAN


JARINGAN

DISUSUN OLEH:

NURAIN MAISARAH BINTI SUHAIRI

210600137

KELOMPOK 5

FASILITATOR :

Cek Dara Manja, drg., Sp.RKG(K)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Squamous Cell Carcinoma atau disebut juga Karsinoma Sel Skuamosa merupakan kanker
yang sering terjadi pada rongga mulut yang secara klinis terlihat sebagai plak keratosis,
ulserasi, tepi lesi yang indurasi, dan kemerahan. Karsinoma sel skuamosa merupakan salah
satu dari 10 jenis kanker yang paling sering terjadi di seluruh dunia, dengan insidensi pada
pria 5% dan Wanita 2%. Karsinoma sel skuamosa pada rongga mulut pada umumnya terjadi
pada usia di atas 50 tahun.

Perkembangan Karsinoma Sel Skuamosa (KSS) melibatkan perubahan genetik dan


epigenetik pada onkogen dan gen supresor tumor yang melibatkan aktivitas menyimpang dari
jaringan molekular yang mengendalikan pertumbuhan sel, migrasi dan survival (Vitale-Cross
et.al., 2009). KSS melalui proses yang kompleks melibatkan perubahan genetik selama
proses karsinogenesis yang multistep, regulasi pertumbuhan, apoptosis, imortalisasi,
angiogenesis, invasi, dan metastasis. KSS muncul sebagai akibat dari beberapa peristiwa
molekuler yang berkembang dari pengaruh gabungan predisposisi genetik individu dan
paparan karsinogen lingkungan.

Terdapat beberapa faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi perkembangan kanker.


Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi faktor ekstrinsik dan intrinsik. Faktor-faktor intrinsik
seperti herediter, faktor-faktor perkembangan. Faktor-faktor ekstrinsik seperti bakteri, virus,
jamur, zat kimia, obat-obatan, radiasi, trauma, panas, dingin dan makanan. Agen tersebut
dapat beraksi secara individual, kombinasi dengan karsinogen yang lain (co-carcinogen) atau
kombinasi dengan agen lain yang tidak menyebabkan kanker (promotor), tetapi membantu
karsinogen untuk mutasi atau menekan sel-sel.
1.2. DESKRIPSI TOPIK

Nama Pemicu : Ulkus di lidah yang tak sembuh

Penyusun : Prof. Dr. drg. Ameta Primasari, MDSc., M.Kes., Sp. PMM; dr. Tri
Widyawati,
MSi., PhD.; Dr. dr. Lidya Imelda Laksmi, M.Ked(PA), Sp.PA.
Hari/Tanggal : Selasa, 20 September 2022

Jam : 13.30 – 15.30 WIB

Skenario:

Seorang pasien perempuan usia 50 tahun, perokok berat datang berobat ke RSGM
Universitas Sumatera Utara dengan keluhan ada luka yang tidak sembuh pada pinggir kanan
lidah sejak 6 bulan yang lalu. Dari hasil anamnesis menyatakan luka tersebut telah diobati
dengan obat kumur antiseptik 2x sehari, tapi tidak ada perubahan kemudian pasien juga
menggunakan obat kumur herbal sejak 10 hari yang lalu namun tak kunjung sembuh. Pasien
merokok 1 bungkus kretek per hari sejak 10 tahun lalu. Hasil pemeriksaan intra oral
menunjukkan adanya ulkus berdiameter 3x2 cm, merah, tepi meninggi, dan keras pada
pinggir kanan lidah. Ulkus tersebut tidak sakit kecuali bila tergigit. Gigi 46 karies dengan
permukaan gigi tajam dan kasar. Gigi 36, 37 edentulus. Hygiene mulut kotor disertai
gingivitis pada gigi rahang atas maupun rahang bawah. Pada pemeriksaan ekstra oral,
menunjukkan pembengkakan kelenjar getah bening daerah submandibularis kanan
berdiameter 3 cm, dapat digerakkan, dan tidak sakit. Selanjutnya pasien dirujuk ke bagian
Patologi Anatomi FK USU untuk dilakukan scrapping pada ulkus lidah dan aspirasi jarum
halus pada kelenjar getah bening submandibularis kanan. Diagnosis histopatologi berupa
squamous cell carcinoma pada lidah dan metastase lokal pada kelenjar getah bening.

1.3. LEARNING ISSUE

 Patologi Anatomi
 Farmakologi
BAB II

PEMBAHASAN

1. Berikan contoh dan penjelasan tentang faktor non karsinogenik pada kasus di atas !

Ada beberapa faktor non-karsinogenik dalam kasus di atas, termasuk pasien adalah
perokok berat. Merokok adalah faktor risiko yang diketahui untuk beberapa jenis kanker,
termasuk kanker mulut. Pasien memiliki kebersihan mulut yang buruk. Kebersihan mulut
yang buruk dapat menyebabkan akumulasi bakteri dan mikroorganisme lainnya di mulut,
yang dapat meningkatkan risiko kanker oral. Pasien memiliki karies gigi. Karies gigi
dapat menciptakan lingkungan di mulut yang menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri
dan mikroorganisme lainnya. Pasien juga menderita gingivitis. Gingivitis adalah
peradangan gusi yang dapat menyebabkan perdarahan. Ini dapat memberikan rute bagi
bakteri dan mikroorganisme lainnya untuk memasuki aliran darah dan berpotensi
menyebabkan infeksi.

Merokok telah lama diakui sebagai kontributor pengembangan beberapa kanker, termasuk
kanker mulut. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa perokok berada pada risiko
yang lebih tinggi untuk mendapatkan kanker mulut. Faktanya, para peneliti
memperkirakan bahwa merokok menyebabkan 90% kanker mulut. Merokok
menimbulkan bahaya kanker mulut dalam beberapa cara. Untuk memulai, merokok
tembakau memaparkan satu ke sejumlah zat yang diketahui menyebabkan kanker karena
menyebabkan kerusakan DNA. Kedua, jaringan oral lebih rentan terhadap kanker karena
peradangan dan iritasi yang disebabkan oleh rokok. Akhirnya, merokok dapat
menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi, membuatnya lebih sulit bagi tubuh untuk
menghilangkan sel-sel prakanker atau kanker. Faktor risiko lain yang mungkin untuk
mendapatkan kanker mulut adalah kurangnya kebersihan gigi yang tepat. Kumpulan
kuman dan mikroba lain di mulut dari praktik kebersihan mulut yang buruk telah
dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker mulut. Selain itu, kebersihan mulut yang
buruk mungkin mengiritasi dan mengobarkan jaringan oral, meningkatkan kerentanan
mereka terhadap kanker.

Karies di gigi juga dapat meningkatkan kemungkinan mendapatkan kanker mulut. Asam
bakteri di mulut menyebabkan karies gigi, yang merupakan pemecahan enamel gigi.
Mungkin saja prosedur ini berkontribusi pada pengembangan kuman dan bakteri di mulut.
Selain itu, peradangan dan iritasi oral yang disebabkan oleh karies gigi dapat
meningkatkan kecenderungan kanker di area mulut tersebut. Kontributor lain yang
mungkin untuk kanker mulut adalah gingivitis. Peradangan gusi, atau gingivitis, dapat
menyebabkan mereka berdarah. Infeksi dapat disebarkan ke dalam tubuh dengan cara ini
oleh bakteri dan mikroba lainnya. Gingivitis meningkatkan risiko kanker mulut karena
menyebabkan peradangan dan iritasi pada jaringan mulut.

2. Jelaskan faktor risiko dan penyebab proses kelainan pada lidah yang terjadi pada
kasus di atas.

Pada kasus diatas, diketahui bahwa pasien merupakan seorang perokok. Faktor utama
penyebab terjadinya kanker pada rongga mulut adalah penggunaan tembakau, baik
dikunyah (menyirih) ataupun dihisap (rokok). Tembakau mengandung banyak molekul
karsinogenik seperti hidrokarbon poliskilik, nitrosamin, nitrosodicthanolamine,
nitrosoproline dan polonium. Salah satu bentuk zat karsinogen yang berperan sangat kuat
dalam pembentukan kanker pada rongga mulut adalah zat tobaco spesific nitrosamines
(TSNAs). Paparan kronis dari zat-zat karsinogen pada tembakau dapat menyebabkan
perubahan genetik sel epitel pada mukosa di dalam rongga mulut. Adanya akumulasi dari
perubahan genetik menyababkan ketidakstabilan gen, pengembangan lesi pre-keganasan ,
dan akhirnya menyebabkan keganasan yang invasive pada rongga mulut. Karsinoma Sel
Skuamosa lidah merupakan salah satu bentuk keganasan yang mungkin timbul akibat
tembakau seperti yang dialami oleh pasien pada kasus diatas.

Keadaan rongga mulut dengan higien yang jelek ikut berperan memicu timbulnya
karsinoma. Iritasi kronis yang terus menerus berlanjut dari gigi yang kasar atau runcing,
gigi yang karies, akar gigi dan gigi palsu yang letaknya tidak sesuai akan dapat memicu
terjadinya keganasan. Selain itu, pasien mengaku sering tergigit, ini juga dapat dijadikan
faktor yang menyebabkan lidah pasien tersebut tidak kunjung sembuh.
3. Jelaskan mutasi gen yang mungkin terjadi pada proses keganasan.

Konsumsi tembakau dalam bentuk rokok dan kebersihan mulut yang buruk merupakan
faktor risiko utama terjadinya karsinoma lidah atau kanker mulut (OC). Kebersihan mulut
yang buruk meningkatkan aksi karsinogenik tembakau untuk mengubah sel epitel mulut
normal menjadi sel neoplasma invasif diikuti oleh perkembangan karsinoma sel skuamosa
(SSC) lidah yang paling umum. Studi patologi molekuler sebelumnya pada kanker mulut
mengungkapkan bahwa kanker mulut termasuk karsinoma sel skuamosa lidah
berkembang karena perubahan genetik seperti mutasi titik, delesi, dan delesi pada
onkogen atau gen supresor tumor. Dalam perkembangan OC, ekspresi abnormal dari
reseptor faktor pertumbuhan epidermal (EGFR), K-ras, Paratiroid adenomatosis 1
(PRAD-1), c-myc, int-2, dan onkogen seperti limfoma sel B (bcl) telah dijelaskan
sebelumnya. Konsumsi tembakau dan alkohol menyebabkan tingkat mutasi p53 yang
lebih besar daripada non-pengguna. Gen p53 mengurangi efek regulasi pada proliferasi
sel, kematian, dan perbaikan DNA setelah perubahan, mengubahnya dari gen supresor
tumor menjadi onkogen, dan memainkan peran penting dalam perkembangan karsinoma
rongga mulut. Selain itu, penggunaan tembakau menyebabkan mutasi pada gen sel epitel
mulut seperti p16, DAPK, Glucose transporter-1 (GLUT-1), MGMT, dan P13K untuk
pengembangan SCC oral. Demikian pula, sebuah studi baru-baru ini menemukan bahwa
GLUT-1 dikaitkan dengan karsinoma mulut manusia terkait tembakau.

4. Jelaskan hubungan antara kondisi gigi 46 yang tajam dan kasar serta oral hygiene
buruk pada kasus tersebut.

Kondisi gigi 46 yang tajam dan kasar kemungkinan terkait dengan kebersihan mulut yang
buruk dalam kasus ini. Kebersihan mulut yang buruk dapat menyebabkan penumpukan
plak dan karang gigi pada gigi, yang kemudian dapat menyebabkan kerusakan gigi dan
masalah lain seperti penyakit gusi. Gigi yang tajam dan kasar juga bisa lebih sulit
dibersihkan, yang selanjutnya dapat berkontribusi pada kebersihan mulut yang buruk.
Hubungan antara kondisi tajam dan kasar gigi 46 dan kebersihan mulut yang buruk dalam
kasus ini kemungkinan disebabkan oleh kebiasaan kebersihan oral yang buruk dari
pasien. Kebersihan mulut yang buruk dapat menyebabkan penumpukan plak dan tartar
pada gigi, yang kemudian dapat menyebabkan pembentukan rongga.

Kebersihan mulut yang buruk dari pasien, kebiasaan merokok, dan usia lanjut semua
kemungkinan merupakan faktor yang berkontribusi pada pengembangan masalah oral
yang dialami pasien. Penting bagi pasien untuk meningkatkan kebiasaan kebersihan oral
mereka, berhenti merokok, dan menemui dokter gigi secara teratur untuk menjaga
kesehatan mulut mereka.

Kebersihan mulut yang buruk juga dapat menyebabkan gingivitis, yang merupakan
peradangan gusi. Dalam hal ini, pasien mengalami gingivitis di rahang atas dan bawah,
yang kemungkinan disebabkan oleh kebersihan mulut yang buruk. Kebiasaan oral dan
merokok yang buruk dari pasien kemungkinan berkontribusi pada pengembangan
masalah oral yang dialami pasien. Penting bagi pasien untuk meningkatkan kebiasaan
kebersihan mulut mereka dan berhenti merokok untuk meningkatkan kesehatan mulut
mereka.

5. Jelaskan patogenesis terjadinya pembesaran kelenjar getah bening.

Kelenjar getah bening (KGB) adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh kita. Kelenjar
limfe atau kelenjar getah bening adalah kapsul kecil jaringan limfoid yang terdapat di
seluruh sistem limfatik, dekat vena limfatika. Sistem limfatik adalah bagian dari sistem
kekebalan tubuh yang berfungsi untuk melawan penyakit dan infeksi. Cairan limfe yang
mengalir pada pembuluh limfe disaring oleh nodus-nodus ini. Kelenjar limfe banyak
mengandung limfosit, monosit, dan makrofag. Sel-sel ini berproliferasi di kelenjar
tersebut dan sebagian di bebaskan ke sirkulasi selama infeksi atau peradangan. Sel-sel
darah putih yang ada di limfe menangkap dan memfagositosis mikroorganisme yang
dibawa aliran limfe sehingga cairan limfe dibersihkan sebelum kembali ke sirkulasi.
Kelenjar limfe yang terdekat dengan area infeksi akan terpajan dengan mikroorganisme
dalam jumlah besar. Hal ini menyebabkan makrofag dan limfosit berproliferasi sehingga
kelenjar membesar. Kelenjar menjadi rentan sewaktu bertempur melawan infeksi. Ketika
sel-sel yang melawan infeksi dan cairan menumpuk, kelenjar getah bening membesar
sampai berkali-kali ukuran normalnya karena kondisi ini biasanya terjadi sebagai respons
terhadap Infeksi. Oleh karena itu kelenjar getah bening membesar.
6. Jelaskan peran exfoliative cytology, biopsy, fine needle aspiration untuk
mendiagnosis kasus di atas (disertai gambar).

 Exfoliative Cytology (Sitologi Eksfoliatif)

Sitologi eksfoliatif merupakan suatu metode yang tepat untuk deteksi dini lesi-lesi kanker
dan prekanker serta beberapa infeksi jamur dan virus. Sel yang diperiksa didapat dengan
mengorek epitel atau selaput lendir permukaan tubuh, melakukan aspirasi cairan tubuh
atau pelepasan spontan sel yang mengalami deskuamasi. Teknik sitologi eksfoliatif dapat
diterapkan untuk membantu menegakkan diagnosis lesi-lesi mulut yang secara klinik
memberikan gambaran yang serupa satu sama lain. Penerapan sitologi eksfoliatif dalam
bidang kedokteran gigi untuk mengevaluasi berbagai lesi mulut yang dicurigai suatu
keganasan.

 Fine needle aspiration (Aspirasi jarum halus)

Metode ini efektif untuk membedakan lesi jinak dan ganas, tetapi tetap harus dilakukan
pemeriksaan histopatologi untuk konfirmasi. Sitologi aspirasi jarum halus berguna dalam
mendiagnosis metastasis karsinoma, terutama pada massa kelenjar submandibula, dan
membantu membedakan kondisi yang memerlukan tindakan pembedahan atau tidak
seperti limfoma, proses radang reaktif, neoplasma jinak dan ganas.
 Biopsy (Biopsi)

Biopsi dapat memberikan informasi pada para klinikus tentang tanda-tanda kelainan yang
akan menjadi ganas dan ada kecenderungan yang besar untuk menyebar ke bagian yang
lebih luas, serta biopsi juga berfungsi untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam
menentukan diagnosa karena dalam menentukan diagnosa tidak cukup hanya dengan
pemeriksaan klinis semata.

7. Menurut saudara mengapa luka pada lidah tersebut tidak sembuh-sembuh


meskipun telah menggunakan obat kumur.

Meskipun obat kumur digunakan, ada berbagai alasan mengapa potongan pada lidah
belum sembuh. Ada kemungkinan pasien tidak menggunakan obat kumur dengan tepat,
yang merupakan satu skenario. Instruksi untuk menggunakan obat kumur dapat berbeda
dari satu produk ke produk berikutnya, tetapi secara umum, prosesnya melibatkan
mengayunkan obat kumur di dalam mulut selama tiga puluh detik hingga satu menit
sebelum memuntahkannya keluar. Sangat penting untuk memastikan bahwa obat kumur
mencapai keseluruhan luka untuk menghilangkan bakteri dan mempercepat proses
penyembuhan. Selain itu, Anda harus membilas mulut Anda dengan obat kumur
setidaknya dua kali sehari, lebih baik setelah makan. Ada kemungkinan bahwa luka tidak
sembuh karena pasien tidak menggunakan obat kumur dengan tepat atau karena luka
belum diobati dengan obat kumur untuk waktu yang cukup.

Ada juga kemungkinan bahwa obat kumur tidak efektif untuk jenis luka tertentu. Ada
berbagai macam obat kumur yang tersedia di pasaran, yang masing-masing memiliki
komposisi komponen dan tujuan yang unik. Sementara beberapa obat kumur dibuat
secara tegas untuk mengobati luka, yang lain dibuat untuk tujuan kebersihan oral umum.
Ada kemungkinan bahwa pasien merawat luka dengan obat kumur yang tidak
dimaksudkan untuk mengobati luka. Jika ini masalahnya, maka lukanya mungkin tidak
akan sembuh.

Ada juga potensi bahwa sistem kekebalan tubuh pasien tidak beroperasi sebagaimana
mestinya, yang akan membuat lebih sulit bagi luka untuk sembuh. Sistem kekebalan
tubuh adalah bagian dari tubuh yang bertugas menangkal infeksi dan membantu tubuh
pulih. Dalam hal sistem kekebalan tubuh tidak beroperasi sebagaimana mestinya, luka
mungkin lebih rentan terhadap infeksi dan mungkin membutuhkan waktu lebih banyak
untuk sembuh. Selain itu, ada kemungkinan bahwa kebiasaan merokok pasien
memperlambat proses pemulihan. Merokok dapat menyebabkan kerusakan pada sistem
kekebalan tubuh, yang membuatnya lebih sulit bagi tubuh untuk berjuang melawan
penyakit dan mempromosikan penyembuhan. Selain itu, bahan kimia yang ditemukan
dalam rokok dapat memperlambat proses penyembuhan.

8. Jelaskan pengertian tentang terapi rasional dan jenis-jenis cara pemberian obat
(CPO) serta keuntungan dan kerugiannya.

Terapi rasional atau pengobatan secara rasional adalah suatu keadaan dimana pasien
menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinis mereka, dengan dosis, cara
pemberian dan durasi yang tepat, dengan cara sedemikian rupa sehingga meningkatkan
kepatuhan pasien terhadap proses pengobatan dan dengan biaya yang paling terjangkau
bagi mereka dan masyarakat pada umumnya.

CARA PEMBERIAN OBAT

 Enternal, yaitu cara pemberian obat yang nantinya akan melalui saluran cerna

a. Oral
Memberikan suatu obat melalui mulut adalah cara pemberian obat yang paling umum
tetapi paling bervariasi dan memerlukan jalan yang paling rumit untuk mencapai jaringan.
Kelebihannya adalah tidak diperlukan latihan khusus, nyaman (penyimpanan, mudah
dibawa), non invasif, ekonomis. Kerugiannya adalah drug delivery tidak pasti, sangat
bergantung kebutuhan pasien, tingginya interaksi, banyak obat rusak dalam saluran cerna,
serta exposes drugs to first pass effect.

b. Sublingual

Penempatan dibawah lidah memungkinkan obat tersebut berdifusi kedalam anyaman


kapiler dan karena itu secara langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Keuntungannya
onset cepat mencegah first-pass effect, obat tidak diinaktivasi oleh metabolisme, dan
tidak diperlukan keperluan menelan. Kerugiannya absorbsi tidak adekuat, kepatuhan
pasien kurang, dan membutuhkan kontrol untuk mencegah pasien menelan.

c. Rektal

50% aliran darah dari bagian rektum memintas sirkulasi portal; jadi, biotransformasi obat
oleh hati dikurangi. Rute sublingual dan rektal mempunyai keuntungan tambahan, yaitu
mencegah penghancuran obat oleh enzim usus atau pH rendah di dalam lambung. Rute
rektal tersebut juga berguna jika obat menginduksi muntah ketika diberikan secara oral
atau jika penderita sering muntah-muntah. Ini juga pilihan terbaik pada anak anak. Bentuk
sediaan obat untuk pemberian rektal umumnya adalah suppositoria dan ovula.
Kekurangan adalah absorbsinya tidak adekuat serta banyak pasien tidak nyaman
prerektal.

 Parenteral

Penggunaan parenteral digunakan untuk obat yang absorbsinya buruk melalui saluran
cerna, dan untuk obat seperti insulin yang tidak stabil dalam saluran cerna. Pemberian
parenteral juga digunakan untuk pengobatan pasien yang tidak sadar dan dalam keadaan
yang memerlukan kerja obat yang cepat. Pemberian parenteral memberikan kontrol
paling baik terhadap dosis yang sesungguhnya dimasukkan kedalam tubuh.

a. Intravena (V)

Untuk obat yang tidak diabsorbsi secara oral, sering tidak ada pilihan. Dengan pemberian
Intravena, obat menghindari saluran cerna dan oleh karena itu menghindari metabolisme
first pass oleh hati. Rute ini memberikan suatu efek yang cepat dan control yang baik
sekali atas kadar obat dalam sirkulasi. Namun, berbeda dari obat yang terdapat dalam
saluran cerna, obat-obat yang disuntukkan tidak dapat diambil kembali seperti emesis
atau pengikatan dengan activated charcoal. Suntikan intravena beberapa obat dapat
memasukkan bakteri melalui kontaminasi, menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan
karena pemberian terlalu cepat obat konsentrasi tinggi ke dalam plasma dan jaringan.
Oleh karena itu, kecepatan infus harus dikontrol dengan hati-hati. Perhatian yang sama
juga harus berlaku untuk obat-obat yang disuntikkan secara intra-arteri.

b. Intramuskular (IM)

Obat-obat yang diberikan secara intramuskular dapat berupa larutan dalam air atau
preparat depo khusus sering berpa suspensi obat dalam vehikulum non aqua seperti
etilenglikol. Absorbsi obat dalam larutan cepat sedangkan absorbsi preparat-preparat depo
berlangsung lambat. Setelah vehikulum berdifusi keluar dari otot, obat tersebut
mengendap pada tempat suntikan. Kemudian obat melarut perlahan-lahan memberikan
suatu dosis sedikit demi sedikit untuk waktu yang lebih lama dengan efek terapetik yang
panjang.

c. Subkutan

Suntikan subkutan mengurangi resiko yang berhubungan dengan suntikan intravaskular.


Keuntungannya absorbsi cepat, mencegah kerusakan saluran cerna. Kerugiannya rasa
sakit dan kerusakan kulit, tidak dapat dipakai jika volume obat besar, dan bioavibilitas
bervariasi sesuai lokasi.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Karsinoma lidah merupakan keganasan jenis karsinoma yang mengenai lidah dan hamper
95% berupa karsinoma sel skuamosa. Karsinoma lidah terletak sebagian besar pada dua
pertiga anterior lidah, umumnya pada tepi lateral dan bawah lidah yaitu sekitar 40-75%.
Faktor utama yang berperan terhadap timbulnya karsinoma lidah adalah penggunaan
tembakau dan alcohol dalam jangka waktu lama. Faktor lain adalah infeksi virus
papiloma dan faktor gigi serta mulut. Berdasarkan kasus diatas, penyebab dari iritasi
kronik yang terjadi pada pinggir lidah pasien merupakan akibat kebiasaan merokok dan
orah hygiene yang buruk.

Ulkus yang tidak sembuh-sembuh menjadi indikasi utama terdapatnya sel abnormal pada
lidah. Karsinoma lidah ditandai dengan pembengkakan kelenjar getah bening. Daerah
rongga mulut, khususnya lidah mempunyai saluran limfe yang sangat banyak sehingga
kanker disini cepat metastasis regional berupa pembesaran kelenjar getah bening leher
peringkat pertama (submental dan submandibula) dan peringkat kedua (lnn. subdigastrik
dan jugulokarotid). Karsinoma lidah mudah metastasis ke kelenjar getah bening regional.
Kelenjar getah bening leher Karsinoma lidah mudah metastasis ke kelenjar getah bening
regional.
Dalam menegakkan diagnosis ada beberapa metode yang bisa dilakukan yaitu exfoliative
cytology dan biopsy. Dalam kasus diatas, digunakan teknik brushing dan fine needle
aspiration biopsy. Aspirasi jarum halus (AJH) merupakan salah satu pemeriksaan biopsi
sitology. Teknik AJH ini sederhana, cepat, minimal invansif, nyaman bagi pasien dan
aman dilakukan serta memiliki resiko rendah erhadap infeksi dan kerusakan jaringan.16
Untuk menentukan grade pada kasus diatas, digunakan TNM system. Sistem TNM ini
berdasarkan penilaian dari tiga komponen: T adalah sejauh mana tumor primer, N adalah
ada atau tidak penyebaran ke limfonodi regional, dan M adalah ada atau tidak metastasis
jauh.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wahayuni SS, Kentjono WA. Diagnosis dan Penatalaksanaan Karsinoma Lidah. Jurnal
THT. 2012;5(1):44-61.
2. Putra IGAS, Setiawan IGB. Angka Kejadian Kanker Rongga Mulut Pada Pasien di RSUP
Sanglah dengan Riwayat Merokok dan Minum-Minuman Beralkohol dalam Periode
Januari 2015- Juni 2026. DOAJ. 2018;7(1):33-6.
3. Lubis HM, Agussalim. Peran Sitologi Aspirasi Jarum Halus dalam Mendiagnosis
Pembesaran Kelenjar Salivari.
http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/buletin_farmatera/article/download/837/775
(19 September 2022).
4. Marhendrajaya. Peran Biopsi Sebagai Sarana Penunjang Diagnosa. Jurnal PDGI 2008;
58(1): 12-14.
5. Noviani N, Nurilawati V. Farmakologi. Edisi Pertama. Jakarta:KemenkesRI, 2017:14-9.
6. Talitha A. Terapi Rasional dan Tidak Rasional. 29 November 2015.
https://id.scribd.com/doc/291515612/Terapi-Rasional-Dan-Tidak-Rasional
(19 September 2020).
7. Utami ER. Antibiotika, Resistensi Dan Rasionalitas Terapi. Saintis 2012; 1(1): 127-130.

Anda mungkin juga menyukai