Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PEMICU II

" Ulkus di lidah yang tak sembuh-sembuh"

BLOK 9
DIAGNOSIS DAN INTERVENSI TERAPI PADA TINGKAT
SEL DAN JARINGAN

DISUSUN OLEH :

INDAH NURHALIZA

NIM 190600007

DOSEN PEMBIMBING

drg. Rehulina Ginting, M.Si

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karsinoma lidah merupakan keganasan jenis karsinoma yang mengenai lidah dan
hampir 95% berupa karsinoma sel skuamosa.1 Karsinoma lidah terletak sebagian besar
pada dua pertiga anterior lidah, umumnya pada tepi lateral dan bawah lidah yaitu sekitar
40-75%. Keganasan ini menempati insiden 1% dari seluruh karsinoma tubuh dan
merupakan keganasan rongga mulut yang paling sering ditemukan yaitu sekitar 25-
45%. Diagnosis karsinoma lidah ditegakkan berdasarkan anamnesis yang terarah dan
pemeriksaan fisik yang cermat terutama dengan pemeriksaan bimanual. Diagnosis pasti
adalah berdasarkan pemeriksaan histopatologi
Stadium dini karsinoma lidah memberikan gejala yang tidak khas sehingga sering
luput dari perhatian tenaga medis terutama bila karsinoma terletak pada sepertiga
posterior lidah.3,5 Karsinoma lidah memiliki sifat progresif dengan derajat keganasan
yang tinggi. Keganasan jenis ini memiliki kecenderungan untuk metastasis ke kelenjar
getah bening leher yang merupakan stadium lanjut. Penemuan dini karsinoma lidah
merupakan faktor yang sangat penting. Keterlambatan dalam penegakkan diagnosis dan
penanganan selanjutnya akan menimbulkan komplikasi dan prognosis yang lebih buruk.
Hal ini erat kaitannya dengan pengetahuan dan kewaspadaan tenaga medis

B. Deskripsi Topik

Nama Pemicu : Ulkus di lidah yang tak sembuh-sembuh


Narasumber : drg. Rehulina Ginting, M.Si, Prof. Dr. dr. Rozaimah Zain-Hamid, MS,
Sp.FK., Dr. dr. Lidya Imelda Laksmi, M.Ked(PA), Sp.PA
Kasus :
Seorang pasien laki-laki berumur 55 tahun datang berobat ke dokter gigi dengan
keluhan ada luka pada pinggir kanan lidah yang tidak sembuh-sembuh, luka ini
dialaminya sejak 2 tahun yang lalu. Dari hasil anamnese luka tersebut sudah diobati
dengan mengoleskan salep antibiotik tetapi tidak sembuh-sembuh terutama bila tergigit.
Pasien adalah perokok. Hasil pemeriksaan klinis (intraoral) menunjukkan adanya ulkus
berdiameter 2x2 cm berwarna merah dengan tepi yang meninggi dan keras. Dasar
permukaan ulkus kotor. Ulkus tersebut tidak sakit kecuali bila tergigit. Ulkus berbau
amis, mudah berdarah, terdapat pembengkakan yang meluas sampai kebagian ventral
lidah. Pada pemeriksaan gigi menunjukkan gigi 46 edentulus, gigi 16 elongasi hampir
kepermukaan alveolus regio gigi 46. Gigi 15 karies besar dengan permukaan gigi kasar,
higiene mulut kotor diikuti dengan plak dan kalkulus dan gingivitis baik rahang atas dan
rahang bawah. Lokasi ulkus di lidah setentang dengan regio elongasi gigi 16. Pada
pemeriksaan ektra oral, menunjukkan pembesaran kelenjar getah bening daerah
submandibularis kanan yang berdiameter 3 cm, dapat digerakkan (mobile) dan tidak
terasa sakit. Tidak dijumpai adanya pembengkakan getah bening didaerah sub
mandibularis kiri. Selanjutnya pasien dirujuk ke bagian patologi anatomi FK USU
untuk kemudian dilakukan brushing pada ulkus lidah dan biopsi aspirasi jarum halus
(fine needle aspiration biopsy) kelenjar getah bening sub mandibularis kanan. Diagnosa
pada lidah dan kelenjar getah bening tersebut adalah karsinoma sel picak (Squamous cel
carcinoma)
C. Pertanyaan

1. Jelaskan patofisiologis iritasi kronik yang menyebabkan timbulnya luka pada bagian
pinggir lidah pada kasus diatas
2. Jelaskan berbagai kondisi lain yang dapat menimbulkan luka pada pinggir lidah.
3. Jelaskan faktor karsinogen dan ko-karsinogen menyebabkan kelainan pada lidah yang
terjadi pada kasus diatas.
4. Jelaskan mekanisme perubahan genetik sel (p53) menyebabkan terjadinya squamous
cell carcinoma
5. Menurut saudara mengapa luka pada lidah tersebut tidak sembuh-sembuh meskipun
telah diolesi salep antibiotik
6. Jelaskan pengertian tentang terapi rasional dan jenis-jenis cara pemberian obat (CPO)
serta keuntungan dan kerugiannya.
7. Jelaskan hubungan antara kondisi gigi 16 yang elongasi, karies besar dan permukaan
kasar pada gigi 15,oral hygiene buruk, 46 edentulous dengan terjadinya ulkus pada
kasus diatas.
8. Jelaskan patogenesis terjadinya pembesaran kelenjar getah bening.
9. Jelaskan peran exfoliative cytology, biopsy, fine needle aspiration untuk mendiagnosa
kasus diatas.
10. Berdasarkan TNM system, tentukan grade pada kasus diatas.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Jelaskan patofisiologis iritasi kronik yang menyebabkan timbulnya luka pada bagian
pinggir lidah pada kasus diatas
 Luka kronis adalah luka yang sudah lama terjadi atau menahun dengan
penyembuhan yang lebih lama akibat adanya gangguan selama proses
penyembuhan luka. Gangguan dapat berupa infeksi, dan dapat terjadi pada fase
inflamasi, poliferasi, atau maturasi. Luka kronis juga disebut kegagalan dalam
penyembuhan luka. Penyebab luka kronis biasanya akibat ulkus, luka gesekan,
sekresi dan tekan. Adapun patofisiologi timbulnya luka pada bagian pinggir lidah
seperti pada kasus diatas adalah karena pasien mengonsumsi tembakau.
Penggunaan tembakau dalam waktu lama merupakan faktor utama yang penting
dan berhubungan erat dengan timbulnya karsinoma lidah. Tembakau digunakan
dengan cara dikunyah atau diisap. Efek penggunaan tembakau yang tidak dibakar
ini erat hubungannya dengan timbulnya leukoplakia dan lesi mulut lainnya
termasuk lidah.1
2. Jelaskan berbagai kondisi lain yang dapat menimbulkan luka pada pinggir lidah.
1) Ulkus traumatikus dapat disebabkan karena trauma mekanik dari gigi tiruan
seperti tekanan sayap gigi tiruan yang tidak pas. Ulkus traumatikus terjadi
dalam waktu yang cepat setelah insersi gigi tiruan yang baru.2
2) Kekurangan zat besi. Atropik glossitis, lidah sakit diikuti depapillasi dan
perubahan warna merupakan tanda utama yang harus diketahui pada anemia
berat. Tingkat zat besi yang rendah dalam darah akan menyebabkan tingkat
myoglobin rendah. Myoglobin merupakan protein dalam sel darah merah yang
penting untuk kesehatan otot di seluruh jaringan, terutama jaringan otot lidah.3
3) Kebiasaan makan sirih (paan) sangat berhubungan dengan peningkatan risiko
kejadian karsinoma lidah. Kebiasan makan sirih yang terdiri dari daun sirih
yang membungkus buah pinang dan kapur, biasanya dengan tembakau dan
kadang-kadang ditambah pemanis dan bumbu. Kapur dapat menghilangkan
sifat alkaloid dari buah pinang, sehingga menyebabkan perasaan euforia dan
menyenangkan. Kebiasaan ini menyebabkan lesi prekanker yang progresif.4
4) Beberapa penelitian terbaru menyebutkan adanya keterlibatan Human
Papillomaviruses (HPV) pada kejadian karsinoma lidah. Prevalensi HPV pada
KRM adalah 23,5%. HPV-16 adalah jenis yang paling sering terdeteksi
(16,0%) dari hampir 70% kasus KRM yang positif HPV. HPV-18 adalah tipe
HPV onkogenik yang paling sering berikutnya, yang terdeteksi pada8% KRM.4

3. Jelaskan faktor karsinogen dan ko-karsinogen menyebabkan kelainan pada lidah yang
terjadi pada kasus diatas.
Nitrosamin merupakan zat kimia utama yang bersifat mutagen dalam asap
rokok. Zat kimia yang lain adalah tobacco-specific nitrosamines (TSNAs) yang
berasal dari alkaloid utama tembakau, nikotin, nornikotin, anabasin dan anatabin.
Nitrosonomikotin dan 4- (N-methyl-N-nitrosamino)-I-(3- pyridyl)-I-butanone
berasal dari nikotin dan karsinogen poten. Asap rokok mengandung berbagai
mutagenik dan karsinogenik termasuk nitroso-compounds, hidrokarbon aromatik
polisiklik heterosiklik amin. Sebagian besar karsinogen dan mutagen
dimetabolisme menjadi bentuk yang lebih aktif dalam tubuh manusia dan
menyebabkan gangguan kromosom. Karakteristik molekuler dari kecurigaan
adanya perubahan genetik masih belum jelas tetapi adanya tumor supresor seperti
TP53, CDKN2A dan pRb sudah tampak pada stadium awal.
Efek genotoksik secara langsung dari tembakau merupakan alur
prokarsinogenik ke dua yang meliputi penipisan folat dan reduksi kofaktor. Folat
dan kofaktor berperan penting untuk membantu efisiensi sintesis DNA, perbaikan
dan metilasi. Penipisan folat menyebabkan gangguan genetik seperti kesalahan
dalam penggabungan urasil, putusnya rantai DNA spesifik-p53 dan hipometilasi
p53 spesifik.1

4. Jelaskan mekanisme perubahan genetik sel (p53) menyebabkan terjadinya squamous cell
carcinoma
 Tembakau mengandung banyak molekul karsinogenik seperti hidrokarbon polisiklik,
nitrosamin, nitrosodicthanolamine, nitrosoproline dan polonium. Paparan tembakau
menyebabkan perubahan yang progresif dari mukosa mulut dan penggunaan dalam
waktu lama menyebabkan transformasi keganasan terutama perubahan dalam
ekspresi mutasi p53. Efek karsinogenik dari tembakau sebagian besar dirangsang
oleh zat kimia yang terdapat pada asap rokok. Asap rokok merangsang perubahan
genetik termasuk mutasi gen, gangguan kromosom, mikronuklei, perubahan
kromatin, dan rusaknya rantai DNA. Mutasi gen menyebabkan hiperaktif onkogen,
gangguan proliferasi, penolakan G-S, G-M dan M pada siklus sel, mencegah
apoptosis dan gangguan kelangsungan hidup sel. Selain itu juga mutasi gen akan
menginaktifkan tumor supresor yang secara normal berperan untuk mencegah
perubahan sel-sel menjadi ganas.1

5. Menurut saudara mengapa luka pada lidah tersebut tidak sembuh-sembuh meskipun telah
diolesi salep antibiotik
 Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat. Jika
diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa
mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Keputusan untuk melakukan upaya
terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan dengan benar. Berdasarkan scenario
seharusnya pasien mendapatkan obat kemoterapi yang dikombinasikan dengan
radioterapi. Obat-obatan yang digunakan untuk kemoterapi, antara lain cisplatin,
fluorouracil, bleomycin, methotrexate, carboplatin, dan docetaxel. Selain itu juga
dapat diobati dengan radioterapi. Radioterapi bisa digunakan untuk mengobati kanker
lidah yang sulit diobati, mengecilkan ukuran kanker sebelum dioperasi, atau
membunuh sel-sel kanker yang sudah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Radioterapi
juga bisa membantu meredakan gejala-gejala kanker lidah, terutama pada pengidap
kanker lidah stadium lanjut. Dengan demikian, pemberian salep antibiotik tidak
memberikan efek terapi sesuai dengan spectrum penyakit sehingga luka tersebut
tidak sembuh-sembuh.5,6

6. Jelaskan pengertian tentang terapi rasional dan jenis-jenis cara pemberian obat (CPO)
serta keuntungan dan kerugiannya.
 Menurut Azarnoff (1976) farmakoterapi rasional merupakan suatu rancangan atau
tindakan pengobatan yang didasarkan pada interpretasi yang benar tentang gejala
suatu penyakit yang disertai pengetahuan dan pemahaman yang benar akan aksi
fisiologik obat yang terpilih untuk digunakan. Dalam konteks pengobatan menurut
Darmansyah (1988), rasional berarti menggunakan cara pengobatan yang telah diakui
dan dibuktikan secara ilmiah benar atau mendekati kebenaran. Dengan demikian
farmakoterapi rasional akan mengahasilkan reproducibility dan predictability yang
tertinggi dibandingkan dengan farmakoterapi tidak rasional.7
Berikut macam-macam rute pemberian obat:
1) Rute oral
Banyak obat dapat diberikan secara oral dalam bentuk tablet, cairan (sirup,
emulsi), kapsul, atau tablet kunyah.
(+) relatif praktis, aman dan juga ekonomi
(+) untuk membantu absorbsi, maka obat pre oral dapat disertai dengan
pemberian air putih
(-) efek yang timbul biasanya lambat
(-) pasien tidak kooperatif, biasanya tidak dapat dipakai pada pasien yang
mengalami mual, muntah, semi koma, pasien yang akan menjalani pengisapan
cairan lambung, serta pasien yang mempunyai gangguan menelan
(-) rasa dan bau obat yang tidak enak sering mengganggu pasien

2) Rute sublingual dan rute bukal


Beberapa obat ditempatkan di bawah lidah (secara sublingual) atau antara gusi
dan gigi (secara bucal) sehingga mereka dapat larut dan diserap langsung ke
dalam pembuluh darah kecil yang terletak di bawah lidah.
(+) efek obat akan terasa lebih cepat dan kerusakan obat pada saluran cerna dan
metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari (tidak lewat vena aorta)
(-) Absorbsi tidak adekuat
(-) Kepatuhan pasien kurang
(-) Membutuhkan kontrol agar pasien tidak menelan

3) Rute Rektal
Merupakan cara memberikan obat dengan memasukkan obat melalui anus atau
rektum, dengan tujuan memberikan efek lokal dan sistemik. Tindakan
pengobatan ini disebut pemberian obat suppositoria yang bertujuan untuk
mendapatkan efek terapi obat, menjadikan lunak pada daerah feses dan
merangsang buang air besar.
(+) Dapat dipakai jika pasien tidak bisa per-oral
(+) Dapat mencegah “first –pass –metabolism”
(+) Pilihan terbaik pada anak-anak
(-) Absorbsi tidak adekuat
(-) Banyak pasien tidak nyaman / risih per-rektal
4) Rute ocular
Obat yang digunakan untuk mengobati gangguan mata (seperti glaukoma,
konjungtivitis, dan luka) dapat dicampur dengan zat aktif untuk membuat cairan,
gel, atau salep sehingga mereka dapat diberikan pada mata. Tetes mata cair
relatif mudah digunakan, namun mudah keluar dari mata terlalu cepat untuk
diserap dengan baik.

5) Rute otic
Obat yang digunakan untuk mengobati radang telinga dan infeksi dapat
diberikan secara langsung ke telinga. Tetes telinga yang mengandung larutan
atau suspensi biasanya diberikan hanya pada liang telinga luar. Sebelum
meneteskan obat tetes telinga, orang harus benar-benar membersihkan telinga
dengan kain lembab dan kering.

6) Rute nasal
Untuk pemberian obat melalui rute ini, obat harus diubah menjadi tetesan kecil
di udara (dikabutkan, aerosol) supaya bisa dihirup dan diserap melalui membran
mukosa tipis yang melapisi saluran hidung. Setelah diserap, obat memasuki
aliran darah. Obat yang diberikan dengan rute ini umumnya bekerja dengan
cepat.

7) Rute inhalasi
Obat diberikan dengan inhalasi melalui mulut harus dikabutkan menjadi tetesan
lebih kecil dibanding pada rute hidung, sehingga obat dapat melewati
tenggorokan (trakea) dan ke paru-paru.
(+) absorpsi terjadi secara cepat karena permukaan absorpsinya luas
(+) terapi inhalasi dapat menghantarkan obat langsung ke paru-paru untuk segera
bekerja
(+) efek samping dapat dikurangi
(+) jumlah obat yang perlu diberikan adalah lebih sedikit dibanding cara
pemberian lainnya.
(-) diperlukan alat dan metoda khusus yang agak sulit dikerjakan
(-) sukar mengatur dosis
(-) obatnya sering mengiritasi epitel paru
8) Rute nebulisasi
Serupa dengan rute inhalasi, obat yang diberikan dengan nebulisasi (dikabutkan)
harus diubah menjadi aerosol berupa partikel kecil untuk mencapai paru-paru.
Nebulisasi memerlukan penggunaan perangkat khusus, paling sering sistem
nebulizer ultrasonik atau jet.

9) Rute kutanea
Obat diterapkan pada kulit biasanya digunakan untuk efek lokal dan dengan
demikian yang paling sering digunakan untuk mengobati gangguan kulit yang
dangkal, seperti psoriasis, eksim, infeksi kulit (virus, bakteri, dan jamur), gatal-
gatal, dan kulit kering. Obat ini dicampur dengan bahan tidak aktif sebagai
pembawa. Tergantung pada konsistensi bahan pembawa, formulasi bisa berupa
salep, krim, losion, larutan, bubuk, atau gel.

10) Rute transdermal


Beberapa obat dihantarkan ke seluruh tubuh melalui patch (bentuknya semacam
koyo) pada kulit. Obat ini kadang-kadang dicampur dengan bahan kimia (seperti
alkohol) yang meningkatkan penetrasi melalui kulit ke dalam aliran darah tanpa
injeksi apapun. Melalui patch, obat dapat dihantarkan secara perlahan dan terus
menerus selama berjam-jam atau hari atau bahkan lebih lama. Akibatnya, kadar
obat dalam darah dapat disimpan relatif konstan. 

11) Rute injeksi

Pemberian dengan suntikan (parenteral) meliputi rute berikut:

 Subkutan (di bawah kulit)


 Intramuskular (dalam otot)
 Intravena (dalam pembuluh darah)
 Intratekal (sekitar sumsum tulang belakang)

Suatu obat dapat dibuat atau diproduksi dengan cara yang memperpanjang penyerapan obat
dari tempat suntikan selama berjam-jam, hari, atau lebih lama. Produk tersebut tidak perlu
diberikan sesering produk obat dengan penyerapan yang lebih cepat.
Untuk rute subkutan, jarum dimasukkan ke dalam jaringan lemak tepat di bawah kulit.
Setelah obat disuntikkan, kemudian bergerak ke pembuluh darah kecil (kapiler) dan terbawa
oleh aliran darah. Atau, obat mencapai aliran darah melalui pembuluh limfatik.

Obat-obatan tertentu (seperti progestin yang digunakan untuk pengendalian kelahiran


hormonal) dapat diberikan dengan memasukkan kapsul plastik di bawah kulit (implantasi).

Rute intramuskular disukai dibanding rute subkutan ketika diperlukan obat dengan volume
yang lebih besar. Karena otot-otot terletak di bawah kulit dan jaringan lemak, digunakan
jarum yang lebih panjang. Obat biasanya disuntikkan ke dalam otot lengan atas, paha, atau
pantat. Seberapa cepat obat ini diserap ke dalam aliran darah tergantung, sebagian, pada
pasokan darah ke otot: Semakin kecil suplai darah, semakin lama waktu yang dibutuhkan
untuk obat yang akan diserap.

Rute intravena, jarum dimasukkan langsung ke pembuluh darah. Suatu larutan yang
mengandung obat dapat diberikan dalam dosis tunggal atau dengan infus kontinu. Untuk
infus, larutan digerakkan oleh gravitasi (dari kantong plastik dilipat) atau, lebih umum,
dengan pompa infus melalui pipa fleksibel tipis ke tabung (kateter) dimasukkan ke dalam
pembuluh darah, biasanya di lengan bawah. Pemberian intravena adalah cara terbaik untuk
memberikan dosis yang tepat dengan cepat dan dengan cara yang terkendali dengan baik ke
seluruh tubuh.

Rute intratekal, jarum dimasukkan antara dua tulang di tulang punggung bagian bawah dan
ke dalam ruang di sekitar sumsum tulang belakang. Obat ini kemudian disuntikkan ke kanal
tulang belakang. Sejumlah kecil anestesi lokal sering digunakan untuk memati rasakan
tempat suntikan. Rute ini digunakan ketika obat diperlukan untuk menghasilkan efek yang
cepat atau lokal pada otak, sumsum tulang belakang, atau lapisan jaringan yang menutupi
(meninges) -misalnya, untuk mengobati infeksi dari struktur ini. Anestesi dan analgesik
(seperti morfin) kadang-kadang diberikan dengan cara ini.8

7. Jelaskan hubungan antara kondisi gigi 16 yang elongasi, karies besar dan permukaan
kasar pada gigi 15,oral hygiene buruk, 46 edentulous dengan terjadinya ulkus pada kasus
diatas.
 Gigi 16 yang elongasi disebabkan gigi 46 yang edentulous, oleh karena gigi 16 sudah
tidak ada lagi antagonis sebagai penahan posisi gigi 16, sehingga gigi 16 mengalami
supra erupsi. Akibat yang muncul karena kehilangan gigi, yaitu migrasi dan rotasi
gigi. Hilangnya kesinambungan pada lengkung gigi dapat menyebabkan pergeseran,
miring atau berputarnya gigi. Karena gigi ini tidak lagi menempati posisi yang
normal untuk menerima beban yang terjadi pada saat pengunyahan maka akan
mengakibatkan kerusakan struktur periodontal. Gigi yang miring sulit dibersihkan,
sehingga aktivitas karies meningkat. Gigi 46 yang edentulous juga menyebabkan
lidah melebar ke arah edentulous. Maka akan terjadi erupsi berlebih (overeruption).
Erupsi berlebih dapat terjadi tanpa atau disertai pertumbuhan tulang alveolar. Bila hal
ini terjadi tanpa pertumbuhan tulang alveolar, maka struktur periodontal akan
mengalami kemunduran sehingga gigi mulai ekstrusi. Sehingga risiko lidah terkena
gigi 15 yang memiliki karies besar dan permukaan kasar lebih besar. Adanya
permukaan gigi 15 yang kasar dan tidak dirawat menyebabkan terjadinya ulkus pada
lidah. Dan tidak dapat sembuh oleh karena etiologi (gigi 15) tidak dihilangkan.
Sebagaimana kita mengetahui tata laksana ulkus yang pertama adalah menghilangkan
etiologi.9

8. Jelaskan patogenesis terjadinya pembesaran kelenjar getah bening.


 Penyebab pasti dari limfoma Hodgkin (LH) hingga saat ini masih belum jelas
diketahui namun beberapa faktor, seperti paparan infeksi virus, faktor keluarga dan
keadaan imunosupresi diduga memiliki keterkaitan dengan terjadinya LH.8 Pada
70% atau sepertiga dari kasus LH yang pernah dilaporkan di seluruh dunia
menunjukkan adanya keterlibatan infeksi virus Epstein Barr (EBV) pada sel Reed-
Sternberg.5 Ekspresi gen dari EBV diduga memicu terjadinya transformasi dan
pemrograman ulang dari sel-B limfosit menuju salah satu fenotif LH. Pada saat
terjadinya infeksi primer, EBV akan masuk dalam fase laten di dalam memori sel-B
limfosit sehingga EBV mampu bertahan sepanjang masa hidup sel-B limfosit. EBV
kemudian mengkode produk gen EBNA-1 dan LMP-1 yang diduga berperan dalam
proses transformasi memori sel-B lim-fosit. Produk-produk gen ini bekerja pada jalur
sinyal intraseluler di mana EBNA-1 bekerja secara langsung dengan memberikan
umpan negatif pada ek-spresi gen penekan tumor dan meningkatkan perkembangan
tumor melalui umpan positif pada CCL22 yang kemudian memromosikan aktivasi
sel-B limfosit. Pada saat yang bersamaan, produk gen LMP-1 meniru sinyal yang
dihasilkan oleh CD40 yang bekerja untuk mengaktifkan jalur sinyal NF-kB, p38,
PI3K, AP1 dan JAK-STAT dalam memromosikan kelangsungan hidup sel-B
limfosit. Infeksi EBV juga diduga menjadi penyebab dari terjadinya mutasi genetik
pada gen Ig yang mengkode reseptor sel-B limfosit di mana EBV kemudian
mengkode gen LMP-2 yang mampu memrogram ulang sel-B limfosit matur menuju
salah satu fenotif LH dan mencegah terjadinya proses apoptosis melalui aktivasi
sinyal penyelamatan pada pusat germinal sel-B limfosit. 9 Akibat dari adanya
serangkaian proses tersebut di atas menyebabkan terjadinya ekspansi klonal yang
tidak terkontrol dari sel-B limfosit yang kemudian akan mensekresikan berbagai
sitokin, seperti IL-5 yang akan menarik dan mengakti-vasi eosinofil dan IL-13 yang
dapat menstimulasi sel Reed-Sternberg lebih lanjut ukutaneantuk mengekspresikan
CD30 (Ki-1) dan CD15 (Leu-M1). CD30 merupakan penanda aktivasi limfosit yang
diekspresikan oleh sel-sel jaringan limfoid yang reaktif dan ganas, sedangkan CD15
merupakan penanda dari granulosit, monosit dan sel-T limfosit yang teraktivasi yang
dalam keadaan normal tidak diekspresikan oleh sel-B limfosit. Orang dengan riwayat
keluarga pernah menderita LH, terutama saudara kembar dan orang dengan gangguan
sistem imun, seperti penderita HIV/AIDS juga memiliki resiko yang tinggi untuk
menderita LH.10
9. Jelaskan peran exfoliative cytology, biopsy, fine needle aspiration untuk mendiagnosa
kasus diatas.
 Sitologi eksfoliatif sangat berguna untuk membantu mendeteksi dan mendiagnosis
lesi-lesi jinak dan ganas di dalam mulut. Teknik ini prosedurnya mudah, cepat, tidak
sakit, atraumatik, relative tidak mahal serta mudah diulang bilamana diperlukan.
Penggunaan sitology eksfoliatif dalam mulut dapat memberikan hasil yang akurat
dan dapat dipercaya, namun tidak berarti merupakan pengganti biopsy. Hasil yang
akurat sangat bergantung pada pengetahuan, kemampuan dan pengalaman klinisi
untuk mendapatkan bahan/specimen yang representative. Sitilogi eksfoliatif
terutama ditunjukkan untuk membantu mendeteksi daerah abnormal yang tifak
mencurigakan namun pada pemeriksaam klinik meragukan seperti lesi berupa ulkus
kronis, adanya fisur; daerah erosive atau kemerahan. Sehingga pemeriksaan visual
sulit untuk menetapkan diagnosisnya.11
 Biopsi merupakan penegakan diagnosis yang paling efektif. Meskipun pada apusan
cairan sel memakai banyak sel yang didiagnosa peluang kesalahan ada sekitar 15%.
Beberapa ahli menganjurkan penggunaan toluidin biru untuk mendiagnosis
karsinoma sel skuamosa. Namun, teknik ini juga memiliki kemungkinan adanya
kesalahan diagnosis.12
 Fine Needle Aspirasi Biopsi (FNAB) atau aspirasi jarum halus adalah pemeriksaan
langsung pada benjolan penderita tumor menggunakan jarum kecil, mulai ukuran 23
sampai dengan 27 tergantung pada ukuran, lokasi serta sifat tumor. Syarat dari
pemeriksaan FNAB ini adalah tumor harus teraba dan dapat dijangkau jarum.
Apabila tumor terlalu dalam atau tidak terlihat dari luar, sebagai contoh tumor paru,
maka dapat dilakukan FNAB dengan tuntunan CT scan atau USG. Khusus untuk
tumor kulit atau berupa ulkus, maka akan dilakukan scrapping atau kerokan.
Hasil pemeriksaan FNAB dapat membantu klinisi dalam menegakkan diagnosa
untuk kelanjutan terapi. Karena itulah bisa disebut sebagai triple diagnosis,
berdasar diagnosa klinik dari klinisi, pemeriksaan modalitas lain seperti radiologi,
dan akhirnya ditegakkan dengan diagnosa PA (FNAB), walaupun golden standard
tetap adalah dengan pemeriksaan histopatologi jaringan.13

10. Berdasarkan TNM system, tentukan grade pada kasus diatas.


Klasifikasi stadium TNM karsinoma lidah berdasarkan kesepakatan Amerika Serikat
(AJCC) dan Perancis (UICC) edisi 7 tahun 2010.

Tumor (T)
Kategori T ini akan memberikan informasi tentang umur, seperti ukurannya, berapa
banyak, dan apakah tumor telah menyebar ke jaringan yang lain. Contohnya: T0:
berarti tidak ada tumor yang bisa diukur. Semakin tinggi angka, akan semakin besar
ukuran tumor.
Kelenjar Getah Bening (N) Kategori N menjelaskan apakah kanker telah menyebar ke
kelenjar getah bening . N akan diikuti dengan angka 0-3. Kelenjar bening merupakan
kelenjar yang melawan virus dan bakteri sebelum virus dan bakteri menginfeksi tubuh.
Jika hasil adalah N0, kelenjar getah bening tidak terlibat. Semakin tinggi angka, maka
semakin banyak penyebaran sel kanker pada kelenjar getah bening.
Metastasis (M) M menunjukkan apakah kanker telah menyebar ke bagian tubuh yang
lain. M diikuti oleh 0 atau 1. Jika kanker sudah menyebar ke organ dan jaringan di
bagian tubuh lainnya, akan diklasifikasikan sebagai M1. Sedangkan jika belum ada
penyebaran, akan diklasifikasikan sebagai M0.
Jadi, grade pada kasus diatas termasuk ke dalam T1, stadium IV A.1

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Karsinoma lidah merupakan keganasan jenis karsinoma yang terdapat pada lidah,
pada umumnya terletak pada tepi lateral dan anterior lidah. Jenis karsinoma lidah yang
tersering adalah karsinoma sel skuamosa tipe moderately well differentiated. Beberapa faktor
yang berhubungan dengan timbulnya karsinoma lidah adalah penggunaan tembakau dan
alkohol dalam waktu lama, infeksi virus papiloma, higiene mulut yang jelek, iritasi kronis
yang terus menerus berlanjut dari gigi yang kasar atau runcing, gigi yang karies, akar gigi dan
gigi palsu yang letaknya tidak sesuai. Gejala klinis karsinoma lidah adalah bercak atau
benjolan pada lidah, kadang-kadang disertai nyeri, disfagi, odinofagi, disartria, nyeri yang
menjalar ke telinga ipsilateral, kadang-kadang trismus serta benjolan di leher. Pada
pemeriksaan fisik lidah didapatkan leukoplakia atau eritroplakia yang harus dicurigai bila
tidak sembuh dengan pengobatan biasa. Kelainan lain adalah penebalan atau bentuk ulkus
yang merupakan kelainan yang paling sering ditemukan serta pembesaran kelenjar getah
bening pada level I, II, III dan IV. Pemeriksaan palpasi bimanual tumor primer sangat penting
untuk menentukan besar tumor dan diagnosis pasti berdasarkan pemeriksaan histopatologi.
Penentuan stadium karsinoma lidah berdasarkan sistem TNM yang merupakan kesepakatan
Amerika Serikat (AJCC) dan Perancis (UICC) edisi 7 tahun 2010. Terapi karsinoma lidah
berupa pembedahan dengan pendekatan yang dipilih sesuai dengan lokasi tumor, radioterapi,
kombinasi pembedahan dan radioterapi serta kemoterapi. Prognosis tergantung stadium
penyakit.

Daftar Pustaka
1. Wahyuni SS, Kentjono WA. Diagnosis dan penatalaksaan karsinoma lidah. Jurnal THT-
KL 2012; 5(1): 44- 59.
2. Khairiati, Martalinda W, Bakar A. Ulkus traumatikus disebabkan trauma mekanik dari
sayap gigi tiruan lengkap. Jurnal B-Dent 2014; 1(2): 112.
3. Wongsohardjono SB. Kandidiasis oral pada penderita anemia defisiensi besi (Fe) dan
penatalaksaannya. Majalah Kedokteran Gigi 2012; 19(1): 79.
4. Taufiqurrahman, Herdini C. Metastasi leher tersembunyi pada karsinoma lidah T1-T2.
Jurnal Kesehatan Andalas 2014; 3(3): 552.
5. Biofar.ID. Penggunaan obat rasional. https://biofar.id/penggunaan-obat-rasional/
(21/09/2020).
6. Halodoc. 3 pilihan pengobatan untuk kanker lidah. https://www.halodoc.com/artikel/3-
pilihan-pengobatan-untuk-kanker-lidah (21/09/2020).
7. Hubeis AA. Aplikasi farmakokinetik dalam klinik era baru dalam farmakoterapi rasional.
http://repository.unair.ac.id/39657 (21/09/2020).
8. Le J. Introduction to administration and kinetics of drugs. MSD Manual.
https://www.msdmanuals.com/home/drugs/administration-and-kinetics-of-
drugs/introduction-to-administration-and-kinetics-of-drugs (21/09/2020).
9. Siagian KV. Kehilangan sebagian gigi pada rongga mulut. Jurnal e-Clinic 2016; 4(1): 2-3.
10. Maya IP, Rasmawati NL. Limfoma Hodgkin.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/c52b9761d6e8ade70f0502c27083
81b5 (21/09/2020)
11. Karaton NR. Teknik sitology eksfoliatif di dalam mulut. Jurnal Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia 1996; 3(3): 105-6.
12. Medawati A. Karsinoma Sel Skuamosa Sebagai Salah Satu Kanker Rongga Mulut Dan
Permasalahannya. Insisiva Dental Journal 2013; 2(1): 89.
13. Hartati I. Peran pemeriksaan FNAB dalam penegakan diagnosis tumor.
http://rsd.sidoarjokab.go.id/pages/artikel/peran-pemeriksaan-fnab-dalam-penegakan-
diagnosa-tumor (21/09/2020).

Anda mungkin juga menyukai