Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 6: FUNGSI SISTEM STOMATOGNASI


FUNGSI CAIRAN SULKUS GINGIVA

Dosen Tutorial

Dr.drg. Didin Erma Indahyani, M.Kes

Disusun Oleh :

Milhatul Maiziah
171610101113

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Cairan krevikuler gingiva (CKG) adalah eksudat inflamasi yang


ditemukan pada sulkus gingiva. Sebagai eksudat, volume CKG cenderung
meningkat dengan adanya inflamasi dan permeabilitas kapiler (Kavadia-Tsatala et
al, 2002). Jumlah cairan CKG hanya sedikit pada sulkus yang sehat (Rajendran
dan Sivapathasundaram, 2009). Pada keadaan normal cairan krevikuler gingiva
akan melewati epitel junctional menuju ke permukaan gigi (Roeslan, 2002).
Cairan krevikuler gingiva merupakan salah satu mediator respon seluler
dan humoral yang ikut berperan dalam proses patogenesis berbagai kelainan di
dalam rongga mulut (Roeslan, 2002). Komposisi utama dari cairan krevikuler
gingiva adalah sel-sel inflamatori (terutama leukosit polimorfonuklear) dan
protein serum (Rose et al, 2004), inilah yang membedakannya dengan saliva.
Unsur-unsur cairan CKG sangat tergantung dari kondisi jaringan periodontal.
Secara umum, sel-sel, immunoglobulin, mikroorganisme, toksin dan enzim
lysosomal dapat ditemukan pada CKG. Telah diketahui bahwa angka aliran CKG
merupakan indikator perkembangan gingivitis. Lebih lanjut, beberapa komponen
CKG seperti alkaline phosphatase, β-glucoronidase, immunoglobulin G4,
interleukin-1 (IL-1) dan lain-lain secara spesifik berkorelasi dengan
perkembangan penyakit periodontal (Dannan et al, 2009).

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan uraian latar belakang yang telah disebutkan, dapat dirumuskan
beberapa masalah sebagai berikut,
1. Apa saja komponen yang terdapat pada gingival crevikuler fluid?
2. Apa saja fungsi dari gingival crevikuler fluid?
3. Bagaimana mekanisme sekresi gingival crevikuler fluid?
4. Bagaimana keadaan gingival crevikuler fluid normal dan dalam kelainan
sistemik?
5. Apa saja faktor yang mempengaruhi sekresi gingival crevikuler fluid?
6. Apa saja faktor yang mempengaruhi komposisi gingival crevikuler fluid?
7. Bagaimana maksud dari gingival crevikuler fluid sebagai indicator
inflamasi?
8. Apa saja metode pengukuran gingival crefikuler fluid?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui komponen yang terdapat pada gingival crevikuler
fluid?
2. Untuk mengetahui fungsi dari gingival crevikuler fluid?
3. Untuk mengetahui mekanisme sekresi gingival crevikuler fluid?
4. Untuk mengetahui gingival crevikuler fluid normal dan dalam kelainan
sistemik?
5. Untuk mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi sekresi gingival
crevikuler fluid?
6. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi komposisi gingival
crevikuler fluid?
7. Untuk mengetahui maksud dari gingival crevikuler fluid sebagai
indicator inflamasi?
8. Untuk mengetahui metode pengukuran gingival crefikuler fluid?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Komponen yang terdapat pada gingival crevikuler fluid
Komponen GCF dapat dikarakteristikan berdasarkan protein individual,
antibodi dan antigen yang spesifik, dan enzim dengan beberapa spsifikasi.
GCF juga terdiri dari beberapa elemen selular. Beberapa penelitian berusaha
menggunakan GCF untuk mendeteksi penyakit yang sedang aktif atau
memprediksi resiko dari penyakit periodontal. Sejauh ini, lebih dari 40
komponen ditemukan pada GCF sudah dianalisis, tetapi asal mereka belum
diketahui secara tepat. Bagian- bagian ini mungkin berasal dari organisme
atau diproduksi oleh bakteri pada celah ginggiva, tetapi asal mereka susah
dijelaskan, contoh β-glucuronidase, enzim lisosom, dan asam
laktatdehidrogenase, enzim sitoplasmik. Asal kolagen mungkin dari fibroblas,
PMNs, atau kolagen yang disekresikan oleh bakteri. Mayoritas elemen dari
GCF yang dideteksi sejauh ini enzim, tetapi ada juga yang bukan enzim.
2. 2 Fungsi dari gingival crevikuler fluid
Untuk membersihkan material yang ada di sulkus gingival yang terdiri
dari plasma darah yang dapat meningkatkan adhesi antara epithelium
terhadap gigi, selain itu cairan GCF ini juga berfungsi debagai indicator
inflamasi yang menandakan adanya kelainan gingivitis maupun periodontitis.

2. 3 Keadaan gingival crevikuler fluid normal dan dalam kelainan sistemik


Gingival normal banyak mengandung alkali, pada gingival normal GCF
hampir tidak ada, tapi masih ada walaupun sedikit.
2. 4 Fungsi dari gingival crevikuler fluid
Untuk membersihkan material yang ada di sulkus gingival yang terdiri
dari plasma darah yang dapat meningkatkan adhesi antara epithelium
terhadap gigi, selain itu cairan GCF ini juga berfungsi debagai indicator
inflamasi yang menandakan adanya kelainan gingivitis maupun periodontitis.
BAB III
PEMBAHASAN

Cairan krevikuler gingiva (CKG) adalah eksudat inflamasi yang


ditemukan pada sulkus gingiva. Sebagai eksudat, volume CKG cenderung
meningkat dengan adanya inflamasi dan permeabilitas kapiler (Kavadia-Tsatala et
al, 2002). Jumlah cairan CKG hanya sedikit pada sulkus yang sehat (Rajendran
dan Sivapathasundaram, 2009). Pada keadaan normal cairan krevikuler gingiva
akan melewati epitel junctional menuju ke permukaan gigi (Roeslan, 2002).
Cairan krevikuler gingiva merupakan salah satu mediator respon seluler
dan humoral yang ikut berperan dalam proses patogenesis berbagai kelainan di
dalam rongga mulut (Roeslan, 2002). Komposisi utama dari cairan krevikuler
gingiva adalah sel-sel inflamatori (terutama leukosit polimorfonuklear) dan
protein serum (Rose et al, 2004), inilah yang membedakannya dengan saliva.
Unsur-unsur cairan CKG sangat tergantung dari kondisi jaringan periodontal.
Secara umum, sel-sel, immunoglobulin, mikroorganisme, toksin dan enzim
lysosomal dapat ditemukan pada CKG. Telah diketahui bahwa angka aliran CKG
merupakan indikator perkembangan gingivitis. Lebih lanjut, beberapa komponen
CKG seperti alkaline phosphatase, β-glucoronidase, immunoglobulin G4,
interleukin-1 (IL-1) dan lain-lain secara spesifik berkorelasi dengan
perkembangan penyakit periodontal (Dannan et al, 2009).

3. 1 Komponen dari gingival crevikuler fluid


Komposisi cairan sulkular adalah :
1. Elemen seluler : bakteri, sel epitel deskuamasi, limfosit (leukosit
polimorfonuklear/LPN, limfosit dan monosit )
2. Komponen humoral
3. Elektrolit : kalium, natrium, dan kalsium
4. Bahan organik : karbohidrat dan protein
5. Produk metabolik dan produk bakterial : asam laktat, urea,
hidroksiprolin, endotoksin, substansi sitotoksik, hidrogen sulfida, dan
faktor antibakterial.
6. Enzim : β glukuronidase, yang merupakan enzim
lisosomal;dehidrogenase asam laktat yang merupakan enzim
sitoplasmik; kolagenase, yang bisa diproduksi oleh fibroblas atau LPN,
atau diekskresi oleh bakteri; posfolipas, suatu enzim lisosomal tetapi
yang bisa juga diproduksi oleh bakteri.
Peranan cairan sulkus sebagai mekanisme pertahanan ada 3 yaitu :
1) Aksi membilas
2) Kandungan sel protektif
3) Memproduksi enzim
4) Leukosit pada Daerah Dentogingival
- Leukosit dijumpai dalam sulkus gingiva yang secara klinis
sehat, meskipun dalam jumlah yang sedikit. Leukosit tersebut
berada ekstravaskular di jaringan dekat ke dasar sulkus.
Komposisi leukosit pada sulkus gingiva yang sehat adalah :
91,2 % LPN
- 8,5-8,8 % sel mononukleus : terdiri dari 58 % limfosit B, 24 %
limfosit T, dan 18 % fagosit mononukleus
Leukosit yang dijumpai dalam keadaan hidup dan memiliki
kemampuan memfagositosa dan membunuh. Dengan demikian
lekosit pada daerah dentogingival tersebut merupskan
mekanisme protektif utama melawan serangan plak ke sulkus
gingiva.
- 1.4 Saliva
Sekresi saliva bersifat protektif karena jaringan mulut dalam
keadaan yang fisiologis. Pengaruh saliva terhadap plak adalah
Aksi pembersihan mekanis terhadap permukaan oral menjadi
buffer bagi asam yang diproduksi bakteri mengontrol aktivitas
bacterial.
- Faktor – faktor antibacterial
Saliva mengandung berbagai bahan anorganik dan organic.
Bahan – bahan organicnya meliputi ; ion, gas, bikarbonat,
natrium, kalium, posfat, kalsium, fluor, ammonia, dan
karbondioksida. Kandungan organiknya antara lain adalah
lisosim, laktoferin, mieloperoksidase, laktoperoksidase,
aglutinin ( seperti glikoprotein, mucin, β2-makroglobulin,
fibronektin ) dan antibody.
Antibodi saliva Saliva mengandung banyak antibody,
terutama immunoglobulin A. antibody saliva disintesis secara
local terbukti dari tidak bereaksinya antibody saliva terhadap
strein bakteri yang khas pada usus. Banyak bakteri yang
terdapat dalam saliva yang dibalut oleh IgA, dan deposit
bacterial pada permukaan gigi mengandung IgA dan IgG.
Diduga Ig yang ada pada saliva parotis dapat menghambat
perlekatan spesies Streptococcus ke sel-sel epitel. Beberapa
peneliti melaporkan adanya peningkatan konsentrasi enzim
saliva pada waktu berjangkitnya penyakit periodontal. Enzim
dimaksud adalah hialuronidase, lipase, β-gluronidase,
kondroitin sulfatase, dekarboksilase asam amino, katalase,
peroksidase, dan kolagenase.Enzim proteolitik yang ada dalam
saliva dihasilkan oleh pejamu maupun bakteri. Enzim-enzim
tersebut berperan dalam memulai dan berkembangnya penyakit
periodontal. Untuk melawan enzim tersebut, saliva
mengandung :
1) Antiprotease yang mengahambat protease sistein seperti
katepsin
2) Antileukoprotease yang mengahambat elastase
7. Lekosit
Kandungan lekosit saliva yang terutama adalah lekosit
morfonukleus dengan jumlah yang bervariasi antar individu, antar
waktu dalam sehari, dan meningkat dalam gingivitis. Lekosit mencapai
rongga mulut dengan jalan migrasi menembus sulkus gingiva. Lekosit
saliva yang hidup dinamakan orogranulosit, dan laju migrasi ke rongga
mulut

1) RESPON SEL INFLAMASI


- Sel-sel yang terlibat
Sel-sel yang terlibat ada 5 yaitu :
a. Sel Mast
b. Netrofil (Leukosit Polimorfonuklear)
c. Makrofag
d. Limfosit
e. Sel plasma
2) Respon Umum Sel Inflamasi
Apabila terjadi serangan bakteri, sel-sel inflamasi akan
merespon serangan tersebut dengan jalan migrasi khemotaksis dan
berkumpul pada daerah tertentu dimana sel-sel tersebut akan
memfagositosa bakteri dan komponen bacterial atau
menyingkirkan jaringan yang telah rusak. Sebagian sel-sel tersebut
seperti limfosit T dan B membelah diri dan bertambah jumlahnya
dengan jalan blastogenesis. Sel-sel lain melepas produk vasoaktif,
sedangkan sel-sel lain menghasilkan substansi seperti sel-sel
plasma dan makrofag yang menyebabkan atau membantu lisis sel –
sel pejamu yang lainnya atau destruksi tulang alveolar.
3) Respon Khas dari Sel Mast
Sel mast akan mengalami degranulasi akibat reaksi
hipersensitif tipe anafilaksis, yaitu bilamana antigen bereaksi
dengan antibody imunoglobulin E (IgE). Pada waktu sel ini
degranulasi maka granul sitoplasmiknya akan melepas histamin,
slow-reacting substance of anaphylaxis (SRS-A), heparin, eosinofil
chemotactic factor of anaphylaxis, dan bradikinin ke jaringan
gingival. Dilepas pula interleukin yang efeknya meningkatkan
aktivitas kolagenase, dan heparin (yang terkandung di granul
lainnya) yang efeknya meningkatkan resorpsi tulang dengan jalan
memperhebat efek hormon paratiroid.
4) Respon Khas dari Netrofil
Neutrofil atau leukosit polimorfonuklear penting dalam
pertahanan pejamu melawan cedera dan infeksi, dan juga berperan
penting dalam penyakit periodontal. Sel ini melalui proses
khemotaksis akan menuju daerah yang mengalami cedera atau
infeksi lalu menelan (fagositosis) dan akhirnya mencerna dan
membunuh mikroorganisme serta menetralisis substansi toksik
lainnya. Selain bersifat protektif, neutrofil bisa pula menyebabkan
kerusakan pada jaringan pejamu. Granulnya mengandung substansi
yang dapat membunuh, mencerna dan menetralisir mikroorganisme
dan atau produknya. Granulnya juga mengandung lisosim,
hidrolase asam, mieloperoksidase, kolagenase I dan III, katepsin D,
katepsin G, elastase, dan laktoferin. Bila neutrofil abnormal,
misalnya cacat khemotaksis, defisiensi daya adhesinya, dan
kurangnya granul tertentu dapat menyebabkan penyakit
periodontal yang lebih parah.
5) Respon Khas dari Makrofag
Sel ini berdsifat fagositik, dan aktivitasnya diperhebat oleh
reseptor permukaan terhadap bagian Fc dari imunoglobulin G.
bersama-sama dengan limfosit T, makrofag akan memproses
antigen bagi limfosit B. Pada lesi inflamasi, makrofag dibentuk
dengan jalan diferensiai monosit yang diangkut oleh darah ke
daerah lesi. Sel mononukleus tertarik ke sisi yang terinflamasi oleh
limfokin (substansi yang dilepas oleh limfosit) ) dan (IFN-atau
sekarang sering disebut sitokin, misalnya interferon- factor
komplemen (misalnya C5a). makrofag juga mensekresikan IL-1,
IL-6, ), insulin-like growth (TNF-IL-8, IL-10, tumor necrosis
factor- , dan factor-faktor stimulator, inhibitor dan, dan IFN-
factor, IFN- pertumbuhan lainnya. Makrofag juga memproduksi
prostaglandin, cyclic adenosine monophosphate (cAMP), dan
kolagenase sebagai respon terhadap stimulasi dari endotoksin
bakteri, kompleks imun, atau limfokin/interleukin. Kolagenase
yang berasal dari makrofag diduga berperan penting dalm proses
penghancuran kolagen pada periodonsium yang terinflamasi.
6) Respon Khas dari Limfosit
Ada 3 tipe limfosit yaitu limfosit T atau sel T yang berasal
dari timus dan berperan pada imunitas yang diperantai sel, limfosit
B atau sel B yang berasal dari hati, limfa, dan sumsum tulang,
merupakan precursor sel plasma dan berperan pada imunitas
humoral, dan sel natural killer (sel NK) dan sel killer (sel K). sel T
terdiri dari banyak subset diantaranya yaitu (1)sel-T, penolong-
penginduksi (helper-inducer T cells), disingkat dengan sel T>,
yang membantu respon seluler sel B berdiferensiasi menjadi sel
plasma dan memproduksi antibody, dan (2)sel T supresor-
sitotoksik (suppressor-cytotoxic T cells), disingkat dengan , yang
menstimulasi aktivitas miksel Trobisidal sel-sel imunitas. Sel T>
melepas IL-4 dandapat melepas IL-2 dan IFN-g, sedangkan sel T
IL-5. Sel B biasanya dikenali dari imunoglobulinpada permukaan
selnya, yang biasanya berupa IgM atau IgD. Imunoglobulin
permukaan ini bertindak sebagai reseptor bagi antigen. Sel NK
ditandai dari tidak adanya reseptor dan imunoglobulin permukaan.
Interaksi antara antigen dengan makrofag, yang dinamakan
pemrosesan antigen, akan menyebabkan pengaktifan sel NK.

8. SISTEM KOMPLEMEN
Sekuens aktivasi komplemen adalah rangkaian gerbong kereta dan
mirip dengan system koagulasi darah. Setelah salah satu komponen
dari system komplemen diikat oleh bagian fc dari antibodi dalam
kompleks antigen-antibodi, komponen lain dari system dari komponen
bereaksi dalam sekuens yang berurutan. Secara umum, setiap
komplemen yang teraktivasi akan membelah komponen-komplemen
berikutnya menjadi fragmen, sampai seluruh rangkaian terselesaikan
1) Aktivasi system komplemen jalur langsung
Jalur klasik/langsung diaktifkan oleh reaksi antigen dengan
antibodi(dulu dikenal sebagai polisakarida) seperti dekstran,
dinding sel jamur dan ragi, beberapa virus, parasit, dan substansi
lain yang merupakan activator memulai sekuens komplemen
dengan jalan mengaktifkan secara langsung komponen ketiga dari
komplemen (C3) tanpa memulai rangkaian dari komponen C1.
jalur alternative dimulai dengan pembelahan C3 setelah konversi
proaktivator C3. sekuens selanjutnya setelah aktivasi C3 adalah
serupa sengan pada jalur klasik: C5, C6, C7, C8, dan C9.
2) Aktivasi sistem komplemen jalur alternative
Antibodi IgG, IgA, IgE teragregasi, endotoksin, lipo-oligosakarida
seperti dekstran, dinding sel jamur dan ragi, beberapa virus,
parasit, dan substansi lainnya yang merupakan aktivator memulai
sekuens komplemen dengan mengaktifkan secara langsung
komponen ketiga dari komplemen (C3) tanpa memulai rangkaian
dari komponen C1. Jalur alternatif dimulai dengan pembelahan C3
setelah konversi proaktivator C3. Sekuens selanjutnya setelah
aktivasi C3 adalah serupa dengan pada jalur klasik
C5,C6,C7,C8,C9.

9. TIPE REAKSI IMUNITAS


1) Tipe I (anafilaksis)
Pada reaksi anafilaksis antibody IgE melekat erat ke bagian
Fc dari reseptor antibody yang terdapat pada sel mast dan leukosit
basofilik. Antibody IgE pesensitisasi dinamakan antibody
homositotropik karena mengikatkan diri pada sel pejamu tertentu,
dalam hal ini sel mast dan leukosit basofilik. Reaksi anafilaksis
terjadi apabila 2 antibody IgE yang melekat ke sel mast atau
basofil bereaksi dengan antigen pesensitisasi melalui bagian Fab
dari antibody. Reaksi antigen-antibodi menyebabkan dilepasnya
substansi farmakologis aktif dari sel yang tersensitisasi. Substansi
tersebut berpotensi menginduksi kerusakan jaringan pada penyakit
periodontal.
2) Tipe II (reaksi sitotoksik)
Pada rekasi tipe II antibody bereaksi secara langsung
dengan antigen yang terikat erat ke sel. Antibody yang terlibat
pada reaksi sitotoksik adalah IgG atau IgM. Disamping
menyebabkan lisisnya sel, antibody sitotoksik bisa menyebabkan
kerusakan jaringan dengan jalan meningkatkan sintesa dan
pelepasan enzim lisosomal oleh leukosit polimorfonuklear yang
telah dibalut antigen. Pada saat ini masih belum ada bukti
mengenai pentingnya peranan reaksi sitotoksik pada gingivitis dan
periodontitis.
3) Tipe III (reaksi kompleks imun/ arthus)
Apabila antigen dalam level tinggi tidak disingkirkan, kompleks
antigen-antibodi (IgG dan IgM) mengendap di dalam dan di
sekeliling pembuluh darah halus dan dengan aktivasi komplemen
yang berlangsung kemudian akan menyebabkan kerusakan
jaringan pada daerah di mana terjadi reaksi. Perusakan jaringan
adalah diakibatkan oleh pelepasan enzim lisosomal dari leukosit
polimorfonuklear, aktivasi sel mast, aglutinasi platelet,
pembentukan mikrotrombin, dan khemotaksis neutrofil. Reaksi
tersebut dinamakan kompleks imun (immune complex) atau reaksi
arthus (arthus reaction). Antigen bakteri pada gingival yang berasal
dari gingival yang terinflamasi akan berkontak dengan cairan
gingival/ sulkular yang mengandung antibody sehingga
menimbulkan reaksi imun kompleks. Reaksi arthus buatan pada
gingival monyet, menunjukan keadaan yang sama dengan yang
terjadi pada manusia penderita periodontitis. Reaksi yang
berulang-ulang akan menjurus ke pembentukan infiltrat inflamasi
oleh makrofag, limfosit, dan sel-sel plasma yang kemudian diikuti
oleh penghancuran kolagen dan resorpsi tulang osteoklastik.
4) Tipe IV (imunitas diperantai sel/ hipersensitivitas lambat)
Imunitas diperantai sel/selular tidak melibatkan antibody, tetapi
didasarkan pada interaksi antigen dengan permukaan limfosit T.
Reaksi diperantai sel diduga melepas limfokin, sekarang disebut
sitokin, seperti OAF (osteoclast activating factor) yang berperan
mengaktifkan osteoklast. Imunitas diperantai sel yang diinduksi
secara eksperimental pada monyet ditandai dengan penghancuran
jaringan yang mencakup kehilangan tulang yang hebat,
pengurangan jumlah fibroblas, dan degradasi kolagen. Diduga
bahwa kehilangan tulang pada reaksi diperantai sel adalah sebagai
akibat langsung dari efek sel T atau aktivasi sel B yang meningkat.
10. SITOKIN
Sitokinin yaitu suatu seri protein dengan berat molekul rendah
yang memperantarai interaksi kompleks antara limfosit, sel-sel
inflamasi, dan elemen seluler lain di jaringan ikat serta membantu
pengaturan dan perkembangan sel-sel efektor imunitas, komunikasi
antar sel, dan mengarahkan fungsi efektor.
1) Sitokin IL-1
Terdiri dari IL-1α dan IL-1β. Merupakan sitokin pleotropik
proinflamasi yang multifungsi. Aktivitas biologisnya
memungkinkan bergeraknya sel-sel inflamasi ke sisi yang
terinfeksi; meningkatkan resorpsi tulang; menstimulasi ke PGE2
yang dilepas monosit dan fibroblas; menstimulasi pelepasan
metaloproteinase matriks yang mendegradasi protein matriks
ekstraseluler; dan berpartisipasi dalam banyak aspek respon imun.
IL-1 disekresi oleh monosit, makrofag, sel-B, fibroblas, netrofil,
sel-sel epitel dan beberapa tipe sel lainnya yang distimulasi. Pada
periodonsium tipe yang dominan adalah IL-1α yang diproduksi
terutama oleh makrofag.
2) Sitokin IL-2
Interleukin yang terdiri atas IL-2α dan IL-2β ini pada
mulanya diberi nama T-cell growth factor karena efeknya terhadap
sel-T pengaktif mitogen atau antigen (sel-T dan sel TФ). IL-2
berperan pada respon imun, disamping menstimulasi aktivitas
fungsional makrofag, memodulasi fungsi sel NK, dan menginduksi
proliferasi sel NK. Sitokin ini disekresi oleh sel-T dan sel NK, dan
meningkat jumlahnya pada peridontitis.
3) Sitokin IL-4
Dulunya disebut BCGF-1 karena mengaktifkan sel-B, dan
kemungkinan mencakup MIF . IL-4 ini berperan dalam aktivasi,
proliferasi, dan diferensiasi sel-B; pertumbuhan sel-T; fungsi
makrofag; pertumbuhan sel mast; dan intesa IgE. Interleukin ini
disekresikan sel-T>, dan jumlahnya pada periodonsium meningkat
pada periodonsium meningkat menjadi periodontitis.
4) Sitokin IL-6
Menstimulasi sel plasma memproduksi imunoglobulin,dan
bersama-sama dengan IL-1 mrngaktifkan produksi sel-T>. Diduga
IL-6 berperan dalam resopsi tulang. IL-6 disekresi oleh sel-T>,
makrofag, monosit, fibroblas, dan sel-sel endotel. Level IL-6
meningkat pada sisi gingiva yang terinflamasi, lebih tinggi pada
periodontitis dibandingkan dengan pada gingivitis, dan lebih tinggi
pada cairan sulkular pasien periodontitis refraktori.
5) Sitokin IL-8
Interleukin ini khemotaksis bagi netrofil dan meningkatkan
adhesi netrofil ke sel-sel endotel. Disamping itu, IL-8 secara
selektif menstimulasi aktivitas meraloproteinase matriks dari
netrofil, sehingga turut berperan dalam penghancuran kolagen pada
lesi periodontitis. Jumlahnya meningkat pada lesi periodontitis, dan
levelnya dalam cairan sulkular adalah lebih tinggi pada penderita
periodontitis dibandingkan dengan individu dengan periodonsium
sehat. IL-8 disekresi oleh monosit sebagai respon terhadap LOS,
dan tumor necrosis factor alpha (TNF-α).
6) Sitokinin IL-10
Interleukin ini menghambat kemampuan pengenal antigen
dari monosit. IL-10 yang disekresi oleh sel-T> akan ditekan oleh
sel-T>,IFN–γ yang diproduksi oleh sel NK dengan diinduksi oleh
IL-2.
7) Internefron (IFN)
Terdiri atas IFN-α) IFN-β, dan IFN- γ adalah glikoprotein
yang diproduksi oleh lekosit, fibroblas, dan limfosit T. IFN
menimbulkan aktivitas antivirus, meningkatkan aktifitas makrofag,
aktivitas dari sel-T dan sel NK. IFN-γ berperan dalam resorpsi
tulang dengan menghambat proliferasi dan diferensiasi progenitor
osteoklas.

3. 2 Fungsi dari gingival crevikuler fluid


Fungsi cairan krevikuler gingiva menurut Manson dan Eley (1993)
adalah sebagai berikut:
1. mencuci daerah leher gingiva, mengeluarkan sel-sel epitelial yang
terlepas, leukosit, bakteri, dan kotoran lainnya
2. protein plasma dapat mempengaruhi perlekatan epitelial ke gigi
3. mengandung agen antimikrobial misalnya lisosim
4. Membawa leukosit PMN dan makrofag yang dapat membunuh bakteri.
Juga menghantarkan IgG, IgA, IgM dan faktor-faktor lain dari sistem
imun
5. Jumlah cairan gingiva dapat diukur dan digunakan sebagai indeks dari
inflamasi gingiva
Pendapat lain menyatakan bahwa fungsi GCF juga sebagai :
a. Cleansing mencuci daerah leher gingiva, mengeluarkan sel-sel epitelial
yang terlepas, leukosit, bakteri, dan kotoran lainnya
b. protein plasma dapat mempengaruhi perlekatan epitelial ke gigi
c. mengandung agen antimikrobial misalnya lisosim dll
d. Sistem imun Membawa leukosit PMN dan makrofag yang dapat
membunuh bakteri. Juga menghantarkan IgG, IgA, IgM dan faktor-faktor
lain
e. Penanda Diagnostik  Jumlah cairan gingiva dapat diukur dan digunakan
sebagai indeks dari inflamasi gingiva, penyakit periodontal dan sistemik
3. 3 Faktor yang mempengaruhi sekresi gingival crevikuler fluid
1. Circadian Periodicity. Terjadi peningkatan bertahap dalam jumlah GCF
dari pukul enam pagi sampai pukul sepuluh malam dan menurun setelah
itu.
2. Hormon Seksual. Hormon seksual wanita meningkatkan GCF, mungkin
karena permeabilitas vaskularnya bertambah besar. Kehamilan, ovulasi,
dan kontrasepsi hormonal semuanya meningkatkan produksi cairan
ginggival.
3. Stimulasi Mekanis. Mengunyah dan menggosok gigi dengan sangat kuat
menstimulasi aliran dari GCF. Bahkan stimulasi kecil dengan memberikan
strip kertas dapat memperlihatkan kenaikan produksi cairan.
4. Merokok. Merokok memproduksi secara singkat, tetapi jelas
meningkatkan aliran GCF.
5. Terapi Periodontal. Terdapat peningkatan produksi GCF selama periode
penyembuhan setelah operasi periodontal.
- Profilaksis oral dapat menurunkan aliran GCF selama satu minggu
stelahnya, dan perlahan akan kembali seperti sebelum terapi dilakukan
- Setelah prosedur operasi periodontitis dilakukan, terjadi peningkatan
GCF selama proses penyembuhan.
6. Obat-obatan pada Gingival Crevicular Fluid. Seluruh GCF yang
diekskresikan oleh obat-obatan dapat berguna saat terapi periodontal.
Bader dan Goldgaber mendemonstrasikan pada anjing bahwa tetrasiklin
diekskresikan pada GCF; penemuan ini menyebabkan penelitian lebih jauh
yang memperlihatkan konsentrasi tetrasiklin dibandingkan dengan serum.
Metronidazole antibiotik lainnya yang ditemukan dalan GCF manusia.

3. 4 Mekanisme sekresi gingival crevikuler fluid


Mengamati penyakit periodontal merupakan hal yang
membingungkan karena sangat sedikit prosedur noninvasive yang dapat
mengikuti awal dan perkembangan penyakit. Analisis GCF terutama
dalam kesehatan dan penyakit mungkin bisa sangat berguna karena
kesederhanaan GCF dan karena GCF bisa diamati dengan metode
noninvasive. Analisis GCF diidentifikasi baik respon sel dan humoral
untuk kesehatan individual dan juga penyakit periodontal. Respon
imunitas selular denga adanya sitokinin, tetapi tidak jelas adanya petunjuk
antara sitokinin dan penyakit. Meskipun begitu, interleukin 1- alfa dan
interleukin 1- beta diketahui meningkatkan PMNs dan monosit/makrofag
kepada endotelial sel , menstimulasi produksi dari protaglandin E2 (PGE2),
dan melepaskan enzim lisosom, kemudian menstimulasi resorpsi tulang.
Bukti juga mengindikasi keberadaan dari interferon- α di GCF, yang
mungkin mempunyai peran protektif pada penyakit periodontal karena
kemampuannya mencegah resorpsi tulang. Penelitian yang
membandingkan antibodi pada celah ginggiva dengan antibodi pada serum
menunjukkan spesifik mikroorfanisme tidak memberikan bukti bahwa ada
signifikansi terdapatnya antibodi pada GCF di penyakit periodontal.
Walaupun peranan antibodi di mekanisme pertahanan ginggival susah
diketahui, disepakati bahwa pada penyakit periodontal, (1) reduksi pada
respon antibodi merugikan, dan (2) antibodi respon memiliki peran
protektif.

MEKANISME PEMBENTUKAN GCF


Aliran cairan ini bersifat sekunder pada peradangan yang
disebabkan oleh pengumpulan mikroba di daerah perlekatan dentogingiva.
Pada keadaan normal cairan sulkus gingiva yang mengandung leukosit
akan melewati epitel perlekatan menuju ke permukaan gigi. Cairan
mengalir dari kapiler menuju ke jaringan subepitel, terus ke epitel
perlekatan. Kemudian cairan disekresikan dalam bentuk cairan sulkus
gingiva yang bercampur dengan saliva di dalam rongga mulut.
Komponen selular & humoral dari darah dapat melewati epitel
perlekatan yang terletak pd celah gingiva dalam bentuk CSG
CSG mengalir secara terus menerus melalui epitel dan masuk ke sulkus
gingiva dengan aliran yg sangat lambat
 0,24-1,56 μl/menit pd daerah yg tidak mengalami inflamasi.
Aliran akan meningkat pada gingivitis dan periodontitis

3. 5 Mengetahui gingival crevikuler fluid normal dan dalam kelainan sistemik


Pada keadaan jaringan periodontal sehat, GCF mengalir dari jaringan
gingival ke sulkus gingival yang mengandung eksudat serum, didalam CGS
terdapat imunnoglobulin yaitu IgG dan IgA yang erasal dari serum dan sel
plasma dalam jaringan gingival. Beberapa komplemen yang terdeteksi dalam
CSG sehat adalah C3 dan C4.
Cairan krevikular gingival atau gingival crevicular fluid (GCF) pada
manusia dianggap sebagai transudat. Pada gingiva yang normal, cairan
krevikular gingiva sangatsedikit bahkan tidak ada. Untuk mengukur GCF
terdapat berbagai metode yang telah dicoba termasuk penggunaan paper strip
serap, twisted threads (benang pilin) diletakkansekitar dan ke dalam sulkus,
mikropipet, dan pembersihan intrakrevikular. Sebagaiseorang dokter gigi
penting untuk mengetahui cara mengukur cairan krevikular gingival untuk
membantu pelaksanaan diagnosa, biasanya juga mengandung alkali. pada
penelitian dibuktikan bahwa ternyata kandungan protein reaksi-C pada sulkus
gingival normal lebih sedikit dari pada yang tidak normal, ketika cairan
sulkus gingival dalam keadaan normal biasanya disebut cairan transsudat
Sulkus gingival dikatakan normal apabila kedalamanya 1-3 mm.
Cairan Krevikuler gingiva (CKG) adalah cairan yang dapat ditemukan
pada runag fisiologis (sulkus gingiva) dan dapat merupakan ruang pathologis
(poket gingiva) dan dapat merupakan eksudat ataupun transudat. Aliran CKG
pada awalnya disebabkan oleh gradient osmotic (transudat) dan
selanjutnya juga dapat dipengaruhi oleh mekanisme inflamatorik pada daerah
sekitar sulkus gingival. Dengan demikian, cairan krevikuler gingiva (CKG)
dapat digunakan sebagai penanda diagnostic (diagnostic marker) aktivitas
penyakit periodontal, karena mengandung beberapa faktor biokimiawi yang
berkaitan erat dengan status penyakit periodontal. Selain itu, volume CKG
bisa digunakan sebagai penanda sederhana untuk mengetahui status inflamasi
jaringan periodontal.
Ketika sulkus gingival dalam keadaan inflamasi maka komponen yang ada
dalam sulkus gingival mengalami suatu perubahan, dimana kandungan
protein, alkali, leukosit, pmn, lisosim meningkat hal itu karena teraktifasi oleh
antigen. Cairan sulkus gingival yang tidak normal biasanya disebut cairan
eksudat, karena yang awalnya transsudat kemudian cairanya akan
terakumulasi sehingga keluar dengan keadaan eksudat. Sulkus gingival
dikatakan tidak normal apabila kedalamanya lebih dari 3mm

3. 6 Faktor yang mempengaruhi komposisi gingival crevikular fluid


Karbohidrat dan protein sudah diteliti. Glukosa hexosamin dan asam
hexuronik ditemukan pada GCF. Glukosa darah kedarnya tidak berkorelasi
dengan glukosan dalam GCF; konsentrasi glukosa pada GCF tiga atau empat
kali lebih tinggi daripada glukosa pada serum. Interpretasi ini tidak hanya
ditemukan pada jaringan yang berdekatan, tetapi terdapat pada flora dari
mikroba lokal. Total protein pada GCF lebih sedikit dari serum. Tidak ada
korelasi yang signifikan antara konsantrasi protein di GCF dan keparahan dari
ginggivitis, kedalaman poket, atau luasnya kehilangan tulang.

Produk metabolisme dan bakteri diidentifikasi pada GCF termasuk asam


laktat, urea, hidroksiprolin, endotoksin, subtansi sitotoksik, hidrogen sulfida,
dan faktor antibakterial. Metodologi untuk menganalisa komponen GCF
bervariasi sesuai perbedaan komponen-komponen tersebut. Contoh
fluorometri untuk mendeteksi metaloprotein, enzym-linked
immunoabsorbbent assay untuk mendeteksi kadar enzim dan interleukin-1;
radioimmunoassays untuk mendeteksi unsur turunan xyclooxygenase dan
prokolagen III; high-pressure liquid chromatography (HPLC) untul
mendeteksi timidazole; dan test immunodot secara langsung dan tidak
langsung untuk mendeteksi acute-phase ptotein.
1. Komplikasi penyakit sistemik

3. 7 Gingival crevikular fluid sebagai indicator inflamasi


Aliran CKG pada awalnya disebabkan oleh gradient osmotic (transudat)
dan selanjutnya juga dapat dipengaruhi oleh mekanisme inflamatorik pada
daerah sekitar sulkus gingival. Dengan demikian, cairan krevikuler gingiva
(CKG) dapat digunakan sebagai penanda diagnostic (diagnostic marker)
aktivitas penyakit periodontal, karena mengandung beberapa faktor
biokimiawi yang berkaitan erat dengan status penyakit periodontal. Cairan
Krevikuler gingiva (CKG) adalah cairan yang dapat ditemukan pada runag
fisiologis (sulkus gingiva) dan dapat merupakan ruang pathologis (poket
gingiva) dan dapat merupakan eksudat ataupun transudat. Selain itu, volume
CKG bisa digunakan sebagai penanda sederhana untuk mengetahui status
inflamasi jaringan periodontal.
Dengan melihat kedalaman probing normal 2-3 mm, permeabilitas
Junctional epitelium :
substansi yg berpenetrasi adalah albumin, phenitoin, histamin,endotoksin
dengan BM 1000 kDa. Dengan kandungan yang terdapat cairan sulkus
gingival yang banyak mengandung leukosit juga bisa sebagai salah satu cara
untuk mengetahui indicator inflamasi karena dapat dilihat dari monosit,
limfosit, neutrofil yang ada pada leukosit
Cairan sulkus gingival merupakan subtansi yang kompleks yang berasal
dari serum darah, leukosit, sel periodonsium dan bakteri mulut yang terdapat
dalam sulkus gingival baik yang sehat maupun yang mengalami inflamasi.
Sejak respons host diketahui sangat berperan dalam pathogenesis
terjadinya penyakit periodontal, pengukuran jumlah mediator inflamasi dalam
CGS digunakan untuk mengevaluasi risiko, terutama risiko suatu gigi, lokasi
atau region gigi terhadap kehilangan perlekatan dari tulang alveolar atau
risiko individu terhadap terjadinya atau berkembangnya penyakit periodontal.
Komponen-komponen yang terdeteksi dalam CGS adalah mediator imun
dan sitokin, termasuk prostaglandin, leukotrien IL-1, IL-6, TNF-alfa, dan IL-
beta, serta lactoferrin, lysozym, aktivitas perioksidase. Subtansi dalam CGS
dapat berasal dari pejamu yaitu antibody, sitokin, enzim, dan produksi hasil
degradasi jaringan. Antibodi memegang peranan dalam melindungi tubuh
melawan bakteri pathogen, selain itu juga penting dalam mencegah reaksi
inflamasi destruktif dalam jaringan periodontal
3. 8 Metode pengukuran gingival crevikular fluid
Terdapat berbagai macam teknik pengumpulan GCF. Sampel bakteri
subgingival lebih cocok diambil dengan metose kuret atau paper point.
Sedangkan cytokine dan enzim host biasanya dikumpulkan dnegan filter
paper strips.
A. Absorbing paper
Metodi ini yang meruoakan penyerapan GCF dengan
menggunakan paper strip. Metode ini dibagi menjadi 2 macam :
1. Brill technique (inra-sulcular method)
Filter paper strip dimasukkan ke dalam sulkus sampai dasar sulkus
dapat dirasakan. Metode ini dapat menyebabkan iritasi epithelium
sulkus.
2. Loe and Hol-pedersen technique (extra sulkular method)
Filter paper strip dimasukkan kedalam pembukaan soket (tidak sampai
dasar sulkus). Filter paper tidak berkontak dengan epithelium sulkular
B. Pre-weighed twisted threads
Teknik ini digunakan oleh weistein et al dengan benang yang
dimasukkan ke sekeliling sulkus gingival
C. Mikropipet
Pada teknik ini mikropipet yang sudah standarisasi pangjang dan
diameter. Mikropipet dimasukkan kedalam poket
D. Crevikular washing
Crevikular washing meliputi respirasi GCF. Metode yang
digunakan adalah :
1. Oppenheim
Takamori memdesain alat pengumpulan yaitu akrilik ini pada tahun
1963 yang kemudiian dimodifikasi oleh Oppenheim pada tahun 1970.
Metodhe ini menggunakan akrilik yang menutupi gingival margin
maksila dengan tepian dan groove yang halus. 4 tube pengumpulan
dihubungkan ke peranti ini. Peristaltic pump digunakan untuk
membilas area crevikuler dari satu sisi ke sisi yang lain
2. Skapsi dan Lenher method (1976)
Metode ini menggunakan dua jarum injeksi yaitu ejection noodles
yang diletakkan didasar poket dan collecting needle yang berada di
gingival margin. Suction digunakan untuk mengalirkan GCF dari
collecting needle ke ample tube. Area pengumpulan diisolasi dengan
cotton roll, kemudian 10 mikron hank’s solution dialirkan dan respirasi
sebanyak 12 kali jarum menunjukkan 50pl.
BAB IV
KESIMPULAN

Cairan krevikuler gingiva (CKG) adalah eksudat inflamasi yang


ditemukan pada sulkus gingiva. Sebagai eksudat, volume CKG cenderung
meningkat dengan adanya inflamasi dan permeabilitas kapiler (Kavadia-Tsatala et
al, 2002). Jumlah cairan CKG hanya sedikit pada sulkus yang sehat (Rajendran
dan Sivapathasundaram, 2009). Pada keadaan normal cairan krevikuler gingiva
akan melewati epitel junctional menuju ke permukaan gigi (Roeslan, 2002).
Fungsi cairan krevikuler gingiva menurut Manson dan Eley (1993) adalah
sebagai berikut:
1. Mencuci daerah leher gingiva, mengeluarkan sel-sel epitelial yang terlepas,
leukosit, bakteri, dan kotoran lainnya
2. Protein plasma dapat mempengaruhi perlekatan epitelial ke gigi
3. Mengandung agen antimikrobial misalnya lisosim
4. Membawa leukosit pmn dan makrofag yang dapat membunuh bakteri. Juga
menghantarkan igg, iga, igm dan faktor-faktor lain dari sistem imun
5. Jumlah cairan gingiva dapat diukur dan digunakan sebagai indeks dari
inflamasi gingiva

DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaya, Karnen Garna.2000.Imunologi Dasar. Jakarta
:BalaiPenerbitKedokteranUniversitas Indonesia.
Barid, Izzata, dkk. 2007. BiologiMulut I untukKedokteran Gigi.Jember;
JemberUniversity Press.
Carranza. 2006. Clinical Periodontology Tenth Edition. Los Angeles : Saunders
Elsevier.
Gunarso W, 1988.Buku AjarAlergiImunologi. IkatanDokterAnak Indonesia edisi
2.
Guyton, Arthur C., Hall, John E., 2007. Buku Ajar FisiologiKedokteranEdisi
11.Alihbahasa :Irawati, et al. Jakarta : EGC.
Nurhayati, Diana.2001.Imunomodulator padaInfeksiBakteri.Semarang.
Tjakronegoro, Arjatmo.2002.Imunologi Oral.Jakarta : Kedokteran Universitas
Indonesia.
Seymour, G.J., Savage, N.W., Walsh, L.l., 1995, Immunology, An Introduction
For The Health Sciences, McGraw-Hill Book Company, Australia.
Lehner, T., 1992, Immunology of Oral Diseases, third ed., Black well Scientific
Publication, London.

Anda mungkin juga menyukai