Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Lesi praganas adalah kondisi penyakit yang secara klinis belum


menunjukkan tanda-tanda yang mengarah pada lesi ganas, namun di dalamnya
sudah terjadi perubahan-perubahan patologis yang merupakan pertanda akan
terjadinya keganasan. Hal ini perlu diperhatikan mengingat pada umumnya
kelainan yang terjadi di dalam rongga mulut, terutama pada mukosa rongga
mulut, kurang mendapat perhatian karena lesi tersebut sama sekali tidak
memberikan keluhan.
Mukosa rongga mulut merupakan bagian yang paling mudah mengalami
perubahan, karena lokasinya yang sering berhubungan dengan pengunyahan,
sehingga sering pula mengalami iritasi mekanis. Di samping itu, banyak
perubahan yang sering terjadi akibat adanya kelainan sistemik. Perlu diingat
bahwa kelainan yang terjadi pada umumnya memberikan gambaran yang mirip
antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga dapat menimbulkan kesukaran
dalam menentukan diagnosis yang tepat. Untuk itu, diperlukan diagnosis banding,
karena di antara kelainan yang terjadi ada yang berpotensial menjadi maligna
(keganasan).
Pemahaman

mengenai

pentingnya

pendekatan

patologik

akan

meningkatkan kemampuan para dokter gigi pada era globalisasi. Ada beberapa
macam lesi praganas rongga mulut, antara lain erithroplakia, carsinoma in situ,
dan lain-lain. Tetapi, lesi yang paling sering ditemukan pada rongga mulut adalah
leukoplakia.

BAB II
PEMBAHASAN
2. Macam-macam lesi praganas
2.1.
Eritroplakia
Eritroplakia didefinisikan sebagai bercak merah seperti beludru,
menetap, yang tidak dapat digolongkan secara klinis sebagai keadaan lain
manapun. Istilah ini seperti leukoplakia tidak mempunyai arti histologist
; tapi sebagian besar adri eritoplakia didiagnosis secara histologis sebagai
dysplasia epitel atau lebih jelek lagi karena mempunyai kecenderungan
lebih tinggi untuk menjadi karsinoma. Eritroplakia dapat terjadi di setiap
tempat di rongga mulut, orofaring, dan dasar mulut. Merahnya lesi adalah
akibat dari atrofi mukosa yang menutupi submukosa yang banyak
vaskularisasinya. Tepi lesi biasanya berbatas jelas. Tidak ada predileksi
jenis kelamin dan paling sering mengenai pasien-pasien yang berusia di
atas 60 tahun. Telah dikenal 3 varian klinis dari eritroplakia:
2.1.1. Bentuk homogen, yang merahnya tampak rata
2.1.2. Eritroleukoplakia, yang mempunyai bercak-bercak merah yang
bercampur dengan beberapa daerah leukoplakia
2.1.3. Bercak leukoplakia, yang mengandung bintik-bintik atau granulagranula putih yang menyebar di seluruh lesinya.
2.2.

Leukoplakia
Merupakan salah satu kelainan yang terjadi di mukosa rongga
mulut. Meskipun leukoplakia tidak termasuk dalam jenis tumor, lesi ini
sering meluas sehingga menjadi suatu lesi pre-cancer. Leukoplakia
merupakan suatu istilah lama yang digunakan untuk menunjukkan adanya
suatu bercak putih atau plak yang tidak normal yang terdapat pada
membran mukosa. Pendapat lain mengatakan bahwa leukoplakia hanya
merupakan suatu bercak putih yang terdapat pada membran mukosa dan
sukar untuk dihilangkan atau terkelupas. Tidak dapat dihilangkan dengan
dikerok. Untuk menentukan diagnosis yang tepat, perlu dilakukan
pemeriksaan yang teliti baik secara klinis maupun histopatologis, karena
lesi ini secara klinis mempunyai gambaran yang serupa dengan lichen

plannus dan white sponge nevus. Etiologi: Devisiensi vitamin A,B dan
C, Candidiasis, Malnutrisi, Tembakau, Alkohol.
2.2.1. Faktor lokal
Biasanya merupakan segala macam bentuk iritan kronis, antara lain:
2.2.1.1.Trauma
Trauma dapat berupa gigitan tepi atau akar gigi yang tajam
Iritasi dari gigi yang malposisi
Pemakaian protesa yang kurang baik sehingga menyebabkan iritasi
Adanya kebiasaan jelek, antara lain kebiasaan jelek menggigit-gigit
jaringan mulut, pipi, lidah.
2.2.1.2.Kimia atau termal
Pada penggunaan bahan-bahan yang kaustik mungkin diikuti oleh
terjadinya leukoplakia dan perubahan keganasan. Faktor-faktor kaustik
tersebut antara lain:

Tembakau
Terjadinya iritasi pada jaringan mukosa mulut tidak hanya
disebabkan oleh asap rokok dan panas yang terjadi pada waktu
merokok, tetapi dapat juga disebabkan oleh zat-zat yang terdapat di
dalam tembakau yang ikut terkunyah. Banyak peneliti yang
berpendapat bahwa pipa rokok juga merupakan benda yang
berbahaya, sebab dapat menyebabkan lesi yang spesifik pada
palatum yang disebut stomatitis Nicotine. Pada lesi ini, dijumpai
adanya warna kemerahan dan timbul pembengkakan pada palatum.
Selanjutnya, palatum akan berwarna putih kepucatan, serta terjadi
penebalan

yang

sifatnya

merata.

Ditemukan

pula

adanya

multinodulair dengan bintik-bintik kemerahan pada pusat noduli.


Kelenjar ludah akan membengkak dan terjadi perubahan di daerah
sekitarnya. Banyak peneliti yang kemudian berpendapat bahwa lesi

ini merupakan salah satu bentuk dari leukoplakia.


Alkohol
Telah banyak diketahui bahwa alkohol merupakan salah satu faktor
yang memudahkan terjadinya leukoplakia, karena pemakaian
alkohol dapat menimbulkan iritasi pada mukosa.

Bakterial
Leukoplakia dapat terjadi karena adanya infeksi bakteri, penyakit
periodontal yang disertai higiene mulut yang jelek.

2.2.2. Faktor sistemik


Adanya kemungkinan konstitutional karakteristik, karena ada yang
berpendapat bahwa penyakit ini lebih mudah berkembang pada individu
yang berkulit putih dan bermata biru. Pendapat ini dikemukakan oleh
Shaffer dan Burket. Kemungkinan lain adalah adanya penyakit sistemik,
misalnya sipilis. Pada penderita dengan penyakit sipilis pada umumnya
ditemukan adanya syphilis glositis. Candidiasis yang kronik dapat
menyebabkan terjadinya leukoplakia. Hal ini telah dibuktikan oleh peneliti
yang melakukan biopsi di klinik. Ternyata, dari 171 penderita candidiasis
kronik, 50 di antaranya ditemukan gambaran yang menyerupai
leukoplakia.
Untuk mengetahui diagnosis yang pasti dari leukokplakia, sebaiknya
dilakukan pemeriksaan klinik, histopatologi, serta latar belakang etiologi
terjadinya lesi ini.
Defisiensi vitamin A diperkirakan dapat mengakibatkan metaplasia dan
keratinisasi dari susunan epitel, terutama epitel kelenjar dan epitel mukosa
respiratorius. Beberapa ahli menyatakan bahwa leukoplakia di uvula
merupakan manifestasi dari intake vitamin A yang tidak cukup. Apabila
kelainan tersebut parah, gambarannya mirip dengan leukoplakia. Selain
itu, pada percobaan dengan menggunakan binatang tikus, dapat diketahui
bahwa kekurangan vitamin B kompleks akan menimbulkan perubahan
hiperkeratotik.

2.2.3. Gambaran Klinik


Dari pemeriksaan klinik, ternyata oral leukoplakia mempunyai bermacammacam bentuk. Secara klinis lesi ini sukar dibedakan dan dikenal pasti
karena banyak lesi lain yang memberikan gambaran yang serupa serta
tanda-tanda yang hampir sama. Pada umumnya, lesi ini lebih banyak

ditemukan pada penderita dengan usia di atas 40 tahun dan lebih banyak
pria daripada wanita. Hal ini terjadi karena sebagian besar pria merupakan
perokok berat. Lesi ini sering ditemukan pada daerah alveolar, mukosa
lidah, bibir, palatum lunak dan keras, daerah dasar mulut, gingival,
mukosa lipatan bukal, serta mandibular alveolar ridge. Bermacam-macam
bentuk lesi dan daerah terjadinya lesi tergantung dari awal terjadinya lesi
tersebut, dan setiap individu akan berbeda.
Secara klinis, lesi tampak kecil, berwarna putih, terlokalisir, barbatas jelas,
dan permukaannya tampak melipat. Bila dilakukan palpasi akan terasa
keras, tebal, berfisure, halus, datar atau agak menonjol. Kadang-kadang
lesi ini dapat berwarna seperti mutiara putih atau kekuningan. Pada
perokok berat, warna jaringan yang terkena berwarna putih kecoklatan.
Ketiga gambaran tersebut di atas lebih dikenal dengan esbutan speckled
leukoplakia. Mempunyai 3 bentuk klinis yang utama:
2.2.3.1.Homogenous leukoplakia: mengacu pada suatu lesi setempat atau
bercak putih yang luas, yang memperlihatkan suatu pola yang
relatif konsisten, sekalipun permukaan lesi tersebut mungkin
digambarkan

secara

bermacam-macam

seperti

misalnya,

berombak-ombak dengan pola garis-garis halus, keriput atau


papilomatous
2.2.3.2.Nodular (bintik-bintik) leukoplakia mengacu pada suatu lesi
campuran merah dan putih, dimana nodul-nodul keratotik ynag
kecil tersebar pada bercak-bercak atrofik dari mukosa. Varian klinis
ini sangat penting karena sangat tingginya angka transformasi
keganasan yang ditimbulkannya
2.2.3.3.Verrucous leukoplakia sebagai suatu istilah kurang popular dalam
literatur, sekalipun banyak peneliti yang telah menggunakannya
untuk menggambarkan lesi putih di mulut dimana permukaannya
terpecah oleh banyak tonjolan seperti papila yang mungkin juga
berkeratinisasi tebal, serta menghasilkan suatu lesi yang agak mirip
pada dorsum lidah.
2.2.4. Stadium leukoplakia
Leukoplakia dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu:

2.2.4.1.Homogenous leukoplakia
Merupakan bercak putih yang kadang-kadang berwarna kebiruan,
permukaannya licin, rata, dan berbatas jelas. Pada tahap ini, tidak dijumpai
adanya indurasi
2.2.4.2.Erosi leukoplakia
Erosif leukoplakia berwarna putih dan mengkilat seperti perak dan pada
umumnya sudah disertai dengan indurasi. Pada palpasi, permukaan lesi
mulai terasa kasar dan dijumpai juga permukaan lesi yang erosi
2.2.4.3.Verocuos leukoplakia
Permukaan lesi tampak sudah menonjol, berwarna putih, tetapi tidak
mengkilat. Timbulnya indurasi menyebabkan permukaan menjadi kasar
dan berlekuk-lekuk. Saat ini, lesi telah dianggap berubah menjadi ganas.
Karena biasanya dalam waktu yang relatif singkat akan berubah menjadi
tumor ganas seperti squamus sel karsinoma, terutama bila lesi ini terdapat
di lidah dan dasar mulut.
2.2.5. Gambaran histopatologi
Pemeriksaan mikroskopis akan membantu menentukan penegakan
diagnosis leukoplakia. Bila diikuti dengan pemeriksaan histopatologi dan
sitologi, akan tampak adanya perubahan keratinisasi sel epitelium,
terutama pada bagian superfisial. Gambaran HPA-nya anytara lain: keratin
tebal, hyperkeratosis, hiperpara keratosis, jarang ditemukan displasia,
pembelahan

inti

tapi

tidak

diikuti

pelbelahan

sitoplasma.

Secara mikroskopis, perubahan ini dapat dibedakan menjadi 5 bagian,


yaitu:
2.2.5.1.Hiperkeratosis
Proses ini ditandai dengan adanya suatu peningkatan yang abnormal dari
lapisan ortokeratin atau stratum corneum, dan pada tempat-tempat tertentu
terlihat dengan jelas. Dengan adanya sejumlah ortokeratin pada daerah
permukaan yang normal maka akan menyebabkan permukaan epitel
rongga mulut menjadi tidak rata, serta memudahkan terjadinya iritasi
2.2.5.2.Hiperparakeratosis

Parakeratosis dapat dibedakan dengan ortokeratin dengan melihat


timbulnya pengerasan pada lapisan keratinnya. Parakeratin dalam keadaan
normal dapat dijumpai di tempat-tempat tertentu di dalam rongga mulut.
Apabila timbul parakeratosis di daerah yang biasanya tidak terdapat
penebalan lapisan parakeratin maka penebalan parakeratin disebut sebagai
parakeratosis. Dalam pemeriksaan histopatologis, adanya ortokeratin dan
parakeratin, hiperparakeratosis kurang dapat dibedakan antara satu dengan
yang lainnya. Meskipun demikian, pada pemeriksaan yang lebih teliti lagi
akan ditemukan hiperortokeratosis, yaitu keadaan di mana lapisan
granularnya

terlihat

menebal

dan

sangat

dominan.

Sedangkan

hiperparakeratosis sendiri jarang ditemukan, meskipun pada kasus-kasus


yang parah
2.2.5.3.Akantosis
Akantosis adalah suatu penebalan dan perubahan yang abnormal dari
lapisan spinosum pada suatu tempat tertentu yang kemudian dapat menjadi
parah disertai pemanjangan, penebalan, penumpukan dan penggabungan
dari retepeg.
2.3.

Oral submukous fibrosis


Oral submukous fibrosis merupakan suatu penyakit progresif yang

lambat dimana terbentuk pita fibrosis di dalam mukosa mulut, yang pada
akirnya akan menyebabkan suatu hambatan yang hebat terhadap
pergerakan mulut, termasuk lidah.
Penyakit ini disertai dengan reaksi radang juksta epithelial yang
disusul dengan suatu perubahan fibroelastik dari lamina propria dan
kemudian atropi epitel sebagai akibatnya. Perubahan-perubahan ini disertai
dengan rasa panas terbakar di mulut dan kadang-kadang dengan vesikel
pada mukosa. Dalam bentuk yang sudah berkembang semurna, gambaran
klinis yang mencolok adalah epitel atropik yang tampak pucat.
2.3.1. Gambaran Klinis
Pada tahap akhir : lamina propria digantikan jaringan fibrous
2.3.2. Etiologi

Etiologi dari keadaan ini tidak diketahui, hipersensitivitas terhadap


rempah-rempah dan buah pinaang pernah dicurigai tetapi tidak terbukti.
2.4.

Dyskeratosis kongenital
Genodermatosis yang diwariskan secara resesif ini, tidak lazim

dijumpai dalam insiden yang tinggi dari kanker mulut yang terjadi pada
anak-anak muda. Ini merupakan suatu penyakit yang jarang terjadi, hampir
selalu dijumpai pada kaum pria, dan ditandai dengan serentetan perubahan
mulut yang pada akhirnya menyebabkan suatu atrofik, leukoplakik dari
mukosa mulut dan yang paling sering terkena adalah daerah lidah dan pipi.
Perubahan mulut terjadi disertai dengan kuku yang distrofik yang hebat
dan hiperpigmentasi retukulasi yang mencolok dari kulit muka, leher, dan
dada.
Lesi mulut mulai terjadi sebelum usia 10 tahun sebagai kumpulan
vesikel dengan bercak-bercak putih dari mukosa nekrotik yang terinfeksi
dengan kandida; ulserasi dan perubahan erythroplakik, serta distrofi kuku
menyusul kemudian, disertai dengan lesi leukoplakik dan karsinoma yang
menyerang lesi mulut ini pada individu menjelang masa dewasa.
2.5.

Pipe smoker keratosis


2.5.1. Etiologi: tembakau
2.5.2. Gambaran Klinis:
Awalnya eritema, lama-kelamaan meluas dan berlipat-lipat. Lesi tampak
sepert plak putih atau luka dengan bagian tepi mukosa eritematus
HPA: penebalan epitel, displasia, subepitelial fibrosis, rete peg tumpul atau
datar

2.6.

Snuff-dippers keratosis
Suatu daerah kuning berkerut pada lipatan mukosa gusi dan
mukosa pipi atau bibir dari rahang bawah adalah indicator penggunaan
intraoral dari tembakau tanpa dibakar. Tembakau yang tidak dibakar dapat
digunakan dalam berbagai bentuk (dihisap baunya, dicelup, disumbatkan
atau dikunyah) dan meninggalkan tanda-tanda khasnya di daerah yang
biasa disisipi tembakau tersebut. Daerah-daerah posterior umum dipakai
untuk mencelup, menyumbat, atau mengunyah, sedangkan daerah-daerah

anterior lebih disukai untuk mencium. Orang yang meletakkan tembakau


di tempat yang berbeda-beda akan mempunyai lesi yang banyak dan
kurang mencolok. Pria-pria belasan tahun paling sering terkena keadaan
ini, terutama karena iklan-iklan pemasaran yang intensif dari perusahaanperusahaan tembakau.
Bercak-bercak snaff-dippers yang dini berwarna merah muda
pucat, dengan permukaan tampak berkerut-kerut dan berlipat-lipat.
Perubahan menjadi putih, putih-kuning dan coklat-kuning dapat terjadi
sebagai

hyperkeratosis

dan

terjadi

perwarnaan

eksogen.

Penggunaan tembakau tanpa dihisap yang kronis dikaitkan dengan


perubahan-perubahan periodontal, karies, perubahan-perubahan displastik
epidermal dan karsinoma veroukosa. Untuk mendapat kesimpulan,
dianjurkan menghentikan pemakaiannya. Jika penampilan normalnya tidak
kembali dalam 14 hari setelah pemakaian tembakau dihentikan, maka
perlu dibiobsi.
2.7.

Licen planus
Licen planus merupakan suatu dermatosis yang relative sering
terjadi pada kulit dan membrane mukosa mulut. Lesi ini mungkin hanya
terbatas pada salah satu tempat atau mungkin juga terjadi pada kedua
lokasi tersebut dalam satu pasien. Kurang lebih 50% dari pasien yang
memiliki licen planus di mulut juga memuliki lesi di kulit. Lesi di kulit ini,
relative konstan, dalam bentuk papula yang rata dan berwarna keunguan
dengan sisik yang halus pada permukaannya. Lesi biasanya bermanifestasi
dalam enam bentuk yang berlainan, seringkali disertai dengan lebih dari
satu bentuk lesi yang terlihat dalam satu pasien. Karena beberapa lesi dari
licen planus di mulut sifatnya erosir dan yang lainnya bolusa pada bentuk
nonerosif, nonbolusa dari liken planus, sekalipun proses patologik dasar
yang sama mungkin telibat dalam semua bentuknya.
Nama licen planus mengacu pada kemiripan superficial dari lesi
licen planus retikuler dengan pola seperti kisi-kisi yang ditimbulkan oleh
simbiosis koloni algae dan jamur pada permukaan batu-batuan di alam
(lichens). Nama ini kurang tepat karena tidak ada hubungan antara liken

planus dan mikroorganisme safrofitik, dan nama tersebut hanya


menyebabkan menambah kecemasan pasien tentang penyakit itu.
2.7.1. Etiologi
Melibatkan suatu degenerasi yang ditimbulkan oleh system imunologi
dari lapisan sel basal epitel. Licen planus mungkin hanya merupakan satu
varietas dari suatu rentang yang lebih luas dari penyakit tersebut, dimana
lesi likenoid yang diinduksi oleh system imunologik ini merupakan suatu
denominator yang lazim. Jadi ada banyak kemiripan klinis dan histologis
antara licen planus dan dermatosis likenoid dan stomatitides yang
diakibatkan oleh obat, beberapa penyakit imunologik, reaksi penjamu
versus tandur alihnya, dan beberapa bentuk limfoma. Sementara licen
planus bisa bermanifestasi sebagai suatu lesi yang karakteristik jelas
sekali,

namun

diagnosa

banding

dari

lesi

ini

cukup

luas.

infeksi jamur/virus, dan beberapa penyakit imunologi ternyata juga dapat


menimbulkan licen planus
2.7.2. Gambaran klinis :
Terlepasnya dari bentuk erosive dan bulous dari penyakitnya, licen planus
cukup sering bermanifestasi sebagai suatu lesi yang tidak sakit dan
indolent, kekuningan, lesi striae putih, tidak sakit, serta papula pink yang
sering sekali sudah terdapat di dalam mulut pasien sejak lama sebelum
disadari sebelum pemeriksaan rutin atau oleh pasien itu ssendiri yang
menemukan mukosa pipi dan bibirnya lebih kasar dari biasanya.
Gambaran klinis dari lesi ini pada pasien tertentu seringkali beragam
seiring waktu, baik dalam hal morfologi dari lesi klinis dan perluasannya
maupun

dengan

daerah

erosi

dari

mukosa

yang

atrofik.

Bentuk reticular terdiri dari garis putih halus yang sedikit lebih tinggi dari
sekitarnya (Wickhams striae), yang menimbulkan lesi seperti kisi-kisi
(bentuk renda), suatu pola garis halus yang menyebar atau lesi anular. Ini
merupakan bentuk yang paling lazim dan paling mudah dikenali dari licen
planus ini kadang memperlihatkan beberapa daerah dengan bentuk
reticular. Pipi dan lidah merupakan tempat yang terutama sering terserang
pada banyak pasien penderita licen planus ini, bibir, gingival, dasar mulut
dan palatum agak jarang terkena. Karena lesi reticular merupakan bentuk

yang paling lazim, maka bentuk tersebut paling sering ditemukan di pipi
dan lidah dan dalam banyak kasus sebagai lesi bilateral. Lesi papula yang
berwarna keputihan dan lebih tinggi dari sekitarnya (0,5 mm sampai 1
mm), biasanya terlihat pada daerah berkeratinisasi dengan baik pada
mukosa mulut, akan tetapi lesi yang besar seperti plak (plaquelike lesion)
yang sering kali sulit untuk dibedakan dari leukoplakia dapat terjadi pada
pipi, lidah dan gingiva.
Licen planus yang atrofik menggambarkan daerah yang meradang dari
mukosa mulut, yang ditutupi oleh epitel berwarna merah dan lebih tipis.
Lesi erosive mungkin timbul sebagai komplikasi dari proses atrofik ketika
epitel yang tipis tersebut mengalami abrasi atau ulserasi. Lesi popular, lesi
seperti plak, dan lesi erosive seringkali disertai dengan lesi reticular. Suatu
pemeriksaan yang teliti untuk menemukan lesi ini merupakan bagian yang
penting dari evaluasi klinis terhadap seorang pasien yang dicurigai
menderita licen planus, dan bila dibiopsi hanya memberikan suatu
diagnosa yang tidak spesifik (seperti, peradangan akut dan kronis), maka
diagnosa licen planus sering dapat dikonfirmasi dengan mengidentifikasi
suatu daerah dengan pola reticular, sekalipun kadang hanya satu bercah
kecil seperti flame dari striae atau garis-garis putih yang tersusun secara
radial. Daerah yang terserang dari mukosa mulut ini khas sekali dan tidak
menjadi kaku atau menjadi tidak elastic oleh licen planus, dan garis-garis
putih keratotik tidak dapat dihilangkan dengan menarik mukosa mulut atau
menggosok permukaannya.
2.7.3. Gambaran Histopatologik
Biasanya ada tiga gambaran yang dianggap sangat penting untuk diagnosa
histopatologik dari licen planus yaitu: daerah hiperparakeratosis atau
hiperortokeratosis, sering disertai dengan penebalan lapisan lapisan sel
glanular dan gambaran gigi gergaji pada retepeg; degenerasi liquefaction
atau nekrosis pada lapisan sel basal yang sering digantikan dengan pita
eosinofilik dan suatu pita subepithelial yang padat dan limfosit. Terlihat
kerusakan membrane basalis, infiltrasi sel limfosit disertai membentuk

untaian, eosinofilik material pd daerah lamina propria, dan bentuk retepeg


seperti gergaji.
Gambaran diagnostik yang utama dari licen planus yang mirip dengan
reaksi likenoid lainnya adalah kerusakan pada lapisan sel basal, termasuk
perubahan vacuolar dan kematian sel. Perubahan vacuolar (degenerasi
liquefaction) ditandai dengan vakuola intraseluler, edema, separasi sel
basal, dan terlepasnya lamuna propria dari sel-sel basal. Perubahan
vacuolar intraselular, edema, separasi sel basal, dan terlepasnya lamina
propria dari sel-sel basal. Serpihan-serpihan artifactual di daerak ini sering
dijumpai pada specimen yang dikirim untuk pemeriksaan dengan
mikroskop cahaya, dan menimbulkan kecurigaan tentang kemungkinannya
sebagai suatu lesi vesikobulosa, dan bila memang timbul pada daerah ini
dalam liken planus bolusa. Kematian sel-sel epidermal yang terlihat dalam
penyakit ini biasanya melibatkan satu sel-sel basal yang akan mengkerut
dengan sitoplasma eosinofilik dan satu atau lebih fragmen nuclear
piknotik. Sel-sel yang mati ini disebut sebagai Civatte bodies, dan terdapat
bukti ultrastruktural bahwa keadaan tersebut terjadi melalui suatu proses
yang unik disebut sebagai apoptosis, dimana sel-sel dikonversi menjadi
badan filamentous yang difagosit oleh makrofag atau sel basal di
dekatnya. Apoptosis ini menimbulkan reaksi peradangan kecil bila
dibandingkan dengan sel-sel yang mati akibat nekrosis, dan sel-sel yang
mengalami apoptosis dalam lapisan basal dari sel epitel likenoid di tempat
lain sering disebut sel-sel diskeratotik. Sebagian dari sel-sel basal yang
mati tidak dapat difagositosis dan menonjol keluar, masuk ke dalam
dermis

di

bawahnya

dimana

kemudian

akan

diselubungi

oleh

immunoglobulin terutama IgM dan disebut sebagai badan koloid.


2.8.

Lupus erythematous

Lupus eritematosus (LE) ada dalam 3 bentuk:


2.8.1. Lupus eritematosus discoid kronis (CDLE)
CDLE, hanya mengenai kulit, bentuk jinak dari penyakit tersebut adalah
murni kelainan mukokutan. Dapat timbul pada setiap usia ,tetapi terutama

pada wanita diatas 40 tahun. CDLE secara klasik ditandai oleh suatu
bercak seperti kupu-kupu ,merah ,simetris yang terjadi melintang batang
hidung. Daerah daerah wajah yang sangat fotosensitif lainnya ,termasuk
pipi, daerah malar ,dahi ,kulit kepala ,dan kulit telinga juga terkena.
Kadang-kadang CDLE timbul sebagai plak-plak putih yang terpisah.
Mukosa pipi adalah daerah intraoral yang paling sering terkena ,diikuti
oleh lidah ,palatum ,dan gusi. Garis merah dan putih sejajar yang
bergantian dalam susunan radial adalah tanda diagnostic yang penting
,bersama dengan gambaran lesi multiple pada beberapa permukaan. Lesi
lesi ini dapat berupa lichen planus tetapi lesi pada telinga membantu
menyingkirkan diagnose lichen planus
2.8.2. Lupus eritematosus sistemik (SLE)
SLE yang mengenai banyak system organ. SLE adalah penyakit kolagen
autoimun yang ditandai oleh pembentukan antibody anti nuclear dan anti
DNA yang ikut berperan dalam cedera jaringan yang terjadi secara
imunologik. Pasien seringkali mengeluh lelah ,demam ,dan sakit sendi.
Seringkali ada limfadenopati umum tanpa nyeri. Juga dapat dijumpai
hepatomegali ,splenomegali ,neuropati perifer dan kelainan kelaian
hematologic
2.8.3. Lupus eritematosus kutan subakut
Yaitu suatu varian kutan dengan gejala-gejala sistematis ringan.
Lesi lesi LE bersifat kronis dengan periode kekambuhan dan remisi. Lesi
yang masak menunjukkan 3 daerah ; suatu pusat atrofik yang dibatasi oleh
daerah tengah hiperkeratotik yang dikelilingi oleh suati eritematosus di
perifernya. Seringkali ada hipopigmentasi dari lesi akibat kerusakan
melanositik di pertemuan epidermal-dermal. Lesi lesi tersebut biasanya
terbatas pada bagian atas dari tubuh ,terutama kepala dan leher .
Duapuluh sampai empatpuluh persen dari penderita LE mempunyai lesi
oral. Lesi ini dapat timbul sebelum atau sesudah lesi kulit timbul. Lesi kulit
umumnya merah dengan tepi bersisik yang putih sampai keperak-perakan.
Bibir bawah yang terpajan matahari di tepi vermilion adalah daerah yang

umum ,sedangkan bibir atas biasanya terkena sebagai akibat dari perluasan
langsung dari lesi lesi kulit. Lesi intraoral seringkali difus dan eritematosus
dengan komponen ulseratif da putih.
2.9.

Karsinoma in situ
Karsinoma in situ arti katanya adalah kanker yang masih berada
pada tempatnya, merupakan kanker dini yang belum menyebar atau
menyusup keluar dari tempat asalnya. Meskipun istilah karsinoma in-situ
tidak digunakan luas pada lesi rongga mulut, deskripsi ini menunjukan
bahwa secara histologis karsinoma masih terlokalisir dalam epitel skuamus
berlapis dan belum ada invasi kedalam jaringan ikat dibawahnya.
Karsinoma in situ bukan merupakan kanker, dan terjadi gangguan seluruh
lapisan epitel. Biasa ditemukan 5 tahun sebelum karsinoma invasive.
2.9.1. Etiologi
Tidak diketahui. Umumnya terjadi 5 tahun sebelum karsinoma invasif.
Banyak ditemukan pada usia di bawah 30 tahun.
2.9.2. Karakteristik
Epitel yang menunjukkan perubahan keganasan tetapi tidak menunjukkan
invasi ke bawah jaringan ikat.
2.9.3. Gambaran Klinis
Bervariasi, banyak lesi yang hanya menunjukkan perubahan minimal.
Daerah yang terkena sedikit cembung atau rata atau cekung, kemerahmerahan. Permukaan cenderung bergranula atau seperti beledu, ada yang
memberi gambaran atrofi berkilat, lebih merah dari mukosa sekitarnya.
Ada yang menamakannya dengan eritroplasia untuk menekankan reaksi
ini. Daerah karsinoma in situ mungkin berbaur dengan leukoplakia (secara
klinis) atau dapat juga mirip leukoplakia.
2.9.4. Gambaran Mikroskopis
Kriteria yang paling penting untuk mendiagnosis karsinoma in situ adalah
disorganisasi yang sempurna dari sel-sel semua lapisan epidermis atau
mukosa. Sel-sel bervariasi dalam ukuran, bentuk, hiperkromatik dengan
inti yang besar. Aktivitas mitosis banyak dijumpai, juga mitosis abnormal.

Lapisan basal sudah terkena dan membentuk batas yang jelas, namun
membran basalis masih utuh. Lapisan jaringan ikat di bawahnya
meunjukkan reaksi peradangan kronis, dapat juga normal. Peralihan dari
epitel normal ke karsinoma in situ dapat sangat tiba-tiba atau perlahanlahan tanpa daerah batas yang jelas. Mukosa sekitar bervariasi dari
hiperplasia, displasia sampai karsinoma in situ.
2.9.5. Prognosis
Banyak karsinoma in situ yang tidak diobati berubah menjadi karsinoma
invasif

meskipun

kecepatan

progresivitasnya

bervariasi.

Biasanya

karsinoma in situ dalam mulut lebih cepat invasinya dibandingkan dengan


leher mulut rahim. Dengan pengobatan adekuat, prognosis karsinoma in
situ mulut seharusnya baik.
Tidak bermetastasis, dapat tumbuh ke dalam atau menyebar ke lateral ke
mukosa sekitar. Meskipun prognosis karsinoma in situ yang terlokalisasi
relatif baik, tetapi harus dipertimbangkan adanya resiko keganasan yang
tinggi dan karenanya perkembangannya harus terus dipantau.

2.10. Sipilis leukoplakia


2.10.1. Etiologi
Etiologi dari sifilis tersier ini ialah bakteri Treponema pallidum. Resiko
lesi yang disebabkan oleh bakteri ini untuk menjadi ganas sangat tinggi.
Biasanya sifilis leukoplakia ini terletak pada bagian dorsum lidah. Lesi ini
memiliki bentuk yang tidak teratur dan outline yang tidak berbatas jelas.
Terdapat invasif carcinoma dan erosi. Carcinoma terletak dibagian tengah
dari dorsum lidah. Seringkali disertai dengan dysplasia, hyperkeratosis dan
akantosis. Sel-sel radang yang terdapat ialah sel plasma, giant sel, dan
granuloma.
2.11. Sublingual keratosis

Istilah ini digunakan untuk lesi putih yang terdapat di dasar mulut
dan ventral dari lidah. Lesi ini mempunyai kemampuan yang tinggi untuk
menjadi ganas (30%).
Gejala klinis yang ditunjukkan ialah berwarna putih, terdapat plak
yang halus, tidak teratur namun berbatas jelas. Biasanya lesi ini tidak
diikuti dengan infiltrasi sel-sel radang.
Gambaran histologi untuk sublingual keratosis sama dengan
gambaran histologi pada leukoplakia lainnya, yakni adanya parakeratosis
atau orthokeratosis atau keduanya dalam area yang berbeda. Keratin
tersebut menimbulkan warna putih pada lesi tersebut. Epiteliumnya
tampak atrofi (mengecil) dan biasanya disertai dengan akantosis.
Kebanyakan leukoplakia tidak menunjukkan adanya dysplasia, walaupun
sebagian kecil menunjukkan adanya perubahan dysplasia dari mild
dysplasia menuju severe dysplasia. Untuk sel-sel yang mengalami
dysplasia biasanya diikuti dengan reaksi radang dari limfosit dan sel
plasma.
2.12. Dysplasia
Merupakan keadaan dimana sel-sel neolpastik terdapat pada
seluruh lapisan epitel. Perubahan pra kanker lain yang tidak sampai
meligatkan seluruh lapisan epitel serviks disebut displasia yang dibagi
menjadi ringan, sedang dan berat. Displasia adalah neoplasia servikal
intraepitelial (CIN), tingkatannya adalah CIN 1 (displasia ringan ) CIN 2
(displasia sedang) dan CIN 3 (displasia berat dan karsinoma in situ).
WHO mengklasifikasikan epithel dysplasia menurut tingkat keparahannya
menjadi:
Mild dysplasia
Gangguan pertumbuhan sel dengan tingkat ringan dengan pembentukan 1
atau 2 lapisan basaloid sel di atas membrana basalis tanpa ditandai
adanya atipia sel.
Moderate dysplasia
Gangguan pertumbuhan sel dengan tingkat sedang dengan pembentukan
lapisan basaloid sel hingga lapisan prikel ditandai dengan atipia sel.

Severe dysplasia
Gangguan pertumbuhan sel dengan tingkat sedang dengan pembantukan
lapisan basaloid sel hingga menggantikan seluruh epithelium sel ditandai
adanya atipia sel yang jelas, dan sering disebut karsinoma in situ.
2.12.1. Etiologi
Secara pasti belum diketahui penyebabnya, tetapi umumnya diderita oleh
wanita dengan usia lanjut, kadang-kadang juga pada wanita yang lebih
muda, juga sering terjadi pada multi gravida dengan pernah melahirkan 4
kali atau lebih, insidensi lebih tinggi pada wanita yang telah kawin aripada
yang tidak kawin, terutama pada gadis yang koitus pertama pada usia amat
muda (< 16 tahun ), jarang ditemukan pada perawan (virgo), insiden
meningkat dengan tingginya paritas, apalagi jika jarak persalinannya
terlalu dekat, mereka dari golongan sosial ekonomi rendah (higiene
seksual yang jelek,aktifitas seksual yang berganti-ganti pasangan), jarang
dijumpai pada masyarakat yang suaminya mendapatkan sirkumsisi, sering
dijumpai pada wanita yang mengalai Human Papiloma Virus (HPV) tipe
16 atau 18, wanita perokok juga mempunyai resiko yang besar.

DAFTAR PUSTAKA

Robert P. Langhais dan Craig S. Miller. 2013. Atlas Berwarna Lesi Mulut
Yang Sering Ditemukan, Ed.4. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai