Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM SEDERHANA

Disusun Sebagai Syarat Kelengkapan Program Dokter Internship

Oleh :

dr. Bunga Liat Elseria

Pendamping :
dr. Saidi Maghfur Ginting

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SULTAN SULAIMAN

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “KEJANG DEMAM”. Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu
syarat untuk menyelesaikan Program Internship Dokter Indonesia.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk laporan kasus ini. Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca dan semua pihak yang terlibat dalam
pelayanan kesehatan di Indonesia.

Serdang Bedagai, 0 5 - 01 - 2023

dr. Bunga Liat Elseria


BAB I
PENDAHULUAN

Kejang demam merupakan kasus tersering di bidang neurologi anak. Kejang selalu
merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orangtua, apalagi jika kejang tersebut baru
pertama kali dialami seorang anak. Sebagai dokter kita wajib mengatasi kejang dengan cepat
dan tepat. Penanganan kejang demam sampai saat ini selalu berubah sesuai dengan bukti-
bukti ilmiah terbaru. Perubahan terutama mengenai indikasi pungsi lumbal dan tatalaksana
yaitu perlu tidaknya pemberian obat untuk profilaksis intermiten maupun jangka panjang.
Perubahan tidak semata-mata mengikuti literatur, tetapi disesuaikan dengan kondisi di
Indonesia sesuai kesepakatan para ahli saraf anak. Pedoman praktis penanganan kejang
demam ini ditujukan bagi seluruh teman sejawat, dokter umum, dokter spesialis anak dll,
sehingga diharapkan terdapat suatu keseragaman mengenai tatalaksana kejang demam dan
penanggulangan kejang. Rekomendasi ini merupakan revisi dari rekomendasi sebelumnya,
agar isi rekomendasi ini sesuai dengan evidence based yang ada saat ini. Tentunya perbaikan
akan kami lakukan bila di masa mendatang terjadi perubahan literatur. Pada kesempatan ini
kami ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh anggota UKK neurologi anak dan
PERDOSSI saraf anak dalam partisipasinya menyelesaikan buku ini. Harapan kami semoga
pedoman ini bermanfaat bagi kita semua dalam meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan
anak Indonesia
BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama : Al Dzakir Arabka
Umur : 1 Tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
No. CM : 11.38.93
Agama : Islam
Nama Ayah : Tn. T
Pekerjaan Ayah : Wiraswasta
Nama Ibu : Siti Rahma
Pekerjaan Ibu : ibu rumah tangga

A. ANAMNESA
Anamnesa di peroleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien
Keluhanan Utama
Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang dengan keluhan Demam yang dialami sejak 2 hari SMRS , Demam

mendadak tinggi. + 1/2 jam SMRS pasien kejang terjadi seluruh badan. Ujung jari tangan

dan kaki sampai membiru . Kejang berlangsung 1x selama 5 menit. Setelah kejang pasien

dibawa ke rumah sakit. Dan di IGD os tidak kejang tapi masih demam. BAK dan BAB (+)

tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Terdahulu :


Riwayat serupa : disangkal
Riwayat opname di RS : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


Keluhan serupa : disangkal
Riwayat Kehamilan :
Pemeriksaan :
Frekwensi : Trisemester I : 1x/1 bulan
Trisemester II : 1x/1 bulan
Trisemester III : 1x/2 minggu
Riwayat Kelahiran
Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 2800 gram dan panjang 48 cm
lahir spontan, langsung menangis kuat, dan usia kehamilan 38 minggu
Riwayat Postnatal
Imunisasi : tidak pernah imunisasi
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Motorik Dasar
Membalikan badan : 3 bulan
Tengkurap Kepala Tegak : 4 bulan
Tumbuh gigi : 7 bulan
Duduk sendiri : 8 bulan
Berdiri : 9 bulan
Belajar bicara : 11 bulan
Berjalan : 14 bulan
Riwayat makan dan Minum Anak
1. Usia 0-6 bulan : ASI frekwensi minum ASI tiap kali bayi menangis dan
tampak kehausan sehari bisa lebih dari 8 kali dan lamamenyusui 8 menit.
Bergantian kiri dan kanan
2. Usia 6-8 bulan : Bubur susu 2-3 kali sehari satu mangkok kecil dengan
diselingi dengan ASI jika bayi lapar, buah pisang/pepaya sekali sehari satu
potong
3. Usia 6-12 bulan : Nasi tim 3 kali sehari satu mangkok kecil dengan sayur
hijau/wortel lauk telur tempe di selingi ASI jika bayi lapar

Riwayat Keluarga Berencana :


Ibu penderita tidak mengikuti program KB
B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital :
o HR (Nadi) : 152x/menit
o RR (laju nafas) : 25x/menit
o Suhu : 38,2 oc
o Status gizi : cukup
o BB : 10 kg
o TB : 77 CM
Status Internus
- Kepala : Normal, tidak ada trauma dan benjolan
- Mata : Pada palpebra tidak dijumpai edema, konjungtiva tidak pucat,
Refleks cahaya (+/+)
- Hidung : Bentuk normal deviasi septum nasi (-) mukosa tidak hiperemis, tidak
Edem konka, sekret pada kedua lubang hidung (-)
- Telinga : discharge (-/-)
- Bibir : Normal
- Tenggorokan : Normal
- Leher : tidak ditemukan kelainan
- Thoraks : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
- Cor : Iktus kordis tidak tampak, Iktus kordis tidak kuat angkat, Batas
jantung kesan tidak membesar, BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
- Abdomen : dinding dada setinggi dinding perut, peristaltik (+) meningkat,
tympani, nyeri , hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor kembali cepat.
- Urogenital : dalam batas normal
- Ekstremitas : Superior Inferior
Akral hangat (+/+) (+/+)
Edema (-/-) (-/-)
Sianosis (-/-) (-/-)
Ptekie (-/-) (-/-)
C. STATUS NEUROLOGIS
Motorik : Kordinasi baik
Sensorik : Belum dapat dinilai
Reflek patologis : +/+
Reflek fisiologi : -/-
Meningeal Sign :-

D. STATUS GIZI BERDASARKAN ANTROPOMETRI


BB : 10 kg
TB : 77 CM
Status Gizi
BB/U : 10
TB/U : 77
-25DSd + 1 SD normal
Diagnosa Gizi : Meningkatkan makan sesuai zak gizi
Monitoring dan evaluasi : Pematapan asupan makanan

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Jumlah leukosit 10.740 4.000 - 10.000 /mm3
Jumlah eritrosit 4.92 3.50 – 5.50 Juta/mm3
HB 13.3 12.00 – 16.00 Gram/dl
HT 34.7 35.00 – 50.0 %
Trombosit 258.000 150.000 – 450.000 ribu/mm3
Nilai PCT 0.243 0.100 – 0..280 %
Nilai MCV 70.5 80.00 – 100.0 um3
Nilai MCH 27.0 27.0 – 3.0 %
Nilai MCHC 38.2 32.0 - 36.0 Gram/dl
Nilai RDW-CV 15.4 11.00 – 16.0 %
Nilai RDW-SD 36.5 35.0 – 56.0 Fl
Nilai MPV 94 7.0 – 13.0 um3
Nilai PDW 17.2 15.0 – 18.0 %
Lymfosit 30.0 20.0 – 40 %

F. DIAGNOSA BANDING
1. Kejang Demam Sederhana
2. Infeksi Kranial
3. Gangguan Elektrolit

G. DIAGNOSA KERJA
Kejang Demam Sederhana

H. PENATALAKSANAAN
Terapi di IGD
 IVFD RL 20 gtt/i (micro)
 Inj Noralgest 100 mg/IV ( jika T> 38oc)
 Stesolid 5mg/ rectal ( Jika Kejang )
 Paracetamol 3x100mg
 Inj cefotaxime 300mg/12 jam

Follow Up
Tanggal Pemeriksaan Terapi

07 Desember 2022 S : demam  Pantau TTV


O : HR :  Beri banyak air
120x/i ,RR :24x/i, T : putih
39,50c  Kompres
A : hipertemia dengan air
hangat
 Inj Noralgest
100 mg/iv/ 8jam
 Inj cefotaxime
300mg/12 jam

08 Desember 2022 S : demam  Pantau TTV


O : HR :  Beri banyak air
120x/i ,RR :24x/i, T : putih
38,20c  Kompres
A : hipertemia dengan air
hangat
 Inj Noralgest
100 mg/iv/ 8jam
 Inj cefotaxime
300mg/12 jam

09 Desember 2022 S : demam  PBJ


O : HR :  Paracetamol
120x/i ,RR :24x/i, T : 3x100
36,70c
A : hipertemia
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan
sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 0C, dengan
metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.

B. EPIDEMIOLOGI
Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan – 5 tahun

C. KLASIFIKASI
 Kejang demam sederhana : Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang
dari 15 menit), bentuk kejang umum (tonik dan atau klonik), serta tidak
berulang dalam waktu 24 jam.
 Kejang demam kompleks : Kejang demam dengan salah satu ciri berikut :
1. Kejang lama (>15 menit)
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial 3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya darah
perifer, elektrolit, dan gula darah.
 Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru,
saat ini pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin pada
anak berusia <12 bulan yang mengalami kejang demam sederhana dengan
keadaan umum baik.
Indikasi pungsi lumbal :
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang
sebelumnya telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik
tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis.
 Elektroensefalografi (EEG)
indikasi pemeriksaan EEG:

Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, KECUALI


apabila bangkitan bersifat fokal.

Keterangan:
EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya fokus
kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.

 Pencitraan
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin dilakukan
pada anak dengan kejang demam sederhana Pemeriksaan tersebut dilakukan bila
terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis fokal yang menetap, misalnya
hemiparesis atau paresis nervus kranialis.

E. TATALAKSANAAN
Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada waktu pasien
datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat yang
paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam
waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg. Secara umum, penatalaksanaan kejang akut
mengikuti algoritma kejang pada umumnya.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah (prehospital) adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg
untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 12
kg. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan
cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian
diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat
diberikan diazepam intravena. Jika kejang masih berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status
epileptikus.
Pemberian obat pada saat demam

Antipiretik :
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya
kejang demam (level of evidence 1, derajat rekomendasi A). Meskipun demikian,
dokter neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.
Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam.
Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari

Antikonvulsan :
Pemberian obat antikonvulsan intermiten Yang dimaksud dengan obat
antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat
demam. Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor
risiko di bawah ini:
• Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
• Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
• Usia <6 bulan

Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal
0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan 12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis
maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam
pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup
tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.

Pemberian obat antikonvulsan rumat :

Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan


penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, maka
pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek
(level of evidence 3, derajat rekomendasi D).

Indikasi pengobatan rumat:

1. Kejang fokal

2. Kejang lama >15 menit

3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,


misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku
dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat.
Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat
dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat adalah 15-40
mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis.

Lama pengobatan rumat Pengobatan diberikan selama 1 tahun,


penghentian pengobatan rumat untuk kejang demam tidak membutuhkan
tapering off, namun dilakukan pada saat anak tidak sedang demam.

F. KOMPLIKASI
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan

tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lebih lama (>15

menit) biasanya disertai apnoe, hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat, hipotensi

artrial, suhu tubuh makin meningkat, metabolisme otak meningkat yang dapat

menyebabkan kerusakan saraf dan sel-sel otak.

G. PROGNOSIS
Kemungkinan berulangnya kejang demam Kejang demam akan berulang kembali
pada sebagian kasus.
Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah:
 Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga

 Usia kurang dari 12 bulan

 Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang

 Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang.

 Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks. Bila


seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang
demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut ,
kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan
berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

Faktor risiko terjadinya epilepsi


Faktor risiko menjadi epilepsi di kemudian hari :
 Terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum
kejang demam pertama
 Kejang demam kompleks

 Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung

 Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih dalam satu
tahun. Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsi sampai 4-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut akan
meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10-49%. Kemungkinan
menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan pada
kejang demam.

Kematian Kematian langsung karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. Angka
kematian pada kelompok anak yang mengalami kejang demam sederhana dengan
perkembangan normal dilaporkan sama dengan populasi umum

H. EDUKASI PADA ORANG TUA


Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua. Pada saat kejang,
sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya akan meninggal. Kecemasan
tersebut harus dikurangi dengan cara diantaranya:
1. Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai
prognosis baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang.
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
4. Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang
efektif, tetapi harus diingat adanya efek samping obat.

I. VAKSINASI
Sampai saat ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi pada anak
dengan riwayat kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang.
Suatu studi kohort menunjukkan bahwa risiko relatif kejang demam terkait vaksin
(vaccine-associated febrile seizure) dibandingkan dengan kejang demam tidak terkait
vaksin (non vaccine-associated febrile seizure) adalah 1,6 (IK95% 1,27 sampai 2,11).
Angka kejadian kejang demam pascavaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000
anak yang divaksinasi, sedangkan setelah vaksin MMR adalah 25-34 kasus per
100.000 anak. Pada keadaan tersebut, dianjurkan pemberian diazepam intermiten dan
parasetamol profilaksis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Candra. 2009. Kejang Demam. Retrieved from: http://www.scribd.com/doc/15689407
2. Donna, Wong. (2013). Buku Ajar Keperawatan Pedriatik. Edisi 4. Jakarta: EGC.
3. Engla Hutri resti dan Ganis indrianti, Arneliwati. 2020. Gambaran penanganan
pertama kejang demam yang dilakukan ibu pada balita. Jurnal Ners Indonesia, Vol.10
No.2, Maret 2020.
4. Erdina Yunita, V., & Syarif, I. (2016). Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan
Timbulnya Kejang Demam Berulang pada Pasien yang Berobat di. Jurnal Kesehatan
Andalas.
5. IDAI. (2016). Rekomendasi penatalaksanaan kejang demam. Unit Kerja Koordinasi
Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. https://doi.org/10.1109/JQE.2014.2330255
6. Indrayati, Novi dan Dwi Haryati .2019. Gambaran kemampuan orangtua dalam
penanganan pertama kejang demam pada anak usia. Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal
Ilmiah STIKES Kendal Volume 9 No 2, Hal 149 - 154, April 2019.
7. Knowledge and Attitude on Febrile Seizures among Moher with Under-Five Children.
Faculty of Medicine Universitas Padjadjaran, Department of Child Health Faculty of
Medicine Universitas Padjadjaran/Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung,
Department of Physiology Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran.
8. Lumbantobing, S.M. 2003. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak. Jakarta:
FKUI
9. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
10. Pusponegoro H, Widodo DP, Ismael S (Ikatan DAI. Konsensus Penatalaksanaan
Kejang Demam. Ikat Dr Anak Indones. 2016:1- 23.
11. Wardani, AK. 2013. Kejang Demam Sederhana pada Anak Usia Satu Tahun.
Retrieved from: http://portalgaruda.org/download_article.php?article=122474
12. Roni Saputra, Putri Wulandini S, Dayana Frilianova (2019). “TINGKAT
PENGETAHUAN IBU TENTANG KEJANG DEMAM PADA ANAK USIA 6
BULAN SAMPAI 5 TAHUN DI PUSKESMAS KAMPAR TIMUR 2018”. Jurnal
Keperawatan Abdurrab. Vol 2 No 2 Januari 2019

Anda mungkin juga menyukai