Anda di halaman 1dari 33

REFARAT

Cystic Fibrosis

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat

Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian Ilmu Penyakit Paru RSUD Deli Serdang

LubukPakam

Disusun Oleh :

Dinda Atika Suri (1808320058)

Pembimbing :
dr. Edwin Anto Pakpahan, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU PENYAKIT PARU


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DELI SERDANG LUBUK PAKAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UMSU
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan karunia, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Refarat ini dengan judul “Cystic Fibrosis” . Kendala dalam
pembuatan Refarat dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT melalui bimbingan
dan dukungan banyak pihak.
Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada dr. Edwin Anto
Pakpahan, Sp.P selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Penyakit
Paru.
Dalam penulisan Refarat ini, penulis menyadari bahwa masih jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan saran, pendapat,
koreksi, dan tanggapan yang membangun guna perbaikan selanjutnya.

Medan, 12 Juli 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1


1.2 Tujuan ..............................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 3

2.1 Definisi Cistic Fibrosis ...................................................................................... 6

2.2 Etiologi Cystic Fibrosis ..................................................................................... 6

2.3 Anatomi Cystic Fibrosis .................................................................................... 7

2.4 Patofisiologi Cystic Fibrosis .............................................................................. 9

2.5 Manifestasi klinis Cystic Fibrosis .................................................................... 14

2.6 Faktor resiko Cystic Fibrosis ........................................................................... 16

2.7 Pemeriksaan Diagnostik .................................................................................. 17

2.8 Penatalaksanaan .............................................................................................. 20

2.9 Komplikasi....................................................................................................... 27

BAB III KESIMPULAN............................................................................. 29

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 32

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelainan konginetal bisa disebabkan oleh kegagalan pada saat proses embriologi,

tetapi ada juga yang disebabkan oleh kelainan genetik. Salah satu contoh kelainan

genetik pada system pernapasan adalah cystic fibrosis. Cystic fibrosis merupakan

gangguan monogenic yang ditemukan sebagai penyakit multisistem. Tanda dan gejala

pertama biasanya terjadi pada masa kanak-kanak, namun sekitar 5% pasien di Amerika

Serikat didiagnosis pada waktu dewasa .Cystic fibrosis (CF) merupakan penyakit

paling umum yang mematikan, termasuk penyakit genetic yang diturunkan oleh

populasi ras putih atau kaukasia. Penyakit CF melibatkan kelenjar eksokrin sehingga

akan mempengaruhi berbagai system organ. Penyakit ini diwariskan melalui autosomal

resesif karena adanya mutasi pada gen yang mengkodekan protein Cystic Fibrosis

Conductance Transmembran Regulator (CFTR), protein membran yang mengatur

perpindahan ion melalui selaput sel. Keabnormalan tersebut menjadikan perpindahan

ion klorida (Cl-) dan ion natrium (Na+) terganggu. Akibatnya terjadi dehidrasi dan

pengentalan sekresi. Selain itu juga menjadikan tubuh meproduksi cairan yang kental

dan lengket (lendir)1,2

Secara umum, insiden atau prosentase kejadian terjadinya CF yaitu 1 : 2500. Pada

sebuah keluarga dengan orang tua pembawa gen kelainan tersebut yang bersifat

heterozigot, keturunannya memiliki kesempatan 1 : 4 (25%) memiliki penyakit CF, 1;2

3
(50%) menjadi pembawa, (carrier) dan 1 : 4 (25%) berkesempatan memiliki gen

normal. Di Inggris, populasi yang memiliki sifat carrier sekitar 5%. Frekuensi di ras

lain sangat kecil, yatu 1 dari 17000 orang ras kulit hitam dan 1 dari 90.000 di populasi

Asia1,2

Prevalensi dari cystic fibrosis atau yang biasa disingkat dengan CF beragam,

tergantung dari etnis suatu populasi. CF dideteksi pada sekitar 1 dari 3000 kelahiran

hidup pada populasi Kaukasia di Amerika bagian Utara dan Eropa Utara, 1 dari 17.000

kelahiran hidup pada African Amerikan (Negro), dan 1 dari 90.000 kelahiran hidup

pada populasi Asia di HawaiiKarena adanya perkembangan dalam terapi, >41% pasien

yang sekarang dewasa (18 tahun) dan 13% melewati umur 30 tahun. Median harapan

hidup untuk pasien CF adalah >41 tahun sehingga CF tidak lagi merupakan penyakit

pediatrik, dan internis harus siap untuk menentukan diagnosis CF dan menangani

banyak komplikasinya. Penyakit ini ditandai dengan adanya infeksi bakteri kronis pada

saluran napas yang pada akhirnya akan menyebabkan bronciectasis dan

bronchiolectasis, insufisiensi exokrin pancreas, dan disfungsi intestinal, fungsi kelenjar

keringat abnormal, dan disfungsi urogenital (harison 2013)

4
1.2 Tujuan

Mengetahui dan menambah wawasan tentang “Cystic Fibrosis” dan dapat menegakkan

diagnosa serta penatalaksanaannya.

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Cystic Fibrosis (CF) adalah penyakit genetik progresif yang menyebabkan infeksi

paru persisten dan membatasi kemampuan bernafas seiring waktu. Pada orang

dengan CF, mutasi pada gen Cystic Fibrosis Transmembrane Conductance Regulator

(CFTR) menyebabkan protein CFTR menjadi tidak berfungsi. Ketika protein tidak

bekerja dengan benar, ia tidak dapat membantu memindahkan klorida-komponen

garam- ke permukaan sel. Tanpa klorida untuk menarik air ke pemukaan sel, lendir

berbagai organ menjadi kental dan lengket.3

Cystic fibrosis merupakan gangguan monogenic yang ditemukan sebagai penyakit

multisistem Cystic fibrosis bisa terjadi akibat adanya mutasi genetic yang membentuk

protein CF transmembrane conductance regulator (CFTR) yang terletak pada

kromosom 7.

2.2 Etiologi

Cystic fibrosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh mutasi gen pengkode

protein Cystic Fibrosis Conductance Transmembran Regulator (CFTR). Gen terdiri

27 ekson coding, yang mencakup lebih dari 250 kb pada kromosom 7q31.2, dan

transkrip 6,5 kb.1,4,5

6
2.3 Anatomi Paru

Paru-paru adalah dua organ yang berbentuk seperti bunga karang besar yang

7
terletak di dalam torak pada sisi lain jantung dan pembuluh darah besar. Paru paru

memanjang mulai dari dari akar leher menuju diagfragma dan secara kasar

berbentuk kerucut dengan puncak di sebelah atas dan alas di sebelah bawah.

Diantara paru-paru mediastinum, yang dengan sempurna memisahkan satu sisi

rongga torasik sternum di sebelah depan. Di dalam mediastinum terdapat jantung,

dan pembuluh darah besar, trakea dan esofagus, dustuk torasik dan kelenjar timus.

Paru-paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru-paru sebelah kiri mempunyai dua lobus,

yang dipisahkan oleh belahan yang

miring. Lobus superior terletak di atas dan di depan lobus inferior yang berbentuk

kerucut. Paru-paru sebelah kanan mempunyai tiga lobus. Lobus bagian bawah

dipisahkan oleh fisura oblik dengan posisi yang sama terhadap lobus inferior kiri.

Sisa paru lainnya dipisahkan oleh suatu fisura horisontal menjadi lobus atas dan

lobus tengah. Setiap lobus selanjutnya dibagi menjadi segmensegmen yang disebut

bronko-pulmoner, mereka dipisahkan satu sama lain oleh sebuah dinding jaringan

koneknif , masing-masing satu arteri dan satu vena. Masing-masing segmen juga

dibagi menjadi unit-unit yang disebut lobulus.

Fungsi utama paru adalah sebagai alat pernapasan yaitu melakukan

pertukaran udara (ventilasi), yang bertujuan menghirup masuknya udara dari

atmosfer kedalam paru-paru (inspirasi) dan mengeluarkan udara dari alveolar ke

luar tubuh (ekspirasi).6

8
2.4 Patofisiologi
A. Patofisiologi Penyakit Paru Pada CF

1. Regulasi Mukus Pada Pasien Normal

Mukus dan PCL pada saluran nafas disekresikan dalam waktu yang sama

sepanjang saluran nafas melalui pergerakan silia. Fungsi lapisan mukus adalah untuk

menangkap matari yang masuk ke saluran nafas selama pembersihan dan akan

dikeluarkan dari saluran nafas. Mekanisme pengeluarannya yaitu dengan adanya arus

turbulen sehingga materi yang terinhalasi akan hancur dan tercampur pada lapusan

mucus, serta kemudian melekat selama proses pembersihan.1,4,5

9
Dalam menjalankan perannya menjaga volume ASL, saluran nafas normal

melibatkan regulasi absorpsi Na+ dan sekresi Cl- yang dikoordinasikan oleh CFTR.

Pada epitel saluran napas dari orang normal non CF, menunjukkan bahwa tubuh mampu

mengabsorpsi maupun mengekskresikan klorida melalui pengaturan permukaan

saluran napas (ASL). Kelebihan cairan di permukaan saluran napas, mode dominan ada

pada Na-dependent volume absorption (transelular aktif dari Na transport dengan

masuknya apical melalui kanal EnaC dan para selular pasif di transport Cl. Sebaliknya

ketika ASL berkurang, EnaC dihambat dan membrane potensial bermuatan negative

akan membantu pengeluaran Cl melalui CTFR atau CaCC.1,4,5

2. Regulasi Mukus Pada Pasien CF

Perlu diingat bahwa absorpsi Na melalui EnaC diperbesar dengan sekresi Cl

melalui CFTR, walaupun saluran CaCC tetap utuh (F). Hal ini menghasilkan plak

mucus pada permukaan apical sel (G). Penderita CF mengalami kehilangan fungsi

regulasi mucus yaitu kehilangan fungsi inhibisi CFTR yang di mediasi tonisitas pada
10
kanal natrium (ENaC) dan kemampuan transpor yang dimediasi oleh CFTR dalam

sekresi Cl-jika kondisi volume ASL menurun menjadi tidak ada. Hilangnya fungsi

inhibisi berakibat transport ion menjadi didominasi oleh hiperabsorbsi natrium.

Kombinasi dari hiperabsorpsi dan ketidakmampuan untuk mensekresi kloride melalui

regulasi yang dimediasi CFTR diperkirakankan menjadi penyebab berkurangnya

volume cairan isotonic pada permukaan saluran pernafasan. Akibat berkurangnya

volume cairan, silia tidak dapat berdiri normal sehingga mengganggu proses bersihan

mukosiliar, yang bergantung pada fungsi silia saluran nafas.1

Gangguan pada mucocilliray clearance mengakibatkan terjadi penebalan dan

pengentalan lapisan mucus yang tentunya makin menghambat proses mucocilliar

clearance. Selanjutnya, mucus statis yang terbentuk menyebabkan mucus mengadakan

kontak dengan sel glikokaliks pada permukaan saluran nafas. Kemungkinan besar

terdapat interaksi adesif yang terjadi antara mucus dan sel glikokaliks. Proses

perlekatan yang terjadi didukung oleh pH yang rendah yang merupakan karakteristik

11
dari ASL pada pasien CF. Akibat dari adanya interaksi adesif ini dapat diprediksi, yaitu

berkurangnya efektivitas batuk serta tidak berfungsinya mucocilliary clearance sebagai

mekanisme mepertahanan yang penting pada saluran nafas. Dari kecacatan tersebut

akan mengakibatkan munculnya plak mucus pada saluran pernapasan yang akan

mengganggu jalur pernapasan pada pasien dengan Cystic Fibrosis.1

Pada pasien CF juga tidak terbentuk arus turbulen seperti pada orang normal.

Hal ini menjadikan bakteri yang terinhalasi tidak dapat dikeluarkan atau dibersihkan.

Bakteri P. aeruginosa merupakan bakteri yang dapat berpenetrasi kedalam lapisan

mukus yang mengental dan berimigrasi menuju ke lapisan mukosa di bawahnya.

Sputum pada CF mengandung kadar oksigen yang rendah akan memicu P. aeruginosa

berubah dari tipe sel nonmucoid menjadi mucoid yang lebih resisten terhadap

pertahanan tubuh.1

B. Patogenesis Penyakit Pankreas Pada Pasien CF

Pasien CF dapat mengidap kekurangan hormon eksokrin maupun endokrin dari

pankreas. Kekurangan eksokrin secara berkepanjangan menyebabkan malabsorpsi yang

dapat mengakibatkan kegagalan nutrisi. Proses transport ion pada paru dan pankreas

pasien dengan CF berbeda, walaupun keduanya dapat didefinisikan sebagai kegagalan

anion transport membran apikal. Pankreas mensekresikan cairan yang sangat tinggi akan

bikarbonat (140 Meq/L). Pancreatic acinus menghasilakan cairan isotonis, dan

bikarbonat di modifikasi pada pancreatic duct. Uptake basolateral HCO3- terjadi melalui

Na+/HCO3- co-transporter, bersama dengan anhidrase karbonik. Ada beberapa rute

potensial untuk mengeluarkan HCO3- melalui membran apikal, dan CTFR, yang

diekspresikan pada sel pancreatic duct.CTFR berperan pada sekresi HCO3- dengan

berinteraksi pada DIDS (4,4diisothiocyanostilbene 2,2-disulfonate) yang merupakan

apikal sensitif untuk proses pretukaran. Pada pasien CF, tidak adanya CFTR-dependent
12
bicarbonate dan sekresi Cl menyebabkan abnormalitas pada sekresi Cl

menyebabkanaktivasi dari enzim proteolitik pada kelenjar, yang dapat menyebabkan

inflamasi pankreas atau yang lebih parah lagi, kerusakan pankreas. 1

C. Patogenesis Kelenjar Keringat Pada Pasien CF

Keringat isotonis diproduksi pada secretory acinus. Pada saluran resorptif, terdapat

resorpsi klorida dari CTFR dependent maupun independent, yang akan mengurangi

konsentrasi klorida intraluminal. Absorpsi natrium terjadi pada paralel, yang akan

menghasilkan keringat hipotonik (10-50 mmol/L) yang secara normal disekresikan oleh

saluran keringat. Pada orang dengan CF, tidak adanya CTFR pada membran dari sel

saluran resorptiff, mengakibatkan cacatnya resorpsi klorida yang akan menyebabkan

tingginya konsentrasi klorida dalam keringat (60-120 mmol/L).1,4,5

D. Patogenesis Penyakit Reprosuksi Pada Pasien CF

Infertilitas pada pasien pria dengan cystic fibrosis hampir tidak berubah dan

digambarkan dengan kejadian Congenital Bilateral Absence of Vas Deferens (CBAVD).

CFTR diekspresi pada epididimis dan vas deferens memiliki fungsi mengatur aliran ion

klorida dan air melintasi membran sel. Mutasi CFTR mengakibatkan sel-sel di saluran

kelamin laki-laki menghasilkan lendir yang abnormal kental dan lengket. Lender ini

menyumbat vas deferens sehingga sperma tidak dapat diangkut melalui vas deferens

untuk menjadi bagian dari air mani.1,7

Pada wanita dengan CF, infertilitas jarang terjadi. Organ reproduksi umumnya

normal, akan tetapi terdapat kelainan lender serviks akibat kecacatan kalan klorida. Kadar

air pada lendir serviks menjadi menurun sehingga lendir menjadi lebih kental dan

menebal. Abnormalitas lendir serviks ini dapat menjadikan kemandulan pada wanita,

tingkat kesuburannya sekitar 20 % dari normal.1,8


13
2.5 Manifestasi klinik
Kebanyakan dari gejala-gejala cystic fibrosis (CF) disebabkan oleh lendir yang kental dan

lengket. Gejala-gejala yang paling umum termasuk:

• Batuk yang seringkali yang mengeluarkan sputum (dahak) yang kental.

• Serangan-serangan yang sering dari bronchitis dan pneumonia. Mereka dapat menjurus

pada peradangan dan kerusakan paru yang permanen.

• Kulit yang rasanya asin.

• Dehidrasi.

• Kemandulan (kebanyakan pada pria-pria).

• Diare atau feces-feces yang besar, berbau busuk dan berminyak yang terus menerus.

• Nafsu makan yang besar namun penambahan berat badan dan pertumbuhan yang buruk.

Ini disebut "kegagalan untuk tumbuh dengan subur". Itu adalah akibat dari malnutrisi

yang kronis karena anda tidak mendapatkan nutrisi-nutrisi yang cukup dari makanan

anda.

 Nyeri dan ketidaknyamanan lambung yang disebabkan oleh terlalu banyak gas didalam

usus-usus.

Manifestasi klinis dari Cystic fibrosis berkembang sebagai akibat dari proses patofisiologi

penyakit. Manifestasi yang lebih umum dari penyakit ini setidaknya melibatkan sistem

pencernaan dan paru – paru (pernafasan).2 Berikut adalah gejala dan tanda khusus pada

masing-masing regio didalam tubuh:

a. Sistem Pencernaan
14
Gejala gastrointestinal (GI) pada Cystic Fibrosis disebabkan karena pencernaan yang

buruh sehingga berakibat pada steatorrhea dan kekurangan gizi. Pada bayi yang baru

lahir seringkali berupa obstruksi saluran usus yang menjadikan gagal mengeluarkan

kotoran (mikoneum) pertama, menghalangi usus dan menyebabkan penyakit serius

mekonium ileus. Tinja yang tidak dikeluarkan akan menjadi berbau busuk, besar

(bulky) dan berminyak. Tingginya lemak pada tinja disebabkan karena defisiensi

lipase relative. Konsekuensi atau akibat yang paling signifikan dari pencernaan yang

buruk adalah kekurangan gizi (malnutrisi). Selain itu, malabsorbsi menyebabkan

kekurangan kehilangan zat pembangun karena kehilangan kalori, serta kesulitan

menyerap vitamin A, D, E, dan K. Cystic fibrosis pada anak – anak akan menyebabka

tinggi dan berat badan mengalami penurunan dari usia seharusnya.

b. Sistem Paru – paru (pernafasan)

Manifestasi klinis Cystic fibrosis pada system pernafasan ditandai adanya gangguan

pada saluran pernafasan yang bersifat obstruktif, diantaranya batuh, produksi sputum

berlebih, sesak nafas, mengi, retraksi, radang selaput dara dan sianosis. Sputum atau

lender berlebih di sinus paranasal dapat menyebabkan penyumbatan saluran nafas

sinus dan dapat menimbulkan infeksi. Patogen yang sering ditemukan pada pasien

infeksi saluran pernafasan karena CF adalah S.aureus, H. influenza, dan P.

aeruginosa. Sedangkan patogen yang jarang ditemukan ialah S. maltophilia dan B.

Cepacia.

c. Lainnya

Manifestasi klinis lainnya yaitu defisiensi insulin relative yang seringkali terjadi

pasda pasien CF yang lebih tua, muncul tanpa adanya gejala dan hanya dapat

diketahui dari hasil laboratorium analisi serum pasien. Diabetes yang berkaitan

dengan CF dapat ditunjukkan dengan penurunan berat badan akibat malnutrisi, kasus
15
ini tidak perlu pengobatan seperti diabetes mellitus tipe 2. Selain itu, pasien CF juga

dapat mengalami Cor polmunale yang ditandai dengan adanya gagal jantung bagian

kiri, pembesaran jantungnya dapat terlihat pada pemeriksaan radiologis dada.

Kehilangan ion natrium dan klorida berlebih pada keringat pasien cystic fibrosis

menjadikan rasa asin (salty) pada kulit.2

2.6 Faktor Resiko


Genetik

Kehadiran dua gen mutasi (g) diperlukan agar CF muncul. Setiap orangtua membawa

satu gen yang rusak (g) dan satu gen normal (G). Gen normal tunggal cukup untuk

memiliki fungsi kelenjar lendir yang normal, oleh karena itu terbebas dari CF. Namun

setiap anak memiliki resiko 25% mewarisi 2 gen yang rusak (g) dan mendapatkan CF,

dan peluang 25 % nya lagi mewarisi gen normal (G), kemdian 50% nya lagi menjadi

pembawa yang tidak terpengaruh seperti orang tuanya (carrier).

16
2.7 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis CF antara

lain :

17
1. Pemeriksaan laboratorium

a) Test chlorida keringat (sweat chloride test) :

 Dilakukan pengumpulan dan analisis komposisi keringkat dengan metoda

iontophoresis pilocarpine.

 Konsentrasi ion klorida sekitar 60 mEq/L keatas merupakan khas diagnostik.

Nilai normal rata-rata konsentrasi klorida dibawah 30 mEq/L.

 Nilai antara 30 – 60 mEq/L mungkin kondisis heterozygous carriers, dan tidak

dapat diidentifikasi secara akurat menggunakan test ini (SCT).

b) Test genetika

 Test genetik melalui test darah dapat mendeteksi kondisi karier dengan keakuratan

sampai 95%

 Biaya yang diperlukan berkisar $US 50-150

 Testing in direkomendasikan untuk individu-individu yang mempunyai riwaya

keluarga dengan CF dan untuk pasangan-pasangan yang merencanakan

kehamilan, namun tidak diindikasikan untuk keperluan skrining secara umum.

 Skrining bayi baru lahir dapat dilakukan melalui pengukuran kadar tripsin

immunoreaktive pada blood spot test Guthrie.

Diagnosis CF secara laboratoris ditegakkan jika ada salah satu marker seperti test genetik

atau test kadar klorida keringat positif ditambah salah satu dari gejala klinis dibawah ini :

 Penyakit paru obstruksi kronik khas

 Insufisiensi eksokrin kelenjar pancreas

 Riwayat keluarga positif CF

2. Pemeriksaan radiologis CT scan

18
Pemeriksaan CT scan pada paranasal dilakukan melalui potongan aksial dan

koronal tanpa kontras. Umumnya pasien dengan CF memberiksan hasil:

 Lebih dari 90% menunjukkan bukti adanya sinusitis kronik yang ditandai dengan

opaksifikasi, pergeseran ke medial dinding lateral kavum nasi pada daerah meatus

media, serta demineralisasi prosesus unsinatus.

 Kelainan berupa buging ke arah medial dari kedua dinding lateral hidung disertai

gambaran mukus viskus di sinus maksila terdapat hampir pada 12% pasien dan

merupakan stadium mucucelelike yang harus segera ditangani dengan pembedahan.

 Sinusitis kronik sering menyebabkan gangguan peneumatisasi dan hipoplasia dari sinus

maksila dan etmoid, juga menyebabkan terganggunya pembentukan sinus frontalis.

Pasien-pasien adolesen dengan CF sering didapatkan tidak terbentuknya sinus frontalis

pada gambaran CT scannya.

3. Pemeriksaan Kultur

Aspirasi sinus penting dilakukan untuk pemeriksaan kultur pada pasien-pasien CF untuk

mendeteksi adanya keterlibatan infeksi kuman pseudomonas.

 Pengambilan kultur sebaiknya dilakukan aspirasi transantral sinus maksila dan tak

ada gunanya mengambil di daerah nasofaring, tenggorok atau septum. Dari penelitian

organisme yang sering ditemukan dari hasil kultur pasien-pasien dengan CF adalah

pseudomonas (65%), haemophilus influenzae (50%), Alpha-haemolticstreptococci

(25%) dan kuman-kuman anaerob seperti peptostreptococcus serta Bactroides (25%).

Sensitivitas terapi organisme-organisme dengan antibiotika sama sensitivnya pada

pasien-pasien CF dibanding dengan yang nonCF, kecuali pada kuman pseudomonas.

 Pasien-pasien dengan sinusitis akut tanpa CF kuman penyebabnya umumnya terdiri

dari Pneumococcus, H Influenza dan Moraxella catarrhalis, sedang jika sinusitis

19
kronik selain kuman diatas ditambah dengan organisme Staphylococcus aureus dan

kuman anaerob seperti Bacteroides, Veillonella dan Fusobacterium.

Tes carrier cystic fibrosis. Untuk menentukan adanya carrier CF, jika:

a) Memiliki keluarga dengan riwayat CF

b) Memiliki hubungan dengan seseorang yang menderita CF.

2.8 Penatalaksanaan CF
Karena CF adalah penyakit genetik, maka cara untuk mencegah atau

menyembuhkannya bersama dengan terapi gen pada awal usia. Idealnya, terapi gen bisa

memperbaiki atau mengganti gen yang rusak.Tetapi jika terapi gen juga tidak bisa

mengatasi CF maka yang terbaik yang bisa dilakukan adalah untuk meringankan gejala

20
CF atau memperlambat perkembangan penyakit, sehingga kualitas hidup pasien

menjadi meningkat.

A. Penatalaksanaan pada gangguan pernafasan

Ada sejumlah komplikasi pernafasan termasuk eksaserbasi paru akut, asma,

hemoptisis, pneumotoraks dan pneumonia. Pseudomonas aeruginosa adalah organisme

yang dominan, namun organisme lain mungkin menjajah saluran pernapasan.

1) Perawatan non-obat

Karena sputum meningkat viskositas akan menyebabkan memburuknya obstruksi

jalan napas, pasien sangat dianjurkan untuk melakukan teknik bersihan jalan napas aktif

seperti drainase autogenik atau tekanan ekspirasi positif untuk menjaga kesehatan

mereka. Sebuah perangkat bergetar dapat efektif pada beberapa pasien. Ini adalah

perangkat tekanan positif berosilasi genggam pasien bernafas melalui perangkat

melawan resistensi bolak-balik.

21
Tekanan kembali mengarah ke pembukaan saluran udara kecil yang pada

gilirannya mempromosikan peningkatan bersihan jalan napas. 3. Olahraga.

Latihan aerobic membantu:

• Mengendurkan lendir.

• Mendorong batuk untuk membersihkan lendir.

• Memperbaiki kondisi fisik keseluruhan

2) Mukolitik

Mukolitik diberikan untuk meningkatkan viskositas lendir dan membantu

pembersihan nya. Nebulised dornase alpha (2,5 mg) bertindak dengan memecah

DNA, yang berkontribusi pada viskositas tinggi dari dahak. Nebulised salin

hipertonik, biasanya 5 mL 6% larutan dua kali sehari, juga digunakan untuk

mengurangi viskositas lendir.


22
3) Antibiotik

Antibiotik diberikan untuk beberapa tujuan yang mungkin:

• untuk memberantas atau menunda timbulnya P. aeruginosa

• untuk mempertahankan fungsi paru-paru

• untuk mengintensifkan pengobatan eksaserbasi paru.

Protokol Pemberantasan mengandung antibiotik antipseudomonas intravena diikuti

oleh kursus berkepanjangan colistin nebulised dan ciprofloxacin oral.

4) Bronkodilator inhalasi

Banyak pasien secara teratur menggunakan bronkodilator short-acting, seperti

salbutamol, untuk membantu pembersihan jalan nafas dan meningkatkan

pengiriman obat inhalasi lainnya. Penelitian tentang tiotropium, sebuah

antikolinergik long-acting, baru saja dimulai.

23
5) Steroid inhalasi

Beberapa pasien dengan fibrosis kistik mengambil obat ini secara teratur untuk

membantu dengan kontrol asma atau radang paru-paru. Kepatuhan dan efektivitas

sangat bervariasi. Ada bukti terbatas untuk kontaminasi bakteri dari perangkat

inhaler tetapi mungkin terjadi.

6) Rinosinusitis

Rinosinusitis sangat umum di cystic fibrosis dan dapat dikelola dengan kombinasi

semprotan garam, steroid inhalasi dan prednisolon kadang-kadang oral.

Pembedahan mungkin diperlukan dalam beberapa kasus.

Pembedahan

Terapi pembedahan dilakukan bila terapi medikamentosa tidak efektif, dan

dilakukan pada area saluran napas yang terdapat kelainan yang bagaimanapun juga

pertimbangan pembedahan harus benar-benar matang pada pasien CF karena bahaya-

bahaya kemungkinan terbentuknya mucus kental yang banyak selama operasi dengan

anastesi umum yang resikonya semakin meningkat sejalan dengan lamanya intubasi.

Indikasi pembedahan pada pasien CF :

1. Obstruksi nasi persistent yang disebabkan polip nasi dengan atau tanpa penonjolan ke medial

dinding lateral hidung. Pembedahan yang dilakukan pada polip meliputi polip ekstraksi, dan

BSEF ( bedah sinus endoskopi fungsional ).

2. Medialisasi dinding lateal hidung yang dibuktikan melalui CT scan walau tanpa disertai gejala

subjektif obstruksi nasi, pembedahan perlu dilakukan karena tingginya prevalensi mucocelelike

formations.

24
3. Timbulnya eksaserbasi penyakit paru yang berkorelasi dengan eksaserbasi penyakit

sinonasalnya, memburuknya status penyakit parunya atau penurunan aktifitas fisik serta

kegagalan terapi medikamentosa.

4. Nyeri wajah atau nyeri kepala yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya selain adanya FK yang

dapat menggangu kualitas hidup penderita.

5. Tidak ada perbaikan dari gejala klinis sinonasal setelah terapi medikamentosa adekuat.

Kontraindikasi dilakukan pembedahan :

1. Penyakit paru obstruktif kronik berat yang beresiko saat dilakukan anastesi.

2. Pasien dengan CF sangat beresiko terhadap defisiensi vitamin K akibat insufisiensi pankreas,

penyakit hepatobilier atau keduanya dan jika tidak disuplement akan beresiko perdarahan, yang

ditandai dengan pemanjangan masa prothrombin time (PT) dan harus dikoreksi terlebih dahulu

sebelum dilakukan pembedahan.

3. Sinusitis kronik dapat menyebabkan terganggunya/terlambatnya pneumatisasi dan

perkembangan dari sinus maksila, etmoid dan frontal pada pasien CF khususnya anak-anak

sehingga ini terkadang kurang diperhitungkan. Dalam hal diatas perlu dilakukan CT scan

coronal dan axial preoperatif untuk kenfirmasi sebelumnya.

B. Penatalaksanaan pada gangguan gastrointestinal

Pemeliharaan gizi sangat penting untuk pasien dengan fibrosis kistik. Mekanisme untuk

menurunkan berat badan meliputi fungsi suboptimal pankreas, diabetes, anoreksia kronis

yang berhubungan dengan penyakit paru-paru supuratif kronis, efek katabolik infeksi

pernapasan kronis dan peningkatan kerja pernapasan. Pasien bisa menderita berbagai

gangguan pencernaan termasuk insufisiensi pankreas, penyakit hati (sirosis pada 5%

pasien), pertumbuhan bakteri yang berlebihan dan distal sindrom obstruksi usus. Sekitar

15% dari pasien yang pankreas yang cukup dapat mengembangkan episode pankreatitis

akut.
25
1) Garam dan cairan

Pasien sangat dianjurkan untuk mengambil garam dan cairan yang cukup sepanjang

tahun. Banyak pasien mengambil 4-8 tablet garam per hari tergantung pada musim.

Cairan umumnya larutan elektrolit (misalnya Glucolyte) dengan pasien biasanya

membutuhkan 1-3 sachet per hari.

2) Vitamin

vitamin larut lemak (yaitu vitamin A, D, E dan K) diganti dengan resep terapi

kombinasi dikenal sebagai VitABDECK (2 tablet setiap pagi).

3) Suplemen oral

suplemen gizi lisan yang paling umum digunakan adalah Pastikan yang tersedia

sebagai 200 tetrapaks mL. Sejumlah pasien akan memakan waktu sekitar 2-4 ini per

hari. Pilihan lain termasuk Pastikan Plus (mengandung peningkatan kalori),

Sustagen, Sumber Daya dan Scandishakes.

4) Kalsium dan bifosfonat Pasien dengan fibrosis kistik berada pada peningkatan

risiko osteoporosis dan banyak mengambil kalsium lisan dan vitamin tambahan D.

Osteoporosis dipantau oleh densitometri mineral tulang dua kali setahun dan

diperlakukan dengan bifosfonat (dan testosteron saat yang tepat).

5) Inhibitor pompa proton Refluks gastroesofagus sangat umum dan sering

memerlukan terapi kronis dengan inhibitor pompa proton.9

26
2.9 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada cystic fibrosis adalah :

1. Sinusitis. Disebabkan oleh produksi nucus yang berlebihan sehingga menutupi dan

menginfeksi sinus.

2. Bronchiectasis. Bronkus akan teregang dan membentuk kantong- kantong ketika

terkumpul mucus. Mucus ini adalah tempat berkembangnya bakteri yang sangat

berpotensi menyebabkan infeksi paru. Infeksi ini akan lebih merusak bronkus dan

jika tidak diobati bronkiektasis dapat berkembang menjadi penyakit parah

termasuk gagal pernapasan.

3. Pancreatitis.

4. Polip hidung

5. Clubbing. Ini terjadi karena tidak adanya perpindahan oksigen dari paru- paru ke

aliran darah

6. Kolaps paru

7. Prolaps rektal. Batuk persisten atau penekanan mungkin dapat menyebabkan

jaringan rektum timbul keluar.

8. Penyakit liver

9. Diabetes

10. Pneumothorax sering terjadi (>10% pasien)

Komplikasi paling buruk dari cystic fibrosis adalah kegagalan pernapasan

27
dan cor pulmonale.

28
BAB III

KESIMPULAN

Secara umum, insiden atau prosentase kejadian terjadinya CF yaitu 1 : 2500. Pada

sebuah keluarga dengan orang tua pembawa gen kelainan tersebut yang bersifat

heterozigot, keturunannya memiliki kesempatan 1 : 4 (25%) memiliki penyakit CF, 1;2

(50%) menjadi pembawa, (carrier) dan 1 : 4 (25%) berkesempatan memiliki gen

normal. Di Inggris, populasi yang memiliki sifat carrier sekitar 5%. Frekuensi di ras

lain sangat kecil, yatu 1 dari 17000 orang ras kulit hitam dan 1 dari 90.000 di populasi

Asia

Cystic Fibrosis (CF) adalah penyakit genetik progresif yang menyebabkan infeksi

paru persisten dan membatasi kemampuan bernafas seiring waktu. Pada orang dengan

CF, mutasi pada gen Cystic Fibrosis Transmembrane Conductance Regulator (CFTR)

menyebabkan protein CFTR menjadi tidak berfungsi. Ketika protein tidak bekerja

dengan benar, ia tidak dapat membantu memindahkan klorida-komponen garam- ke

permukaan sel. Tanpa klorida untuk menarik air ke pemukaan sel, lendir berbagai organ

menjadi kental dan lengket

Cystic fibrosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh mutasi gen pengkode

protein Cystic Fibrosis Conductance Transmembran Regulator (CFTR).

Manifestasi klinis dari Cystic fibrosis berkembang sebagai akibat dari proses

patofisiologi penyakit. Manifestasi yang lebih umum dari penyakit ini setidaknya

melibatkan sistem pencernaan dan paru – paru (pernafasan).

Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis CF antara

lain :

 Pemeriksaan LAB

 Pemeriksaan Radiologi

29
 Pemeriksaan Kultur

Karena CF adalah penyakit genetik, maka cara untuk mencegah atau

menyembuhkannya bersama dengan terapi gen pada awal usia. Idealnya, terapi gen

bisa memperbaiki atau mengganti gen yang rusak.Tetapi jika terapi gen juga tidak bisa

mengatasi CF maka yang terbaik yang bisa dilakukan adalah untuk meringankan gejala

CF atau memperlambat perkembangan penyakit, sehingga kualitas hidup pasien

menjadi meningkat.

Penatalaksanaan pada gangguan pernafasan meliputi :

 Perawatan non obat

 Mukolitik

 Antibiotik

 Bronkodilator inhalasi

 Steroid inhalasi

Penatalakansaan pada gangguan pencernaan meliputi:

 Garam dan cairan

 Vitamin

 Suplemen oral

 Kalsium dan bifosfonat

 Inhibitor pompa proton

Komplikasi yang dapat terjadi pada cystic fibrosis adalah :

1) Sinusitis.

2) Bronchiectasis

3) Pancreatitis.

4) Polip hidung
30
5) Clubbing

6) Kolaps paru

7) Prolaps rektal.

8) Penyakit liver

9) Diabetes

10) Pneumothorax sering terjadi (>10% pasien)

Komplikasi paling buruk dari cystic fibrosis adalah kegagalan pernapasan

dan cor pulmonale.

Terapi pembedahan dilakukan bila terapi medikamentosa tidak efektif, dan

dilakukan pada area saluran napas yang terdapat kelainan yang bagaimanapun juga

pertimbangan pembedahan harus benar-benar matang pada pasien CF karena bahaya-

bahaya kemungkinan terbentuknya mucus kental yang banyak selama operasi dengan

anastesi umum yang resikonya semakin meningkat sejalan dengan lamanya intubasi.

31
Referensi

1. Hodson M, Geddes D, Bush A. Cystic Fibrosis. Third. (Edward A, ed.). London; 2010.

2. G M. Cystic Fibrosis in Pharmacotherapy : A Phatophysiologic Approach. Seventh. Mc

Graw Hill Medical; 2011.

3. CFF. About Cystic Fibrosis. Cystic Fibrosis Foundation. www.cff.org. Published 2012.

4. Derichs, Nico. Targeting A Genetic Defect: Cystic Fibrosis Transmembrane

Conductance Regulatormodulators in Cystic Fibrosis. Eur Respir Rev. 2013:58-65.

5. Bush A, Alton, JC D, U G, J. Cystic Fibrosis in the 21st Century. ProgRespir. 2011;34.

6. C GA, E HJ. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 12th ed. Jakarta: EGC; 2014.

7. GHR. Mutation and Health. Genetic Home Reference.

http://ghr.nlm.nih.gov/prime#mutationsanddisorders. Published 2017.

8. Antoniu S, Elson C. Cystic Fibrosis. Medicine (Baltimore). 2016;44:5.

9. Masel P. Management of cystic fibrosis in adults. 2012;35(4):118-121.

32

Anda mungkin juga menyukai