Anda di halaman 1dari 20

Makalah Radiologi

BRONKIEKTASIS

Disusun Oleh :

NENSI SARAGIH
(211 210 147)

Pembimbing :

dr. NOVA RIAMA SARAGIH, Sp. Rad


dr. EVEN SITORUS, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tulisan yang berjudul
“BRONKIEKTASIS” dalam rangka melengkapi persyaratan Kepaniteraan
Klinik Senior di SMF Radiologi RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.
Dalam kesempatan ini pula penulis hendak menyampaikan rasa
terimakasih kepada dr. Nova Riama Saragih, Sp.Rad dan dr. Even Sitorus, Sp.Rad
yang telah memotivasi, membimbing, dan mengarahkan penulis selama menjalani
program Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Radiologi dan dalam menyusun
tulisan ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itulah, saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan kita.

Pematangsiantar, Januari 2017


Penulis

Nensi Saragih

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3
A. INSIDENS ..................................................................................................... 3
B. EPIDEMIOLOGI ........................................................................................... 3
C. ETIOLOGI .................................................................................................... 3
D. ANATOMI ..................................................................................................... 5
E. PATOFISIOLOGI .......................................................................................... 7
F. DIAGNOSIS ................................................................................................. 9
G. DIAGNOSIS BANDING ............................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi


bronkus yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut
menyebabkan berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini,
bronkiektasis digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik, yang
bermanifestasi sebagai peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu
menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak, gangguan
pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang-kadang
hemoptisis. 1,2,3
Bronkiektasis paling banyak bermanifestasi sebagai:
1. Proses fokal yang melibatkan satu lobus segmen atau sub-segmen paru, atau
2. Proses yang bersifat difus dan melibatkan kedua paru
Proses pertama adalah yang umum terjadi, sedangkan proses kedua biasanya
berkaitan dengan penyakit sistemik dan/atau penyakit sinopulmoner dan asma. 1
Bronkiektasis merupakan akibat dari proses patologis yang berlangsung
luas dan lama, termasuk kelainan srtuktur bronkus (Defisiensi kartilago pada
William Campbell Syndrome), penyakit akibat penimbunan mukus (Fibrosis
kistik, kelainan fungsi silia), akibat infeksi (Pneumonia yang berat pada anak,
defisiensi imunoglobulin) dan penyakit inflamasi (Kolitis ulceratif). Pada
kebanyakan kasus, infeksi merupakan penyebab tersering dari inflamasi,
kerusakan dan remodelling jalan nafas. 2
Dalam keadaan normal, dinding bronkus terbuat dari beberapa lapisan
yang ketebalan dan komposisinya bervariasi pada setiap bagian dari saluran
pernapasan. Lapisan dalam (mukosa) dan daerah dibawahnya (submukosa)
mengandung sel-sel yang melindungi saluran pernafasan dan paru-paru dari zat-
zat yang berbahaya. Sel-sel ini terdiri dari:
- Sel penghasil lendir
- Sel bersilia, yang memiliki rambut getar untuk membantu menyapu
partikel-partikel dan lendir ke bagian atas atau keluar dari saluran
pernafasan.

1
- Sel-sel lainnya yang berperan dalam kekebalan dan sistem pertahanan
tubuh melawan organisme dan zat-zat yang berbahaya lainnya.
Struktur saluran pernafasan dibentuk oleh serat elastis, otot dan lapisan
kartilago (tulang rawan), yang memungkinkan bervariasinya diameter saluran
pernafasan sesuai kebutuhan. Pembuluh darah dan jaringan limfoid berfungsi
sebagai pemberi zat makanan dan sistem pertahanan untuk dinding bronkus. 4
Diagnosis penyakit didasarkan pada riwayat klinis dari gejala respirasi
yang bersifat kronik, seperti batuk setap hari, produksi sputum yang kental dan
penemuan radiografi seperti penebalan dinding bronkus dan dilatasi lumen yang
terlihat pada CT Scan. 1

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. INSIDENS
Angka kejadian yang sebenarnya dari bronkiektasis tidak diketahui pasti.
Di negara-negara Barat, insidens bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3%
diantara populasi. Insidens bronkiektasis cenderung menurun dengan adanya
kemajuan pengobatan antibiotika. Akan tetapi perlu di ingat bahwa insidens ini
juga dipengaruhi oleh kebiasaan merokok, polusi udara dan kelainan kongenital.5,6
Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai
penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik
dan diderita oleh laki-laki maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak
anak bahkan dapat berupa kelainan kongenital. 5,6,7

B. EPIDEMIOLOGI
Bronkiektasis merupakan penyebab kematian yang amat penting pada
negara-negara berkembang. Di negara-negara maju seperti AS, bronkiektasis
mengalami penurunan seiring dengan kemajuan pengobatan. Prevalensi
bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan golongan sosioekonomi yang
rendah. 1,5
Data terakhir yang diperoleh dari RSUD Dr. Soetomo tahun 1990
menempatkan bronkiektasis pada urutan ke-7 terbanyak. Dengan kata lain
didapatkan 221 penderita dari 11.018 (1.01%) pasien rawat inap. 7

C. ETIOLOGI
Etiologi bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun diduga
bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat. 6
a. Kelainan kongenital
Dalam hal ini, bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam
kandungan. Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan
memegang peranan penting. Bronkiektasis yang timbul kongenital biasanya
mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua bronkus.

3
Selain itu, bronkiektasis kongenital biasanya menyertai penyakit-penyakit
kongenital seperti Fibrosis kistik, Sindroma Kertagener, William Campbell
syndrome, Mounier-Kuhn syndrome, dll.1,2,3,5,6,7
b. Kelainan didapat
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan
merupakan proses berikut:
 Infeksi
o Campak
o Pertusis
o Infeksi adenovirus
o Infeksi bakteri contohnya Klebsiella, Staphylococcus atau
Pseudomonas.
o Influenza
o Tuberkulosa
o Infeksi mikoplasma1,2,3,4,5,6,8,9
 Penyumbatan bronkus
o Benda asing yang terisap
o Pembesaran kelenjar getah bening
o Tumor paru
o Sumbatan oleh lendir1,2,3,4,5,6,8,9
 Cedera penghirupan
o Cedera karena asap, gas atau partikel beracun
o Menghirup getah lambung dan partikel makanan 1,2,3,4
 Kelainan imunologik
o Sindroma kekurangan imunoglobulin
o Disfungsi sel darah putih
o Defisiensi komplemen
o Infeksi HIV
o Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu seperti artritis rematoid,
kolitis ulcerativa1,2,3,4,5
 Keadaan lain

4
o Penyalahgunaan obat (misalnya heroin) 4

D. ANATOMI
Gambar dibawah ini menunjukkan anatomi dari sistem respirasi.

Gambar 1. Anatomi Bronkus. (dikutip dari kepustakaan 18)

Dari gambar dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri
akan bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan
ini berjalan terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai
akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung
alveoli. Bronkiolus terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm.
Bronkiolus tidak diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos
sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara sampai pada tingkat ini
disebut saluran penghantar udara karena fungsinya menghantarkan udara ke
tempat pertukaran gas terjadi. 9
Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional dari
paru-paru. Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan
sakkus alveolaris terminalis. Asinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki
diameter 0,5 sampai 1 cm. Terdapat sekitar 23 percabangan mulai dari trakea

5
sampai sakkus alveolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di
dekatnya oleh septum. Lubang pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn yang
memungkinkan komunikasi antara sakkus. Alveolus hanya selapis sel saja, namun
jika seluruh alveolus yang berjumlah sekitar 300 juta itu dibentangkan akan seluas
satu lapangan tennis.9
Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang dikelilingi oleh
kapiler-kapiler darah. Batas antara cairan dengan gas akan membentuk suatu
tegangan permukaan yang cenderung mencegah ekspansi pada saat inspirasi dan
cenderung kolaps saat ekspirasi. Di sinilah letak peranan surfaktan sebagai
lipoprotein yang mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi saat
inspirasi sekaligus mencegah kolaps saat ekspirasi.9
Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus dipengaruhi oleh
kematangan sel-sel alveolus, enzim biosintetik utamanya alfa anti tripsin,
kecepatan regenerasi, ventilasi yang adekuat serta perfusi ke dinding alveolus.
Defisiensi surfaktan, enzim biosintesis serta mekanisme inflamasi yang berjung
pada pelepasan produk yang mempengaruhi elastisitas paru menjadi dasar
patogenesis emphysema, dan penyakit lainnya.9
Bronkus merupakan percabangan dari trachea. Terdiri dari bronkus
dextra dan bronchus sinistra.
- Bronkus Dextra, mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih pendek dan
letaknya lebih vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini disebabkan oleh
desakan dari arcus aortae pada ujung caudal trachea ke arah kanan,
sehingga benda-benda asing mudah masuk ke dalam bronkus dextra.
Panjangnya kira-kira 2,5 cm dan masuk kedalam hilus pulmonis setinggi
vertebra thoracalis VI. Vena Azygos melengkung di sebelah cranialnya.
Ateria pulmonalis pada mulanya berada di sebelah inferior, kemudian
berada di sebelah ventralnya.
Membentuk tiga cabang (bronkus sekunder), masing-masing menuju ke
lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior.
Bronkus sekunder yang menuju ke ke lobus superior letaknya di sebelah
cranial a.pulmonalis dan disebut bronkus eparterialis. Cabang bronkus
yang menuju ke lobus medius dan lobus inferior berada di sebelah caudal

6
a.pulmonalis disebut bronkus hyparterialis. Selanjutnya bronkus sekunder
tersebut mempercabangkan bronkus tertier yang menuju ke segmen
pulmo.10
- Bronkus Sinistra, mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi bentuknya
lebih panjang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah caudal arcus
aortae, menyilang di sebelah ventral oesophagus, ductus thoracicus, dan
aorta thoracalis.
Pada mulanya berada di sebelah superior arteri pulmonalis, lalu di sebelah
dorsalnya dan akhirnya berada di sebelah inferiornya sebelum bronkus
bercabang menuju ke lobus superior dan lobus inferior, disebut letak
bronkus hyparterialis.
Pada tepi lateral batas trachea dan bronkus terdapat lymphonodus
tracheobronchialis superior dan pada bifurcatio trachea (di sebelah caudal)
terdapat lymphonodus tracheobronchialis inferior.10
Bronkus memperoleh vascularisasi dari a.thyroidea inferior.
Innervasinya berasal dari N.vagus, n. Recurrens, dan truncus
sympathicus.10

E. PATOFISIOLOGI
Berdasarkan defenisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan
dimana terjadi dilatasi bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam diameter) yang
merupakan akibat dari destruksi komponen muskular dan elastis pada dinding
bronkus. Rusaknya kedua komponen tersebut adalah akibat dari suatu proses
infeksi, dan juga oleh pengaruh cytokine inflamasi, nitrit okside dan netrophilic
protease yang dilepaskan oleh system imun tubuh sebagai respon terhadap
antigen. 5
Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari dinding
bronkus atau secara tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal jalan
nafas. Pertahanan jalan nafas terdiri dari silia yang berukuran kecil pada jalan
nafas. Silia tersebut bergerak berulang-ulang, memindahkan cairan berupa mukus
yang normal melapisi jalan nafas. Partikel yang berbahaya dan bakteri yang

7
terperangkap pada lapisan mukus tersebut akan dipindahkan naik ke tenggorokan
dan kemudian batukkan keluar atau tertelan. 3
Terlepas dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung atau
tidak langsung, daerah dinding bronkus mengalami kerusakan dan menjadi
inflamasi yang kronik. Bronkus yang mengalami inflamasi akan kehilangan
keelastisannya, sehingga bronkus akan menjadi lebar dan lembek serta
membentuk kantung atau saccus yang menyerupai balon yang kecil. Inflamasi
juga meningkatkan sekresi mukus. Karena sel yang bersilia mengalami kerusakan,
sekret yang dihasilkan akan menumpuk dan memenuhi jalan nafas dan menjadi
tempat berkembangnya bakteri. Yang pada akhirnya bakteri-bakteri tersebut akan
merusak dinding bronkus, sehingga menjadi lingkaran setan antara infeksi dan
kerusakan jalan nafas. 3

Gambar 2: Pada bronkiektasis, produksi mukus meningkat, silia mengalami kerusakan dan
daerah bronkus mengalami inflamasi kronik dan mengalami kerusakan. (dikutip dari
kepustakaan 3)

8
F. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum
harian yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai tahunan. Sputum
yang bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi akibat dari kerusakan jalan
nafas dengan infeksi akut. 1
Variasi yang jarang dari bronkiektasis kering yakni hemoptisis episodik
dengan sedikit atau tanpa produksi sputum. Bronkiektasis kering biasanya
merupakan sekuele (gejala sisa) dari tuberculosis dan biasanya ditemukan pada
lobus atas. 1
Gejala spesifik yang jarang ditemukan antara lain dyspnea, nyeri dada
pleuritik, wheezing, demam, mudah lelah dan berat badan menurun. Pasien relatif
mengalami episode berulang dari bronkitis atau infeksi paru, yang merupakan
eksaserbasi dari bronkiektasis dan sering membutuhkan antibiotik. Infeksi bakteri
yang akut ini sering diperberat dengan onsetnya oleh peningkatan produksi
sputum yang berlebihan, peningkatan kekentalan sputum, dan kadang-kadang
disertai dengan sputum yang berbau. 1
Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol. Terjadi
hampir 90% pasien. Beberapa pasien hanya menghasilkan sputum dengan infeksi
saluran pernafasan atas yang akut. Tetapi sebaliknya, pasien-pasien itu mengalami
infeksi yang diam. Sputum yang dihasilkan dapat berbagai macam, tergantung
berat ringannya penyakit dan ada tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa
mukoid, mukopurulen, kental dan purulen. Jika terjadi infeksi berulang, sputum
menjadi purulen dengan bau yang tidak sedap. Dahulu, jumlah total sputum harian
digunakan untuk membagi karakteristik berat ringannya bronkiektasis. Sputum
yang kurang dari 10 ml digolongkan sebagai bronkiektasis ringan, sputum dengan
jumlah 10-150 ml perhari digolongkan sebagai bronkiektasis moderat dan sputum
lebih dari 150 ml digolongkan sebagai bronkiektasis berat. Namun sekarang, berat
ringannya bronkiektasis dikalsifikasikan berdasarkan temuan radiologis. Pada
pasien fibrosis kistik, volume sputum pada umumnya lebih banyak dibanding
penyakit penyebab bronkiektasis lainnya. 1,2,5,8

9
Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis. Homoptisis
mungkin terjadi masif dan berbahaya bila terjadi perdarahan pada arteri bronkial.
hemoptisis biasanya terjadi pada bronkiektasis kering, walaupun angka kejadian
dari bronkiektasis tipe ini jarang ditemukan. 1,2
Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72% pasien bronkiektasis tapi bukan
merupakan temuan yang universal. Biasanya terjadi pada pasien dengan
bronkiektasis luas yang terlihat pada gambaran radiologisnya. 1,2
Wheezing sering dilaporkan dan mungkin akibat obstruksi jalan nafas yang
diikuti oleh destruksi dari cabang bronkus. Seperti dyspnea, ini juga mungkin
merupakan kondisi yang mengiringi, seperti asma. 1,2
Nyeri dada pleuritik kadang-kadang ditemukan, terjadi pada 46% pasien
pada sekali observasi. Paling sering merupakan akibat sekunder pada batuk
kronik, tetapi juga terjadi pada eksaserbasi akut. 1,2
Penurunan berat badan sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasi
yang berat. Hal ini terjadi sekunder akibat peningkatan kebutuhan kalori berkaitan
dengan peningkatan kerja pada batuk dan pembersihan sekret pada jalan nafas.
Namun, pada umumnya semua penyakit kronik disertai dengan penurunan berat
badan. 1
Demam biasanya terjadi akibat infeksi yang berulang.1

2. Gambaran Radiologis
- Foto thorax
Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat
ditemukan gambaran seperti dibawah ini:
 Ring shadow
Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat
mencapai diameter 1 cm). dengan jumlah satu atau lebih bayangan
cincin sehingga membentuk gambaran ‘honeycomb appearance’ atau
‘bounches of grapes’. Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan
yang terjadi pada bronkus. 11,12,13,14

10
Gambar 3. Tampak Ring Shadow yang
Gambar 4. Tampak dilatasi bronkus
pada bagian bawah paru yang
yang ditunjukkan oleh anak panah
menandakan adanya dilatasi bonkus
(dikutip dari kepustakaan 1)
(dikutip dari kepustakaan 13)

Gambar 5. Tampak Ring Shadow yang


menandakan adanya dilatasi bonkus
(dikutip dari kepustakaan 13)

11
 Tramline shadow
Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru.
Bayangan ini terlihat terdiri atas dua garis paralel yang putih dan
tebal yang dipisahkan oleh daerah berwarna hitam. Gambaran
seperti ini sebenarnya normal ditemukan pada daerah parahilus.
Tramline shadow yang sebenarnya terlihat lebih tebal dan bukan
pada daerah parahilus. 11,12,13,14

 Tubular shadow
Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya
dapat mencapai 8 mm. gambaran ini sebenarnya menunjukkan
bronkus yang penuh dengan sekret. Gambaran ini jarang
ditemukan, namun gambaran ini khas untuk bronkiektasis. 11,13

 Glove finger shadow


Gambaran ini menunjukkan bayangan sekelompok tubulus
yang terlihat seperti jari-jari pada sarung tangan. 11,13

- Bronkografi
Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media
kontras ke dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP,
Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya
bronkiektasis, juga dapat menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis
yang dibedakan dalam bentuk silindris (tubulus, fusiformis), sakuler
(kistik) dan varikosis. 12,13
Pemeriksaan bronkografi juga dilakukan pada penderita
bronkiektasis yang akan di lakukan pembedahan pengangkatan untuk
menentukan luasnya paru yang mengalami bronkiektasis yang akan
diangkat. 12
Pemeriksaan bronkografi saat ini mulai jarang dilakukan oleh
karena prosedurnya yang kurang menyenangkan terutama bagi pasien

12
dengan gangguan ventilasi, alergi dan reaksi tubuh terhadap kontras
media. 5

- CT-Scan thorax
CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang
terbaik untuk mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari
foto thorax dan melihat letak kelainan jalan nafas yang tidak dapat
terlihat pada foto polos thorax. CT-Scan resolusi tinggi mempunyai
sensitivitas sebesar 97% dan spesifisitas sebesar 93%.2,8,14
CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan
penebalan dinding bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui
lobus mana yang terkena, terutama penting untuk menentukan apakah
diperlukan pembedahan.14

Gambar 8. CT-Scan Thorax menunjukkan adanya dilatasi bronkus pada lobus inferior
kiri.
(dikutip dari kepustakaan 15)

3. Patologi Anatomi
Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah
atau luasnya bronkus yang terkena maupun beratnya penyakit. 6
Perubahan morfologis bronkus yang terkena
a. Dinding bronkus

13
Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan
berupa proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan
ireversibel. Pada pemeriksaan patologi anatomi sering
ditemukan berbagai tingkatan keaktifan proses inflamasi serta
terdapat proses fibrosis. Jaringan bronkus yang mengalami
kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen
elastis. 6
b. Mukosa bronkus
Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada
sel epitel menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa,
dan terjadi sebukan hebat sel-sel inflamasi. Apabila terjadi
eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan terjadi
pengelupasan, ulserasi, dan pernanahan. 6
c. Jaringan paru peribronkial
Pada parenkim paru peribronkial dapat ditemukan kelainan
antara lain berupa pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis
apabila prosesnya dekat pleura. Pada keadaan yang berat,
jaringan paru distal bronkiektasis akan diganti jaringan fibrotik
dengan kista-kista berisi nanah. 6
Variasi kelainan anatomi bronkiektasis
Pada tahun 1950, Reid mengkasifikasikan bronkiektasis
sebagai berikut :
a. Bentuk tabung (tubular, cylindrical, fusiform bronchiectasis)
Variasi ini merupakan bronkiektasis yang paling ringan.
Bentuk ini sering ditemukan pada bronkiektasis yang
menyertai bronkitis kronik. 1,5,6
b. Bentuk kantong (saccular bronkiektasis)
Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan
adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat
ireguler. Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista. 1,5,6
c. Varicose bronkiektasis

14
Bentuknya merupakan bentuk antara diantara bentuk tabung
dan kantong. Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk
bronkus yang menyerupai varises pembuluh vena. 1,5,6

G. DIAGNOSIS BANDING 4,6


Fibrosis Kistik
Kelainan yang ditemukan dapat bervariasi dari pasien yang satu ke
pasien yang lain, namun banyak individu yang memiliki gambaran radiografi
yang memperlihatkan bronkiektasis kronis disertai fibrosis kistik yang
meliputi: hiperinflasi, penebalan dan dilatasi bronkus, peribronkial cuffing,
mucoid impaction, kistik radiolusen, peningkatan tanda interstisial dan
penyebaran nodul-nodul.
a. PENGOBATAN
Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas 2 kelompok, yaitu :
 Pengobatan konservatif 6
o Pengelolaan umum, meliputi
a. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien
b. Memperbaiki drainase sekret bronkus
c. Mengontrol infeksi saluran napas, misalnya dengan pemberian
antibiotik.
o Pengelolaan khusus
a. Kemoterapi pada bronkiektasis
b. Drainase sekret dengan bronkoskopi
o Pengobatan simtomatik
a. Pengobatan obstruksi bronkus, misalnya dengan obat
bronkodilator.
b. Pengobatan hipoksia, dengan pemberaian oksigen.
c. Pengobatan Hemoptisis misalnya dengan obat-obat hemostatik.
d. Pengobatan demam, dengan pemberian antibiotik dan
antipiretik.

15
 Pengobatan Pembedahan
Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat (reseksi) segmen atau
lobus yang terkena. Indikasinya pada pasien bronkiektasis yang
terbatas dan resektabel, yang tidak berespon terhadap tindakan-
tindakan konservatif yang adekuat, selain itu juga pada pasien
bronkiektasis terbatas, tetapi sering mengalami infeksi berulang atau
hemoptisis yang berasal dari daerah tersebut. Pasien dengan
hemoptisis masif seperti ini mutlak perlu tindakan operasi.6

b. PROGNOSIS
a. Kelangsungan Hidup
Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya serta
luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan
pengobatan secara tepat (konservatif atau pembedahan) dapat
memperbaiki prognosis penyakit.
Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek,
survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut
biasanya karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan,
hemoptisis dan lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi bronkitis
kronik berat dan difus biasanya disabilitasnya ringan. 4,6
b. Kelangsungan Organ
Kelainan pada bronkiektasis biasanya mengenai bronkus dengan
ukuran sedang. Adanya peradangan dapat menyebabkan destruksi
lapisan muscular dan elastic dari bronkus serta dapat pula
menyebabkan kerusakan daerah peri bronchial. Kerusakan ini biasanya
akan menyebabkan timbulnya daerah fibrosis terutama pada daerah
peribronkial. 6

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Emmons EE. Bronchiectasis. www.emedicine.com last update Januari 2007.

2. O’Regan AW, Berman JS. Baum’s Textbook of Pulmonary Disease 7th


Edition. Editor James D. Crapo, MD. Lippincott Williams & Walkins.
Philadelphia. 2004. hal 255-274.

3. Benditt, JO. Lung and Airway Disorder: Bronchiectasis. www.merck.com


last update Januari 2008.

4. Anonymous. Bronkiektasis. http://medicastore.com/med/detail_pyk.php,


2004

5. Hassan I. Bronchiectasis. www.emedicine.com. Last update December,8


2006

6. Rahmatullah P. Bronkiektasis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi


Ketiga. Editor Slamet Suyono. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001. hal 861-
871.

7. Alsagaff H, Mukty A. Bronkiektasis, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru,


Airlangga University Press. Surabaya. 2006. hal 256-261

8. Barker AF. The New English Journal of Medicine : Bronkiektasis. 2002;


346:1383-1393.

9. Wilson LM. Patofisiologi (Proses-Proses Penyakit) Edisi enam. Editor


Hartanto Huriawati, dkk. EGC. Jakarta 2006. hal 737-740

10. Luhulima JW. Trachea dan Bronchus. Diktat Anatomi Systema Respiratorius.
Bagian Anatomi FKUH. Makassar. 2004. hal 13-14.

11. Meschan I. Obstrictive Pulmonary Disease. Synopsis of Analysis of Roentgen


Signs in General Radiology. Philadelphia. 1975. hal 55-56

12. Kusumawidjaja K. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Editor Iwan Ekayuda.


Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2006. hal 108-115.

13. Sutton D. Textbook of Radiology and Imaging volume 1. Churchill


livingstone. Tottenham. 2003. hal 45, 163, 164 & 168.

14. Patel PR. Lecture Notes Radiologi Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. 2005. hal
40-41

17

Anda mungkin juga menyukai