PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
OSA yang berkaitan dengan rasa kantuk yang berlebihan pada siang hari
(Excessive Daytime Sleepiness/EDS) sering disebut sebagai Obstructive Sleep
Apnea Syndrome (OSAS) atau disebut juga sebagai Obstructive Sleep Apnea-
Hypopnea Syndrome (OSAHS). Meskipun merupakan kelainan yang cukup
sering terjadi, OSAS seringkali tidak dikenali oleh kebanyakan dokter
pelayanan primer di Amerika Serikat, diperkirakan terdapat 80% kejadian
OSAS di Amerika Serikat tidak terdiagnosis.5
Gejala utama dari apnea saat tidur (sleep apnea) adalah 3 S (Snoring,
Sleppiness, Significant other report of sleep apnea episodes). Mnemonik ini
terbukti dapat membantu mengedukasi masyarakat untuk lebih sensitif dalam
mengenali penyakit ini. Akan sangat membantu jika pasangan atau kerabat
dekat pasien juga ikut datang saat konsultasi dengan tenaga kesehatan.
Seringkali penderita tidak menyadari mengidap OSA dan mengganggap diri
mereka sebagai “good sleepers” karena dapat tidur dimanapun dan kapanpun.
Rasa kantuk merupakan salah satu gejala yang mengancam jiwa penderita
apnea saat tidur (sleep apnea), berkaitan dengan kecelakaan yang dapat terjadi
sebagai akibatnya.5
2
penyakit arteri koroner, diabetes mellitus, depresi, dan kecelakaan yang terkait
kantuk (sleepiness-related accidents).5
2.2 Epidemiologi
Rasio antara laki-laki dan perempuan adalah 2-3:1. Pola distribusi lemak
pada pria, yaitu pada daerah leher menjadi faktor predisposisi kejadian OSA.
Secara umum, hormon seks dapat mempengaruhi faktor neurologis yang
mengatur dilatasi otot saluran nafas atas dan ventilasi. Menurut sebuah
penelitian yang berbasis populasi, perempuan tidak hanya lebih jarang
menderita OSA, namun juga jarang terdiagnosis pada fase awal penyakit.
Tingkat harapan hidup lebih rendah pada perempuan dibandingkan dengan
laki-laki, kemungkinan karena terlambatnya diagnosis.5
3
2.3 Etiologi dan faktor risiko
Faktor struktural
Variasi anatomi
Hipoplasia mandibular
Hipertrofi adenotonsilar
Sindroma Down
Sindroma Marfan
Sindroma Prader-Willi
4
Karakteristik kraniofasial yang berbeda-beda telah dikaitkan dengan
OSAS yaitu menyebabkan penyempitan saluran napas bagian atas termasuk
tulang hyoid yang diposisikan inferior, posterior penempatan rahang atas dan
rahang bawah, lidah membesar dan lunak palatum, dan area velopharyngeal
yang lebih kecil. Perbedaan berdasarkan ras dalam fitur kraniofasial memiliki
peningkanan risiko OSAS dengan alasan yang bervariasi. Misalnya, pada studi
Cleveland Family , brachycephaly menurun di tengah fossa kranial, dan
panjang intermaksila dikaitkan dengan peningkatan risiko OSAS pada orang
Kaukasia sementara lidah meningkat luas dan panjang langit-langit lunak lebih
dari berisiko OSAS di Afrika Amerika. Pasien Hispanik dengan OSAS
memiliki posisi maksila dan mandibula yang lebih rendah. Klinis fitur
morfologis kraniofasial yang merupakan faktor risiko OSAS beberapa diantara
lainnya yaitu micrognathia, retrognathia, atau crossbite.6
Faktor non-struktural
Obesitas
5
mana peningkatan berat badan sebesar 10 kg diamati untuk kemungkinan
berkembang menjadi AHI (›15 peristiwa per jam) sebesar 5,2 kali lipat
pada pria dan 2,5 kali lipat pada wanita selama periode 5 tahun. Hasil ini
menunjukkan bahwa perempuan kurang rentan terhadap pengaruh yang
terkait dengan berat badan terhadap risiko OSAS dan hal tersebut dapat
dijelaskan oleh perbedaan tergantung gender dalam pola distribusi lemak
yang ditunjukkan pria yang cenderung memiliki lebih banyak kejadian
kegemukan dan berpotensi juga karena faktor hormon . Pada studi
Cleveland Family , efek adipose diukur sebagai BMI pada OSAS tercatat
berkurang setelah usia 60 tahun. Temuan serupa telah dilaporkan di Sleep
Heart Health Study di mana OSAS pada individu yang lebih tua dari 70
tahun kurang memiliki pengaruh terkait dengan BMI dan faktor-faktor
habitus tubuh lainnya.6
OSAS lebih sering terjadi pada pria, dengan rasio pria-wanita 2–4: 1
dalam studi berbasis komunitas dan sekitar 10: 1 dalam sampel rujukan
klinik tidur. Perbedaan antara komunitas berbasis jenis kelamin dan
prevalensi klinik OSAS dapat dijelaskan oleh fakta bahwa wanita lebih
jarang memiliki simtomatologi klasik OSAS. Wanita kemungkinan lebih
cenderung melaporkan morning headache, kesulitan tidur, dan kelelahan
terkait dengan OSAS dibandingkan dengan laporan kegelisahan dan apnea.
Selanjutnya, wanita dengan OSAS lebih cenderung memiliki risiko untuk
dirawat karena depresi, insomnia, dan memiliki hipotiroid dibandingkan
dengan pria dengan tingkat OSAS yang sama. Faktor lain yang mungkin
menjelaskan fenomena ini adalah perempuan lebih memungkinkan
cenderung dirujuk ke pusat tidur karena ide bahwa OSAS adalah penyakit
yang lebih sering diderita laki-laki. Memang, OSAS pertama kali
dipelajari pada pria, dan studi sebelumnya secara eksklusif diujicobakan
pada laki-laki. Meskipun ada kemungkinan bahwa wanita dengan OSAS
kurang terdiagnosis, ada faktor berbasis jenis kelamin lainnya. Disparitas
berbasis jenis kelamin dari kejadian OSAS mungkin saja terjadi yang
6
disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk dipengaruh hormon dan
fenotipe berbasis seks, termasuk fitur fisik seperti morfologi kraniofasial
dan penumpukan lemak. Struktur dan fungsi saluran udara bagian atas
menunjukkan perbedaan berdasarkan jenis kelamin, termasuk jalan napas
bagian atas yang lebih pendek dan lebih kecil diamati pada wanita
dibandingkan dengan pria. Meskipun perbedaan anatomi saluran napas
bagian atas muncul menjadi predisposisi wanita dibandingkan pria
bahwasannya pria memiliki struktur saluran napas yang lebih panjang
dibandingkan dengan wanita. Data telah menunjukkan bahwa wanita
memiliki saluran napas bagian atas yang lebih stabil didukung oleh
tekanan penutupan kritis faring yang lebih tinggi dibandingkan dengan
sleep apneic BMI pada pria. Penjelasan lain yang mungkin mengenai
perbedaan berbasis jenis kelamin dalam risiko OSAS adalah variasi dalam
distribusi adiposa jaringan antara pria dan wanita. Pria cenderung memiliki
lebih banyak lemak pada tubuh bagian atas termasuk leher (android),
dengan demikian predisposisi untuk kolaps pada saluran napas bagian atas
dibandingkan dengan wanita yang cenderung memiliki lemak tubuh lebih
rendah (gynoid) Konsisten dengan pengamatan ini adalah pengukuran
lingkar leher dan lingkar pinggang yang berkorelasi lebih baik dengan
tingkat keparahan OSA daripada IMT. Sebuah studi pencitraan, resonansi
magnetik menegaskan bahwa pria juga memiliki lebih dominan jaringan
lemak dan jaringan lunak faring dibandingkan dengan wanita.
Singkatnya,ada perbedaan yang penting pada saluran napas atas struktural
dan fungsional antara pria dan wanita, yang menempatkan pria pada risiko
tinggi untuk terkena OSAS.6
Usia
7
ditemukan bahwa prevalensi OSAS pada pria berkisar antara 28% hingga
62% sedangkan pada wanita yaitu 19,5% hingga 60%. Pada golongan
lansia, prevalensi OSAS benar-benar menunjukan perbedaan yang
signifikan dan berhubungan dengan sebuah perbedaan konstelasi beberapa
gejala dibandingkan dengan dewasa pertengahan. Secara spesifik,
konsekuensi dari OSAS pada golongan lansia kemungkinan memiliki
hubungan dengan morbiditas dibandingkan dengan gangguan
kardiovaskular. Untuk menjelasakan mengenai hubungan antara OSAS
dan usia, berbagai hipotesis telah diajukan dan diuji. Fungsi dan struktur
dari saluran napas atas telah menjadi fokus dari berbagai laporan
pertambahan usia dan patofisiologi saluran napas atas. Sebagai contohnya,
proses menua diasosiasikan dengan pertambahan resistensi saluran napas
atas, penumpukan lemak parafaring, pengurangan ukuran faring dan
gangguan refleks otot faring yang penting untuk mempertahankan patensi
saluran napas atas.6
8
sentral yang dominan dan peningkatan adiposa di sekitar saluran napas
bagian atas, meningkatkan risiko untuk mempersempit saluran napas
bagian atas. Tekanan pada otot-otot seperti geniglossus, dilator faring
primer lebih rendah pada pascamenopause dibandingkan dengan
premenopause.Selain itu, estrogen dan progestin memiliki peran dalam
mengatur penggerak ventilasi yang dapat menyebabkan
ketidakseimbangan kekuatan yang mendukung peningkatan kolapsnya
saluran napas atas. Estrogen dan kadar rendah progestin pada menopause
dapat menyebabkan disinkronisasi otot-otot inspirasi dan otot-otot faring
yang memungkinkan obstruksi saluran napas bagian atas.6
Alkohol
9
Kondisi lain yang dapat berhubungan dengan OSA adalah:5
Obat-obatan sedatif
Perokok
Hipotiroidisme
Sindrom neurologis
Stroke
Akromegali
10
2.4 Patogenesis
Penderita OSAS memiliki saluran napas yang lebih kecil dan rentan
dibandingkan orang normal. Dalam keadaan sadar, saluran napas cenderung
paten karena aktivasi dari otot faring dilator. Bagaimanapun, dalam keadaan
tidur aktivitas otot-otot tersebut menjadi berkurang dan volume paru-paru
berkurang dapam posisi supine sehingga menyebabkan restriksi substansi pada
saluran napas yang menghasilkan keadaan hipopnea dan apnea. Beban mekanik
tersebut dan retensi CO2 mengaktifkan otot-otot faring yang dimaksudkan
untuk mengembalikan patensi dari saluran napas bagian atas. Rekrutmen otot-
otot dilator faring dapat tercapai dan patensi saluran napas bagian atas
dikembalikan tanpa kortikal arousal pada beberapa individu sedangkan pada
yang lainnya, arousal dibutuhkan untuk efektivitas rekruitmen otot; fenomena
ini dideskripsikan sebagai keefektifan kompensasi. Ketidakstabilan ventilasi
memegang peranan OSAS sebagaimana gain loop lebih tinggi pada pasien
dengan OSAS berat selama fase tidur non-REM dibandingkan dengan OSAS
ringan. Terlebih lagi, beberapa laporan telah mendeskripsikan pengurangan
respon dari otot-otot faring hingga tekanan negative saluran napas karena
kerusakan nervus sensorik pada saluran napas atas atau pada otot itu sendiri.
Kerusakan ini disebabkan oleh inflamasi yang disebabkan karena getaran,
dengkuran, ataupun trauma. Data juga mendukung gagasan variabilitas
ventilasi pada transisi tidur-bangun sebagai predictor keparahan OSAS.
Mediator humoral dan inflamasi dilepaskan dari jaringan adipose viseral yang
memegang peranan regulasi variabilitas ventilasi. Pada kebanyakan studi,
leptin yang terikat dengan reseptornya pada hipotalamus menyebabkan
kejenuhan dan peningkanan ventilasi. Leptin menstimulasi pernafasan, seperti
yang ditunjukkan pada tikus percobaan yang kekurangan leptin atau pada kasus
resistensi yang diperlihatkan hipoventilasi sentral dan obesitas. Secara
keseluruhan, terdapat berbagai variasi mekanisme kontrol ventilasi yang
menjadi predisposisi ketidakstabilan saluran napas bagian atas termasuk
perubahan pada gain loop, gangguan motor saluran bagian atas dan kontrol
neural.6
11
2.5 Patofisiologi
Saluran napas bagian atas pada manusia ibarat sebuah tabung yang rentan
dengan dominasi jaringan lunak dan sedikit jaringan keras atau struktur yang
padat. Pada manusia normal, saluran napas bagian atas cenderung paten pada
keadaan terjaga dan tidur membuat saluran napas bagian atas membuka dan
membutuhkan setidaknya -5 cm H20 untuk mencapai fase kolaps dibawah
kondisi pasif. Bagaimanapun, ini bukanlah subyek penderita obesitas yang
mana ketika selama tidur, tekanan saluran napas cenderung kolaps , tekanan
kritis menutup hampir sama dengan tekanan atmosfir, bahkan positif. Saluran
napas menjadi paling berisiko untuk kolaps secara sempurna pada akhir
ekspirasi dimana tekanan jaringan lebih tinggi dari tekanan intraluminal.
Faktor-faktor anatomis juga memperbesar risiko OSAS seperti yang terjadi
pada penderita obesitas yang memiliki penimbunan lemak parafaring. Berbagai
kodisi kraniofasial seperti retrognathia memiliki hubungan dengan risiko besar
OSAS yang disebabkan karena kaliber saluran napas atas yang lebih kecil dan
lebih penuh. Postur individual mempengaruhi ukuran saluran napas atas pada
posisi supine yang berhubungan dengan prolaps struktur lidah dan palatum
posterior dan itu menjelaskan alasan mengapa OSAS menjadi lebih buruk
kondisinya pada posisi supine. Beberapa faktor lain yang menyebabkan
kolapsnya saluran napas bagian atas termasuk aktivasi otot-otot faring. Lebih
dari 20 otot-otot faring bekerja secara kompleks dan terkordinasi untuk
menjaga patensi saluran napas bagian atas. Studi menunjukkan otot
genioglossus memiliki 3 kontrol neuronal utama;6
12
1. Aktivasi refleks otot genioglossus melalui mekanoreseptor laring sebagai
respon tekanan luminal negatif.
Kontrol Ventilasi
13
menggambarkan keefektifan kadar ventilasi untuk mengeliminasi CO2. Loop
gain intensitas tinggi menstabilkan ventilasi pada keadaan terjaga dan tidur
meskipun kurang jelas selama terjaga karena pola bernapas selama keadaan
terjaga sangat besar dipengaruki oleh aktivitas seperti berbicara dan makan.
Loop gain intensitas tinggi memegang peranan penting pada patofisiologi
OSAS dimana pusat bernapas merespon dengan cepat dan kuat (pengontrol)
terhadap peribahan kecil CO2 dimana menghasilkan kadar rendah CO2 dibawah
ambang apnea menyebabkan terhentinya napas yang mengakibatkan retensi
CO2.6
Saluran nafas atas adalah sebuah tabung yang dapat kolaps. OSA
disebabkan kolapsnya jaringan lunak faring. Tekanan transmural adalah
perbedaan antara tekanan intralumen dan tekanan jaringan sekitar. Jika tekanan
transmural menurun, akan terjadi penurunan area cross-sectional. Jika
penurunan ini mencapai titik kritis, akan tercapai tekanan penutupan faring
(pharyngeal closing pressure). Pharyngeal closing pressure (Pcrit) yang
berlebih menyebabkan jaringan lunak kolaps dan mengakbatkan terjadinya
obstruksi saluran napas. Saluran napas ini akan tetap terhambat sampai nilai
tekanan transmural kembali ke normal. Durasi OSA sama dengan waktu
terjadinya Pcrit yang berlebih.5
14
Aktivitas neuromuskular pada saluran napas atas, termasuk refleks,
menurun selama tidur, dan kemungkinan lebih berat pada penderita OSA.
Penurunan output motorik pada saluran napas atas dipercaya sebagai pemicu
terjadinya obstruksi saluran napas atas, hal ini lebih jelas terlihat pada pasien
dengan kelainan anatomi sebagai faktor predisposisi kolapsnya saluran napas
atas.5
15
16
2.6 Manifestasi Klinis
GejalaKlinis :
a.
Suara Mendengkur
b.
Mengantuk
c.
Restless sleep
d.
Mental abnormal
e.
Perubahan personality
f.
Impotensi
g.
Sakit kepala siang hari
h.
Nokturia
i.
Enuresis
j.
Nocturnal choking
a.
Mulut terasakering saat terbangun
b.
Konsentrasi terganggu
c.
Depresi
d.
Hipertensi
e.
Daya ingat menurun
a.
Distribusi lemak sentral
b.
Jenis kelamin, laki-laki lebih banyak
c.
Umur, semakin tua semakin beresikopost menopause
d.
Pemakai alcohol
e.
Penggunaan sedative
17
f.
Tidur terlentang
g.
perokok
Manifestasi klinis yang terbanyak adalah kesulitan bernafas pada saat tidur
yang biasanya berlangsung perlahan-lahan. Sebelum gejala kesulitan bernafas
terjadi, mendengkur merupakan gejala yang mula-mula timbul. Dengkuran
dapat terjadi secara terus menerus (setiap tidur) ataupun hanya pada posisi
tertentu saja. Pada OSAS, pada umumnya anak mendengkur setiap tidur
dengan dengkuran yang keras terdengar dari luar kamar dan terlihat episode
apnea yang mungkin diakhiri dengan gerakan badan atau terbangun Sebagian
kecil anak tidak memperlihatkan dengkur yang klasik, tetapi berupa dengusan
atau hembusan nafas, noisy breathing (nafas berbunyi). Usaha bernafas dapat
terlihat dengan adanya retraksi. Posisi pada saat tidur biasanya tengkurap,
setengah duduk, atau hiperekstensi leher untuk mempertahankan patensi jalan
nafas.7-9
2.7 Diagnosis
Polisomnografi
18
obstructive sleep apnea lebih ringan dari pada orang dewasa; karena itu
diagnosisnya lebih sulit dan harus dipertegas dengan polisomnografi.
Polisomnografi juga akan menyingkirkan penyebab lain dari gangguan
pernafasan selama tidur. Pemeriksaan ini memberikan pengukuran yang
objektif mengenai beratnya penyakit dan dapat digunakan sebagai data dasar
untuk mengevaluasi keadaannya setelah operasi.12
Uji tapis
19
Kejadian OSAS dapat didiagnosis dengan observasi langsung, anak di
suruh tidur di tempat praktek dokter demikian pula OSAS dapat didiagnosis
dengan melakukan review audiotapes/ videotapes yang dapat dilakukan di
rumah.13,14 Beberapa variabel yang dinilai adalah kekerasan dan tipe inspirasi,
pergerakan selama tidur, frekuensi terbangun, banyaknya apnea, retraksi, dan
nafas dengan mulut. Cara tersebut mempunyai nilai sensitifitas 94%,
spesifisitas 68%, nilai prediksi positif 83%, dan nilai prediksi negatif 88%.13
Observasi selama tidur dapat dilakukan dengan menggunakan pulse oximetry.
Pada saat tidur anak dipantau penurunan nilai saturasi dengan menggunakan
oksimetri. Pencatatan pulse oximetry secara kontinyu selama tidur dianjurkan
sebagai tes skrining dan dapat memperlihatkan desaturasi secara siklik yang
menjadi karakteristik suatu OSAS, tetapi tidak akan mendeteksi pasien OSAS
yang tidak berkaitan dengan hipoksia. Dengan menggunakan metode di atas
nilai prediksi positif sebesar 97% dan nilai prediksi negatif 53%. Hal ini berarti
bahwa apabila terjadi penurunan saturasi selama tidur maka kemungkinan
menderita OSAS cukup besar tetapi apabila tidak terdeteksi pada pemantauan
dengan oksimetri maka di perlukan pemeriksaan polisomnografi.13
Pemeriksaan laboratorium
20
Asma
Central Sleep Apnea Syndromes
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
Depresi
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
Hipotiroid
Narkolepsi
Obsttructive Sleep Apnea
Periodic Limb Movement Disorder
2.9 Penatalaksanaan
Tujuan terapi bedah pada OSA adalah untuk memperbaiki volume dan
bentuk saluran napas atas. Indikasi harus jelas dan dipersiapkan dengan baik.
Indikasi pembedahan OSA adalah AHI >20x/jam, saturasi O2.
21
Uvulopalatopharyngoplasty (UPPP) merupakan salah satu teknik
operasi dengan melakukan eksisi pada margo inferior palatum mole termasuk
uvula dan tonsil. Menurut penelitian metaanalisis yang pernah dilakukan,
dinyatakan UPPP secara signifikan dapat menurunkan AHI dan meningkatkan
saturasi oksigen. UPPP kurang efektif pada pasien usia lanjut dan IMT yang
tinggi. Genioglosus advancement dapat memperbaiki obstruksi retroglosal.
Teknik operasi lain adalah radiofrequency ablation (RA) palatum. Indikasinya
untuk pasien dengan obstruksi daerah palatum dan AHI <10 sampai 63 %
2.10 Komplikasi
Komplikasi OSAS terjadi akibat hipoksia kronik nokturnal, asidosis, dan sleep
fragmentation.
a. Komplikasi neurobehavioural
b. Gagal tumbuh
22
adenoid dan tonsil), peningkatan upaya bernapas, hipoksia, dan gangguan
tidur. Setelah dilakukan adenotonsilektomi, pertumbuhan anak akan terjadi
dengan cepat.
c. Komplikasi kardiovaskular
d. Enuresis
e. Penyakit respiratorik
23
f. Gagal napas dan kematian
12.11 Prognosis
24
BAB III
KESIMPULAN
Gejala utama dari apnea saat tidur (sleep apnea) adalah 3 S (Snoring,
Sleppiness, Significant other report of sleep apnea episodes). Mnemonik ini
terbukti dapat membantu mengedukasi masyarakat untuk lebih sensitif dalam
mengenali penyakit ini. Pada pemeriksaan fisis dapat terlihat pernafasan
melalui mulut, adenoidal facies, midfacial hypoplasia, retro/mikrognasi atau
kelainan kraniofasial lainnya, obesitas, gagal tumbuh, stigmata alergi misalnya
alergic shiners atau lipatan horizontal hidung.
Tatalaksana OSAS pada anak dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu
tindakan bedah dan medis (non bedah). Tindakan bedah yang dilakukan adalah
tonsilektomi dan/atau adenoidektomi dan koreksi terhadap disproporsi
kraniofasial, sedangkan terapi medis dapat berupa diet pada anak dengan
obesitas dan pemakaian nasal CPAP (Continuous Positif Airway Pressure ).
25
DAFTAR PUSTAKA
26
8. Laks L, Lehrhaft B, Grunstein RR. Pulmonary artery pressure response
to hypoxia in sleep apnea. Am J Respir Crit Care Med 1997; 155:193-8.
17.
9. Entzian P, Linnemann K. Schlaak M. Obtructive sleep apnea syndrome
and circadian rhytms of hormones an cytokines. Am J Respir Crit Care
Med 1996; 153:1080-6. 20.
10. Obstructive Sleep Apnea Differential Diagnoses [Internet]. California:
American Academy of Sleep Medicine; 2018 Jan 09 [cited 2018 April
09]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/295807-
differential
11. Ryan CF, Love LL. Mechanical properties of the velopharynx in obese
patients with obstructive sleep apnea. Am J Respir Crit Care Med 1996;
154:806-12.
12. Teschler H, Jones MB, Thomson AB, dkk. Automated continuo
positive airway pressure titration for obstructive sleep apnea syndrome.
Am J Respir Crit Care Med 1996; 154:734-40.
13. Levy P, BettegaG, Pepin JL. Surgical management options for snoring
and sleep apnoea. Dalam: McNicholas WT, penyunting. Respiratory
disorders during sleep. United Kingdom, ERS J Ltd; 1998. h. 205-26.
14. Montserrat JM, Ballester E, Hernands L. Overview of management
options for snoring and sleep apnoea. Dalam: McNicholas WT,
penyunting. Respiratory disorders during sleep. United Kingdom, ERS
J Ltd; 1998. h. 144-78.
15. Smith RS, Ronald J, Delaive K, Walld R, Manfreda J, Kryger MH.
What are obstructive sleep apnea patients being treated for prior to this
diagnosis?. Chest 2002; 121:164-72.
27