Pendahuluan
Usia lanjut pada umumnya mengalami berbagai gejala akibat terjadinya penurunan
fungsi biologis, psikologis, sosial, dan ekonomi. Perubahan ini akan memberikan pengaruh
pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya. Perkembangan kehidupan lansia yang
diharapkan mencakup penyesuaian terhadap penurunan kekuatan dan kesehatan fisik,
penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan penghasilan, penyesuaian terhadap kematian
pasangan atau kerabat, membangun suatu perkumpulan dengan sekelompok seusia,
mengambil dan beradaptasi terhadap peran sosial dengan cara yang fleksibel, serta membuat
pengaturan hidup atau kegiatan fisik yang menyenangkan.
Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau
mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu. Gelaja tersebut biasanya diikuti
gangguan fungsional saat bangun.
1. Anamnesis
meliputi kebiasaan tidur, kebiasaan mengorok pada waktu tidur, penyaksian henti napas saat
tidur, kepuasan tidur, mengantuk pada siang hari, perubahan perilaku, perubahan emosi,
perubahan sikap saat berhubungan dengan orang lain, kemampuan seksual (impotensi),
malam hari (nokturia), obat-obatan yang sedang dan sering diminum baik dengan resep
1
Juga ditanyakan apakah penderita juga mempunyai gangguan psikologis dari segi
sosial, apakah dia merupakan seorang pensiunan, dan juga bagaimana hubungannya penderita
2. Pemeriksaan
A. Pemeriksaan Fisik
dan gigi. (micrognathia, retrognathia, hypoplasia maksilaris, sumbing pada bibir/ palatum.
Lidah besar, oklusi gigi, kesejajaran mandibular). Obesitas diidentifikasi dengan mengukur
antropometri seperti berat badan, tinggi badan dan atau panjang rentang tangan serta indeks
masa tubuh (body mass index/BMi) BMI<28 sangat berisiko mengalam OSA.
Status mental : dilakukan untuk mencari dpresi (dengan skor depresi), kecemasan
Tekanan darah : hipertensi muncul pada >60% kasus GTGP. Dianjurkan pada
Ukuran leher : lingkar leher dapat untuk memprediksi ukuran membran krikotiroid.
Pada laki-laki dengan lingkar leher >17 inci, prevalensi OSA 30%. Pada perempuan
obstruksi jalan napasa, anatara lain deviasi septum, adenoid yang besar, polip atau massa
orofaring seperti hipertrofi tonsil, palatum lunak terlalu panjang, uvula yang besar, flap
2
faringeal, stenosis, tumor dan jaringan parut di faring posterior. Untuk mendeteksi tingkat
kesulitan intubasi dan luasnyaorofaring perlu dikatakan pemeriksaan dengan skor Mallampati
Leher : deposit lemak yang cukup banyak di sekitar leher dapat melemahkan tonus
otot pernapasan terutama selama tidur fase REM.tumor, termasuk limfadenopati yang nyata
harus dievaluasi.
B. Pemeriksaan penunjang
apabila terdapat tanda-tanda hipoksia yang jelas, terutama pada pasien dengan
dengan alat polisomnogram dapat memberiksan informasi yang akurat mengenai pola
tidur pasien sehingga dapat diketahui apakah pasien menderita OSA atau CSA.
apneuhipopneu index (AHI), yaitu menghitung jumlah total episode apnea dan
hypopnea dibagi lama tidur. Jika AHI >6 kali episode per jam maka diagnosis OSA
bisa ditegakkan. Pemeriksaan lain yang dilakukan adalah multiple step latency test
(MSLT). MSLT dilakukan untuk pasien yang mengeluh mengantuk terus sepanjang
hari dengan riwayat GTGP tidak jelas. Dengan alat polisomnogram, uji ini mengukur
3
periode laten (waktu/kecepatan) dari saat masih bagun sampai tidur. Uji ini dilakukan
berulang kali pada mencatat unculnya REM. Adanya 2 atau lebih stadium REM saat
uji ini dilakukan, menunjukkan pasien dalam kondisi narcolepsy. Narcolepsy adalah
gangguan tidur yang ditandai dengan 6 gejala, yaitu serangan mendadak tidur,
wakefulness (RTRSW) juga mengukur periode laten tetapi dengan perintah agar
pasien memertahankan agar tetap bangun selama uji dilakukan dan pasien
untuk persiapan terapi pembedahan. Permeriksaan ini meliputi : refelsk akustik yang
untuk melihat kolapsnya faring dan penyempitan maksimal jalan napas saat tidur,
scan jalan napas atas diperlukan bila ada tanda-tanda tumor di nasofaring/ orofaring
bagua dari jalan napas, jaringan lunak, dan deposit lemak di leher.1
3. Diagnosis
Secara luas gangguan tidur pada usia lanjut dapat dibagi menjadi : kesulitan masuk
tidur, kesulitan mempertahankan tidur nyenyak, dan bangun terlalu pagi. Gejala dan tanda
yang muncul sering kombinasi ketiganya, munculnya ada yang sementara atau kronik.
4
Secara internasional insomnia masuk dalam 3 sistem diagnostic, yaitu : International Code of
Diagnostic (ICD) 10, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) IV dan
Epidemiologi
Insomnia lebih sering diderita wanita daripada pria. Prevalensi insomnia pada
populasi umum telah diperkirakan hingga 35%, dengan 10% sampai 15% dianggap dedang
sampai parah. Perbedaan dalam prevalensi bervariasi , tergantung pada bagaimana insomnia
didefinisikan, tingkat keparahan dan frekuensi keluhan serta usia dan jenis kelamin pasien.
Sebuah studi epidemiologi baru-baru ini oleh Roth dan rekan menyoroti perbedaan ini. Bila
prevalensi sebesar 3,9% bila menggunakan ICSD-2kriteria. Untuk insomnia kronis, rata-rata
tinggi dialami wanita dan meningkat sesuai usia. Spekulasi tentang factor yang berkontribusi
terhadap relasi gender mulai muncul (miller 2004). Menariknya studi epidemiologi
menunjukkan bahwa, bahkan diantara pasien dengan keluhan kantuk di siang hari , 9%-15%
pada biaya social, dengan perkiran biaya langsung 1390000000 $ per tahun(walsh 2004).2
Etiologi
Model pilaku insomnia diusulkan oleh spielman dan rekannya dengan memberikan
kerangka teoritis untuk penyebab insomnia. Model diathesis-stress ini mengusulkan bahwa 3
faktor yang berkontribusi untuk pengembangan dan pemeliharaan insomnia. Pertama, factor
dan mencakup sifat-sifat seperti hyperarousal kronis dan wilayah rawan bencana. Kedua,
factor pemicu kejadian atau stress akut yang berinteraksi dengan factor predisposisi
menyebabkan gejala insomnia akut. Ketiga, factor yang menjalankan adalah perilaku
5
penyesuaian yang salah yang di adopsi dalam upaya untuk meredakan gejala insomnia
sementara tapi akhirnya berfungsi untuk mempertahankan insomnia. Sebagai contoh, banyak
orang yang akan mencoba untuk menebus kehilangan tidur dengan menghabiskan lebih
banyak waktu di tempat tidur. Perilaku ini meningkatkan kesempatan tidur tapi dapat
Klasifikasi
Dalam ICD 10 insomnia dibagi menjadi 2 yaitu organic dan non-organik. Untuk non-
organik dibagi lagi menjadi 2 kategori yaitu dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan
waktu tidur) dan parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur seperti mimpi
buruk, berjalan sambil tidur, dll). Dalam ICD 10 tidak dibedakan antara insomnia primer atau
sekunder akibat penyakit/kondisi abnormal lain. Insomnia disini adalah insomnia kronik yang
sudah diderita paling sedikit 1 bulan dan sudah menyebabkan gangguan fungsi dan social.1
Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 6 tipe, yaitu : 1. Gangguan
tidur yang berkolerasi dengan gangguan mental lain; 2. Gangguan tidur yang disebabkan oleh
kondisi medis umum; 3. Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan/ keadaan tertentu;
6. Gangguan tidur primer (gangguan tidur tidak berhubungan sama sekali dengan kondisi
Gangguan tidur primer pengertiannya mirip dengan insomnia non organic pada ICD
Dalam ICSD klasifikasi ganguan tidur lebih lengkap dan rinci, dibagi dalam 12
subtipe dan lebih dari 60 tipe sindrom insomnia. Untuk mendiagnosisnya sering memerlukan
6
berbagai pemeriksaan penunjang laboratorium tidur, klinik, dan radiologi seperti CT scan,
Irama sirkadian diatur oleh proses endogen berupa pengaturan temperature badan dan
oleh NSC; dan proses eksogen berupa perubahan terang dan gelap. Pada usia lanjut terdapat
gangguan tidur akibat gangguan irama sirkadian ini. Prevalensi gangguan tidur tipe ini tidak
jelas. Hal ini karena banyak orang usia lanjut yang menderia naumn merasa tidak
Kriteria Diagnostik
Insomnia Primer
A. Dominan keluhan adalah kesulitan memulai atau mempertahankan tidur, atau tidur-
menyegarkan, setidaknya 1 bulan.
B. Gangguan tidur (atau terkait kelelahan siang hari) menyebabkan distress klinis
signifikan atau penurunan bidang sosial, pekerjaan, atau fungsi penting.
C. Gangguan tidur tidak terjadi secara eksklusif selama Narkolepsi,-Breathing Terkait
Sleep Disorder, Circadian Rhythm Sleep Disorder, atau Parasomnia.
D. Gangguan tidak terjadi secara eksklusif selama gangguan mental lain (misalnya,
Mayor Depressive Disorder, Generalized Anxiety Disorder, delirium a).
E. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,
penyalahgunaan obat, obat) atau kondisi medis umum.
Insomnia merupakan keluhan kesulitan memulai atau mempertahankan tidur atau tidur-
menyegarkan (tidak merasa cukup istirahat setelah tidur yang cukup dalam jumlah). Insomnia
lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria; lebih umum dengan usia; dan sering
dikaitkan dengan gangguan medis dan psikiatris atau penggunaan alkohol, obat-obatan, dan
obat-obatan.3
7
Insomnia sementara jauh lebih umum daripada yang kronis (> 1 bulan) insomnia. Hal ini
biasanya hasil dari stres akut. Banyak kasus seperti menyelesaikan tanpa intervensi. Kelainan
PSG telah didokumentasikan dalam berkabung akut. Namun, insomnia persisten harus
menaikkan pertimbangan depresi, gangguan penyesuaian, atau gangguan kejiwaan lainnya.
Insomnia psychophysiologic adalah "gangguan ketegangan somatized dan belajar asosiasi
tidur-mencegah yang mengakibatkan keluhan insomnia" (ICSD-2 1997). Semua pasien
dengan insomnia kronis mungkin berkembang tidur-mencegah asosiasi belajar, seperti
ditandai overconcern dengan ketidakmampuan untuk tidur. Frustrasi, kemarahan, dan
kecemasan yang berhubungan dengan mencoba untuk tidur atau mempertahankan tidur hanya
berfungsi untuk membangkitkan mereka lebih lanjut karena mereka berjuang untuk tidur.
Pasien-pasien ini dapat memperoleh asosiasi permusuhan dengan kamar tidur mereka, sering
tidur lebih baik di tempat lain seperti di depan televisi, di sebuah hotel, atau di laboratorium
tidur. Insomnia psychophysiologic dapat menjadi kronis.3
Gangguan depresi pada lansia bisa terjadi dengan berbagai gejala, paling banyak dilaporkan
adalah adanya gejala-gejalafisik. Insomnia atau sulit tidur, nyeri otot dan sendi, gangguan
cemas dan kurang nafsu makan adalah gejala-gejala depresi yang sering timbul pada lansia.
Gejala-gejala fisik ini akan menjadi sulit dibedakan dengan gejala fisik kondisi medis umum
karena seringkali mirip dan merupakan bagian yang saling mempengaruhi. Untuk itulah,
dokter yang merawat pasien harus memahami betul konsep biopsikososial dan psikosomatik
8
medis ketika menangani pasien lansia karena gejala-gejala gangguan kejiwaan tersering pada
lansia seperti depresi bisa bermanifestasi dalam bentuk keluhan fisik.4
Terdapat beberapa faktro biologis, fisi, psikologis dan social yang membuat seorang berusia
lanjut rentan terhadap depresi. Perubahan pada system saraf pusat seperti meningkatnya
dalam terjadinya depresi pada usia lanjut gejala- gejala depresi terdiri dari : 1
Perasaan depresif
Konsentrasi menurun
Perasaan bersalah
Gangguan tidur
Menurunnya libido
2. Demensia
Demensia merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling umum pada orang
tua, dan penyakit Alzheimer (AD) adalah jenis yang paling umum dari demensia. Mengingat
patofisiologi saraf gangguan demensia (misalnya, degenerasi kolinergik dan disfungsi dalam
AD), tidaklah mengherankan bahwa gangguan tidur adalah fitur umum. Masalah terkait
seperti perilaku nokturnal mengganggu adalah endapan umum pelembagaan.
9
Menyadari kehadiran demensia umumnya tidak sulit; Namun, semua pasien gila harus
secara teratur diperiksa untuk gejala sleep / wake. Fragmentasi tidur yang mendalam dan
gangguan siklus tidur-bangun telah didokumentasikan oleh aktivitas. PSG dapat
menunjukkan latensi tidur berkepanjangan; menurunkan SE; dan penurunan TST, SWS, dan
tidur non-REM. Dalam demensia berat (misalnya, AD), EEG mungkin begitu abnormal
(misalnya, gelombang lambat saat bangun tidur) bahwa sulit untuk mencetak gol PSG.3
3. Post-Power Syndrom
Post power syndrome ialah reaksi somatic dalam bentuk sekumpulan symptom
penyakit, luka-luka, serta kerusakan fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang bersifat
progresif; dan penyebabnya ialah pensiun atau karena sudah tidak mempunyai jabatan dan
kekuasaan lagi.
Individu yang mengalami post-power syndrome berpandangan bahwa pekerjaan dan bekerja
itu merupakan suatu kebutuhan dasa, dan merupakan bagian yang sangat penting dari
kehidupan manusia. Pekerjaan dan bekerja itu memberikan kesenangan dan arti tersendiri
bagi kehidupan manusia. Lingkungan kerja itu sebagai sentrum sosial, sedangkan bekerja
merupakan aktivitas sosial yang memberikan kepada individu penghargaan atau respek,
status sosial, dan prestise sosial. Bekerja itu selain memberikan ganjaran material dalam
bentuk gaji, kekayaan dan bermacam-macam fasilitas material, juga memberikan ganjaran
sosial yang nonmaterial, yaitu berupa status sosial dan prestise sosial. Dengan demikian,
kebanggaan dan minat besar terhadap pekerjaan dengan segala pangkat, jabatan, dan symbol
kebesaran merupakan insentif yang kuat untuk mencintai suatu pekerjaan.
shock dan dianggap sebagai kerugian, dan aib yang memberikan rasa malu. “Pengangguran”
dilupakan, tersisishkan, tanpa tempat berpijak dan seperti “tanpa rumah”. Pada waktu masih
segala kemanisan. Pada masa itu ia merasa “agung”, merasa berharga dan berguna, merasa
fasilitas material. Sekarang ia mengalami kekosongan tanpa arti dan merasa tidak berguna di
mana ia sendiri belum siap untuk menghadapi kenyataan seperti itu. Sebenarnya yang
menjadi kriterium utama bukanlah kondisi atau situasi pensiun dan menganggur tersebut,
melainkan bagaimana caranya seseorang menghayati dan merasakan keadaan yang baru itu.
10
Konsisi mental dan tipe kepribadian individu sangat menentukan mekanisme-reaktif untuk
menanggapi masa pensiun dan masa menganggurnya itu. Jika ia merasa tidak mampu atau
belum sanggup untuk menerima kondisi baru tersebut, dan merasa sangat kecewa dan pedih,
maka hal itu bisa menimbulkan banyak konflik batin, ketakutan, kecemasan, dan rasa rendah
diri. Jika semuanya itu berlangsung berlarut-larut, maka akan mengakibatkan proses dementia
Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat
menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para
lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut6:
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik
yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji
menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum
kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara
berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik,
Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu
sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir
fisiknya.6
11
Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur,
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan
dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal
diabetes millitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi,
karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat
Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi
dan budaya.
Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi
kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman,
pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi
makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan
12
dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan
aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan
II. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan
mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan
III. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat
pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka
pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit
dari kedukaannya.
IV. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki
lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-
V. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya
terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung
13
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam
kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan
penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang
memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah
Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia?
Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun.
Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang
memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah).
Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik
positif maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif
akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif
sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk
mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan
Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-
masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah
minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan
setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya
Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga
menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini
14
ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua,
sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna,
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya
sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan
selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar
tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin
menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku
regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna
serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti
anak kecil.6
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki
keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota
keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu
memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak
punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup
namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan
1. Kesepian
15
Kesepian atau loneliness, biasanya dialami oleh seorang lanjut usia pada saat
meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat, terutama bila dirinya sendiri saat itu juga
Harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri.Banyak diantara lansia yang hidup
sendiri tidak mengalami kesepian,karena aktivitas sosial yang masih tinggi, tetapi dilain
pihak terhadap lansia yang walaupun hidup dilingkungan yang beranggotakan cukup banyak ,
mengalami kesepian. Pada penderita kesepian ini peran dari organisasi sosial sangat berarti,
karena bisa bertindak menghibur, memberikan motivasi untuk lebih meningkatkan peran
enderita, disamping memberikan bantuan pengerjaan pekerjaan dirumah bila bila memang
2. Gangguan cemas
Gangguan cemas dibagi dalam beberapa golongan, yaitu fobia, gangguan panik,
gangguan cemas umum, gangguan stres pasca trauma dan gangguan obsesif-kompulsif.
Puncak Insidensi antara usi 20-60 tahun dan prevalensi pada lansia lebih kecil dibandingkan
pada dewasa muda. Pada usia lanjut seringkali gangguan cemas ini merupakan kelanjutan
dari dewasa muda. Awitan yang terjadi pada usia lanjut biasanya berhubungan/sekunder
akibat depresi, penyakit medis, efek samping obat atau gejala penghentian mendadak dari
suatu obat. Gejala dan pengobatan pada usia lanjut hampir serupa dengan pada usia dewasa
3. Pengobatan
16
Tabel 27-5. Stimulus Control Treatment
Jauhkan waktu tidur dan bangun konstan, bahkan pada akhir pekan.
Jangan gunakan tempat tidur untuk menonton televisi, membaca buku, atau bekerja. Jika
tidur tidak dimulai dalam jangka waktu tertentu, mengatakan, 30 menit, meninggalkan
tempat tidur dan tidak kembali sampai mengantuk.
Berolahraga secara teratur (3-4 kali per minggu), tetapi cobalah untuk menghindari
berolahraga di sore hari jika ini cenderung mengganggu tidur.
Menghentikan atau mengurangi alkohol, kafein, rokok, dan zat-zat lain yang dapat
mengganggu tidur.
"Angin down" sebelum tidur dengan kegiatan yang tenang atau santai.
Intervensi Psychopharmacologic
17
Benzodiazepin (BZDs) telah menjadi yang paling banyak diresepkan obat penenang
benar-hipnotik, menjadi lebih aman daripada barbiturat. Mereka umumnya mengurangi
latensi tidur, terjaga menit setelah onset tidur, SWS, dan REM sambil meningkatkan Tahap 2.
Pemilihan BZD tergantung pada onset dan durasi kerja (dalam kaitannya dengan waktu
keluhan tidur) dan sifat anxiolytic jika diperlukan. Dengan tidak adanya penyalahgunaan zat
sejarah atau penyalahgunaan seiring zat lain, penggunaan jangka pendek BZDs untuk
mengobati insomnia biasanya aman dan efektif. Khasiat jangka panjang tidak jelas; toleransi
fisiologis dapat terjadi.3
18
Ramelteon, sebuah melatonin selektif (MEL) agonis (aktif pada MT1 dan MT2 situs),
tidak mengikat reseptor GABA, juga tidak memiliki aktivitas dalam sistem reward otak. Hal
ini sedang dipasarkan sebagai "kecanduan bukti"; jika klaim ini berdiri ujian waktu, itu akan
memberikan pilihan penting bagi banyak pasien dalam pemulihan. Onset yang cepat
mekanisme aksi dan melatonergic tampil menjanjikan untuk insomnia awal, terutama dalam
konteks fase sirkadian tertunda.
Obat-obat lain yang diresepkan untuk insomnia tanpa adanya komorbiditas psikiatri termasuk
trazodone, antidepresan penenang lainnya, dan antipsikotik atipikal yang lebih menenangkan.
Over-the-counter pil (OTC) tidur biasanya terdiri dari atau mengandung histamin 1 antagonis
(misalnya, diphenhydramine). Keberhasilan mereka meragukan. "Natural" obat termasuk
valerian dan MEL, yang terakhir yang telah digunakan selama bertahun-tahun dan mungkin
memiliki beberapa khasiat.3
"Perang melawan narkoba" yang semakin menyebabkan banyak dokter untuk meresepkan
obat dengan profil keamanan kurang menguntungkan dari BZDs, (misalnya, risiko priapisme
dengan trazodone dan komplikasi metabolik dengan antipsikotik atipikal). Pasien usia lanjut
sangat rentan terhadap efek samping antikolinergik antihistamin.3
Banyak orang berpikir "alami" produk yang lebih aman, tidak tahu bahwa FDA
mengklasifikasikan mereka sebagai suplemen diet dan tidak mengatur mereka sedekat
"diproduksi" farmasi. Masalah serius telah dihasilkan dari pengolahan yang tidak aman
(misalnya, L-tryptophan sampingan menyebabkan sindrom eosinofilia-mialgia). Baru-baru
ini, analisis tablet MEL dibeli di "reputasi" apotek, supermarket, dan toko makanan kesehatan
ditemukan sangat beragam dosis sebenarnya MEL serta pencampuran seperti BZDs. Potensi
19
interaksi obat yang kurang dikenal untuk produk-produk pengobatan komplementer,
khususnya dalam hal tumbuhan yang mengandung beberapa senyawa kimia.
4. Prognosis
Tergantung pada penyebab yang mendasari insomnia serta pencegahan komplikasi sekunder
seperti penyalahgunaan zat dalam konteks pengobatan sendiri.3
Kesimpulan
Daftar Pustaka
1. Sudoyo A W. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-6. Jilid ke-1. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.h.3828.
2. Dewanto G. Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta:
EGC;2009.h.189-190.
Companies.
4. Dr. Andry Sp.Kj . Kompas health [article online] 9 April 2012 07.01. Diunduh dari :
6. Shary. Pedoman Kesehatan jiwa [article online] Agustus 2009. Diunduh dari :
7. Gunadi H. Problematik usia lanjut ditinjau dari sudut kesehatan jiwa . Jakarta:
EGC;2006.h.89-97.
20