Anda di halaman 1dari 16

Tinjauan Pustaka

Diagnosis Sindroma Cushing dan Penatalaksanaannya


Gabriel Susilo
Kelompok C2, 10.2012.016
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email: gabriel.susilo@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan
Nama sindrom Cushing diambil dari Harvey Cushing, seorang ahli bedah yang
pertama kali mengidentifikasikan penyakit ini pada tahun 1912. Penyakit ini ditandai dengan
obesitas badan (truncal obesity), hipertensi, mudah lelah, amenorea, hirsutisme, striae
abdomen berwarna ungu, edema, glukosuria, osteoporosis, dan tumor basofilik hipofisis.1
Gejala klinis yang timbul pada pasien disertai dengan hasil pemeriksaan fisik serta
penunjang dapat mengarah ke suatu kesimpulan diagnosis penyakit. Hal ini harus didasarkan
pada etiologi serta mekanisme patofisiologi penyakit tersebut, sehingga selanjutnya dapat
ditentukan penatalaksanaan yang paling tepat untuk pasien dalam kasus.
Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan
memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien.
Anamnesis bisa dilakukan pada pasien itu sendiri yang disebut Auto Anamnesa apabila pasien
dalam kondisi sadar dan baik, bisa juga melalui keluarga terdekat atau orang yang bersama
pasien selama ia sakit apabila pasien dalam kondisi tidak sadar atau kesulitan berbicara
disebut dengan Allo Anamnesa.2

Dengan dilakukanya anamnesis maka 70% diagnosis dapat ditegakkan. Sedangkan


30% sisanya didapatkan dari pemeriksaan fisik dan penunjang. Hal yang perlu ditanyakan
dokter pada saat anamnesis antara lain:2

Identitas pasien yakni data diri dari pasien tersebut seperti nama, alamat, pekerjaan,

umur, dan lain sebagainya.


Keluhan utama yakni gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan
penderita sehingga mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan pertolongan
serta menjelaskan tentang lamanya keluhan tersebut. Hal ini merupakan dasar untuk

memulai evaluasi pasien.


Pada riwayat penyakit sekarang dapat ditanyakan mengenai:
o Sejak kapan muncul gangguan atau gejala-gejala tersebut
o Frekuensi serangan atau kualitas penyakit
o Sifat serangan atau kuantitas penyakit
o Lamanya penyakit tersebut diderita
o Perjalanan penyakitnya, riwayat pengobatan sebelumnya
o Lokasi sakitnya
o Akibat yang timbul
o Gejala-gejala yang berhubungan
Riwayat penyakit dahulu merupakan riwayat penyakit yang pernah di derita pasien
pada masa lampau yang mungkin berhubungan dengan penyakit yang dialami

sekarang.
Riwayat keluarga meliputi segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter

dan kontak antara anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami.


Riwayat pribadi merupakan segala hal yang menyangkut pribadi pasien.
Riwayat sosial mencakup keterangan mengenai pekerjaan, aktivitas, perkawinan,
lingkungan tempat tinggal, dan lain-lain.
Pada skenario ini, dengan anamnesis didapati seorang laki laki yang mengeluh sejak

1,5 bulan yang lalu sering lemas dan pada malam hari terbangun 3 4 kali untuk BAK.
Terdapat riwayat asma pada pasien tersebut dan telah mengonsumsi prednison per tablet
untuk terapi lanjutan. Tidak terdapat adanya riwayat penglihatan ganda atau sakit kepala.
Untuk kasus yang dicurigai si pasien menderita sindroma Cushing, dapat ditanyakan
hal hal yang berhubungan dengan gejala klinis maupun yang dicurigai dapat menyebabkan
pasien menderita keluhan tersebut, seperti :

Apakah terdapat perubahan pada bentuk badan atau wajah ?


Adakah riwayat pemakaian obat obatan kortikosteroid ?
Apakah terdapat kelemahan pada otot ?
2

Apakah terdapat peningkatan nafsu makan dan keinginan untuk minum, serta

peningkatan frekuensi untuk berkemih terutama pada malam hari ?


Apakah terdapat peningkatan berat badan ?
Adakah riwayat tekanan darah tinggi ?
Apakah terdapat adanya pembengkakan ?
Adakah kelainan pada kulit seperti adanya pigmentasi, garis garis ungu pada

abdomen atau mudah memar ?


Apakah terdapat keluhan dalam berhubungan intim seperti gairah yang menurun ?

Pemeriksaan Fisik

Obesitas
o Pasien mengalami peningkatan jaringan adiposa di wajah (moon face),
punggung atas di pangkal leher (buffalo hump), dan di atas klavikula (bantalan
lemak supraklavikularis).3
o Obesitas sentral dengan jaringan adiposa meningkat di mediastinum dan
peritoneum; peningkatan ratio pinggang-pinggul yakni > 1 pada pria dan > 0,8

pada wanita.3
Kulit
o Facial plethora terutama di pipi.
o Violaceous striae (striae ungu) > 0,5 cm, umumnya di abdomen, pantat,
punggung bawah, paha atas, lengan atas, dan payudara.
o Terdapat ekimosis.
o Pasien dapat mempunyai telangiectasias dan purpura.
o Acanthosis nigricans, yang berhubungan dengan resistensi insulin dan
hiperinsulinisme . Umumnya ditemukan di axila, siku, leher, dan di bawah

payudara.3
Jantung dan renal
o Hipertensi dan edema dapat terjadi karena aktivasi kortisol dari reseptor

mineralokortikoid menuju natrium dan retensi air.3


Gastroenterologi
o Ulkus peptikum dapat terjadi dengan atau tanpa gejala. Khususnya pada risiko

pasien yang diberi dosis tinggi glukokortikoid.3


Endokrin
o Pasien dengan tumor pituitari yang menghasilkan ACTH (penyakit Cushing)
dapat mengeluh sakit kepala, poliuria dan nokturia, masalah penglihatan, atau

galaktorea.3
Rangka / otot

o Dapat terjadi kelemahan otot proksimal. Terjadinya osteoporosis dapat


menyebabkan patah tulang, kyphosis, kehilangan tinggi, dan nyeri tulang
rangka aksial.3
Pada pemeriksaan fisik kasus ini, didapati pasien yang memiliki bentuk badan yang
endomorf dengan berat badan 80 kg dan tinggi badan 150 cm serta lingkar perut 110 cm dan
lingkar panggul 85 cm. Dengan demikian pasien tersebut dapat digolongkan sebagai
penderita obesitas tipe II. Kemudian didapati tekanan darah tinggi 140/75 mmHg.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Darah lengkap. Pada pemeriksaan darah lengkap, biasanya didapati hiperglikemia,
kurva GTT menyerupai DM, hipokalemia, hipernatremia, hipofosfatemia, hiperkloremik
asidosis dan jumlah eosinofil dan limfosit menurun.1
Urin. Pada pemeriksaan urin, didapati glukosuria, kadar 17-OH kortikosteroid
meningkat, dan kadar 17 ketosteroid meningkat.1
Tes Skrining Kadar Kortisol
Pada kasus sulit (misal pada pasien obes), digunakan tes skrining dengan pengukuran
kortisol bebas urin 24 jam. Bila kadar kortisol bebas urin lebih tinggi dari 275 nmol/dl
(100g/dl) adalah sugestif sindrom Cushing.1
Tes Supresi Deksametason Tengah Malam
Deksametason 2 mg di tengah malam biasanya menekan kadar kortisol plasma
sebanyak <200 nmol/18 jam kemudian. Jika tes ini menunjukan adanya kelebihan produksi
kortisol, hal hal berikut bisa membantu menegakkan diagnosis pasti dan menentukan
etiologinya.4

Kadar ACTH tinggi pada sindrom Cushing yang tergantung pada hipofisis (penyakit
Cushing) atau produksi yang ektopik. Kadar ACTH rendah pada pasien dengan

adenoma adrenal.
Deksametason 2 mg tiap 6 jam selama 3 hari menekan kadar kortisol dalam urin pada

sindrom Cushing, namun tidak lesi adrenal yang biasanya autonom.


Pasien dengan penyakit Cushing menunjukan peningkatan ACTH dan kortisol yang
hebat sebagai respons terhadap corticotropin relaesing hormone (CRH), sedangkan
4

pasien dengan sekresi ACTH ektopik atau adenoma adrenal jarang memberikan
respons.
CT Scan
Untuk memeriksa adrenal adalah pencitraan tomografi komputer (CT Scan) abdomen.
CT Scan bernilai untuk menentukan lokalisasi tumor adrenal dan untuk mendiagnosis
hiperplasia bilateral. CT scan resolusi tinggi pada kelenjar hipofisis dapat menunjukkan
daerah-daerah dengan penurunan atau peningkatan densitas yang konsisten dengan
mikroadenoma pada sekitar 30% dari penderita-penderita ini. CT scan kelenjar adrenal
biasanya menunjukkan pembesaran adrenal pada pasien dengan sindrom Cushing dependen
ACTH dan massa adrenal pada pasien dengan adenoma atau karsinoma adrenal.1
MRI
Untuk semua pasien yang mengalami hipersekresi ACTH hipofisis, menggunakan
kontras gadolinium. Bisa ditemukan mikroadenoma kecil.1
Hormon Adrenokortikal
Kelenjar adrenal terletak di kutub superior kedua ginjal. Setiap kelenjar terdiri dari
dua bagian yang berbeda, yaitu korteks dan medula, dengan korteks sebagai bagian terbesar.
Medula adrenal mensekresikan hormon epinefrin dan norepinefrin yang berkaitan dengan
sistem saraf simpatis, sedangkan korteks adrenal mensekresikan hormon kortikosteroid.
Korteks adrenal mempunyai 3 zona:5
1. Zona glomerulosa: sekresi mineralokortikoid-aldosteron. Sekresi aldostern diatur oleh
konsentrasi angiotensin II dan kalium ekstrasel.
2. Zona fasikulata: lapisan tengah dan terlebar, sekresi glukokortikoid-kortisol,
kortikosteron, dan sejumlah kecil androgen dan esterogen adrenal. Sekresi diatur oleh
sumbu hipotalamus-hipofisis oleh hormon adrenokortikotropik (ACTH).
3. Zona retikularis: sekresi androgen adrenal dehidroepiandrosteron (DHEA) dan
androstenedion, dan sejumlah kecil esterogen dan glukokortikoid. Sekresi diatur oleh
ACTH, dan faktor lain seperti hormon perangsang-androgen korteks yang disekresi
oleh hipofisis.

Dari korteks adrenal dikenali lebih dari 30 jenis hormon steroid, namun hanya dua
jenis yang jelas fungsional, yaitu aldosteron sebagai mineralokortikoid utama dan kortisol
sebagai glukokortikoid utama. Aktivitas mineralokortikoid mempengaruhi elektrolit (mineral)
cairan ekstrasel, terutama natrium dan kalium. Sedangkan glukokortikoid meningkatkan
glukosa darah, serta efek tambahan pada metabolisme protein dan lemak seperti pada
metabolisme karbohidrat.5
Hormon Glukokortikoid
Sedikitnya 95% aktivitas glukokortikoid dari sekresi adrenokortikal merupakan hasil
dari sekresi kortisol, yang dikenal juga sebagai hidrokortisol. Namun, sejumlah kecil aktivitas
glukokortikoid yang cukup penting diatur oleh kortikosteron.5
Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat adalah sebagai berikut: 1)
perangsangan glukoneogenesis dengan cara meningkatkan enzim terkait dan pengangkutan
asam amino dari jaringan ekstrahepatik, terutama dari otot; 2) penurunan pemakaian glukosa
oleh sel dengan menekan proses oksidasi NADH untuk membentuk NAD+; dan 3)
peningkatan kadar glukosa darah dan Diabetes Adrenal dengan menurunkan sensitivitas
jaringan terhadap insulin.5
Efek kortisol terhadap metabolisme protein adalah sebagai berikut: 1) pengurangan
protein sel; 2) kortisol meningkatkan protein hati dan protein plasma; dan 3) peningkatan
kadar asam amino darah, berkurangnya pengangkutan asam amino ke sel-sel ekstrahepatik,
dan peningkatan pengangkutan asam amino ke sel-sel hati. Jadi, mungkin sebagian besar efek
kortisol terhadap metabolisme tubuh terutama berasal dari kemampuan kortisol untuk
memobilisasi asam amino dari jaringan perifer, sementara pada waktu yang sama
meningkatkan enzim-enzim hati yang dibutuhkan untuk menimbulkan efek hepatik.5
Efek kortisol terhadap metabolisme lemak adalah sebagai berikut: 1) mobilisasi asam
lemak akibat berkurangnya pengangkutan glukosa ke dalam sel-sel lemak sehingga
menyebabkan asam-asam lemak dilepaskan; dan 2) obesitas akibat kortisol berlebihan karena
penumpukan lemak yang berlebihan di daerah dada dan kepala, sehingga badan bulat dan
wajah moon face, disebabkan oleh perangsangan asupan bahan makanan secara berlebihan
disertai pembentukan lemak di beberapa jaringan tubuh yang berlangsung lebih cepat
daripada mobilisasi dan oksidasinya.5
6

Selain efek dan fungsi yang terkait metabolisme, kortisol penting dalam mengatasi
stres dan peradangan karena dapat menekan proses inflamasi bila diberikan dalam kadar
tinggi, dengan mekanisme menstabilkan membran lisosom, menurunkan permeabilitas
kapiler, menurunkan migrasi leukosit ke daerah inflamasi dan fagositosis sel yang rusak,
menekan sistem imun sehingga menekan produksi limfosit, serta menurunkan demam
terutama karena kortisol mengurangi pelepasan interleukin-1 dari sel darah putih. Kortisol
juga dapat mengurangi dan mempercepat proses inflamasi, menghambat respons inflamasi
pada reaksi alergi, mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit darah, serta meningkatkan
produksi eritrosit, walaupun mekanismenya yang belum jelas.5
Hormon glukokortikoid mempunyai mekanisme kerja seluler sebagai berikut: 1)
hormon masuk ke dalam sel melalui membran sel; 2) hormon berikatan dengan reseptor
protein di dalam sitoplasma; 3) kompleks hormon-reseptor kemudian berinteraksi dengna
urutan DNA pengatur spesifik, yang disebut elemen respons glukokortikoid, untuk
membangkitkan atau menekan transkripsi gen; dan 4) glukokortikoid akan meningkatkan atau
menurunkan transkripsi banyak gen untuk mempengaruhi sintesis mRNA utnuk protein yang
memperantarai berbagai pengaruh fisiologis.5
Regulasi kortisol dipengaruhi oleh hormon ACTH yang disekresi oleh hipofisis.
ACTH ini merangsang sekresi kortisol. Sedangkan sekresi ACTH sendiri diatur oleh
CRF/CRH (Corticotropin Releasing Factor/Hormone) dari hipotalamus. ACTH ini
mengaktifkan sel adrenokortikal untuk memproduksi steroid melalui peningkatan siklik
adenosin monofosfat (cAMP). Kortisol ini apabila berlebih mempunyai umpan balik negatif
terhadap sekresi ACTH dan CRF yang masing-masing mengarah pada hipofisis dan
hipotalamus agar sekresi CRF, ACTH, dan kortisol kembali menjadi normal.5
Berlawanan dengan aldosteron, kortisol pada keadaan tertentu dapat menyebabkan
retensi Na+ dan meningkatkan ekskresi K+, tetapi efek ini jauh lebih kecil daripada
aldosteron. Hal ini disebabkan karena kortisol dapat menambah kecepatan filtrasi glomeruli;
selain itu kortisol juga dapat meningkatkan sekresi tubuli ginjal.5
Adenoma Hipofisis
Tumor hipofisis merupakan 10-15% dari seluruh neoplasma intrakranial. Dari
pemeriksaan histopatologi diketahui bahwa 85-90% tumor hipofisis merupakan tumor
7

functioning yang terdiri dari prolaktinoma (60%), tumor yang memproduksi GH dan ACTH
masing-masing 20% dan 10%, sementara tumor dengan hipersekresi TSH dan gonadotropik
sangat jarang. Sedangkan tumor hipofisis yang non-functioning hanya 10%.1
Tumor dapat diklasifikasikan menjadi mikroadenoma dan makroadenoma berdasarkan
ukurannya. Morbiditas akibat mikroadenoma disebabkan oleh sekresi hormon yang berlebih,
sedangkan morbiditas makroadenoma disebabkan oleh efek massa tumor, ketidakseimbangan
hormonal (karena defisiensi hormon karena kompresi sel normal, atau produksi hormon yang
berlebih oleh tumor), dan komorbiditas pasien.1
Gangguan pada hipofisis dapat memiliki gambaran klinis yang bervariasi, berupa: 1)
defisiensi satu atau lebih hormon hipofisis; 2) kelebihan hormon; 3) efek massa tumor; dan 4)
ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan CT scan atau MRI.1
Differential Diagnosis
Cushing Disease
Penyakit Cushing adalah kondisi dimana hipofisis mensekresi ACTH terlalu banyak.
Penyakit ini merupakan salah satu penyebab Sindrom Cushing. Penyakit Cushing disebabkan
oleh tumor atau hiperplasia dari hipofisis. Keadaan terlalu banyaknya ACTH bisa
mengakibatkan meningkatnya produksi dan pengeluaran kortisol, suatu hormon stress.
Biasanya kortisol dikeluarkan pada saat seseorang mengalami keadaan yang stress, hormon
ini mengatur penggunaan karbohidrat, lemak, dan protein tubuh serta menolong penurunan
imun sehingga reaksi radang tidak terlalu parah.6
Gejala yang diberikan adalah obesitas badan, dengan tangan dan kaki yang kurus,
muka bulan, dan terhambatnya pertumbuhan pada anak-anak. Perubahan kulit ditandai
dengan jerawat dan infeksi kulit, striae ungu, dan kulit yang tipis dan mudah robek.
Kelemahan dan penipisan tulang juga bisa terjadi. Pada pria ini juga berdampak pada
penurunan libido dan impotensi.6
Secara umum, langkah pertama dalam menentukan diagnosis adalah memastikan
keadaan kortisol yang berlebihan dalam darah (sindrom Cushing). Hal ini dilakukan dengan
tes hormon. Setelah diagnosis didirikan, diperlukan pemeriksaan MRI untuk menetukan
apakah terdapat tumor hipofisis. Pada penyakit Cushing, biasanya ditemukan tumor yang

sangat kecil (microadenoma). Jika tidak terdapat tumor, maka nilai inferior petrosal sinus
sampling (IPSS) akan rendah. Dalam beberapa kasus, MRI gagal untuk mengidentifikasi
kelainan dengan demikian dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan IPSS. IPSS harus
dilakukan oleh neuroradiologist yang berpengalaman karena memiliki resiko, dan jika
dilakukan tidak tepat, dapat memberikan hasil yang menyesatkan. Jika tingkat ACTH pada
IPSS sama dengan vena di bawah jantung, maka dapat menunjukan adanya tumor di bagian
tubuh yang lain (tumor ektopik) yang memproduksi ACTH. Pada penyakit Cushing, tingkat
ACTH dalam IPSS jauh lebih tinggi dibandingkan dengan vena di bawah jantung.6
Untuk penatalaksanaan, yang perlu dilakukan adalah operasi untuk menghilangkan
tumor hipofisis bila memungkinkan. Setelah operasi, hipofisis akan perlahan-lahan kembali
ke arah normal. Selama proses ini mungkin diperlukan penambahan kortisol sementara.
Selain pembedahan, radiasi hipofisis juga mungkin digunakan. Bila kedua cara diatas gagal,
maka pemberian obat yang membuat tubuh berhenti mengeluarkan kortisol juga bisa
diberikan. Bila gagal juga, adrenelektomi adalah jalan lain untuk mengurangi sekresi kortisol.
Prognosis bila tidak diobati adalah buruk, operasi bisa mengobati, tetapi tumor mungkin saja
tumbuh kembali.6
Working Diagnosis
Sindrom Cushing
Sindrom Cushing adalah gangguan hormonal yang disebabkan kortisol plasma
berlebihan dalam tubuh (hiperkortisolisme), baik oleh pemberian glukokortikoid jangka
panjang dalam dosis farmakologik (iatrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan akibat
gangguan aksis hipotalamus-hipofisisadrenal (spontan). Nama sindrom Cushing diambil dari
Harvey Cushing, seorang ahli bedah yang pertama kali mengidentifikasikan penyakit ini pada
tahun 1912. Penyakit ini ditandai dengan obesitas badan (truncal obesity), hipertensi, mudah
lelah, amenorea, hirsutisme, striae abdomen berwarna ungu, edema, glukosuria, osteoporosis,
dan tumor basofilik hipofisis.1
Sindrom Cushing relatif langka dan paling sering terjadi pada usia 20 hingga 50
tahun. Orang yang menderita obesitas dan DM-tipe 2, disertai dengan hipertensi dan gula
darah yang tidak terkontrol, akan meningkatkan risiko terserang penyakit ini.1
Pada skenario ini didapati seorang laki laki berusia 40 tahun yang mengeluh sering
lemas dan pada malam hari terbagun 3 4 kali untuk BAK. Pasien memiliki bentuk badan
9

endomorf dan pada pemeriksaan digolongkan pada obesitas tipe II, terdapat adanya moon
face, tekanan darah yang tinggi dan adanya peningkatan gula darah puasa dengan kadar
natrium yang normal. Pasien juga memiliki riwayat asma dan mengonsumsi prednison per
tablet untuk terapi lanjutan. Dari pemeriksaan awal inilah, pasien didiagnosis memiliki faktor
resiko tinggi terkena Sindrom Cushing.
Untuk diagnosis yang lebih pasti, dapat dilakukan dengan mengukur kadar kortisol di
dalam darah dan urin. Normalnya, kadar kortisol di dalam darah tinggi pada pagi hari dan
rendah pada malam hari. Sedangkan pada penderita sindrom Cushing memiliki kadar kortisol
yang tinggi sepanjang hari. Jika kadar kortisol tinggi, dapat dilakukan tes penekanan dengan
deksametason. Deksametason akan menekan kelenjar hipofise (pituitary) sehingga
menyebabkan penekanan pada kelenjar adrenal dalam memproduksi kortisol. Jika sindroma
Cushing disebabkan oleh rangsangan kelenjar hipofise yang berlebihan, maka akan terjadi
penurunan kadar kortisol. Untuk memastikan adanya perangsangan yang berlebihan dari
kelenjar hipofise, dapat dilakukan pengukuran kadar ACTH (adrenocorticotropic hormone).
Tetapi jika sindroma Cushing disebabkan oleh penyakit lain, kadar kortisol akan tetap tinggi
pada tes penekanan dengan deksametason. Pemeriksaan radiologi seperti CT scan atau MRI,
dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya abnormalitas pada kelenjar hipofise atau kelenjar
adrenal, misalnya tumor.
Etiologi dan Klasifikasi
Cushing melukiskan suatu sindrom yang ditandai dengan obesitas badan (truncal
obesity), hipertensi, mudah lelah, amenorea, hirsutisme striae abdomen berwarna ungu,
edema, glukosuria, osteoporosis dan tumor basofilik hipofisis. Sindrom ini kemudian
dinamakan sindrom Cushing. Sindrom Cushing dapat disebabkan oleh pemberian
glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologi (iatrogen) atau oleh sekresi kortisol
yang berlebihan akibat aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal (spontan). Sindrom Cushing
iatrogenik dijumpai pada penderita artritis reumatoid, asma, limfoma dan gangguan kulit
umum yang menerima glukokortikoid sintetik sebagai agen antiinflamasi. Pada sindrom
Cushing spontan, hiperfungsi korteks adrenal terjadi sebagai akibat rangsangan berlebihan
oleh ACTH atau sebagai akibat patologi adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol
abnormal.7
Sindrom Cushing dapat dibagi menjadi dua jenis: 1) dependent ACTH dan 2)
independent ACTH. Di antara jenis dependent ACTH, hiperfungsi korteks adrenal mungkin
10

disebabkan oleh sekresi ACTH kelenjar hipofisis yang abnormal dan berlebihan. Karena tipe
ini mula mula dijelaskan oleh Harvey Cushing pada tahun 1932, maka keadaan ini juga
disebut sebagai penyakit Cushing. Pada 80% pasien ini ditemukan adenoma hipofisis yang
menyekresi ACTH. Pada 20% sisanya terdapat bukti bukti histologi hiperplasia hipofisis
kortikotrop. Masih tidak jelas apakah hiperplasia timbul akibat gangguan pelepasan
corticotropin relaesing hormone (CRH) oleh neurohipotalamus.7
Patofisiologi
Secara fisiologis hipotalamus berada di otak dan kelenjar hipofisis berada tepat di
bawahnya. Inti paraventrikular (PVN) dari hipotalamus melepaskan Corticotrophin-releasing
hormone (CRH), yang merangsang kelenjar hipofisis untuk melepaskan adrenocorticotropin
(ACTH). ACTH bergerak melalui darah ke kelenjar adrenal kemudian merangsang pelepasan
kortisol. Kortisol disekresi oleh korteks kelenjar adrenal dari daerah yang disebut zona
fasciculata sebagai respons terhadap ACTH. Peningkatan kadar kortisol menyebabkan umpan
balik negatif (negative feedback) pada hipofisis sehingga menurunkan jumlah ACTH yang
dilepaskan dari kelenjar hipofisis.7
Sindrom Cushing mengacu terhadap kelebihan kortisol berdasarkan etiologi apapun,
baik kelebihan kadar pemberian glukokortikoid eksogen ataupun overproduksi kortisol
endogen. Overproduksi glukokortikoid endogen atau hiperkortisolisme yang independen
ACTH biasanya disebabkan oleh neoplasma yang mensekresi kortisol dalam korteks kelenjar
adrenal (neoplasma adrenocortical primer). Biasanya merupakan sebuah adenoma dan jarang
karsinoma.7
Adenoma ini menyebabkan kadar kortisol dalam darah sangat tinggi, terjadinya
umpan balik negatif terhadap hipofisis dari tingkat kortisol yang tinggi akan menyebabkan
tingkat ACTH sangat rendah.7
Pada kasus lain dengan dependen ACTH, sindrom Cushing hanya merujuk kepada
hiperkortisolisme sekunder akibat produksi berlebihan ACTH dari corticotrophic pituitary
adenoma. Hal ini menyebabkan kadar ACTH dalam darah meningkat bersamaan dengan
kortisol dari kelenjar adrenal. Kadar ACTH tetap tinggi karena tumor menyebabkan hipofisis
menjadi tidak responsif terhadap umpan balik negatif dari kadar kortisol yang tinggi. ACTH
juga dapat disekresi berlebihan pada pasien-pasien dengan neoplasma yang memiliki
kapasitas untuk menyintesis dan melepaskan peptida mirip ACTH baik secara kimia maupun
11

fisiologik. ACTH berlebihan yang dihasilkan dalam keadaan ini menyebabkan rangsangan
yang berlebihan terhadap sekresi kortisol oleh korteks adrenal dan disebabkan oleh
penekanan pelepasan ACTH hipofisis. Jadi, kadar ACTH yang tinggi pada penderita ini
berasal dari neoplasma dan bukan dari kelenjar hipofisisnya.7
Sejumlah besar neoplasma dapat menyebabkan sekresi ektopik ACTH. Neoplasma
neoplasma ini biasanya berkembang dari jaringan jaringan yang berasal dari lapisan
neuroektodermal selama perkembangan embrional. Karsinoma sel oat paru, karsinoid
bronkus, timoma dan tumor sel sel pulau di pankreas, merupakan contoh contoh yang
paling sering ditemukan. Beberapa tumor ini mampu menyekresi CRH ektopik. Pada keadaan
ini, CRH ektopik merangsang sekresi ACTH hipofisis, yang menyebabkan terjadinya sekresi
kortisol secara berlebihan oleh korteks adrenal. Jenis sindrom Cushing yang disebabkan oleh
sekresi ACTH yang berlebihan atau ektopik seringkali disertai hiperpigmentasi.
Hiperpigmentasi ini disebabkan oleh sekresi peptida yang berhubungan dengan ACTH dan
kerusakan bagian bagian ACTH yang memiliki aktifitas melanotropik. Pigmentasi terdapat
pada kulit dan selaput lendir.7
Hiperfungsi korteks adrenal dapat terjadi tanpa bergantung pada kontrol ACTH
seperti pada tumor atau hiperplasia korteks adrenal nodular bilateral dengan kemampuannya
untuk menyekresi kortisol secara autonomi dalam korteks adrenal. Tumor korteks adrenal
yang akhirnya menjadi sindrom Cushing dapat jinak (adenoma) atau ganas (karsinoma).
Adenoma korteks adrenal dapat menyebabkan sindrom Cushing berat, namun biasanya
berkembang secara lambat, dan gejala dapat timbul bertahun tahun sebelum diagnosis
ditegakkan. Sebaliknya, karsinoma adenokortikal berkembang secara cepat dan menyebabkan
metastasis serta kematian.7
Gejala Klinik
Banyak tanda tanda dan simtomp sindrom Cushing menyertai kerja glukokortikoid.
Mobilisasi jaringan ikat suportif perifer menyebabkan kelemahan otot dan kelelahan;
osteoporosis, striae kulit, dan mudah berdarah bawah kulit. Osteoporosis bisa menyebabkan
kolaps korpus vertebra dan tulang lain. Peningkatan glukoneogenesis hati dan resistensi
insulin dapat menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Diabetes melitus klinis dijumpai
pada kira kira 20% pasien, yang mungkin bersifat individu dengan predisposisi diabetes.
Hiperkortisolisme mendorong penumpukan jaringan adiposa pada tempat tempat tertentu,
khususnya di wajah bagian atas (menyebabkan moon face), daerah antara kedua tulang
12

belikat (buffalo hump) dan mesentrik (obesitas badan). Jarang tumor lemak episentral dan
pelebaran mediastinum sekunder terhadap penumpukan lemak. Alasan untuk distribusi yang
aneh jaringan adiposa ini belum diketahui, tetapi berhubungan dengan resistensi insulin
dan/atau peningkatan kadar insulin. Wajah tampak pletorik, tanpa disertai peningkatan sel
darah merah. Hipertensi sering terjadi dan bisa dijumapi perubahan emosional, mudah
tersinggung dan emosi labil sampai depresi berat, bingung, atau psikosis. Pada wanita,
peningkatan kadar androgen adrenal yang dapat menyebabkan jerawat, hirsutis, dan
oligomenorea atau amenorea. Beberapa tanda tanda dan simptom pada pasien dengan
hiperkortisolisme, misalnya obesitas, hipertensi, osteoporosis, dan diabetes, adalah
nonspesifik dan karena itu kurang membantu dalam mendiagnosis hiperkortisolisme.
Sebaliknya, tanda tanda mudah berdarah, striae yang khas, miopati dan virilisasi (meskipun
kurang sering) adalah lebih sugestif sindrom Cushing.1
Kecuali pada sindrom Cushing iatrogenik, kadar kortisol di plasma dan urin menigkat.
Kadang kadang hipokalemia, hipokloremia, dan alkalosis metabolik dijumpai, terutama
dengan produksi ACTH ektopik.1
Epidemiologi
Sindrom Cushing relatif langka dan paling sering terjadi pada usia 20 tahun hingga 50
tahun. Orang yang menderita obesitas dan DM tipe 2, disertai dengan hipertensi dan gula
darah yang tidak terkontrol, akan meningkatkan resiko terserang sindrom ini.1
Sebagian besar kasus sindroom Cushing disebabkan iatrogenik pemberian
glukokortikoid eksogen, sedangkan kejadian tahunan sindrom Cushing endogen telah
diperkirakan sebesar 13 kasus per juta individu. Dari kasus kasus lain, sekitar 70%
disebabkan hiperplasia adrenal bilateral oleh hipersekresi ACTH hipofisis atau produksi
ACTH oleh tumor non endokrin (pituitary ACTH-producing tumor), 15% karena ACTH
ektopik, dan 15% karena tumor adrenal primer. Insiden hiperplasia hipofisis adrenal tiga kali
lebih besar pada wanita dari pada laki laki, kebanyakan muncul pada usia dekade ketiga
atau keempat. Insiden puncak dari sindrom Cushing, baik yang disebabkan oleh adenoma
adrenal maupun hipofisis terjadi sekitar 25 40 tahun. Pada ACTH ektopik, insiden lebih
sering pada laki laki dibanding wanita.1
Komplikasi

13

Sindrom Cushing jika tidak diobati akan menghasilkan morbiditas serius dan bahkan
kematian. Pasien mungkin menderita dari salah satu komplikasi hipertensi atau diabetes.
Kerentanan terhadap infeksi meningkat. Kompresi patah tulang belakang, osteoporosis dan
nekrosis aseptik kepala femoral dapat menyebabkan kecacatan. Setelah adrenalektomi
bilateral, seorang dengan adenoma hipofisis dapat memperbesar progresifitas, menyebabkan
kerusakan lokal (misalnya, penurunan bidang visual) dan hiperpigmentasi, komplikasi ini
dikenal sebagai sindrom Nelson.7
Tatalaksana
Neoplasma Adrenal
Bila diagnosis adenoma atau karsinoma lebih ditegakkan, dilakukan eksplorasi
adrenal dengan eksisi tumor. Oleh karena kemungkinan atrofi adrenal kontralateral, pasien
diobati pra dan pascaoperatif jika akan dilakukan adrenalektomi total, bila disangkakan lesi
unilateral, rutin menjalani tindakan bedah elektif sama dengan pasien Addison. Kebanyakan
pasien dengan karsinoma adrenal meninggal dalam 3 tahun setelah diagnosis. Metastasis
tersering terjadi di hati dan paru. Obat utama untuk pengobatan karsinoma kortikoadrenal
adalah mitotan (o,p-DDD), isomer dari insektisida DTT. Obat ini menekan produksi kortisol
dan menurunkan kadar kortisol plasma dan urin. Meskipun kerja sitotoksiknya relatif selektif
untuk daerah korteks adrenal yang memproduksi glukokortikoid, zona glomerulus juga bisa
terganggu. Oleh karena mitotan juga mengubah metabolisme kortisol ekstraadrenal, kadar
kortisol plasma dan urin harus dievaluasi untuk mentitrasi efek. Obat ini biasanya diberikan
dalam dosis terbagi tiga sampai empat kali sehari, dengan dosis ditingkatkan secara bertahap
menjadi 8 sampai 10 gram perhari. Pada dosis tinggi hampir semua pasien mengalami efek
samping, bisa mengalami gangguan gastrointestinal (anoreksia, diare, muntah) atau
neuromuskular (lesu, somnolen, pusing). Semua pasien yang diobati dengan mitotan harus
menjalani terapi pemeliharaan jangka lama, dan pada beberapa pasien perlu dilakukan
penggantian mineralokortikoid. Pada kira kira sepertiga pasien, tumor dan metastasis
mengalami kemunduran, terapi survival jangka lama terbatas. Pada kebanyakan pasien,
mitotan hanya menghambat steroidogenesis dan tidak menyebabkan regrasi metastasis tumor.
Metastasis ke tulang biasanya refrakter terhadap obat dan harus diobati dengan terapi radiase.
Mitotan juga dapat diberikan sebagai terapi tambahan setelah reseksi karsinoma adrenal,
meskipun tidak ada bukti bahwa ini memperbaiki survival.1
Hiperplasia Bilateral
14

Pasien dengan hiperplasia bilateral mengalami peningkatan kadar ACTH absolut atau
relatif. Terapi harus ditujukan untuk mengurangi kadar ACTH, pengobatan ideal adalah
pengangkatan. Kadang-kadang eksisi tidak memungkinkan oleh karena penyakit sudah lanjut.
Pada keadaan ini, medik atau adrenalektomi bisa memperbaiki hiperkortisolisme.
Penghambatan steroidogenesis juga bisa diindikasikan pada subjek cushingoid berat sebelum
intervensi pembedahan. Adrenalektomi kimiawi mungkin lebih unggul dengan pemberian
penghambat steroidogenesis ketokonazol (600-1200 mg/hari). Mitotan (2-3 g/hari) dan atau
penghambatan sintesis steroid aminoglutetimid (1 g/hari) dan metiraponi (2-3 g/hari)
mungkin efektif secara tunggal atau kombinasi. Mitotan lambat mencapai efek (berminggu
minggu). Mifeprostone, suatu inhibitor kompetitif ikatan glukokortikoid terhadap
reseptornya, bisa mejadi pilihan pengobatan. Insufisiensi adrenal merupakan resiko semua
obat obat ini, dan dibuutuhkan penggantian steroid.1
Prognosis
Prognosis bergantung pada efek jangka lama dari kelebihan kortisol sebelum
pengobatan, terutama aterosklerosis dan osteoporosis. Adenoma adrenal yang berhasil diobati
dengan pembedahan mempunyai prognosis baik dan tidak mungkin kekambuhan terjadi.
Sedangkan prognosis karsinoma adrenal adalah amat jelek, disamping pembedahan. Laporan
laporan memberi kesan survival 5 tahun sebesar 22% dan waktu tengah survival adalah 14
bulan. Usia kurang 40 tahun dan jauhnya metastasis berhubungan dengan prognosis yang
jelek.1
Pencegahan
Dengan mempelajari penyebab tersering dari sindrom Cushing ini, terjadinya sindrom
Cushing dapat dicegah dengan menghindari konsumsi kortikosteroid. Bila harus
mengonsumsi kortikosteriod, perhatikan terlebih dahulu dosis pemakaiananya.1
Kesimpulan
Sindrom Cushing merupakan gangguan hormonal yang disebabkan kortisol plasma
berlebihan dalam tubuh (hiperkortisolisme), baik oleh pemberian glukokortikoid jangka
panjang dalam dosis farmakologik (iatrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan akibat
gangguan aksis hipotalamus-hipofisisadrenal (spontan) yang ditandai dengan obesitas badan
(truncal obesity), hipertensi, mudah lelah, amenorea, hirsutisme, striae abdomen berwarna
ungu, edema, glukosuria, osteoporosis, dan tumor basofilik hipofisis.
15

Penegakkan diagnosis dari sindroma Cuhsing ini dapat dilakukan dengan anamnesis
mengenai gejala gejala yang terkait, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti
yang telah dijelaskan di atas. Penatalaksanaannya untuk sindrom cushing ini pun harus sesuai
dengan etiologi serta mekanisme patofisiologisnya.
Dengan demikian, hipotesis tentang seorang laki laki yang datang dengan keluhan
utama lemas tersebut menderita sindroma Cushing, diterima.
Daftar Pustaka
1

Piliang S, Bahri C. Hiperkortisolisme dalam buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III.
Ed.V. Jakarta : Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. 2006.h.20638.


Gleadle, Jonathan. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga;

2004.h.150-1.
Adler
GK.

http://emedicine.medscape.com/article/117365-overview, 2 November 2013.


Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Penyakit endokrin dalam lecture notes: kedokteran

5
6

klinis. Ed.VI. Jakarta: Erlangga; 2005.h.172-3.


Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC; 2007.h.992-1007.
Cushings Disease updated on December 11th, 2011, diunduh dari

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001388/, 2 November 2013.


Schteingart DE. Gangguan hipersekresi adrenal dalam patofisiologi konsep klinis

Harvard

Medical

School.

USA

2009,

diunduh

dari

proses proses penyakit. Vol 2. Ed.VI. Jakarta : EGC; 2005.h.1240-42.

16

Anda mungkin juga menyukai