Anda di halaman 1dari 14

Laporan Kunjungan Rumah Pasien PPOK di Puskesmas

Kedoya Utara Juli 2015


Gabriel Susilo
Kelompok B8, 10.2012.016
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email: gabriel.susilo@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan
Keadaan sehat merupakan kehendak seluruh anggota masyarakat. Adapun yang
dimaksudkan dengan sehat disini adalah keadaan sejahtera dari badan jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Untuk dapat
mewujudkan keadaan sehat tersebut, pelayanan kesehatan mempunyai peranan yang cukup
penting adalah penyelenggaraan.
Secara umum pelayanan kesehatan terbagi menjadi dua. Pertama, pelayanan kesehatan
personal atau sering disebut pula sebagai pelayanan kedokteran. Kedua, pelayanan kesehatan
lingkungan atau sering disebut pula sebagai pelayanan kesehatan masyarakat. Sasaran kedua
bentuk pelayanan kesehatan ini juga berbeda. Sasaran utama pelayanan kedokteran adalah
perorangan atau keluarga. Sedangkan sasaran utama pelayanan kesehatan masyarakat adalah
kelompok dan masyarakat. Pelayanan kedokteran yang sasaran utamanya adalah keluarga disebut
dengan nama pelayanan dokter keluarga.

Pembahasan
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat. Masalah kesehatan anggota keluarga saling
terkait dengan berbagai masalah anggota keluarga lainnya. Jika terdapat gangguan fungsi
keluarga maka akan terjadi masalah kesehatan anggota keluarga. Oleh sebab itu peran dokter
keluarga sangatlah penting untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Kedokteran keluarga
adalah dokter praktek umum yang dalam prakteknya melayani pasien menerapkan prinsipprinsip kedokteran keluarga. Kompetensi dokter keluarga tercermin dalam profil the five stars
doctor.
Pelayanan kedokteran yang menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga meliputi:
komprehensif (pelayanan kedokteran yang menyeluruh atau terintegrasi yaitu meliputi usaha
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) dengan mengutamakan pencegahan, kontinyu
(dalam proses dan waktu), kolaboratif dan koordinatif dengan pasien dalam menentukan
keputusan untuk kepentingan pasien. Pasien yang dilayani adalah perorangan seutuhnya (biopsiko-sosial) yang unik (berbeda satu dengan lainnya) serta harus dipandang sebagai satu
kesatuan dengan keluarganya dalam segala aspek (keturunan, ideologi, politik, ekonomi, sosial,
budaya, agama, keamanan dan lingkungannya). Prinsip pokok dari dokter keluarga adalah untuk
dapat menyelenggarakan pelayanan kedokteran menyeluruh. Oleh karena itu perlu diketahui
berbagai latar belakang pasien yang menjadi tanggungannya. Untuk dapat mewujudkan
pelayanan kesehatan seperti itu diperlukan adanya kunjungan rumah (home visit).1

Laporan Kegiatan
PUSKESMAS : Jalan Daan Mogot nomor 19 RT 03 RW 03, Jakarta Barat.

I. Identitas Pasien:
a. Nama
b. Usia
c. Jenis kelamin
d. Pekerjaan
e. Pendidikan
f. Alamat
g. Telepon

: Haris
: 70 tahun
: Laki-Laki
: Pensiun
: SMP (Tamat)
: Jln. Pesingkoneng, No. 13. RT02/RW01
: 081383578792

Bapak Harris (70 tahun) datang ke Puskesmas Kelurahan Kedoya Utara pada tanggal 22
Juli 2015 dengan tujuan berobat batuk dan kontrol tekanan darah serta mengambil obat tekanan
darah yang sudah berjalan berbulan-bulan.
II. Anamnesis: (Auto-anamnesis)
1. Identitas pasien
2. Keluhan utama: Batuk sejak 4 bulan yang lalu.
3. Keluhan tambahan : Tekanan darah tinggi
4. Riwayat penyakit sekarang
Tuan Haris mengeluh batuk. Batuk sudah dialami sejak 4 bulan yang lalu. Batuk tidak
terlalu sering, namun meningkat intensitasnya pada malam hari, sehingga dapat
menggangu beliau untuk tidur. Batuk produktif dan warna dahaknya adalah hijau. Adanya
batuk darah disangkal. Beliau juga terkadang merasa sesak nafas ketika malam hari
menjelang tidur. Jika terhirup debu, sesak nafas beliau akan bertambah parah.
5. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan bahwa beliau tidak pernah menderita sakit seperti penyakit jantung,
riwayat penyakit hati, riwayat penyakit paru. Pasien mengatakan bahwa beliau pernah
menjalani bedah katarak dan bedah prostat.
III.Riwayat Biologis Keluarga:
a. Keadaan kesehatan sekarang: Baik
Kondisi pasien baik karena pasien dapat bercakap cakap dengan baik dan kesadaran
serta daya ingatnya baik, serta tidak terlihat kesakitan, namun terlihat sedikit lemas.
Anggota keluarga lain pun tidak menderita penyakit.
b. Kebersihan perorangan: Baik
Kebersihan pasien dinilai baik karena yang terlihat dari kebersihan tangan dan kaki
tampak bersih. Gigi geligi dan pakaian yang digunakan pun tampak bersih. Begitu pun
kebersihan anggota keluarga lainnya.
c. Penyakit yang sering diderita : Tidak ada
d. Penyakit keturunan
: Diabetes melitus, hipertensi
e. Penyakit kronis / menular
: Tidak ada
Di keluarga pasien tidak ditemukan adanya penyakit kronis atau menular seperti
tuberkulosis dan lepra.
f. Kecacatan anggota keluarga : Tidak ada
Dalam keluarga pasien tidak ada yang menderita cacat fisik dan mental.
g. Pola makan
: Baik

Pola makan pasien dan keluarganya dapat dinilai baik karena pasien sendiri mengatakan
nafsu makannya banyak dan beliau teratur makan 3x sehari. Keluarga pasien yang lain
juga memiliki pola makan yang teratur.
h. Pola istirahat
: Baik
Pola istirahat pasien dikatakan baik karena pasien tidur cukup.
i. Jumlah anggota keluarga
: 8 orang
IV. Psikologis Keluarga
a. Kebiasaan buruk

: Ada

Pasien biasa merokok hingga menghabiskan 6 batang rokok dalam sehari. Ia mengaku bahwa dia
mulai merokok semenjak SMP.

b. Pengambilan keputusan
: Bapak (menantu)
c. Ketergantungan obat
: Tidak ada
d. Tempat mencari pelayanan kesehatan : Puskesmas Kelurahan Kedoya Utara, dan
poliklinik terdekat
e. Pola rekreasi

: Kurang

V. Keadaan Rumah / Lingkungan


a. Jenis bangunan
: Permanen
b. Lantai rumah
: Keramik
c. Luas rumah
: 4x8 m2
d. Penerangan
: Kurang
Penerangan langsung dari sinar matahari kurang karena kurangnya ventilasi atau
jendela rumah. Sehingga untuk menerangi ruangan sehari-hari pasien harus
menyalakan lampu terus menerus.
e. Kebersihan
: Kurang
Tampak banyak kotoran dan debu di lantai bagian dapur dan kamar mandi. Pada
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.

ruang tamu sendiri lumayan bersih, namun kurang rapi.


Ventilasi
: Kurang
Ventilasi untuk keluar masuk cahaya dan udara sangat kurang.
Dapur
: Ada
Jamban keluarga
: Ada
Sumber Air minum
: Air tanah
Sumber Pencemaran air
: Tidak ada
Pemanfaatan pekarangan
: Tidak ada
Sistem pembuangan air limbah
: Ada
Tempat pembuangan sampah
: Ada
Sanitasi lingkungan
: Baik

VI. Spiritual Keluarga


4

a. Ketaatan beribadah
b. Keyakinan tentang kesehatan

: Baik
: Baik

VII. Keadaan Sosial Keluarga


a. Tingkat pendidikan
: Rendah
Karena pasien tamatan SMP, bapak (menantu) tamatan SMU, anak anak pasien tamatan
b.
c.
d.
e.

SMA. Cucu pasien masih sekolah di bangku SMP.


Hubungan anggota keluarga : Baik
Hubungan dengan orang lain : Baik
Kegiatan organisasi sosial
: Kurang
Keluarga pasien tidak ikut kegiatan organisasi di lingkungannya
Keadaan ekonomi
: Sedang

VIII. Kultural Keluarga:


a. Adat yang berpengaruh
b. Lain lain
IX. Identitas keluarga
Hub
No

Nama

dgn
KK

1.

2.

Haris

Hariah

3.

Sugeng

4.

Dahliana

Kakek

Nenek
Ayah
(KK)
Ibu

Umur
(tahun)
70 tahun

80 tahun

: Adat Sulawesi, Makassar


: Tidak ada

Keadaan

Keadaa

Pendidikan

Pekerjaan

Agama

SMP

Pensiun

Islam

Baik

Sedang

Islam

Baik

Sedang

Tidak
sekolah

kesehatan n gizi

Imunisasi KB

Ibu
Rumah
Tangga

39 tahun

SMA

Percetakan

Islam

Baik

Baik

39 tahun

SMA

Ibu RT

Islam

Baik

Baik

Pil
Oral
Pil
Oral

BCG,
5.

Aryo

Anak

13 tahun

SMP

Pelajar

Islam

Baik

Baik

polio,

DPT,
campak
BCG,

6.

Pandu

Anak

6 tahun

Belum
sekolah

Islam

Baik

Baik

polio,

DPT,
campak
5

BCG,
7.

Nakula

Anak

9 bulan

Belum
sekolah

polio,
-

Islam

Baik

Baik

DPT,

campak
(1)
BCG,

8.

Sadewa

Anak

9 bulan

Belum
sekolah

polio,
-

Islam

Baik

Baik

DPT,

campak
(1)

X. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: Pasien tampak compos mentis
Tanda-tanda vital:
1. Tekanan Darah: 180/90 mmHg
Pemeriksaan Fisik selanjutnya tidak dilakukan. Jika hendak dilakukan maka
pemerikssaan fisik yang diperlukan adalah :
Pemeriksaan Paru2
Thoraks Anterior
1. Inspeksi
Warna kulit, Lesi kulit, bentuk thoraks anterior, jenis pernapasan,
melihat pergerakan dada saat statis dan dinamis. Melihat apakah terdapat
retraksi sela iga dan pelebaran sela iga.
2. Palpasi
Meraba apakah terdapat benjolan, rasa nyeri tekan, meraba sela iga
menyempit atau melebar, pergerakan thoraks saat statis dan dinamis, dan
melakukan pemeriksaan vokal fremitus.
3. Perkusi
Apakah hasil perkusi sonor atau tidak pada paru-parunya, pemeriksaan
batas paru-hati dan paru-jantung.
4. Auskultasi
Jenis suara napas (trakeal, bronchial, bronchovesikuler, vesikuler),
Suara napas tambahan seperti ronkhi basah, ronkhi kering, wheezing.
XI. Diagnosis penyakit : PPOK

Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru yang belangsung lama seperti bronkitis kronik, emfisema, dan
asma bronkial membentuk kesatuan yang disebut PPOK.3
Terdapat beberapa faktor lingkungan dan endogen termasuk faktor genetik yang berperan
dalam berkembangnya penyakit paru obstruktif kronis. Defisiensi enzim alfa 1 antitripsin
merupakan faktor predisposisi untuk berkembangnya PPOK secara dini. Alfa 1 antitripsin
merupakan sejenis protein tubuh yang diproduksi oleh hati, berfungsi dalam melindungi paruparu dari kerusakan. Enzim ini berfungsi untuk menetralkan tripsin yang berasal dari rokok. Jika
enzim ini rendah dan asupan rokok tinggi maka akan mengganggu sistem kerja enzim tersebut
yang bisa mengakibatkan infeksi saluran pernafasan. Defisiensi enzim ini menyebabkan
emfisema pada usia muda yaitu pada mereka yang tidak merokok, onsetnya sekitar usia 53 tahun
manakala bagi mereka yang merokok sekitar 40 tahun.3
Hiperresponsivitas dari saluran napas ditambah dengan faktor merokok akan
meningkatkan resiko untuk menderita Penyakit paru obstruktif kronis disertai dengan penurunan
fungsi dari paru-paru yang drastis. Selain itu, hiperaktivitas dari bronkus dapat terjadi akibat dari
peradangan pada saluran napas yang dapat diamati pada bronkitis kronis yang berhubungan
dengan merokok. Hal ini dapat menimbulkan terjadinya remodelling pada saluran napas yang
memperparahkan lagi obstruksi pada saluran napas pada penderita penyakit paru obstruktif
kronis.3
Faktor lingkungan seperti merokok merupakan penyebab utama disertai resiko tambahan
akibat polutan udara di tempat kerja atau di dalam kota. Sebagian pasien mengalami asma kronis
yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.1 Faktor resiko lainnya yang berimplikasi klinis
termasuk selain hiperresponsif bronkial, bayi berat lahir rendah, gangguan pertumbuhan paru
pada janin, dan status sosioekonomi rendah.2

Diagnosis Keluarga : Dalam kondisi sehat namun berisiko terkena penyakit pernafasan
lainnya karena kondisi tempat tinggal yang sempit namun dihuni banyak orang.
Pemeriksaan Penunjang yang disarankan dan dugaannya :
I.
II.

Darah Rutin
Hemoglobin, Hematokrit, Trombosit, Eritrosit dalam batas normal.
Tes Fungsi Paru
7

PEF < 100 L/menit atau FEV1 < 1 L mengindikasikan adanya eksaserbasi

yang parah.
Pemeriksaan Analisis Gas Darah
- PaO2 < 8,0 kPa (60) mmHg dan atau Sa O2 < 90% dengan atau tanpa PaCO2

III.

> 6,7 kPa (50 mmHg), saat bernafas dalam udara ruangan, mengindikasikan
-

adanya gagal nafas.


PaO2 < 6,7 kPa (50 mmHg), PaCO2 > 9,3 kPa (70 mmHg) dan pH < 7,30
memberi kesan episode yang mengancam jiwa dan perlu dilakukan monitor

IV.

ketat serta penanganan intensif.


Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Dilakukan untuk melihat adanya komplikasi

seperti pneumonia.
XII. Anjuran Penatalaksanaan Penyakit
1. Promotif: Pemberian penyuluhan tentang PPOK dan cara menghindari agar anggota
keluarga lain tidak ikut sakit seperti pasien.4
2. Preventif:

Mempertahankan daya tahan tubuh dan gizi seimbang, menjaga kondisi udara sekitar

Upaya mencuci tangan


Imunisasi pada anak-anak
Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

Menutup saat batuk, tidak membuang sputum sembarangan

Memakai masker pd penderita

Mengindari kontak dengan penderita : pisahkan peralatan makan, tidak tidur bersama penderita.4
3. Kuratif:5
-

Memberitahu pasien untuk berhenti merokok.


Memberikan bronkodilator. Bronkodilator utama yang sering digunakan
adalah: 2-agonis, antikolinergik dan metilxantin. Obat tadi adapat diberi
monoterapi atau kombinasi. Pemberian secara inhalasi (MDI) lebih
menguntungkan daripada oral atau parenteral karena efeknya cepat pada organ
paru dan efek sampingnya minimal. Pemberian secara MDI lebih disarankan
daripada pemberian cara nebulizer. Obat dapat diberi sebanyak 4-6 kali, 2-4
hirup sehari. Bronkodilator kerja cepat (fenoterol, salbutamol, terbutalin) lebih
8

menguntungkan daripada yang kerja lambat (salmeterol, formeterol), karena


efek bronkodilatornya sudah dimulai dalam beberapa menit dan efek
puncaknya terjadi setelah 15-20 menit dan berakhir setelah 4-5 jam. Bila tidak
segera memberikan perbaikan, bisa ditambah dengan pemakaian anti
-

kolinergik sampai dengan perbaikan gejala.


Glukokortikoid. Jika FEV1 < 50% prediksi, dapat diberikan 40 mg
prednisolon oral per hari selama 10-14 hari bersamaan dengan pemberian

bronkodilator.
Antibiotik. Diberikan jika ada peningkatan sesak napas, peningkatan jumlah
sputum, dan peningkatan kekentalan/purulensi sputum. Dapat diberikan

Doksisiklin 100 mg, 2x per hari.


Terapi tambahan. Dapat diberikan mukolitik untuk mengurangi produksi

sputum, diuretik kalau ada edema, latihan fisioterapi dada.


4. Rehabilitatif:
Pemberian makanan cukup gizi dan cukup istirahat.4
XIII. Prognosis
a) Penyakit: Obstruksi aliran udara yang berat (FEV1 sangat rendah), kapasitas beraktivitas
yang rendah, pendeknya napas, berat badan terlalu rendah ataupun tinggi, komplikasi
seperti gagal paru atau cor pulmonale, kebiasaan merokok yang belum dihentikan, dan
eksaserbasi akut yang sering terjadi merupakan beberapa faktor yang menimbulkan
prognosis yang kurang baik pada pasien PPOK.
b) Keluarga: Kemungkinan tertular tidak terlalu besar asalkan keluarga tidak merokok,
ruang lingkungan rumah yang baik dan status gizi dari keluarga juga baik. Keluarga perlu
diberi edukasi untuk selalu menjaga kebersihan perorangan, lingkungan, dan makanmakanan bergizi.
c) Masyarakat: kemungkinan penularan ke orang lain juga tidak besar, asalkan lingkungan
sekitar tidak cemar udaranya, tidak merokok, kesehatan gizi dan status imun dari
keluarga juga baik. Karena PPOK merupakan hipertrofi dari otot saluran paru-paru, dan
ini tidak menular.

Resume
Pada tanggal 22 Juli 2015, saya berkunjung ke Puskesmas Kelurahan Kedoya Utara, dan
bertemu Bapak Harris (70 tahun) datang ke Puskesmas Kelurahan tersebut untuk kontrol tekanan
9

darah. Namun beliau juga mempunyai keluhan yang sering, yakni keluhan batuk yang sudah
kurang lebih 4 bulan. Belum dilakukan pemeriksaan penunjang untuk beliau, namun beliau
merasa batuknya produktif, dengan sputum hijau. Jikalau malam hari, dia dapat merasakan sesak
nafas dan disertai batuk, sehingga kadang membuat beliau tidak dapat tidur. Adanya batuk darah
disangkal. Beliau merokok dari SMP, namun sekarang sudah mulai berhenti.
Pak Harris tinggal bersama keluarganya dalam rumah yang luasnya 4x8 m 2. Rumah yang
ditinggali sudah memiliki jamban, kamar mandi, dan sanitasi yang baik, tetapi ventilasi ruangan
tidak memadai sehingga sinar matahari sangat kurang di dalam rumah.

10

11

12

Kesimpulan
13

Dokter keluarga memiliki peran penting dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.


Salah satu tugas dari dokter keluarga adalah mengadakan pendekatan dengan cara berkunjung ke
rumah warga setempat, untuk mengontrol kesehatan warga dan kebersihan lingkungan sekitar
serta membangun kesadaran pasien akan pentingnya hidup bersih dan sehat.
Pasien dan keluarganya sudah memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya
kesehatan, namun mereka masih memiliki kendala yaitu keadaan ekonomi yang kurang dan
keadaan rumah yang kurang memadai untuk mereka tinggali. Dukungan keluarganya dan
lingkungan sangat membantu pasien untuk rutin berobat di puskesmas.

Daftar Pustaka
1. Azrul A. Pengantar pelayanan dokter keluarga. Jakarta: IDI; 2005.h.15-33.
2. Riyanto BS, Wulan HR, Hisyam B. Obstruksi saluran pernapasan akut. Dalam : Sudoyo
AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi
5 (2). Jakarta: Interna Publishing; 2014.h.1590-607.
3. Darmanto R. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: EGC; 2009.h.121-2.
4. Djojodibroto D. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2009: 60-73, 115-25.
5. Sudoyo Aru W, Bambang S, Alwi I, et all. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.4. Jilid
III. Jakarta : Interna Publishing; 2009.h.1503-4.

14

Anda mungkin juga menyukai