Anda di halaman 1dari 8

NASKAH UJIAN FORENSIK KLINIK Kasus Penganiayaan

Disusun oleh: Yoami Yunus FK. ATMA JAYA 2009-061-332

Penguji: dr. Putri D.I.M , Sp.F

DEPARTEMEN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA/RSUPNCM JAKARTA, 14 Februari12 Maret 2011 KASUS FORENSIK KLINIK

Kasus Penganiayaan
IDENTITAS KORBAN Nama Jenis kelamin Umur Agama Pekerjaan Alamat : Stephani : Perempuan : 17 tahun : Kristen Protestan : Pelajar : Jl. Kernolong Dalam IV No. 16 A Rt 03/08 Kenari, Senen Jakarta Pusat

Pemeriksaan dilakukan pada hari Senin , 1 Maret 2011 pukul 01:06 WIB ANAMNESIS Pada tanggal 1 Maret 2011 pukul 01:06 WIB seorang perempuan datang ke Kamar periksa Pusat krisis terpadu di Rumah sakit RSCM dengan surat permintaan pemeriksaan dan dibuatkan Visum Et repertum dari Kepolisisan Resor Metropolitan Jakarta Pusat dengan suratnya nomor No. 070/VER/II/2011/RES JP. Korban datang bersama kakak kandung lakilakinya dan tetangganya seorang laki-laki usia sekitar 30 tahun tanpa diantar polisi. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa korban menderita luka dibagian pelipis kiri dan paha kiri yang terjadi pada tanggal 28 Februari 2011 . Pihak korban melapor pada tanggal 1 Maret 2011. Saat diwawancarai korban mengaku pada tanggal 28 Februari 2011 pukul 21.00 WIB,

saat korban sedang mengerjakan keterampilan tangan yaitu merajut dan sedang mendengarkan lagu di telepon genggamnya, saat itu korban sedang berada di ruang tamu. Korban mengaku sempat beradu mulut dengan tantenya karena tantenya menyuruh korban untuk mengecilkan suara musik yang korban sedang dengarkan lewat handphone. Kemudian korban mengaku ditendang dibagian paha kiri dan dipukul dengan mainan bayi pada pelipis sebelah kiri. Setelah kejadian tersebut korban langsung melaporkan ke kepolisian setempat.

PEMERIKSAAN FISIK KU Status generalis TD FN RR Suhu Penampilan umum Pakaian : CM , ( GCS : 15 ) , Baik : Dalam batas normal : 120/80mmHg : 88 x / menit : 22 x / menit : afebris : baik dan kooperatif : rapi dan sopan

STATUS LOKALIS LUKA/CEDERA 1. Pada paha kiri sisi depan 22cm diatas lutut terdapat memar berwarna keunguan seluas 2cmx2cm. 2. Pada pelipis kiri 9cm dari GPD, 1cm di bawah sudut luar mata, terdapat memar berwarna kemerahan seluas 4cm x 0,7cm.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Tidak dilakukan

TINDAKAN/PENGOBATAN Tidak dilakukan

KESIMPULAN Pada pemeriksaan korban perempuan berusia tujuh belas tahun ini ditemukan memar pada pelipis kiri, serta memar pada paha kiri akibat kekerasan tumpul. Luka-luka tersebut di atas tidak menimbulkan penyakit atu halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau pencahariannya.

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jl. Salemba Raya 6 Jakarta 10430 Telp 021 3106197, Fax 021 3154626 Jakarta,1 Maret 2011 PRO JUSTISIA VISUM ET REPERTUM No. 070/VER/II/2011/RES JP Yang bertanda tangan di bawah ini dr. Abdul Munim Idries. Dokter pada Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, atas permintaan dari Kepolisisan Restro Jakarta Pusat dengan suratnya nomor No. 070/VER/II/2011/RES JP tertanggal 1 Maret 2011 dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal 1 Maret 2011 bertempat di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo telah melakukan pemeriksaan korban dengan nomor registrasi...............yang menurut surat tersebut adalah : Nama Umur Jenis Kelamin Bangsa Agama Pekerjaan Alamat : Stephani----------------------------------------------------------------------------: 17 tahun----------------------------------------------------------------------------: Perempuan-------------------------------------------------------------------------: Indonesia---------------------------------------------------------------------------: Kristen Protestan------------------------------------------------------------------: Pelajar------------------------------------------------------------------------------: Jl. Kernolong Dalam IV No. 16 A Rt 03/08 Kenari, Senen Jakarta Pusat

HASIL PEMERIKSAAN : ----------------------------------------------------------------------------------1. Korban datang dalam keaaan sadar dengan keadaan umum baik dan koorporatif , pakaian rapih dan sopan. 2. Korban mengaku pada tanggal dua pulu delapan Februari dua ribu sebelas, kurang lebih pukul dua puluh satu waktu iindonesia bagian barat saat korban berada di ruang tamu dan sedang mengerjakan pekerjaan keterampilan merajut dan sedang mendengarkan musik lewat telepon genggam nya, korban ditendang pada paha sebelah kiri dan dipukul dengan mainan bayi pada pelipis kiri oleh tantenya. Sebelumnya korban mengaku terjadi percekcokan mulut karena tante korban meminta korban untuk mengecilkan suara musik yang sedang korban dengarkan lewat handphone korban.

3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan : (1). Keadaan umum pasien baik (2). Tekanan darah seratus dua puluh per delapan puluh milimeter air raksa, frekuensi nadi delapan puluh delapan kali per menit, frekuensi napas dua puluh dua kali per menit, suhu tubuh normal (3). Pada paha kiri sisi depan 22cm diatas lutut terdapat memar berwarna keunguan seluas 2cmx2cm. (4). Pada pelipis kiri 9cm dari GPD, 1cm di bawah sudut luar mata, terdapat memar berwarna kemerahan seluas 4cm x 0,7cm. 4. Terhadap korban tidak dilakukan pemeriksaan penunjang-----------------------------------------5. Pada korban tidak diberikan obat ------------------------------------------------------------------------Korban dipulangkan-----------------------------------------------------------------------------------------

KESIMPULAN :-----------------------------------------------------------------------------------------------Pada korban perempuan berusia 17 tahun ini didapatkan luka memar pada pelipis mata kiri dan paha kiri yang disebabkan akibat kekerasan benda tumpul. Luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan jabatan, pekerjaan atau pencahariannya. Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.---------------------------------------------------------------------------------------------------Mengetahui Dokter Forensik Dokter Pemeriksa

dr.Yoami Yunus 2009-061-332

Abdul Munim Idries

PEMBAHASAN KASUS PROSEDUR MEDIKOLEGAL Pemeriksaan medik untuk tujuan membantu penegakkan hukum antara lain adalah pembuatan Visum et Repertum (VeR) terhadap seseorang yang dikirim oleh polisi (penyidik) karena diduga sebagai korban suatu tindak pidana baik dalam peristiwa kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, penganiayaan, pembunuhan, perkosaan, maupun korban meninggal yang pada pemeriksaan pertama polisi terdapat kecurigaan akan kemungkinan adanya tindak pidana. Visum et Repertum (VeR) adalah keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati, ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan dibawah sumpah untuk kepentingan peradilan. Pembuatan VeR pada manusia sebagai korban atau diduga korban tindak pidana memiliki dasar hukum yaitu pasal 133 ayat (1) KUHAP, yaitu Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan, maupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.. Pada kasus ini korban mengalami luka yang diduga akibat dianiaya oleh pacar korban (menurut pengakuan korban), sehingga penyidik berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli dalam hal ini ahli kedokteran kehakiman di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSCM. Permintaan keterangan ahli ini harus dilakukan secara tertulis, yaitu dalam bentuk surat permintaan visum (SPV). SPV harus memuat keterangan mengenai identitas korban dan jenis pemeriksaan yang diminta, seperti tertulis dalam pasal 133 ayat (2) KUHAP, yang berbunyi Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. Pada kasus ini permohonan visum secara tertulis diberikan oleh penyidik kepada dokter. Dokter sebagai pihak yang dimintai keterangan oleh penyidik terkena kewajiban untuk memberikan bantuan sesuai dengan kemampuannya. Dokter yang dimintai keterangan oleh

penyidik wajib memeriksa korban dan membuat VeR setelah sebelumnya didapatkan persetujuan pemeriksaan dari korban. Jika dokter menolak, maka dokter dikenai sanksi sesuai pasal 216 ayat (1) KUHP, Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalanghalangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah . Keterangan ahli dalam surat pada pasal 184 KUHAP ayat (1) tersebut sepadan dengan yang dimaksud dengan visum et repertum dalam Statsblad 350 tahun 1937. PEMERIKSAAN TERHADAP KORBAN Tujuan pemeriksaan kedokteran forensik pada korban hidup adalah untuk mengetahui penyebab luka atau sakit dan derajat luka yang terjadi pada korban. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi rumusan delik dalam KUHAP. Oleh karena itu berbeda dengan ilmu kedokteran lain, kedokteran forensik tidak ditujukan untuk mengobati melainkan mengetahui penyebab luka atau sakit dan derajat keparahan luka. Peran ilmu kedokteran forensik dalam membantu penyelesaian proses penyidikan kasuskasus diperlukan dituangkan dalam Visum et Repertum perlukaan yang harus mencakup penetuan jenis luka, jenis kekerasan yang menyebabkan luka, dan menentukan kualifikasi luka. Penentuan kualifikasi luka pada dasarnya mengacu pada pasal 351 ayat (1) dan (2), pasal 352 ayat (1), pasal 353 ayat (2), pasal 354 ayat (1), dan pasal 360 ayat (1) dan (2) KUHP. Penyidik mengenal 3 kualifikasi luka yaitu: 1) Luka yang tidak mengakibatkan penyakit atau halangan dalam melakukan pekerjaan atau jabatan. (luka ringan, luka derajat 1) 2) Luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan dalam melakukan pekerjaan atau jabatan untuk sementara waktu. (luka sedang, luka derajat 2) 3) Luka yang tertulis dalam pasal 90 KUHP (luka berat, luka derajat 3), yaitu: a) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut

b) Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian; c) Kehilangan salah satu panca indera; d) Mendapat cacat berat e) Menderita sakit lumpuh; f) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih g) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan Korban dalam kasus ini datang dalam keadaan sadar dengan keadaan umum baik, pada pemeriksaan ditemukan memar pada pelipis kiri, serta memar pada paha kiri sisi depan . Lukaluka pada korban diakibatkan oleh kekerasan tumpul. Berdasarkan hasil pemeriksaan, luka pada korban tersebut tidak menimbulkan penyakit dan halangan dalam melakukan pekerjaan atau pencaharian korban dan dikategorikan sebagai luka ringan. Dasar kualifikasi luka ringan atau luka derajat satu tercantum dalam pasal 352 ayat (1) KUHP yang berbunyi kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka luka yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya atau menjadi bawahannya

DAFTAR PUSTAKA 1. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. Edisi pertama, cetakan kedua, Jakarta; Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994. 2. Budiyanto A, WidiatmakaW, Sudiono S, Winardi T, Munim A, Sidhi et al. Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997.

Anda mungkin juga menyukai