SKIZOFRENIA KATATONIK
Disusun Oleh:
Dokter Muda Stase Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Periode 26 Oktober – 11 November 2020
Pembimbing:
dr. H.M. Zainie Hassan AR, Sp.KJ(K)
Oleh:
M. Rifqi Azrevi 04084821921049
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan sukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ilmiah dengan judul
“Skizofrenia Katatonik” untuk memenuhi tugas ilmiah yang merupakan bagian
dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Departemen Ilmu
Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Ernaldi
Bahar Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dr.
H.M. Zainie Hassan AR, Sp.KJ(K) selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan bimbingan dan masukan sehingga tugas ilmiah ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ilmiah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan tugas ilmiah
ini, semoga bermanfaat.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................III
DAFTAR ISI........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 47
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
STATUS PASIEN
A. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : Ny. B
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Sudah nikah
Suku/Bangsa : Sumatera Selatan
Pendidikan : SD tidak tamat
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Ogan Komering Ilir
Datang ke RS : Selasa, 13 Oktober 2020
Cara ke RS : Diantar keluarga
Tempat Pemeriksaan : Poliklinik RSUD Ernaldi Bahar
B. ANAMNESIS
AUTOANAMNESIS DAN ALLOANAMNESIS
a. Keluhan utama
Pasien datang ke poliklinik RS Ernaldi Bahar karena tiga bulan
terakhir sering merasa cemas.
b. Riwayat perjalanan penyakit
± 5 tahun yang lalu, pasien mengeluhkan sering sesak. Pasien
berobat ke RS dan dilakukan tindakan catheterisasi namun tidak
ditemukan masalah. Diberikan obat pengencer darah. ± 4 tahun yang lalu
setelah beberapa kali berobat, pasien dikonsulkan ke bagian
psikosomatik. Lalu pasien datang ke dokter spesialis kejiwaan, dikatakan
pasien mengalami depresi akut. Pasien kontrol terakhir kali ± 3 tahun
yang lalu.
2
± 3 bulan yang lalu, pasien merasa sering cemas, pasien cemas
hingga sesak seperti tercekik dan berkeringat dingin. Cemas biasa
dirasakan saat pasien sedang sendiri di rumah. cemas juga dirasakan saat
pasien setelah melakukan aktivitas yang menyebabkan peningkatan
frekuensi napas. Pasien juga merasa cemas saat terjadi kejadian yang
tidak mengenakan. Kegiatan tidur, makan-minum, mandi serta MCK masih
biasa dan rutin pasien lakukan tanpa ada masalah. Pasien belum berobat.
± 1 minggu sebelum berobat, pasien mengeluh perasaan cemas yang
dialami semakin menjadi-jadi. Pasien mulai merasa cemas hampir setiap hari
sampai mengganggu aktivitas. Pasien merasa cemas akan terjadi hal yang buruk
pada dirinya seakan dirinya akan meninggal. Jika pasien cemas akan diikuti
berkeringat banyak, berebar, sesak, mual sampai merasa tercekik. Perasaan
cemas saat berada dikeramaian tidak ada. Perasaan cemas saat berada diluar
rumah tidak ada. Memikirkan suatu hal berulang kali dan melakukannya
berulang kali tidak ada. Perasaan cemas saat dirinya menjadi pusat perhatian
tidak ada. Pasien masih bersosialisasi dengan tetangga sekitar dan dengan
keluarga di rumah. Pasien mengaku tidak pernah mendengar bisikan-bisikan,
tidak pernah melihat bayangan-bayangan yang tidak nyata. Pasien tidak pernah
memiliki pikiran atau ide untuk mengakhiri hidupnya. Pasien berobat ke Poli
Jiwa RS. Ernaldi Bahar.
3
e. Riwayat premorbid
- Pranatal dan perinatal : riwayat kehamilan ibu sehat
f. Riwayat keluarga
- Pasien merupakan anak pertama dari lima bersaudara.
- Anggota keluarga dengan gangguan jiwa disangkal.
- Riwayat pada keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.
- Hubungan pasien dengan anggota keluarga lain cukup baik
Keterangan:
= Laki-laki
= Perempuan
= Pasien
g. Riwayat pendidikan
Pendidikan hanya sampai SD namun tidak tamat.
h. Riwayat pekerjaan
4
Pasien merupakan ibu rumah tangga.
j. Riwayat perkawinan
Pasien hanya menikah sekali 30 tahun yang lalu dan mempunyai 3 anak.
AUTOANAMNESIS
Wawancara dan observasi dilakukan pada Selasa, 13 Oktober 2020 pukul
10.00 WIB di Poliklinik RSUD Ernaldi Bahar Palembang. Pemeriksa dan pasien
berhadapan dengan posisi pasien duduk. Pasien memakai kerudung warna coklat,
berbaju tunik lengan panjang berwarna kuning, celana panjang berwarna merah.
Wawancara dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Pasien memiliki
tingkat kesadaran compos mentis. Wawancara juga dilakukan dengan bantuan
alloanamnesis bersama anaknya.
5
menjawab sambil menatap adekuat
mata pemeriksa)
“Umurnya berapa “49 tahun” pasien Daya ingat baik
bu?”
menjawab sambil menatap
pemeriksa
“Ibu sudah menikah? “sudah 30 tahun” Daya ingat baik
Sudah berapa lama
bu?
“Pendidikan ibu “SD tapi tidak tamat” Daya ingat baik
sampai tingkat
pasien menjawab sambil
berapa?
menatap pemeriksa
“Ibu punya berapa “Ada 5” pasien menjawab Daya ingat baik
orang anak?”
sambil menatap pemeriksa
“Ibu pekerjaanya “ga bekerja dok cuma ibu Daya ingat baik
apa?”
rumah tangga” pasien
menjawab sambil menatap
pemeriksa
“3 bulan terakhir ini “Tidak dok” pasien Pekerjaan tidak
apakah pekerjaannya
menjawab sambil menatap terganggu
terganggu?”
pemeriksa
“Bagaimana “tidak ada masalah dok, Sosialisasi tidak
hubungan ibu dengan
saya masih bicara dengan terganggu
orang-orang di
sekitar?” tetangga, anak saya, suami
saya”
“Ibu datang ke sini “Anak saya dok” Orientasi orang baik
dengan siapa?”
(sambil menatap
pemeriksa)
“Apakah ibu tau “Tau dok, rumah sakit Orientasi tempat baik
tempat ini di mana?”
jiwa” pasien menjawab
sambil menatap mata
6
pemeriksa
“Sekarang pagi, siang “Siang” pasien menjawab Orientasi waktu baik
atau malem pak?”
dan menatap pemeriksa
“Ibu datang kesini “Saya sering merasa cemas, Discriminative insight
karena apa?”
sesak seperti tercekik dok” baik
“Kenapa ibu merasa “Ga tau dok, kadang saat Isi pikir menunjukkan
cemas? Apakah ada
saya sedang duduk bukti cemas
sesuatu yang terjadi?
perasaan cemas timbul,
Stressor tidak diketahui
kadang kalo saya sendirian
dengan jelas.
dirumah perasaan cemas itu
juga timbul dok”
“Saat ibu merasa “Rasanya tidak nyaman
cemas, apa yang ibu
dok, dada berdebar, sesak,
rasakan?”
serasa seperti tercekik,
seperti mau mati, bisa
sampai keringat dingin”
“Saat ibu merasa “Saya kadang berdzikir
cemas apa yang ibu
atau kalau ada yang
lakukan?”
menemani saya dipijit,
diusap-usap, sambil
mengatur napas hingga
tenang”
“Apakah ibu ada “Tidak ada dok” Pasien Persepsi baik,
dengar bisikan,
menjawab sambil menatap halusinasi tidak ada
terlihat bayang-
bayangan, mencium pemeriksa
bau bau atau merasa
ada yang merayap
tubuh ibu yang
menurut orang lain
tidak ada?
“Apakah ibu masih “Tidak ada” Pasien Keluhan lain dari segi
ada keluhan lain
menjawab sambil menatap fisik dan mental
selain cemas?
7
pemeriksa disangkal
“Apakah ibu “Tidak ada” sambil Waham dikejar tidak
merasakan ibu
menatap pemeriksa ada
dikejar?
“Apakah ibu “Tidak ada” Pemilikan pikiran baik
merasakan ada orang
lain yang masuk ke
pikiran ibu, ada yang
mengambil pikiran
ibu atau merasakan
pikiran ibu didengar
oleh semua orang?”
“Apakah ibu pernah “Tidak ada dok” Ide bunuh diri tidak ada
mempunyai ide untuk
menyakiti diri
sendiri?
“Apakah ibu pernah “Tidak ada dok” Ide membunuh orang
mempunyai ide atau
tidak ada
pikiran untuk
menyakiti orang lain”
“Apakah ibu “Tidak ada dok” Obsesi kompulsif tidak
memiliki pikiran atau
ada
melakukan tindakan
secara berulang-
ulang?”
“Bagaiman dengan “tidak ada keluhan dok, Gangguan tidur tidak
tidur ibu? Ada
nyaman saya kalau tidur” ada
keluhan?”
“Apakah ibu masih “masih dokter” Mood eutimik
suka melakukan hobi
ibu?”
“Gimana perasaan “Nyaman saja sekarang Mood eutimik
ibu sekarang”
perasaan saya dok”
“Apakah Ibu masih “Iya bisa” sambil menatap Gangguan fungsi
bisa merawat diri
pemeriksa aktivitas sehari-hari
sendiri seperti
makan, mandi? tidak ada
“Ibu sebelum ini “kalau cemas seperti ini Riwayat sebelumnya
pernah seperti ini?
rasanya belum pernah tidak ada
dokter”
“Apakah ibu ada “tahun 2014 dulu saya suka Riwayat penyakit
penyakit penyerta
8
lain seperti darah sesak dikatakan sakit dahulu ada
tinggi atau gula darah
jantung dok”
tinggi?”
“Mohon maap “Tidak ada dokter” Riwayat penggunaan
sebelumnya, apakah
alcohol dan Napza
ibu pernah konsumsi
alcohol, obat-obatan tidak ada
atau zat narkotika
seperti ganja, morfin,
sabu?
“Apakah ada “Sepertinya kakek saya Riwayat keluarga ada
keluarga ada yang
dokter”
punya keluhan yang
sama seperti ibu?”
“Ibu punya berapa “5 dok”
adek-beradek?
“Ibu anak ke “Anak pertama”
berapa?”
“Menurut ibu, apakah “Iya dokter, makanya saya Discrminative insight
ibu sedang sakit?”
berobat” baik
“Bagaimana ibu “Saya berharap bisa Discriminative
menilai masa depan
sembuh dokter” Judgement baik
ibu, kira kira seperti
apa?”
“Baiklah ibu, “Tidak ada, terima kasih
wawancaranya sudah
dokter.”
selesai. Terima kasih
sudah menjawab
pertanyaan kami.
Apakah ada yang
mau ditanyakan”
C. PEMERIKSAAN
A. STATUS INTERNUS
1) Keadaan Umum
Sensorium : Compos Mentis
Frekuensi nadi : 106 x/menit
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36,70 C
Frekuensi napas : 26 x/menit
9
B. STATUS NEUROLOGIKUS
1) Urat syaraf kepala (panca indera) : tidak ada kelainan
2) Gejala rangsang meningeal : tidak ada kelainan
3) Mata:
Gerakan : baik ke segala arah
Persepsi mata : baik, diplopia tidak ada, visus normal
Pupil : bentuk bulat, sentral, isokor, Ø
3mm/3mm
Refleks cahaya : +/+
Refleks kornea : +/+
Pemeriksaan oftalmoskopi : tidak dilakukan
4) Motorik
Fungsi Motorik Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Normal
Kekuatan
5/5
Tonus Eutonik Eutonik Eutonik Eutonik
Klonus - - - -
Refleks + + + +
fisiologis
Refleks - - - -
patologis
5) Sensibilitas : normal
6) Susunan syaraf vegetatif : tidak ada kelainan
7) Fungsi luhur : tidak ada kelainan
8) Kelainan khusus : tidak ada
C. STATUS PSIKIATRIKUS
KEADAAN UMUM
Sensorium : Compos Mentis
Perhatian : Atensi bagus
10
Sikap : Kooperatif
Inisiatif : Baik
Tingkah laku motorik : Normoaktif
Ekspresi fasial : Cemas
Verbalisasi : Jelas
Cara bicara : spontan dengan volume suara yang besar
Kontak psikis : Ada
Kontak fisik : Ada
Kontak mata : Ada
Kontak verbal : Ada
b. Hidup emosi
Stabilitas : stabil
Dalam-dangkal : dalam
Pengendalian : terkendali
Adekuat-Inadekuat : adekuat
Echt-unecht : echt
Skala diferensiasi : normal
Einfuhlung : bisa diraba rasakan
Arus emosi : normal
11
Luas pengetahuan umum : Belum dapat dinilai
Discriminative judgement : Belum dapat dinilai
Discriminative insight : Baik
Dugaan taraf intelegensi : Belum dapat dinilai
b. Isi Pikiran
Waham : tidak ada
Pola Sentral : tidak ada
Fobia : tidak ada
Konfabulasi : tidak ada
Perasaan inferior : tidak ada
Kecurigaan : tidak ada
Rasa permusuhan : tidak ada
Perasaan berdosa : tidak ada
Hipokondria : tidak ada
12
Ide bunuh diri : tidak ada
Ide melukai diri : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
c. Pemilikan pikiran
Obsesi : tidak ada
Alienasi : tidak ada
d. Bentuk pikiran
Autistik : tidak ada
Dereistik : tidak ada
Simbolik : Tidak ada
Paralogik : Tidak ada
Simetrik : Tidak ada
Konkritisasi : Tidak ada
Lain-lain
Neologisme : Tidak ada
13
Ekolalia : tidak ada
f. Kecemasan : Ada
g. Dekorum
Kebersihan : Cukup
Cara berpakaian : Cukup dan rapi
Sopan santun : cukup
h. Reality testing ability : RTA baik
D. PEMERIKSAAN LAIN
a. Pemeriksaan radiologi/ CT scan : tidak dilakukan
b. Pemeriksaan darah rutin : tidak dilakukan
c. Pemeriksaan laboratorium : tidak dilakukan
d. Pemeriksaan urin : tidak dilakukan
e. Pemeriksaan LCS : tidak dilakukan
E. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I : F41.0 Gangguan Panik
Aksis II : Tidak ada diagnosis
Aksis III : Tidak ada kelainan
Aksis IV : Tidak ada
Aksis V : GAF scale saat ini 80-71
F. DIAGNOSIS DIFFERENSIAL
i. F41.0 Gangguan Panik
ii. F41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh
iii. F40 Gangguan anxietas fobik
G. TERAPI
14
a. Farmakologis
- Lorazepam 2 mg 1x1/2
- Vortioxetine 5 mg 1x1/2 pc
- Diazepam 5 mg 1 x ½
b. Non farmakologis
Suportif
- Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam
menghadapi masalah.
- Memotivasi pasien agar makan dan minum yang cukup.
- Memotivasi pasien agar minum obat.
Kognitif
- Menerangkan tentang gejala penyakit pasien terkait cara berpikir,
perasaan, sikap dalam menyikapi penyakit yang diderita.
Keluarga dan Lingkungan
- Menjelaskan kepada keluarga mengenai keadaan pasien dan
memberikan dukungan kepada pasien.
Religius
- Ikhlas dan berserah diri kepada Allah SWT.
- Memperbanyak ibadah seperti berdzikir, mengaji, dan puasa
sunnah.
H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Serangan kecemasan akut yang intens disertai perasaan akan hal buruk yang akan
datang dikenal sebagai gangguan panik. Kecemasan itu ditandai oleh periode terpisah dari
ketakutan intens yang dapat bervariasi beberapa serangan selama satu hari menjadi hanya
beberapa serangan selama setahun. Pasien dengan gangguan panik memiliki dengan
sejumlah kondisi komorbid, paling sering agorafobia, yang mengacu pada rasa takut atau
kecemasan akan tempat-tempat yang mungkin sulit melarikan diri. 1
Gangguan panik ditandai dengan adanya serangan panik yang tidak diduga dan
spontan yang terdiri atas periode rasa takut yang intens dan bervariasi dari sejumlah
serangan sepanjang hari sampai hanya sedikit serangan selama satu tahun. Setiap episode
berlangsung sekitar 15-30 menit, meskipun efek sisa dapat berlangsung lebih lama.
Serangan panik dapat terjadi secara spontan atau sebagai respon terhadap situasi
tertentu.10
Perlu diperhatikan bahwa serangan panik dapat terjadi pada gangguan anxietas
lain seperti pada fobia dan gangguan stres pascatrauma. Karena itu, perlu dengan teliti
membedakan ciri-ciri gangguan tersebut dengan gangguan panik. 1
3.2 Epidemiologi
Studi epidemiologis di negara barat melaporkan angka prevalensi seumur
hidup gangguan panik adalah 1.5 – 5 %, sedangkan serangan panik sebanyak 3-
5.6 %. Di Indonesia belum dilakukan studi epidemiologi yang dapat
menggambarkan jumlah pasien dengan serangan panik, namun para ahli
merasakan adanya peningkatan jumlah kasus yang berdatangan.1,8
Gangguan panik pada perempuan 2/3 lebih banyak daripada laki-laki. Pada
umumnya terjadi pada usia dewasa muda, sekitar 25 tahun, tetapi tidak menutup
kemungkinan untuk terjadi pada usia berapapun. Sembilan puluh satu persen
pasien dengan gangguan panik dan 84 % dengan agorafobia berpontensi
mengalami setidaknya satu gangguan psikiatrik lainnya. Salah satu faktor yang
diduga turut berperan dalam timbulnya gangguan panik adalah riwayat perceraian
atau perpisahan yang baru terjadi. Lima belas sampai 30 % mengalami fobia
16
sosial, 2-20 % mengalami fobia spesifik, dan 15-30 % mengalami kecemasan,
hingga 30 % mengalami gangguan obsesif kompulsif. Gangguan panik dapat
timbul bersama gangguan mood, dengan gejala mood secara potensial
meningkatkan onset serangan panik. Gangguan panik juga bisa didiagnosis
dengan atau tanpa agoraphobia.. Seringkali komorbiditas yang terjadi juga adalah
hipokondriasis, gangguan kepribadian dan gangguan terkait zat, serta penyakit
somatik seperti PPOK, IBS, migraine, dan meningkatkan frekuensi serangan
jantung.1,8,9
3.3 Etiologi
1. Faktor Biologis
Pada studi pencitraan struktur otak, perubahan pada tampilan MRI juga
dilaporkan, yaitu adanya abnormalitas terutama atrofi korteks di lobus temporalis
17
kanan dan kiri pasien. Pada positron emission tomography (PET), terlihat adanya
disregulasi aliran darah otak. Khususnya gangguan ansietas dan serangan panik
disertai vasokonstriksi serebral, yang dapat menimbulkan gejala SSP seperti
pusing, yang dicetuskan oleh hiperventilasi dan hipokapnia. 1,8
2. Faktor Genetik
3. Faktor Psikososial
Jika ditinjau dari teori psikodinamik, analisis penelitian menyatakan bahwa pola
ansietas saat sosialisasi saat masa kanak, hubungan dengan orang tua yang tidak
mendukung, serta perasaan terperangkap atau terjebak. Pada kebanyakan pasien,
rasa marah dan agresivitas sulit dikendalikan. Pada pasien-pasien dengan
gangguan panik, terdapat kesulitan mengendalikan rasa marah dan fantasi-fantasi
yang terkait. Misalnya, pasien mempunyai harapan untuk balas dendam terhadap
orang tertentu.
Pernapasan yang cepat dan pendek merupakan salah satu gejala yang
sangat jelas diraskan pasien. Seringkali gejala sistem pernapasan yang tidak stabil
adalah spesifik pada gangguan panik, termasuk sindrom hiperventilasi dan
peningkatan variasi pernapasan. Peningkatan denyut nadi dan pernapasan yang
tidak stabil bisa timbul tanpa terjadi serangan panik. Sebaliknya serangan panik
tidak selalu disertai pengukuran objektif dari hiperventilasi atau disfungsi
kardiovaskuler.
Gejala mental yang dirasakan adalah rasa takut yang hebat, ancaman
kematian atau bencana. Pasien bisa merasa bingung dan sulit berkonsentrasi.
Tanda fisik yang menyertai adalah takikardia, palpitasi, dispnoe, dan berkeringat.
Serangan dapat berlangsung 20-30 menit, jarang lebih dari 1 jam.
Terjadinya beberapa serangan berat ansietas otonomik, yang terjadi dalam periode
kira-kira satu bulan.
19
a. Pada keadaan-keadaan yang sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya;
b. Tidak terbatas hanya pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat
diduga sebelumnya;
c. Adanya keadaan relatif bebas gejala ansietas dalam periode antara
serangan-serangan panik (meskipun lazim terjadi ansietas antipatorik).
b. Berkeringat
c. Gemetaran
e. Perasaan tersedak
j. Sensasi geli
m. Takut mati
2) Setidaknya satu serangan telah diikuti dari satu bulan (atau lebih) dari satu atau
kedua hal berikut:
20
a. Khawatir tentang panik tambahan atau konsekuensinya (Seperti, kehilangan
kontrol, mengalami serangan jantung, “menjadi gila”)
Penjelasan tambahan
1. Gangguan ini tidak disebabkan oleh efek psikologis suatu zat (pengobatan) atau
kondisi medis lainnya (misalnya, hipertiroidisme, gangguan kardiopulmoner)
22
3.7 Tatalaksana
Tatalaksana gangguan panik terdiri atas pemberian farmakoterapi dan
psikoterapi. Dari penelitian didapatkan bahwa bila hanya farmakoterapi saja atau
psikoterapi saja, maka angka kekambuhan akan lebih tinggi dibandingkan dengan
bila mendapat gabungan antara farmakoterapi dan psikoterapi.1,8
Farmakoterapi1,8,9,14
Terdapat 3 golongan besar obat yang dianjurkan untuk mengatasi gangguan panik,
yakni golongan SSRI (Serotonin Selective Reuptake Inhibitor), trisiklik, dan
MAOI (Monoamine oxidase inhibitor). Sedangkan golongan benzodiazepin
hingga saat ini masih dianggap kontoversial dalam terapi gangguan panik.
1. SSRI
Penggunaan SSRI dan follow up keberhasilannya sebaiknya dimulai dalam
rentang 2 minggu sejak serangan panik terjadi karena SSRI dapat memicu
serangan panik pada pemberian awal. Oleh karena itu dosis SSRI dimulai dari
yang terkecil lalu ditingkatkan secara perlahan di setiap kesempatan follow up
berikutnya.
23
SSRI dapat diberikan selama 2-4 minggu, dan dosisnya dapat
ditingkatkan secara bertahap tergantung pada kebutuhan. Semua jenis SSRI yang
dikenal saat ini memiliki efektifitas yang baik dalam menangani gangguan panik.
Salah satunya, fluoksetin dalam salut memiliki masa paruh waktu yang panjang
sehingga cocok digunakan untuk pasien yang kurang patuh minum obat. Selain itu
waktu paruh yang panjang dapat meminimalisir efek withdrawal yang dapat
terjadi ketika pasien lelah atau tiba-tiba menghentikan penggunaan SSRI.
24
Efek samping SSRI biasanya timbul selama 1-4 minggu pertama ketika tubuh
mulai mencoba beradaptasi dengan obat (kecuali efek samping seksual yang
timbul pada fase akhir pengobatan). Biasanya penggunaan SSRI mencapai 6-8
minggu ketika obat mulai mendekat potensi terapi yang menyeluruh. Adapun
beberapa efek samping SSRI antara lain: anhedonia, insomnia, nyeri kepala,
tinitus, apati, retensi urin, perubahan pada perilaku seksual, penurunan berat
badan, mual, muntah dan yang ditakutkan adalah efek sampinng keinginan bunuh
diri dan meningkatkan perasaan depresi pada awal pengobatan.
2. Trisiklik/Tricyclic
25
Mekanisme kerja kebanyakan trisiklik menyerupai cara kerja SNRI
(serotonin-norepinephrine reuptake inhibitor) dengan cara memblok transporter
serotonin dan norepinephrine, sehingga terjadi peningkatan neurotransmiter
ekstraseluler yang dapat bereaksi dalam proses neurotransmisi. TCA sama sekali
tidak bereaksi terhadap transporter dopamin sehingga efek samping akibat
peningkatan dopamin seperti halusinasi dapat berkurang.1,9
Ada banyak efek samping yang dapat disebabkan oleh trisiklik yang
berkaitan dengan antimuskarinik-nya. Beberapa di antaranya adalah mulut kering,
hidung kering, pandangan kabur, konstipasi, retensi urin, gangguan memori dan
peningkatan temperatur tubuh.
27
Phenelzine (Nardil). Nardil merupakan obat golongan MAOI yang paling sering
digunakan dalam mengatasi gangguan panik. Hal ini telah dibuktikan melalui
superioritas yang jelas terhadap placebo dalam percobaan double-blind untuk
mengatasi gangguan panik. Obat ini biasanya digunakan untuk pasien yang tidak
respon terhadap obat golongan trisklik atau obat antidepresi golongan kedua.
Tranylcypromine (Parnate). Obat ini juga efektif terhadap gangguan panik
karena berikatan secara ireversibel pada MAO sehingga dapat mengurangi
pemecahan monoamin dan meningkatkan avaibilitas sinaptik.
4. Golongan Benzodiazepin
28
Golongan benzodiazepin merupakan salah satu obat pilihan yang digunakan untuk
mengatasi serangan panik akut. Benzodiazepin digunakan hanya pada 4-6 minggu
pertama.
Cara Kerja Benzodiazepin
Ada 3 jenis benzodiazepin yakni yang short acting, intermediate acting dan long
acting. Benzodiazepin short- dan intermediate acting digunakan untuk mengatasi
insomnia sedangkan yang golongan long-acting digunakan untuk mengatasi
gangguan panik.1,9
29
Diazepam (Valium, Diastat, Diazepam Intensol). Diazepam meruapakan salah
satu jenis benzodiazepin yang potensinya rendah. Namun dapat digunakan untuk
mengatasi serangan panik.
Efek Samping Benzodiazepin
Efek samping yang paling sering ditemukan pada benzodiazepin
biasanya berkaitan dengan efek sedasi dan relaksan ototnya. Beberapa di
antaranya adalah mengantuk, pusing, dan penurunan konsentrasi dan
kewaspadaan. Kurangnya koordinasi bisa mengakibatkan jatuh dan kecelakaan,
terutama pada orang tua. Akibat lain dari benzodiazepin adalah penurunan
kemampuan menyetir sehingga dapat berakibat pada tingginya angka kecelakaan.
Efek samping lainnya adalah hipotensi dan penekanan pusat pernapasan
terutama pada penggunaan intravena. Beberapa efek samping lain yang dapat
timbul pada penggunaan benzodiazepin adalah mual, muntah, perubahan selera
makan, pandangan kabur, bingung, euforia, depersonalisasi dan mimpi buruk.
Beberapa kasus juga menunjukkan bahwa benzodiazepin bersifat liver toksik.1,8,9
Interaksi Obat
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai interaksi obat yang
dapat terjadi.
Obat anti-panik trisiklik (Imipramine/Clomipramine) bila diberikan bersamaan
dengan haloperidol (phenothiazine) dapat mengurangi kecepatan ekskresi dari
trisiklik sehingga kadar dalam plasma meningkat, sebagai akibatnya dapat terjadi
30
potensiasi efek samping antikolinergik seperti ileus paralitik, disuria, gangguan
absorbsi dan lain-lain.
Obat trisiklik/SSRI bila diberikan bersamaan dengan CNS depressant
(alkohol, opioid, benzodiazepine, dll) menyebabkan potensiasi efek sedasi dan
penelanan terhadap pusat pernapasan bahkan dapat terjadi gagal napas.
Obat trisklik/SSRI dan obat simpatomimetik (derivat amfetamin) bila
diberikan bersamaan dapat membahayakan kondisi jantung.
Obat trisiklik/SSRI dan MAOI tidak boleh diberikan bersamaan karena
dapat terjadi Serotonin Malignant Syndrome. Perubahan penggunaan
trisiklik/SSRI menjadi MAOI atau sebaliknya harus menunggu waktu sekitar 2-4
minggu untuk wash out period.
Obat trisiklik bila diberikan bersama SSRI, dapat meningkatkan toksisitas
obat trisiklik.1, 8, 9, 14
Jika pasien gagal memberikan respons terhadap salah satu golongan obat,
golongan obat lain harus dicoba. Data terkini menyokong efektivitas venfalaxine.
Kombinasi SSRI atau obat trisiklik dan benzodiazepin atau SSRI dan litium atau
obat trisiklik dapat dicoba. Beberapa laporan kasus menunjukkan efektivitas
karbamazepin, valproat, dan calcium channel blocker yang mengesankan.
Buspiron dapat memiliki peran dalam memperkuat obat lain tetapi efektivitasnya
kecil.
Psikoterapi
31
Terapi Relaksasi
Selain itu diberikan pula salah satu terapi kognitif perilaku atau psikoterapi
dinamik. Pemilihan jenis ini berdasarkan kondisi pasien saat itu, motivasi
individu, kepribadiannya, serta pertimbangan dokter yang melakukan.
Keberhasilan kedua jenis terapi ini bergantung atas motivasi pasien dan kesediaan
bekerja sama dengan terapis.1
32
memerlukan 10-15 kali pertemuan, bisa kurang namun dapat pula lebih,
bergantung pada kondisi pasien yang mengalaminya.1, 8
Namun salah satu metode CBT seperti interoceptive therapy, dalam terapi
ini setiap pasien mengalami serangan, serangan tersebut diinduksi dalam
lingkungan yang terkontrol untuk memungkinkan pasien untuk menghadapi rasa
takutnya dan belajar menguasainya. Latihan seperti ini berlangsung selama satu
menit. Interoceptive theraphy terbukti berhasil pada 87% pasien harus dilakukan
dengan bantuan dokter di suatu lingkungan yang terkontrol. Karena terapi ini
dilakukan dengan memberikan paparan yang dapat menstimulus serangan panik
pasien dengan cara meningkatkannya sedikit demi sedikit hingga pasien
mengalami desensitasi terhadap stimulus tersebut. Adapun beberapa teknik yang
dapat dilakukan untuk mendesensitasi gangguan panik antara lain2:
Psikoterapi Dinamik
Pasien diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya, bukan hanya
dengan tujuan penghilangan gejala. Pada psikoterapi dinamik, biasanya pasien
akan lebih banyak berbicara dan dokter lebih banyak mendengarkan, kecuali pada
individu yang pendiam maka dokter yang lebih aktif. Terapi ini memerlukan
waktu panjang dapat berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Diperlukan
kesabaran keduabelah pihak dan kerja sama yang baik.8
Aplikasi Relaksasi
Terapi Keluarga
Keluarga pasien dengan gangguan panik dan agorafobia juga mungkin telah
dipengaruhi oleh gangguan anggota keluarga. Terapi keluarga yang ditujukan
pada edukasi dan dukungan sering bermanfaat.1, 8
34
Terapi berfokus membantu pasien mengerti arti ansietas, situasi yang
dihindari, serta kebutuhan untuk menekan impuls, dan keuntungan apabila
berhasil.1,8
3.8 Prognosis1,8
Gangguan panik biasanya dimulai pada akhir masa remaja atau awal
dewasa, meskipun onset selama masa kanak-kanak, remaja awal, dan paruh baya
memang terjadi. Beberapa data mengimplikasikan peningkatan stressor
psikososial dengan timbulnya gangguan panik, meskipun tidak ada stresor
psikososial pasti dapat diidentifikasi dalam banyak kasus.
Setelah satu atau dua serangan panik pertama, pasien mungkin relatif tidak
peduli dengan kondisi mereka; dengan serangan berulang, Namun, gejalanya
mungkin menjadi perhatian utama. Pasien mungkin mencoba merahasiakan
serangan panik dan karenanya menyebabkannya kekhawatiran keluarga dan teman
mereka tentang perubahan yang tidak dapat dijelaskan di tingkah laku. Frekuensi
dan tingkat keparahan serangan dapat berfluktuasi. Serangan panik bisa terjadi
35
beberapa kali dalam sehari atau kurang dari sekali sebulan. Asupan kafein atau
nikotin yang berlebihan dapat memperburuk keadaan gejalanya.
BAB IV
ANALISIS KASUS
37
Penilaian diagnosis pada pasien dinilai secara multiaksial menurut
PPDGJ III yaitu:
1) Aksis I
Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan perasaan cemas yang
bermakna serta menimbulkan suatu distress (penderitaan) dan disability (hendaya)
dalam pekerjaan dan kehidupan sosial pasien, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pasien ini mengalami gangguan jiwa. Hal ini sesuai dengan definisi gangguan
jiwa menurut World Health Organization (WHO) dimana didapatkan suatu
kelompok gejala atau perilaku yang secara klinis ditemukan bermakna dan disertai
dengan distress dan yang berkaitan dengan disfungsi/hendaya.
Berdasarkan data-data yang didapat melalui anamnesis psikiatri dan
pemeriksaan fisik, tidak ditemukan riwayat demam tinggi, trauma, sakit berat,
penurunan kesadaran dan kejang. Hal ini dapat menjadi dasar untuk
menyingkirkan diagnosis gangguan mental organik (F.0). Selain itu, pasien juga
tidak pernah meminum alkohol ataupun obatobatan terlarang lainnya sehingga
dapat menyingkirkan diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan
zat psikoaktif (F.1).
Berdasarkan anamnesis juga tidak didapatkan gangguan dalam
kemampuan menilai realitas yang bermanifestasi sebagai terganggunya kesadaran
diri (awarness), daya nilai norma sosial (judgement) dan terganggunya daya
tilikan diri (insight). Selain itu tidak dapatkan isi pikiran pasien yang bergema
dalam dirinya, isi pikirannya dimasukin atau diambil dari luar dan isi pikirannya
tersiar. Selain itu juga tidak didapatkan adanya waham baik waham dikendalikan
oleh suatu kekuatan tertentu, dipengaruhi, waham dirinya tidak berdaya dan
pasrah dan pengalaman menerima mukjizat. Selain itu juga pasien tidak
didapatkan adanya halusinasi baik itu auditorik maupun visual. Hal ini dapat
menjadi dasar untuk menyingkirkan diagnosis skizofrenia, skizotipal dan
gangguan waham.
Pada pasien juga tidak didapatkan gangguan suasana perasaan baik berupa
afek yang meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas
38
fisik dan mental. Selain itu pasien tidak didapatkan gejala depresi baik gejala
utama maupun gejala tambahan. Hal ini dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan
diagnosis gangguan suasana perasaan (F.3)
Pada pasien didapatkan perasaan dadanya berdebar, sesak, tercekik,
keringat dingin, dan rasa takut meninggal. Dimana perasaan kecemasan ini timbul
secara episodik dan pada keadaan yang secara objektif tidak ada bahaya. Pada
pasien ini sudah memeneuhi kriteria diagnosis panik menurut DSM V merupakan
suatu periode diskret rasa takut atau ketidaknyamanan yang intens dengan tiba-
tiba muncul 4 gejala dari 13 gejala dan mencapai puncaknya dalam 10 menit.
Sehingga pada pasien telah memenuhi kriteria panik menurut DSM V karena telah
memenuhi 5 kriteria.
PPDGJ-III gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila
tidak ditemukan adanya gangguan anxietas fobik. Pada pasien ini tidak ditemukan
gejala agorafobia, fobia sosial maupun fobia khas. Karena menurut pasien episode
kecemasannya ini dapat terjadi pada saat apapun, tidak terbatas pada kecemasan
pada saat di tempat terbuka ataupun di luar lingkungan keluarga. Sehingga dapat
disingkirkan gangguan ansietas fobik. Menurut PPDGJ-III kriteria diagnosis
gangguan panik, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan ansietas berat
dalam masa kira-kira satu bulan pada keadaan dimana sebenarnya secara objektif
tidak ada bahaya, tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat
diduga sebelumnya (unpredictable situation), dengan keadaan yang relatif dari
gejala-gejala anxietas pada periode diantara serangan-serangan panik (meskipun
demikian umumnya dapat terjadi juga “anxietas antipsikotik” yaitu anxietas yang
terjadi setelah membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi.
Pada status mental didapatkan selama wawancara pasien merasa gelisah.
Mood pasien cemas dengan afek terbatas dan serasi. Tidak ada gangguan persepsi.
Pada isi pikir terdapat cemas dan takut sehingga diagnosis untuk aksis I adalah
Gangguan panik (Ansietas Paroksismal Episodik) [F.41.0]. Diferensial diagnosis
pada kasus ini juga dapat disingkirkan yaitu diagnosis gangguan cemas
menyeluruh (F41.1). Hal ini dikarenakan tidak ditemukan ansietas yang
berlangsung setiap hari untuk beberapa bulan yang tidak terbatas atau hanya
39
menonjol pada keadaan tertentu saja. Karena pada pasien ini keluhan dirasakan
hampir setiap minggu yang hilang timbul.
2) Aksis II
Aksis II tidak ada diagnosis karena pada autoanamnesa dan aloanamnesis
tidak didapatkan gangguan tumbuh kembang pada usia kanak-kanak remaja.
Pasien tidak menyelesaikan pendidikan SMA karena terkendala biaya, bukan
karena kesulitan dalam belajar. Hal ini dapat menyingkirkan diagnosis retardasi
mental
3) Aksis III
Tidak ada kelainan
4) Aksis IV
5) Aksis V
Penilaian terhadap kemampuan pasien untuk berfungsi dalam
kehidupannya menggunakan skala Global Assessment of Functioning (GAF).
Pada saat dilakukan wawancara, adalah GAF 60-51 (gejala sedang,atau kesulitan
sedang dalam fungsi sosial, pekerjaan atau sekolah). Hal ini ditandai dengan
pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri disertai gejala yang
ringan. Skor terendah adalah GAF 50-41 (gejala berat (serious) dan disabilitas
berat) karena saat wawancara pasien mengaku pernah mengalami beberapa kali
serangan gejala berat hingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
Pengobatan yang dilakukan kepada pasien ini adalah dengan dua jenis
pengobatan. Pengobatan psikoterapi dan juga dengan pengobatan farmakoterapi.
Farmakoterapi dilakukan dengan pemberian 2 macam obat yaitu
antidepresan berupa Vortioxetine 5 mg 1x1/2 yang termasuk golongan SSRI dan
antianxietas golongan benzodiazepine berupa lorazepam 2 mg 1x1/2 dan
diazepam 5 mg 1 x ½. SSRI merupakan terapi pilihan utama dan efektif pada
gangguan panik. Benzodiazepine memliki aksi cepat pada serangan panik.
Pengobatan psikoterapi secara umum dapat berupa psikoterapi dari
keluarga yaitu bantuan keluarga baik dorongan, dukungan dan perhatian kepada
pasien, mengingatkan pasien untuk meminum obat dan pentingnya untuk rutin
40
minum obat, pendekatan edukatif supaya terjadi perbaikan pada kondisi pasien.
Selain itu, terapi yang dapat diberikan adalah psikoterapidalam bentuk Cognitive
Behavioral Therapy (CBT). Terdapat beberapa metode CBT, beberapa
diantaranya yakni metode restrukturisasi, terapi relaksasi, terapi bernapas, dan
terapi interocepative. Inti dari terapi CBT adalah membantu pasien dalam
memahami cara kerja pemikiran otomatis dan keyakinan yang salah dapat
menimbulkan respon emosional yang berlebihan, seperti pada gangguan panik.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Saddock BJ & Saddock VA. Panic disorder . In: Kaplan & Sadock's
Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 11th Ed.
USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2015. Sec.9.2. p. 392-98.
2. Milrod, Leon, Busch, et al. A Randomized Controlled Clinical Trial of
Psychoanalytic Psychotherapy for Panic Disorder. Am J Psychiatry. 2007; 164 :
265-272.
3. Martin, Andres, Volkmar FR. Lewis’s Child and Adolescent Psychiatry : A
Comphrehensive Textbook. 4th Edition Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
4. Taylor CT, Pollack MH, LeBeau RT, Simon NM. Anxiety Disorder : Panic,
Social Anxiey, and Generalized Anxiety in Massachusetts General Hospital
Comprehensive Clinical Psychiatry, Mosby Inc. 2008; p : 429-433.
5. Katon WJ. Panic Disoder in The New England Journal of Medicine, June 1.
2006; p: 2360-2367.
6. McPhee SJ, Papadakis MA, Tierney Jr LM. editors. Current Medical Diagnosis
& Treatment. McGraw-Hill; 2008.
7. Katzung BG. editor. Basic and Clinical Pharmacology. Edisi 10. McGraw-Hill;
2006.
8. Kusumadewi I, Elvira S. Gangguan panik. Dalam: Buku ajar psikiatri.
Edisi ke-2. Jakarta: FKUI; 2013. h. 258-63.
9. Memon MA. Panic disorder. Updated on March 2011. [Cited on June
2011]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/287913-
overview.
10. Departemen Kesehatan RI. PPDGJ III. Cetakan Pertama. 1993.h. 173-4,
178-9.
11. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder. 4th ed. Text rev. Washington DC: APA; copyright 2000.
12. Katerndahl D. Chest Pain and Its Importance in Patients with Panic
Disorder: AnUpdated Literature Review. Primary Care Companion. J
Clinical Psychiatry 2008:10(5). Available
fromhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2629063/.
13. Katherndahl D. Panic & plaques: Panic disorder and coronary artery
disease in patients with chest pain. Medscape Multispeciality. J Am Board
Fam Med. 2004:17(2). Available from
http://www.medscape.com/viewarticle/474286_4.
14. Cloos JM. Treatment of panic disorder. Updated on January 2005. [Cited
on June 2011]. Available from:
http://www.medscape.com/viewarticle/497207_1.
15. Algorani EB & Gupta V. Coping Mechanisms. Updated on July 2020. [Cited on
Oktober 2020]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559031/.
33