Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mengikuti ujian akhir Kepaniteraan Klinik
Madya di SMF Psikiatri Rumah Sakit Jiwa Daerah Abepura
Disusun oleh:
2019086016411
Pembimbing :
SMF PSIKIATRI
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH ABEPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
PAPUA
2021
Telah disetujui dan diterima oleh Penguji Laporan Kasus
dengan judul:
“Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi”
Sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Madya pada SMF Psikiatri RSJD Abepura
Fakultas Kedokteran Un iversitas Cenderawasih Jayapura
Hari/Tanggal :
Tempat :
Mengesahkan
Penguji Laporan Kasus Bagian Psikiatri
Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih
LAPORAN KASUS
STATUS PSIKIATRI
Keterangan :
Laki-laki :
Perempuan :
Pasien :
Pasien dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang harmonis dengan status ekonomi
cukup. Ayah dan Ibu pasien meninggal tahun 2016 dan 2018. Pasien merupakan anak
ke 4 dari 6 bersaudara. Pasien tinggal merantau dan bertemu suami di kota Timika.
STATUS GENERALIS
a. Pemeriksaan Fisik
KU : Tampak Tenang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign:
Tekanan Denyut Laju Suhu Saturasi
Darah Nadi Nafas Tubuh Oksigen
(mmHg) (kali/menit (kali/menit (℃) (%)
) )
117/60mmHg 106x/menit 20x/menit 36,7 98%
b. Pemeriksaan Laboratorium:
Tidak dievaluasi
STATUS PSIKIATRIKUS
4. Roman Sesuai
muka
5. Perilaku Kontak: ada Pasien mengadakan kontak dengan melihat
terhadap mata.
pemeriksa Rapport: adekuat Pasien mampu menjawab pertanyaan yang
ditanyakan dan sesuai dengan pertanyaan
Afek labil
Halusinasi: tidak
ada
10. Pikiran Bentuk: realistic Pasien berpikir sesuai kenyataan yang ada
2 FORMULASI DIAGNOSIS
Aksis I
Berdasarkan autoanamnesis, paseien merupakan pasien baru di RSJD Abepura.
Dari pemeriksaan status mental dan pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa pasien
mengalami gangguan tidur/sulit tidur, kecemasan/kekwatiran yang berlebihan,
merasa takut, merasa sedih, kadang menangis, nafsu makan menurun dan konsentrasi
menurun. Pasien digolongkan dalam gangguan jiwa non psikotik (neurotic).
Berdasarkan kriteria diagnostik PPDGJ III, pasien termasuk kedalam gangguan F.41.2
Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi
Aksis II
Tidak ada
Aksis III
GERD
Aksis IV
Tidak ada
Aksis V
GAF Scale 80-71 : Gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial,
pekerjaan, dll.
Diagnosis banding
Gangguan panik
Gangguan cemas menyeluruh
Gangguan depresif ringan
Diagnosis multiaxial
- AKSIS I : F.41.2 : Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi
- AKSIS II : Tidak ada
- AKSIS III : GERD
- AKSIS IV : Tidak ada
- AKSIS V : GAF Scale 80-71
3 RENCANA TERAPI
Pada saat ini pasien menjalani perawatan rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Abepura. Terapi
yang diberikan kepada pasien ini adalah :
1. Farmakoterapi
Alprazolam 0,5mg 2x1 (0 - ½ - 1)
Lorazepam (Merlopam) 0,5mg 1x1 (1 - 0 - 0)
Fluoxetine (Elizac) 10mg 1x1 (1 - 0 - 0)
Vitamin B6 10mg 1x1 (1 - 0 - 0)
2. Psikoedukasi
Dengan cara mengedukasi pasien atau memberikan informasi untuk minum
obat teratur dan tepat waktu serta efek samping obat. Memberikan informasi tentang
penyakit yang diderita berisi tanda dan gejala yang mungkin timbul.
4 PROGNOSIS
Prognosis ad vitam : dunia ad bonam
Prognosis ad sanationam : dubia ad bonam
Prognosis ad fungsionam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gangguan campuran anxietas dan depresi merupakan gejala kecemasan dan
depresi yang bermakna secara klinis tetapi tidak memenuhi kriteria gangguan mood
spesifik.2 Kombinasi gejala depresif dan ansietas menimbulkan hendaya fungsional yang
bermakna pada orang yang mengalami gangguan ini. Keadaan ini terutama dapat banyak
ditemukan di pelayanan primer dan klinik kesehatan jiwa rawat jalan. Oponen telah
mendebat bahwa ketersediaan diagnosis dapat membuat klinisi tidak terdorong untuk
mengambil waktu yang diperlukan untuk menperoleh riwayat psikiatri yang lengkap
untuk membedakan gangguan depresif sejati dengan gangguan ansietas sejati.
Menurut Kaplan (Edisi Ke-II) anxietas merupakan gangguan psikiatri yang paling
sering ditemukan, dimana anxietas dapat mempengaruhi pikiran, persepsi dan
pembelajaran serta menimbulkan kebingungan dan distorsi persepsi, tidak hanya
persepsi waktu dan ruang tetapi juga orang dan arti peristiwa.2
Sedangkan Menurut Utama (2014) depresi merupakan suatu gangguan perasaan
yang memiliki ciri-ciri semangat berkurang, rasa harga diri yang rendah, menyalahkan
diri sendiri, gangguan tidur dan gangguan makan. Depresi merupakan gangguan mental
yang serius yang ditandai dengan perasaan sedih dan cemas.3
2.2 Etiologi
Empat garis bukti penting mengesankan bahwa gejala ansietas dan gejala depresif
terkait secara kausal pada sejumlah pasien yang mengalami gejala ini. Pertama. sejumlah
peneliti melaporkan temuan neuroendokrin yang serupa pada gangguan depresif dan
gangguan ansietas, terutama gangguan panik, termasuk menurnpulnya respons kortisol
terhadap hormon adrenokort, kotropik, respons hormon pertumbuhan yang tumpul
terhadap klonidin (Catapres), dan respons TSH (thyroid stimulaling hormone) serta
prolaktin yang tumpul terhadap TRI I (l/iyrotropin- releasing hormone).
Kedua, sejumlah peneliti melaporkan data yang menunjukkan bahwa
hiperaktivilas sistem noradrenergk sebagai penyebab relevan pada sejumlah pasien
dengan gangguan depresif dan gangguan panik. Secara rinci, studi ini telah menemukan
adanya konsentrasi metabolit norepineprin 3-methoxy-4- hydroxyplienylglycol (MI-IPG)
yang meningkat di dalam urin, plasma, atau cairan serebrospinalis (CSF) pada pasien
dengan depresi dan gangguan panik yang sedang aktif mengalami serangan panik.
Seperti pada gangguan ansietas dan gangguan depresif lain, serotonin dan asam y-
aminobutirat (GABA) .juga mungkin terlibat sebagai penyebab di dalam gangguan
campuran ansietas depresif.
Ketiga, banyak studi menemukan bahwa obat serotonergik, seperti fluoxetine
(Prozac) dan clomipramine (Anafranil), berguna dalam terapi gangguan depresif dan
ansietas.
Keempat, sejumlah studi keluarga melaporkan data yang menunjukan bahwa
gejala ansietas dan depresi berhubungan pada secara genetik sedikitnya beberapa
keluarga.
2.3 Epidemiologi
Keberadaan gangguan depresif berat dan gangguan panic secara bersamaan lazim
ditemukan. Dua pertiga pasien dengan gejala depresif memiliki gejala ansietas yang
menonjol, dan dua pertiganya dapat memenuhi kriteria diagnostik gangguan panic.
Peneliti telah melaporkan bahwa 20 sampai 90 persen pasien dengan gangguan panic
memiliki episode gangguan depresif berat. Data ini mengesankan bahwa keberadaan
gejala depresif dan ansietas secara bersamaan, tidak ada diantaranya yang memenuhi
kriteria diagnostic gangguan depresif atau ansietas lain dapat lazim ditemukan. Meskipun
demikian, sejumlah klinisi dan peneliti memperkirakan bahwa pravelensi gangguan ini
pada populasi umum adalah 10 persen dan di klinik pelayanan primer sampai tertinggi 50
persen, walaupun perkiraan konservatif mengesankan pravelrnsi sekitar 1 persen pada
populasi umum.2
2.5 Diagnosis
Untuk menengakkan diagnosis gangguan campuran anxietas dan depresi, pasien
harus memenuhi kriteria DSM-IV-TR atau ICD X.
Berdasarkan DSM-IV-TR
1. Mood disforik yang berulang atau menetap dan bertahan setidaknya 1 bulan
2. Mood disforik disertai empat atau lebih gejala berikut selama sedikitnya 1 bulan :
a. kesulitan berkonsentrasi atau pikiran kosong
b. gangguan tidur
c. lelah atau energi rendah
d. iritabilitas
e. khawatir
f. mudah menangis
g. antisipasi hal terburuk
h. tidak ada harapan (pesimis yang menetap akan masa depan)
i. harga diri yang rendah atau rasa tidak berharga
3. Gejala menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya dalam
area fungsi sosial, pekerjaan atau area fungsi lain
4. Gejala tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat ( cth,penyalahgunaan oba
t, pengobatan) atau keadaan medis umum
Semua hal berikut ini :
1. Kriteria tidak pernah memenuhi gangguan depresif berat, gangguan
distimik:gangguan panic, atau gangguan ansietas menyeluruh
2. Kriteria saat ini tidak memenuhi gangguan mood atau ansietas lain (termasuk
gangguan ansietas atau gangguan mood, dalam remisi parsial)
3. Gejala tidak lebih mungkin disebabkan gangguan jiwa lain
2.6 Tatalaksana
1. Farmakoterapi
a. Anti-ansietas
Golongan Benzodiazepin
Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine dimulai dengan dosi
s terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respons terapi. Penggunaan sediaan
dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek
yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata 2-6 minggu, dilanjutkan denga
n masa tapering off selama 1-2 minggu.
Contoh obat yang termasuk dalam golongan Benzodiazepin :
- Alprazolam, sediaan 0,5-1 mg tablet, dosis anjuran 0,25 – 4 mg/hari, efektif un
tuk anxietas tipe antisipatorik, “onset of action” lebih cepat dan mempunyai ko
mponen efek anti-depresi.
- Diazepam, sediaan 2-5 mg tablet, dengan dosis anjuran 2,5-40 mg. Ampul 10
mg/2cc dengan dosis anjuran injeksi 5-10 mg (im/iv) max 30 mg/hari
- Lorazepam, Merlopam sediaan 0,5-2 mg tablet, dosis anjuran 2-6 mg/h
- Clobazam, sediaan 10 mg, dosis anjuran 20-30 mg/hari
b. Anti-depresi
Mekanisme kerja obat Anti-depresi yaitu menghamat “re-uptake aminergic neurot
ransmitter”, menghambat penghancuran oleh enzim “Monoamine Oxidase”, sehin
gga terjad peningkatan jumlah “aminergic neurotransmitter” pada celah sinaps ne
uron tersebut yang dapat meningkatkan aktivitas reseptor serotonin.
- Amitriptyline, sediaan 25 mg dengan dosis anjuran 75-300mg/h
- Fluoxetine, Elizac sediaan 20 mg cap dengan dosis anjuran 10-40 mg/h
- Sertraline, sediaan 50 mg, dosis anjuran 50-150 mg/h
2. Terapi suportif
Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan b
elum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi sosi
al dan pekerjaannya3.
3. Psikoterapi Berorientasi Tilikan. Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyi
ngkapan konflik bawah sadar, menilik egostrength, relasi objek, serta keutuhan self pa
sien. Dari pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat
memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah untuk menjadi lebih matur, bila tida
k tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosi
al dan pekerjaannya
2.7 Prognosis
Gangguan cemas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang mungkin berlangsu
ng seumur hidup. Prognosis dipengaruhi oleh usia, onset,durasi gejala dan perkembangan
komorbiditas gangguan cemas dan depresi.3
BAB III
PEMBAHASAN
Lorazepam (Merlopam)
Sediaan: 0,5mg, 1mg dan 2 mg
Mekanisme kerja: lorazepam adalah sebagai agonis GABA. Efek terapi lorazepam
timbul dengan meningkatkan permeabilitas neuron terhadap ion Cl di sistem saraf
pusat, sehingga menyebabkan hiperpolarisasi dan stabilisasi. Lorazepam efektif
bekerja sebagai anti ansietas dan anti agitasi. Lorazepam bekerja sebagai hipnosis
sedatif kerja cepat dengan meningkatkan kerja GABA yang merupakan
neurotransmitter inhibitor utama dalam sistem saraf pusat.
Fluoxetine (Elizac)
Sediaan: 10mg dan 20 mg
Mekanisme kerja: Fluozatine digunakan untuk membantu mengobati depresi,
gangguan obsesif kompulsif, sindrom pramenstruasi (premenstrual dysphoric
disorder), gangguan makan (bulimia), dan serangan panik berlebihan.
Vitamin B6
Sediaan: 10mg
Mekanisme kerja: Vitamin B6 bertanggungjawab terhadap pembentukan
neurotransmitter yang esensial bagi fungsi sistem saaraf. Neurotransmitter tersebut
antara lain serotonin, melatonin, epinephrine, norepinephrine dan GABA. Vitamin B6
mengonversi triptofan menjadi serotonin yang dapat menurunkan gangguan
kecemasan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Gangguan cemas dan depresi memiliki ciri yang tersendiri, tergantung apa yang terda
pat pada penderita yang mengalaminya.
2. Kaplan (2010) menyebutkan gangguan campuran anxietas dan depresi merupakan
gambaran pasien dengan keadaan gejala ansietas dan depresif yang tidak memenuhi
kriteria diagnostik gangguan ansietas atau gangguan mood
3. Gambaran klinis bervariasi, diagnosis Gangguan Cemas dan depresi ;
Kriteria diagnostik DSM-IV atau ICD X yaitu terdapat gejala-gejala anxietas
maupun depresi, dimana masing masing tidak menunjukan rangkaian gejala yang
cukup berat untuk menegakkan diagnosis tersendiri. Untuk anxietas beberapa
gejala otonomik harus ditemukan walaupun tidak terus menerus disamping rasa
cemas atau kekhawatiran berlebihan
bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan maka harus
dipertimbngkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan anxietas fobik.
4. Tata laksana berupa rawat jalan, psikoterapi dan sosioterapi
5. Prognosis gangguan cemas dan depresi adalah dubia ad bonam
4.2 Saran
1. Bagi penulis
Lebih memahami tanda dan gejala serta tatalaksana awal pasien gangguan cemas dan
depresi.
2. Bagi pasien dan keluarga
Membangun kepercayaan dan mengontrol pengobatan pasien agar tidak putus obat.
3. Bagi masyarakat
Segera mengonsultasikan diri atau lingkungan sekitar ke Spesialis Kedokteran jiwa,
jika didapatkan perubahan perilaku.
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III DSM-V,
Cetakan Kedua. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya: Jakarta.
2. Kaplan-Saddock. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid 2.
Jakarta:Binarupa Aksara Publisher, 2010
3. Utama, Hendra. 2014. Buku Ajar Psikiatri, Edisi Kedua. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta.
4. Maslim, Rusdi. 2014. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Cetakan
Keempat. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya: Jakarta.
5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Indonesia. Farmakologi
dan Terapi Edisi 5. 2008. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.