Anda di halaman 1dari 41

Laporan kasus

SKIZOFRENIA HEBEFRENIK

Oleh

Dedi Yanto Husada, S.Ked 04054821719022

Rahmat Darmawantoro, S.Ked 04054821618070

Muhammad Fakhri Altyan, S.Ked 04084821618221

Pembimbing

dr. Bintang Arroyantri P, Sp.KJ

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA ERNALDI BAHAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Judul

Skizofrenia Hebefrenik

Oleh:

Dedi Yanto Husada, S.Ked 04054821719022

Rahmat Darmawantoro, S.Ked 04054821618070

Muhammad Fakhri Altyan, S.Ked 04084821618221

Laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya/Rumah Sakit Jiwa Ernaldi Bahar Palembang periode 19
Juni 24 Juli 2017.

Palembang, Juli 2017

dr. Bintang Arroyantri P, Sp.KJ

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul Skizofrenia Hebefrenik. Penulis juga mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dr. Bintang Arroyantri P, Sp.KJ, selaku
pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan
pengarahan dalam penyusunan laporan kasus ini.

Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis menyadari sepenuhnya


bahwa masih terdapat banyak kekurangan, baik dari isi maupun teknik penulisan.
Maka dari itu, kritik dan saran dari semua pihak untuk kesempurnaan laporan
kasus sangat diharapkan.

Demikianlah penulisan laporan kasus ini, semoga dapat bermanfaat bagi


para pembaca.

Palembang, Juli 2017

Tim Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN .......................................................................................3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................17
3.1.Definisi .......................................................................................................17
3.2. Etiologi ......................................................................................................18
3.3. Tanda dan gejala .......................................................................................20
3.4. Psikofisiologi ............................................................................................22
3.5. Diagnosis...23
3.6. Penatalaksanaan ........................................................................................24
3.7. Prognosis ...................................................................................................29

BAB IV ANALISIS KASUS ................................................................................33


DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................37

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan suatu deskirpsi sindrom dengan variasi penyebab


(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tidak selalu bersifat kronis
deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Skizofrenia pada
umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari
pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul
(blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan
intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu
dapat berkembang kemudian.1
Skizofrenia, yang menyerang kurang lebih satu persen populasi, biasanya
bermula di bawah usia 25 tahun, berlangsung seumur hidup, dan mengenai orang
dari semua kelas sosial. Baik pasien maupun keluarga sering mendapatkan
pelayanan yang buruk dan pengasingan sosial karena ketidaktahuan yang meluas
akan gangguan ini.2
Di Amerika Serikat, prevalensi seumur hidup skizofrenia sekitar satu
persen, yang berarti bahwa kurang lebih satu dari seratus orang akan mengalami
skizofrenia selama masa hidupnya. Insidensi tahunan skizofrenia berkisar antara
0,5 sampai 5,0 per 10.000 dengan beberapa variasi geografik, seperti insidens
yang lebih tinggi pada orang yang lahir di daerah perkotaan di negara maju.
Skizofrenia ditemukan pada semua masyarakat dan area geografis dan angka
insidens serta prevalensinya secara kasar merata di seluruh dunia.2 Sementara di
Indonesia, prevalensi skizofrenia sebesar 0,46%.3
Penyebab skizofrenia sampai sekarang masih belum diketahui secara pasti.
Akan tetapi, berbagai teori penyebab skizofrenia telah berkembang, seperti model
diastasis-stress dan hipotesis dopamine. Model diastasis stress merupakan satu
model yang mengintegrasikan faktor biologis, psikososial, dan lingkungan.2
Gangguan skizofrenia berdasarkan PPDGJ III terbagi menjadi skizofrenia
paranoid, skizofrenia hebefrenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia tak terinci,

1
depresi pasca skizofrenia, skizofrenia residual, skizofrenia simpleks, skizofrenia
lainnya, dan skizofrenia ytt. Beberapa kriteria diagnostik untuk subtipe
skizofrenia menurut DSM-IV yaitu tipe paranoid, tipe terdisorganisasi, tipe
katatonik, tipe tak tergolongkan, dan tipe residual.1,2
Salah satu subtipe dari gangguan skizofrenia adalah skizofrenia
hebefrenik. Tipe skizofrenia ini adalah tipe yang permulaannya perlahan-lahan
dan sering timbul pada masa remaja atau dewasa muda antara usia 15-25 tahun.
Gejala yang mencolok adalah gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta
gangguan proses pikir. Skizofrenia hebefrenik disebut juga disorganized type
yang ditandai dengan inkoherensi, afek inappropriate, perilaku dan tertawa
kekanak-kanakan, yang terpecah-pecah, dan perilaku aneh seperti menyeringai
sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan aneh, mengucap berulang-ulang dan
kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial.1,2,4

2
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI PASIEN
1. Nama : Tn. MTR
2. Tanggal Lahir/Umur : 24 Maret 1994 / 23 tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Pekerjaan : Tidak ada
5. Pendidikan : SMP/MTS
6. Agama : Islam
7. Alamat : Musi Banyuasin
8. Status Perkawinan : Belum Menikah
9. Warga Negara : Indonesia

II. ANAMNESIS
A. ALLOANAMNESIS
Identitas alloanamnesis (pasien ditemui di IGD RS Ernaldi Bahar
Palembang)

1. Nama : Tn. AM
2. Umur : 50 tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Pekerjaan : Swasta
5. Pendidikan : SLTA
6. Agama : Islam
7. Alamat : Musi Banyuasin
8. Hubungan dengan pasien : Ayah kandung

- Sebab Utama : Pasien mengamuk

- Keluhan Utama : Tidak ada keluhan

3
- Riwayat Perjalanan Penyakit
8 tahun yang lalu, pasien sering terlihat diam dan murung. Pasien
sering terlihat tertawa dan senyum-senyum sendiri. Pasien juga jarang
berbicara dan bercerita dengan anggota keluarga. Pasien jarang
beraktivitas di luar rumah dan bermain dengan teman sebaya, dan lebih
sering berdiam di dalam rumah. Keluarga mengatakan bahwa pasien
merupakan sosok yang sangat pemalu dan tidak mempunyai teman
bermain yang akrab. Sejak saat ini, pasien sudah tidak mau bersekolah
lagi. Keluarga mengatakan sebelumnya, pasien tidak pernah mengalami
kesulitan dalam bidang akademik di sekolah dan selalu mendapatkan
peringkat tengah di kelas.
1 tahun yang lalu, pasien sering marah-marah jika dinasehati dan
diajak berbicara dengan keluarga. Pasien sering mengoceh sendiri dan
kadang dengan bahasa yang tidak jelas, serta sering terlihat tertawa
sendiri. Keluarga lalu membawa pasien berobat di RSUD Sekayu. Pasien
dikatakan menderita gangguan jiwa dan mendapatkan tiga macam obat
(keluarga lupa nama obat), yang berupa tablet putih, tablet kuning,
kapsul putih-hijau. Keluarga mengakui sejak mengonsumsi obat, marah-
marah menjadi berkurang, tetapi pasien masih sering terlihat diam dan
tidak mau diajak berbicara dan beraktivitas.
6 bulan yang lalu, pasien berhenti mengonsumsi obat-obat
tersebut. Keluarga mengatakan memiliki masalah ekonomi sehingga
tidak dapat membeli obat.
3 bulan yang lalu, keluarga mengatakan pasien mengalami
perubahan tingkah laku. Pasien juga sulit tidur. Pasien menjadi mudah
tersinggung dan marah-marah jika ditegur oleh keluarga. Pasien sering
terlihat sering diam, melamun, dan tertawa sendiri.
1 minggu yang lalu, pasien tidak mau makan, tidak mau minum,
tidak mau tidur dan pasien marah dan mengamuk jika diajak keluarga
untuk makan, minum, dan tidur.

4
2 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengamuk, memukul,
dan membanting barang tanpa sebab. Pasien tidak mau makan minum,
dan tidak mau tidur. Pasien mudah tersinggung, mudah marah, dan jika
sedang marah, pasien kabur meninggalkan rumah. Pasien mendengar ada
bisikan-bisikan yang bercerita kepadanya. Kemudian pasien dibawa
keluarga berobat ke RS Ernaldi Bahar Palembang setelah dirujuk dari
Sekayu.

- Riwayat Kebiasaan dan Penyakit Dahulu


Riwayat trauma kepala :-
Riwayat demam tinggi :-
Riwayat kejang :-
Riwayat darah tinggi :-
Riwayat kencing manis :-
Riwayat alergi obat :-
Riwayat asma :-
Riwayat merokok :-
Riwayat penggunaan NAPZA :-
Riwayat minum alkohol :-
Riwayat pengobatan sebelumnya : +, 1 tahun lalu di RSUD
Sekayu, mendapat obat 3 macam (tablet putih, tablet kuning, kapsul
putih-hijau), keluarga lupa nama obat, dikonsumsi selama 6 bulan, dan
berhenti mengonsumsi sejak 6 bulan yang lalu karena masalah ekonomi
keluarga.

- Riwayat Premorbid
Lahir : lahir spontan, langsung menangis, cukup bulan ditolong
bidan
Bayi : tumbuh kembang baik
Anak-anak : pemalu, suka menyendiri

5
Remaja : pemalu, suka menyendiri, jarang bermain dengan teman
sebaya
Dewasa : pemalu, pendiam, tertutup

- Riwayat Pendidikan
Pasien tamat SMP

- Riwayat Pekerjaan
Pasien belum bekerja

- Riwayat Perkawinan
Pasien belum menikah

- Riwayat Keluarga

Keterangan:

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

o Pasien merupakan anak ke-1 dari 2 bersaudara

6
- Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal

- Status Ekonomi
Pasien tinggal bersama keluarga dengan keadaan sosial ekonomi
menengah ke bawah.

B. AUTOANAMNESIS, ALLOANAMNESIS, DAN OBSERVASI


Wawancara dan observasi dilakukan pada Kamis, 22 Juni 2017 pukul 15.00
WIB di IGD RS Ernaldi Bahar Palembang. Wawancara dilakukan dengan
menggunakan bahasa Indonesia dan Palembang dengan teknik autoanamnesis dan
alloanamnesis. Pemeriksa dan pasien berhadapan dengan posisi pasien duduk di
kursi. Pasien memakai kaos dan celana panjang, pasien tampak cukup rapi. Pasien
memiliki badan yang kurus. Kesadaran pasien compos mentis terganggu dan
pasien tidak kooperatif.

Interpretasi
Pemeriksa Pasien
(Psikopatologi)
Selamat siang, siapa Maman - Kesadaran:
namanya? (Terdapat jeda 10 detik sebelum Compos mentis
(pemeriksa tersenyum sambil pasien menjawab, pasien terganggu
menatap mata pasien) menjawab dengan suara yang - Kontak mata, fisik,
kecil, kontak mata sesekali, verbal: inadekuat
pasien cenderung menunduk) - Tidak kooperatif
- Afek tumpul
- Verbalisasi kurang
jelas
Perkenalkan, kami dokter (Pasien diam dan hanya - Mutisme
muda di sini, kita ngobrol- menggangguk sedikit)
ngobrol sebentar, boleh ya?

7
Maman umurnya berapa? (Pasien diam tidak menjawab,
pasien tidak melihat ke arah
penanya)

Alamat rumahnya dimana? (Pasien diam tidak menjawab)

Maman ngapo dibawa kesini, (Pasien hanya menggeleng


tau dak? sedikit)

Maman apa yang dirasakan (Pasien diam tidak menjawab,


sekarang? pasien tampak menyeringai,
kontak mata tidak ada)

Maman dak biso tidur yo (Pasien menjawab dengan kata- -Neologisme


semalem? kata yang tidak dapat dimengerti)

Apo? (Pasien diam tidak menjawab,


pasien tampak menyeringai)

Maman sudah makan? (Pasien diam tidak menjawab,


Cakmano nafsu makannyo? pasien tersenyum)

Maman ngapo senyum, ado (Pasien mengangguk)


yang bisik-bisiki yo?

Bisiki apo? .Cerito (Pasien menjawab


dengan suara yang kecil) -Halusinasi auditorik

Cerito apo? Suka cerita yang (Pasien diam tidak menjawab,


lucu ya? hanya tersenyum sedikit)

8
Ado sering nyuruh-nyuruh (Pasien diam tidak menjawab)
Maman dak?

Maman galak jingok (Pasien menggeleng sedikit)


bayangan-bayangan yang
ikutin Maman?

Maman di rumah sering (Pasien diam tidak menjawab)


banting-banting barang ya?
Ngapo?

Galak mukul-mukul jugo (Pasien diam tidak menjawab)


yo?

Maman akhir-akhir ini suka (Pasien diam tidak menjawab)


marahi Bapak samo Ibu yo di
rumah? Ngapo?

Maman lebih senang di (Pasien diam tidak menjawab)


dalam rumah yo?

Maman sekarang tau dak ado (Pasien menjawab dengan suara


dimano? yang kecil dan kata-kata yang -Neologisme
tidak dapat dimengerti) -Disorientasi waktu,
tempat, dan orang
Apo? (Pasien menjawab dengan kata
yang sama)

Tau dak hari ni hari apo? (Pasien menjawab dengan suara


yang kecil dan kata-kata yang
tidak dapat dimengerti)

9
Kalo tanggal, tau dak tanggal (Pasien menjawab dengan suara
berapo? yang kecil dan kata-kata yang
tidak dapat dimengerti)

Sekarang jam berapo? Masih (Pasien diam tidak menjawab)


pagi, siang, atau la malem?

Maman kesini samo siapo? (Pasien diam tidak menjawab)

Tau dak ini siapo? (sambil (Pasien diam tidak menjawab)


menunjuk Ayah pasien)
(Pasien hanya diam)
Yosudah, Maman istirahat
dulu yo disini

III. PEMERIKSAAN
A. STATUS INTERNUS
Keadaan Umum
Sensorium : Compos mentis terganggu
Suhu : 36,0C
Nadi : 96x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Turgor : <2 detik
Berat Badan : 45 kg
Tinggi Badan : 155 cm
Status Gizi : Normoweight (IMT = 18,73)
- Sistem Kardiovaskular : tidak ada kelainan
- Sisem Respiratorik : tidak ada kelainan
- Sistem Gastrointestinal : tidak ada kelainan
- Sistem Urogenital : tidak ada kelainan

10
- Kelainan Khusus : tidak ada kelainan

B. STATUS NEUROLOGIKUS
1) Urat saraf kepala (panca indera) : tidak ada kelainan
2) Gejala rangsang meningeal : tidak ada kelainan
3) Mata :
Gerakan : baik, ke segala arah
Persepsi mata : baik, diplopia tidak ada, visus normal
Pupil : bentuk bulat, sentral, isokor, 3mm/3mm
Refleks cahaya : +/+
Refleks kornea : +/+
Pemeriksaan oftalmoskopi : tidak dilakukan

4) Motorik
Lengan Tungkai
FungsiMotorik
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Normal
Kekuatan 5/5
Tonus Eutonik Eutonik Eutonik Eutonik
Klonus - - - -
Refleks fisiologis + + + +
Refleks patologis - - - -

5) Sensibilitas : normal
6) Susunan saraf vegetatif : tidak ada kelainan
7) Fungsi luhur : tidak ada kelainan
8) Kelainan khusus : tidak ada

11
C. STATUS PSIKIATRIKUS
KEADAAN UMUM
- Kesadaran/Sensorium : Compos Mentis terganggu
- Perhatian : Atensi inadekuat
- Sikap : Tidak kooperatif
- Inisiatif : Inadekuat `
- Tingkah Laku Motorik : Normal
- Ekspresi Fasial : Senyum sendiri (giggling)
- Verbalisasi : Tidak jelas
- Cara Bicara : Sulit dinilai
- Kontak Fisik : kurang
- Kontak Mata : kurang
- Kontak Verbal : kurang

KEADAAN KHUSUS (SPESIFIK)


a. Keadaan afektif
Afek : Tumpul
Mood : Distimik (irritable)

b. Hidup emosi
Stabilitas : labil
Dalam-dangkal : normal
Pengendalian : tidak terkendali
Adekuat-Inadekuat : inadekuat
Echt-unecht : unecht
Skala diferensiasi : normal
Einfuhlung : sukar dirabarasakan
Arus emosi : normal

12
c. Keadaan dan fungsi intelektual
Daya ingat : baik
Daya konsentrasi : baik
Orientasi orang/waktu/tempat : terganggu
Luas pengetahuan umum : sulit dinilai
Discriminative judgement : sulit dinilai
Discriminative insight : terganggu
Dugaan taraf intelegensi : IQ rata-rata
Kemunduran intelektual : tidak ada

d. Kelainan sensasi dan persepsi


Ilusi : tidak ada
Halusinasi : ada (auditorik)

e. Keadaan proses berpikir


Arus pikiran
- Flight of ideas : tidak ada
- Inkoherensi : tidak ada
- Neologisme : Ada
- Sirkumstansial : tidak ada
- Tangensial : tidak ada
- Terhalang (blocking) : tidak ada
- Terhambat (inhibition): tidak ada
- Perseverasi : tidak ada
- Verbigerasi : tidak ada

Isi Pikiran
- Waham : sulit dinilai
- Pola Sentral : tidak ada
- Fobia : tidak ada
- Konfabulasi : tidak ada
- Perasaan inferior : tidak ada

13
- Kecurigaan : tidak ada
- Rasa permusuhan : tidak ada
- Perasaan berdosa : tidak ada
- Hipokondria : tidak ada
- Ide bunuh diri : tidak ada
- Ide melukai diri : tidak ada
- Lain-lain : tidak ada

Pemilikan pikiran
- Obsesi : tidak ada
- Alienasi : tidak ada

Bentuk Pikiran
- Autistik : tidak ada
- Simbolik : tidak ada
- Dereistik : tidak ada
- Simetrik : tidak ada
- Paralogik : tidak ada
- Konkritisasi : tidak ada
- Overinklusif : tidak ada

f. Keadaan dorongan instinktual dan perbuatan


- Abulia/Hipobulia : Tidak ada
- Vagabondage : Tidak ada
- Katatonia : Tidak ada
- Kompulsi : Tidak ada
- Raptus/Impulsivitas : Tidak ada
- Mannerisme : Tidak ada
- Kegaduhan Umum : Tidak ada
- Autisme : Tidak ada
- Deviasi Seksual : Tidak ada
- Logore : Tidak ada

14
- Ekolalia : Tidak ada
- Ekopraksi : Tidak ada
- Mutisme : Ada
- Lain-lain : Tidak ada

g. Kecemasan : tidak ada


h. Reality testing ability : RTA terganggu

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan radiologi/foto thoraks : tidak dilakukan
b. Pemeriksaan radiologi/ CT scan : tidak dilakukan
c. Pemeriksaan darah rutin dll : tidak dilakukan
d. Pemeriksaan LCS : tidak dilakukan
e. Pemeriksaan elektroensefalogram : tidak dilakukan

V. DIAGNOSIS MULTI AKSIAL


AKSIS I : F20.1 Skizofrenia Hebefrenik
AKSIS II : F60.1 Gangguan kepribadian skizoid
AKSIS III : Tidak ada diagnosis
AKSIS IV : Masalah ekonomi (tidak ada biaya untuk membeli obat)
AKSIS V : GAF Scale 40-31

VI. DIAGNOSIS DIFFERENSIAL


- Skizofrenia Hebefrenik
- Gangguan Skizoafektif
- Skizofrenia katatonik

VII. TERAPI
a. Psikofarmaka
Tablet Risperidone 2 x 1 mg
Tablet Trihexyphenidyl 2 x 2 mg prn

15
b. Psikoterapi
Suportif
- Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam menghadapi penyakit.

Kognitif
Menerangkan tentang gejala penyakit pasien yang timbul akibat adanya
gangguan pada sistem saraf pusat pasien.

Keluarga
Memberikan penyuluhan bersama dengan pasien yang diharapkan
keluarga dapat membantu dan mendukung kesembuhan pasien. Memberikan
penjelasan kepada keluarga dan orang sekitar tentang penyakit pasien sehingga
tercipta dukungan sosial dalam lingkungan yang kondusif sehingga membantu
proses penyembuhan

Religius
Bimbingan keagamaan agar pasien selalu menjalankan ibadah sesuai
ajaran agama yang dianutnya, yaitu menjalankan solat lima waktu, menegakkan
amalan sunah seperti mengaji, berzikir, dan berdoa kepada Allah SWT.

VIII. PROGNOSIS
Dubia ad malam

16
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Definisi
Skizofrenia adalah sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis) yang luas, serta
sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik dan
social budaya. Umumnya penyakit ini ditandai oleh penyimpangan yang
fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak
wajar (inappropriate). Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual
biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian.1
Salah satu subtipe dari gangguan skizofrenia adalah skizofrenia
hebefrenik. Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk skizofrenia yang ditandai
dengan perilaku pasien regresi dan primitif, tidak teroganisir serta dengan tidak
adanya gejala yang memenuhi kriteria untuk jenis katatonik. Onset tipe ini
umumnya sebelu usia 25 tahun. Pasien biasanya aktif tapi tidak terorganisir dan
tanpa tujuan. Gangguan proses berpikir sangat jelas dan hubugan sosial dengan
dunia sekiranya pun sangat kurang. Mereka sering tertawa tanpa alasan yang jelas
dan afek yang tidak sesuai, wajah dungu, meringis dan menarik diri secara
ekstrim. Perilaku mereka sering digambarkan sebagai prilaku yang konyol atau
bodoh.2
Skizofrenia hebefrenik adalah tipe skizofrenia yang permulaannya perlahan-
lahan dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang
mencolok adalah gangguan pross berfikir, gangguan kemauan dan adanya
depersonalisasi. Gangguan psikomotor seperti mannerisem, neologisme atau
prilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada hebefrenia.1,4
Skizofrenia hebefrenik disebut juga disorganized type yang ditandai
dengan inkoherensi, afek datar, perilaku dan tertawa kekanak-kanakan, yang
terpecah-pecah, dan perilaku aneh seperti menyeringai sendiri, menunjukkan
gerakan-gerakan aneh, mengucap berulang-ulang dan kecenderungan untuk
menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial. Perubahan perilaku yang tidak

17
bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, ada kecenderungan untuk selalu
menyendiri, dan perilaku menunjukkan hampa perilaku dan hampa perasaan,
senang menyendiri, dan ungkapan kata yang diulangulang, proses pikir
mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu serta adanya penurunan
perawatan diri pada individu. 2,5

3.2 Etiologi
Etiologi Skizofrenia Hebefrenik pada umumnya sama seperti etiologi
skizofrenia lainnya. Dibawah ini beberapa etiologi yang sering ditemukan:
1. Genetik
Dapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang juga menentkan
timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang
keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar
homozigot. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 1,8%, bagi saudara
kandung 7-15%, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita
skizofrenia 7-16%, bila kedua orang tua menderita skizofrenia 40-68%, bagi
kembar dua telur (heterozigot) 2-15%, bagi kembar satu telur (homozigot) 61-
86%.2
Tetapi pengaruh genetik tidak sesederhana seperti hokum-hukum
Mendel tentang hal ini. Disangka bahwa potensi untuk mendapatkan
skizofrenia diturunkan melalui gen yang resisif. Potensi ini mungkin kuat,
mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan hidup itu
apakah akan terjadi skizofrenia atau tidak (serupa dengan permasalahan
genetik pada diabetes mellitus).2
Telah diketahui bahwa secara genetik skizofrenia diturunkan melalui
kromosom-kromosom tertentu. Tetapi kromosom yang ke berapa menjadi
faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.
Diduga letak gen skizofrenia ada di lengan panjang kromosom 5, 11, dan 18,
lengan pendek kromosom X dengan kontribusi genetik tambahan kromosom.
6, 8, dan 22. Baru-baru ini, mutasi gen dystrobrevin (DTNBP1) dan
neuregulin 1 telah ditemukan terkait dengan fitur negatif skizofrenia.2,4

18
2. Faktor Neurologis
Dalam satu decade belakangan, terdapat peningkatan jumlah penelitian
yang mengindikasikan adanya peran patofisiologis area otak tertentu,
termasuk sistem limbic, korteks frontal, serebelum, dan ganglia basalis.
Keempat area ini saling terhubung sehingga disfungsi satu area dapat
melibatkan proses patologi primer di tempat lain. Pencitraan otak manusia
hidup dan pemeriksaan neuropatologi jaringan otak postmortem menyatakan
sistem limbik sebagai lokasi potensial proses patologi primer pada setidaknya
beberapa, bahkan mungkin sebagian besar pasien skizofrenia.2

3. Faktor Neurotransmiter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adaya ketidakseimbangan
neurotransmitter dopamine yang berlebihan. Hipotesis dopamine tentang
skizofrenia menyatakan bahwa skizofrenia timbul akibat aktivitas
dopaminergik yang berlebihan. Teori ini berkembang berdasarkan dua
pengamatan. Pertama, kemanjuran serta potensi sebagian besar obat
antipsikotik, (yaitu antagonis reseptor dopamine) berkorelasi dengan
kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamine D2. Kedua,
obat yang meningkatkan aktivitas dopaminergik, yang terkenal adalah
amfetamin, bersifat psikotomimetik. Teori dasar ini tidak menguraikan apakah
hiperaktivitas dopaminergik disebabkan pelepasan dopamine yang berlebihan,
reseptor dopamine yang terlalu banyak, hipersensitivitas reseptor dopamine
terhadap dopamine, atau kombinasi mekanisme tersebut.2

4. Faktor psikoneuroimunologi
Beberapa kelainan imunologi telah dikaitkan dengan pasien yang
menderita skizofrenia. Kelainan ini termasuk penurunan T-sel yang
memproduksi interleukin-2, penurunan jumlah dan responsivitas limfosit
perifer, reaktivitas antibodi seluler dan humoral yang abnormal. Hal ini dapat
mewakili berbagai efek dari virus neurotoksik atau gangguan autoimun
endogen.2

19
5. Faktor psikoneuroendokrinologi
Perbedaan neuroendokrin pada pasien skizofrenia dengan seseorang
yang tidak menderita skizofrenia adalah hasil uji supresi deksametason
dimana terdapat penekanan deksametason yang abnormal pada skizofrennia.
Penurunan konsentrasi hormone LH/FSH mungkin akan sejalan dengan usia
dan lamanya penyakit.2

6. Faktor Psikososial
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu pencemas, terlalu
melindungi, dingin dan tidak berperasaan, dan ayah yang mengambil jarak
dengan anaknya. 2,4

3.3. Tanda dan Gejala


Perjalanan penyakit skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase
prodromal, fase aktif dan fase residual.
Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang
lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik
menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi: hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial,
fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan perubahan
ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan teman, mereka
akan mengatakan orang ini tidak seperti yang dulu. Semakin lama fase
prodromal semakin buruk prognosisnya.6
Pada fase aktif gejala positif/psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku
katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua
individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala
gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus
bertahan.6
Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala gejalanya sama
dengan fase prodromal tetapi gejala positif/psikotiknya sudah berkurang. Di
samping gejala-gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, penderita skizofrenia
juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan,
mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi,
hubungan sosial).6

20
Pada Skizofrenia Hebefrenik kita dapat melihat tanda dan gejala yang
khas, antara lain;
1. Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa
maksudnya.
2. Alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi atau ketolol-
tololan.
3. Perilaku dan tertawa kekenak-kanakan, senyum yang menunjukkan rasa puas
diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri.
4. Waham yang tidak jelas dan tidak sistematik tidak terorganisasi sebagai suatu
kesatuan.
5. Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisasi sebagai
satu kesatuan.
6. Gangguan proses berfikir
7. Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan
aneh, berkelakar, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan cenderung
untuk menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial 2,4,5

Gejala-gejala pencetus respon biologis :


Kesehatan: nutrisi kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan irama
sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obatan sistem saraf pusat, kurangnya
latihan dan hambatan untuk menjangkau layanan kesehatan.
Lingkungan: lingkungan yang memusuhi, masalah rumah tangga,
kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas
sehari-hari, kesukaran berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial,
kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, stigmasisasi, kemiskinan,
kurangnya alat transportasi dan ketidakmampuan mendapatkan pekerjaan.
Sikap/perilaku: merasa tidak mampu, putus asa, merasa gagal, kehilangan
kendali diri (demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan dengan
gejala tersebut, merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari segi
usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku
agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan
ketidakadekuatan penanganan gejala.2

21
3.4. Psikofisiologi
1. Tahapan halusinasi dan delusi yang biasa menyertai gangguan jiwa.
a. Tahap Comforting
Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan
berdosa, pasien biasanya mengkompensasikan stresornya dengan koping
imajinasi sehingga merasa senang dan terhindar dari ancaman.

b. Tahap Condeming
Timbul kecemasan moderat, cemas biasanya makin meninggi
selanjutnya pasien merasa mendengarkan sesuatu, pasien merasa takut
apabila orang lain ikut mendengarkan apa-apa yang ia rasakan sehingga
timbul perilaku menarik diri (withdrawl).

c. Tahap Conroling
Timbul kecemasan berat, pasien berusaha memerangi suara yang
timbul tetapi suara tersebut terus menerus mengikuti, sehingga
menyebabkan pasien susah berhubungan dengan orang lain. Apabila
suara tersebut hilang pasien merasa sangat kesepian atau sedih .

2. Waham
Kelompok ini ditandai secara khas oleh berkembangnya waham
yang umumnya menetap dan kadang-kadang bertahan seumur hidup.
Waham dapat berupa waham kejaran, hipokondrik, kebesaran, cemburu,
tubuhnya dibentuk secara abnormal, merasa dirinya bau dan homoseks.
Tidak dijumpai gangguan lain, hanya depresi bisa terjadi secara intermitten.
Onset biasanya pada usia pertengahan, tetapi kadang-kadang yang berkaitan
dengan bentuk tubuh yang salah dijumpai pada usia muda. Isi waham dan
waktu timbulnya sering dihubungkan dengan situasi kehidupan individu,
misalnya waham kejaran pada kelompok minoritas. Terlepas dari perbuatan
dan sikapnya yang berhubungan dengan wahamnya, afek dan pembicaraan
dan perilaku orang tersebut adalah normal. Waham ini minimal telah
menetap selama 3 bulan.4

22
3.5. Diagnosis
Berdasarkan PPDGJ III, kriteria diagnosis skizofrenia hebefrenik sebagai
berikut:1
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia ;
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia
remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang
menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis.
Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan
bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan:
o Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan,
serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri
(solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa
perasaan;
o Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate),
sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri
(self-satisfied), senyum sendiri (self-absorbed smiling), atau oleh
sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces),
mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated
phrases).
o Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak
menentu (rambling) serta inkoheren.

Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir


umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya
tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and
hallucinations).Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan
(determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku
penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless)

23
dan tanpa maksud (empty of purpose).Adanya suatu preokupasi yang
dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak
lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.1

3.6. Penatalaksanaan
Terapi Medikamentosa
----Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, dan perubahan pola fikir
yang terjadi pada skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis
antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang
benar-benar cocok bagi pasien. Umumnya digunakan antipsikotik generasi
pertama tipikal termasuk haloperidol, fluphenazine dan klorpromazine dan
terjadi peningkatan penggunaan generasi kedua atipikal termasuk clozapine,
olanzapine, risperidone, quetiapine, ziprasidone dan aripiprazole.2,4
Antipsikotik mengurangi ekspresi gejala psikotik dan mengurangi tingkat
kekambuhan. Sekitar 70% dari pasien yang diobati dengan antipsikotik mencapai
remisi. Obat-obat yang digunakan untuk mengobati skizofrenia memiliki berbagai
macam sifat farmakologi.2

Antipsikotik digolongkan dalam dua kelompok utama:2,4,5


1. Antipsikotik yang konvensional atau antipsikotik generasi pertama atau
antagonis reseptor dopamin yang sering menimbulkan efek samping. Contoh
obatnya antara lain :
Haldol (haloperidol)
Stelazine (trifluoperazine)
Mellaril (thioridazine)
Thorazine (chlorpromazine)
Navane (thiothixene)
Trilafon (perphenazine)
Prolixin (fluphenazine)
Karena efek sampingnya, para ahli merekomendasikan penggunaan
antipsikotik generasi kedua. Namun ada 2 pengecualian dimana
antipsikotik konvensional tetap harus digunakan. Pertama, pada pasien

24
yang sudah mengalami perbaikan dengan menggunakan antipsikotik
konvensional tanpa efek samping yang berarti. Kedua, bila pasien
mengalami kesulitan minum pil. Prolixin dan Haldol dapat diberikan
dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu
(disebut juga depot formulations).

2. Antipsikotik generasi kedua atau antagonis serotonin dopamin (SDA)


Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip
kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan
dengan antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine)
Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-
pasien dengan Skizofrenia.
----
Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama
Newer atypical antipsycotic merupakan terapi pilihan untuk penderita
skizofrenia episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal
dan resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih rendah.
Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk
mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti
dengan obat lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6
minggu.2

Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)


Biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat, untuk itu, sangat
penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat.
Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek samping yang
ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, kita dapat menurunkan
dosis obat untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang efek
sampingnya lebih rendah.2

25
Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat
sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya
dengan obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti
dengan newer atipycal antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti
dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang
dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.2

Pengobatan Selama fase Penyembuhan


Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun
setelah sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang berhenti
minum obat setelah episode petama skizofrenia dapat kambuh. Para ahli
merekomendasikan pasien-pasien skizofrenia episode pertama tetap mendapat
obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya.
Pasien yang menderita skizofrenia lebih dari satu episode, atau belum sembuh
total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu
diingat, bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering
kekambuhan dan makin beratnya penyakit.2

Efek Samping Obat-obat Antipsikotik


Penderita skizofrenia mengonsumsi obat dalam jangka waktu yang lama,
sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul.
Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan
antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang
disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan
menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus
bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat.
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki.
Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat antikolinergik (biasanya
benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau
mengobati efek samping ini.2
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana
terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan
facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi
dengan menggunakan dosis efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila

26
penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional mengalami tardive
dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional dengan
antipsikotik atipikal.2
Obat-obat untuk skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi
seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-
obatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis
efektif terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang efek
sampingnya lebih sedikit.2
Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita skizofrenia
yang memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan
antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini.
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant
syndrome, dimana timbul derajat kaku dan tremor yang sangat berat yang juga
dapat menimbulkan komplikasi berupa demam, penyakit-penyakit lain. Gejala-
gejala ini membutuhkan penanganan yang segera.2

Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan
sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri
sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah
didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang
diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit. Dengan
demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara
lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat
diturunkan.2

b. Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali
dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, dimana pasien skizofrenia kembali
seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun
intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang
dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama
dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas
27
mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan
aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal
dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang
keparahan penyakitnya.-Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien
mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah
penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam
menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps
adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 %
dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.2

c. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin
terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan,
atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial,
meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien
skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya
dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien
skizofrenia.2

d. Psikoterapi individual.
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan
di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali
sulit dilakukan, pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap
keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas,
bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang
cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati,
dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada
informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan
diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalahtidak tepat
dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau
eksploitasi.2

28
Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau
membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan dasar.7
Tujuan utama perawatan di rumah sakit yang harus ditegakkan adalah
ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan
penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumah sakit harus direncanakan.
Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien
tentang skizofrenia.7
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu
mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit
tergantung dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan
rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis
ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan
hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat
pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan
dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki
kualitas hidup.7

3.7. Prognosis
Prognosis untuk skizofrenia hebefrenik sama dengan skizofrenia tipe
lainnya, prognosisnya pada umumnya kurang begitu baik. Selama priode 5
sampai 10 tahun setelah dirawat di rumah sakit jiwa untuk pertama kalinya hanya
sekitar 10-20% pasien yang memiliki hasil yang baik. Lebih dari 50%
memberikan hasil yang buruk dengan rawat inap yang berulang, eksaserbasi
gejala, gangguan mood yang besar serta adanya usahaa bunuh diri. Skizofrenia
tidak selalu berjalan buruk karena adanya faktor-faktor pendukung untuk
prognosis skizofrenia yang baik.2

Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis skizofrenia


1. Keluarga
Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat, terutama dari keluarganya.
jangan membeda-bedakan antara orang yang mengalami skizofrenia dengan
29
orang yang normal, karena orang yang mengalami gangguan skizofrenia
mudah tersinggung.

2. Intelegensi
Pada umumnya pasien skizofrenia yang mempunyai inteligensi yang tinggi
akan lebih mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang inteligensinya
rendah.

3. Pengobatan
Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya sebagian kecil pasien
(kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah
fungsi mental yang cukup normal. Kedua antagonis reseptor dopamine
disertai dengan efek merugikan yang mengganggu dan serius.

4. Reaksi Pengobatan
Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang bereaksi terhadap obat
lebih bagus perkembangan kesembuhan daripada orang yang tidak bereaksi
terhadap pemberian obat.

5. Stressor Psikososial
Apabila stressor dari skizofrenia ini berasal dari luar, maka akan mempunayi
dampak yang positif, karena tekanan dari luar diri individu dapat
diminimalisir atau dihilangkan. Begitu pula sebaliknya apabila stressor
datangnya dari luar individu dan bertubi-tubi atau tidak dapat diminimalisir
maka prosgnosisnya adalah negatif atau akan bertambah parah

6. Kekambuhan
Penderita skizofrenia yang sering kambuh prognosisnya lebih buruk.

7. Gangguan Kepribadian
Prognosis untuk orang yang mempunyai gangguan kepribadian akan sulit
disembuhkan. Besar kecilnya pengalaman akan memiliki peran yang sangat
besar terhadap kesembuhan.

30
8. Onset
Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset yang lambat
dan akut, sedangkan onset yang tidak jelas memiliki prognosis yang lebih
baik.

9. Proporsi
Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional) mempunyai
prognosis yang lebih baik dari pada penderita yang bentuk tubuhnya tidak
proporsional.

10. Perjalanan penyakit


Pada penderita skizofrenia yang masih dalam fase prodromal prognosisnya
lebih baik dari pada orang yang sudah pada fase aktif dan fase residual.

11. Kesadaran
Jika kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia jernih, maka hal
inilah yang menunjukkan prognosisnya baik nantinya.

Prognosis Baik Prognosis Buruk


Onset lambat Onset muda
Faktor pencetus yang jelas Tidak ada factor pencetus
Onset akut Onset tidak jelas
Riwayat sosial, seksual dan Riwayat social dan
pekerjaan premorbid yang pekerjaan premorbid
baik yang buruk
Gejala gangguan mood Perilaku menarik diri atau
(terutama gangguan depresif) autistik
Menikah Tidak menikah, bercerai
Riwayat keluarga gangguan atau janda/ duda
mood Sistem pendukung yang
Sistem pendukung yang baik buruk
Gejala positif Gejala negatif
Tanda dan gejala

31
neurologis
Riwayat trauma perinatal
Tidak ada remisi dalam 3
tahun
Banyak relaps
Riwayat penyerangan

32
BAB IV
ANALISIS KASUS

Tn. MTR, laki-laki, 23 tahun, dibawa ke IGD RS Ernaldi Bahar Palembang dengan
sebab utama mengamuk. Pasien dibawa oleh ayahnya, laki-laki, 50 tahun setelah dirujuk dari
RSUD Sekayu.
8 tahun yang lalu, pasien sering terlihat diam dan murung. Pasien sering terlihat
tertawa dan senyum-senyum sendiri. Pasien juga jarang berbicara dan bercerita dengan
anggota keluarga. Pasien jarang beraktivitas di luar rumah dan bermain dengan teman sebaya,
dan lebih sering berdiam di dalam rumah. Keluarga mengatakan bahwa pasien merupakan
sosok yang sangat pemalu dan tidak mempunyai teman bermain yang akrab. Sejak saat ini,
pasien sudah tidak mau bersekolah lagi. Keluarga mengatakan sebelumnya, pasien tidak
pernah mengalami kesulitan dalam bidang akademik di sekolah dan selalu mendapatkan
peringkat tengah di kelas.
1 tahun yang lalu, pasien sering marah-marah jika dinasehati dan diajak berbicara
dengan keluarga. Pasien sering mengoceh sendiri dan kadang dengan bahasa yang tidak jelas.
Keluarga lalu membawa pasien berobat di RSUD Sekayu dengan psikiater. Pasien dikatakan
menderita gangguan jiwa dan mendapatkan tiga macam obat (keluarga lupa nama obat), yang
berupa tablet putih, tablet kuning, kapsul putih-hijau. Keluarga mengakui sejak mengonsumsi
obat, marah-marah menjadi berkurang, tetapi pasien masih sering terlihat diam dan tidak mau
diajak berbicara dan beraktivitas.
6 bulan yang lalu, pasien berhenti mengonsumsi obat-obat tersebut. Keluarga
mengatakan memiliki masalah ekonomi sehingga tidak dapat membeli obat.
3 bulan yang lalu, keluarga mengatakan pasien mengalami perubahan tingkah laku.
Pasien juga sulit tidur. Pasien menjadi mudah tersinggung dan marah-marah jika ditegur oleh
keluarga. Pasien sering terlihat sering diam, melamun, dan tertawa sendiri.
1 minggu yang lalu, pasien tidak mau makan, tidak mau minum, tidak mau tidur dan
pasien marah dan mengamuk jika diajak keluarga untuk makan, minum, dan tidur.
2 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengamuk, memukul, dan membanting
barang tanpa sebab. Pasien tidak mau makan minum, dan tidak mau tidur. Pasien mudah
tersinggung, mudah marah, dan jika sedang marah, pasien kabur meninggalkan rumah. Pasien
mendengar ada bisikan-bisikan yang bercerita kepadanya. Kemudian pasien dibawa keluarga
berobat ke RS Ernaldi Bahar Palembang setelah dirujuk dari Sekayu.

33
Dari riwayat premorbid didapatkan bahwa pasien merupakan sosok yang pemalu, suka
menyendiri, dan jarang bermain dengan teman sebaya, serta tertutup. Pada inspeksi, pasien
tampak tenang dan berpakaian rapi dan bersih. Saat proses wawancara dengan pasien,
sebagian besar pertanyaan tidak dijawab, dan pasien hanya diam saja, dan sesekali hanya
mengganguk dan menggeleng saja. Pasien juga terkadang menjawab dengan suara yang kecil
dan menggunakan bahasa yang tidak dapat dimengerti. Hal ini menunjukkan adanya mutisme
dan neologisme. Ayah pasien mengatakan bahwa pasien merupakan sosok yang sangat
pemalu dan tertutup jika berbicara dengan orang yang tidak dikenalnya.
Pada status internus dan status neurologikus semua dalam batas normal.
Pada status psikiatrikus pada keadaan umum didapatkan kesadaran kompos mentis
terganggu, perhatian inadekuat, sikap tidak kooperatif, inisiatif inadekuat, tingkah laku
motorik normoaktif, ekspresi fasial gigling (senyum sendiri), verbalisasi tidak jelas, cara
bicara sulit dinilai karena pasien sebagian besar hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan,
kontak fisik, mata, dan verbal kurang. Pada keadaan khusus ditemukan afek tumpul, mood
distimik, yaitu iritabel,dimana keluarga mengakui bahwa pasien menjadi mudah tersinggung
dan mudah marah. Hidup emosi pasien labil, tidak terkendali, inadekuat, unecht dan sukar
dirabarasakan. Keadaan dan fungsi intelektual didapatkan orientasi waktu, tempat, dan orang
terganggu dimana pasien tidak dapat menjawab dengan benar ketika ditanya. Terdapat
kelainan sensasi dan persepsi berupa halusinasi auditorik, pasien mengaku sering mendengar
bisikan-bisikan yang bercerita kepadanya sehingga terkadang pasien tampak berbicara sendiri
dan ketawa-ketawa sendiri. Pada keadaan proses pikir didapatkan neologisme dimana pasien
mengucapkan kata-kata yang tidak dapat dimengerti artinya. Waham pada pasien sulit dinilai
karena pada wawancara pasien tidak kooperatif dan cenderung hanya diam dan tidak
menjawab sebagian besar pertanyaan. Pada keadan dorongan instinctual dan perbuatan
didapatkan mutisme dimana pasien tidak bersuara dan hanya diam saat proses wawancara.
RTA terganggu.
Berdasarkan alloanamnesis, autoanamnesis dan pemeriksaan status mental, didapatkan
gejala klinis bermakna berupa pasien sering berbicara sendiri, tertawa sendiri, diam dan
jarang berbicara, melamun, murung, mudah tersinggung dan marah, mengamuk dan
memukul, dan membanting barang tanpa sebab, serta tidak mau makan dan tidur. Gejala-
gejala ini menunjukkan suatu gengguan jiwa karena telah berdampak pada mood, pola pikir,
dan tingkah laku. Pada pemeriksaan status mental ditemukan hendaya dalam menilai realita,
sehingga didiagnosis gangguan jiwa psikotik. Pada status internus tidak ditemukan kelainan
apapun. Sedangkan pada pemeriksaan status neurologi tidak ditemukan adanya kelainan,

34
sehingga gangguan mental organik dapat disingkirkan dan didiagnosis gangguan jiwa
psikotik non organik. Riwayat penggunaan NAPZA dan zat lainnya juga disangkal.
Berdasarkan uraian di atas pasien didiagnosis multiaksial dengan Axis I: F20.1
Skizofrenia Hebefrenik. Hal ini didasarkan atas telah terpenuhinya kriteria diagnosis
skizofrenia hebefrenik yaitu:
1. Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia, yaitu terdapat gejala jelas berupa
halusinasi auditorik yang berlangsung lebih dari satu bulan. Selain itu, ditemukan juga
gejala lain berupa neologisme, mutisme, dan gejala-gejala negatif, seperti bicara yang
jarang, respons emosional yang menumpul atau tidak wajar yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial pada pasien ini.
2. Onset pertama kali muncul pada saat pasien berusia 15 tahun.
3. Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas yang senang menyendiri (solitary).
4. Terdapat gambaran khas yang bertahan lebih dari 3 bulan, yaitu
Ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary) dan perilaku menunjukkan
hampa tujuan dan hampa perasaan
Afek pasien dangkal dan tidak wajar, sering diisertai oleh cekikian (giggling),
senyum sendiri (self-absorbed smiling), tertawa menyeringai (grimaces)
Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling)
serta inkoheren
5. Gangguan afektif (afek tumpul dan iritabel) dan dorongan kehendak (mutisme), serta
gangguan proses pikir (neologisme) menonjol. Selain itu juga terdapat halusinasi
auditorik.

Pada aksis II, didiagnosis sebagai F60.1 Gangguan kepribadian skizoid. Hal ini
dikarenakan telah terpenuhi tiga dari kriteria diagnosis gangguan kepribadian schizoid yaitu:
1. Afek mendatar
2. Hampir selalu memilih aktivitas yang dilakukan sendiri
3. Tidak mempunyai teman dekat atau hubungan pribadi yang akrab

Pada aksis III, tidak terdapat diagnosis. Pada pasien tidak ditemukan kelainan kondisi
medik umum.
Pada aksis IV, masalah psikososial dan lingkungan yang didapatkan sebagai stressor
adalah masalah ekonomi. Pada pasien ini keluarga memiliki masalah ekonomi yang

35
mengakibatkan keluarga tidak dapat membeli obat pasien setelah pertama kali didiagnosis
skizofrenia. Stressor ini tergolong sebagai stressor pemberat yang menyebabkan munculnya
kembali gejala-gejala pada pasien setelah tidak lagi mengonsumsi obat. Stresor pencetus pada
pasien ini masih belum jelas dan perlu dicari lagi.
Pada aksis V, GAF Scale 40-31 menunjukkan beberapa disabilitas dalam hubungan
dengan realita dan komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi. Pasien tergolong ke
dalam GAF 40-31 karena secara fungsional pasien digolongkan mengalami disabilitas fungsi
dengan derajat berat. Pasien tidak mau melakukan aktivitas sehari-hari sendiri dan pasien
memiliki disabilitas dalam komunikasi, dimana pasien lebih sering diam dan tidak mau bicara
dengan keluarga, dan juga ketika proses wawancara.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah dengan farmakoterapi dan
psikoterapi. Terapi farmakoterapi yang diberikan adalah tablet risperidone 2 x 1 mg dan
tablet trihexyphenidyl 2 x 2 mg jika perlu. Pada pasien ini diberikan obat antipsikotik atipikal
generasi II yaitu, risperidone dengan maksud agar dapat mengurangi baik gejala positif dan
juga gejala negatif. Selain itu, efek samping berupa Extrapyramidal Syndrome yang
ditimbulkan dari penggunaan antipsikotik atipikal lebih rendah dibandingkan dengan yang
tipikal. Oleh sebab itu juga diberikan trihexyphenidyl jika diperlukan untuk mengurangi
gejala dari Extrapyramidal Syndrome.
Psikoterapi pada skizofrenia hebefrenik secara tidak langsung menghilangkan gejala
positif atau gejala negatif. Psikoterapi terdiri dari suportif, kognitif, keluarga, dan religious.
Yang terpenting adalah dukungan dari keluarga dan orang sekitar yang harus mendapat
penjelasan sehingga mengerti tentang penyakit pasien untuk menciptakan dukungan sosial
dalam lingkungan yang kondusif sehingga membantu proses penyembuhan. Selain itu juga
disarankan agar pasien lebih banyak melakukan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya.
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad malam. Hal ini dikarenakan onset terjadi
pada usia muda, faktor pencetus belum diketahui, riwayat sosial dan premorbid yang buruk,
dan belum menikah.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim, R. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan
DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.
2. Sadock B. J. Dan Sadock V. A. 2010. Kaplan & Sadock. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi
2. Jakarta : EGC.
3. Fahrul F., Mukaddas A., dan Faustine I. 2014. Rasionalitas Penggunaan Antipsikotik
pada Pasien Skizofrenia di Instalasi Rawat Inap. Jurnal of Science and Technology.
Vol.3((2)):18-29.
4. Maramis, W. .F. dan Maramis, A. A. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2.
Surabaya: Airlangga University Press.
5. First M. B. dan Tasman A. 2006. Schizophrenia and Other Psychotic Disorders. Dalam:
Clinical Guide to the Diagnosis and Treatmen of Mental Disorders. Philadelphia: Wiley-
Blackwell.
6. Sinaga, B. R. 2007. Skizofrenia dan Diagnosis Banding. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
7. Elvira, S. D. dan Gitayanti H. 2010. Buku Ajar Psikiatrik. Jakarta: Badan Penerbit FKUI

37

Anda mungkin juga menyukai